BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.4 Diagram alir
Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Gambar 3.12 Diagram alir penelitian
Mulai Survey
Lapangan
Identifikasi Masalah Tinjauan
Pustaka
Persiapan proses pembubutan -Pahat
-Benda kerja
Pengumpulan data penelitian :
β’ Kecepatan pemotongan
β’ Gaya pemotongan
β’ Daya pemotongan
β’ Suhu pemotongan Survey Mesin
Bubut
Menentukan parameter n, f, a sesuai kesanggupan mesin
bubut
Ya
A
A
Gambar 3.13 Diagram alir penelitian (lanjutan) Menganalisa data hasil eksperimen
dan mengukur besar parameter pada pemotongan
Melakukan perhitungan analitis suhu pemotongan dengan metode
G. Boothroyd
Membandingkan data suhu hasil eksperimen dengan perhitungan analitis metode G. Boothroyd
Menghasilkan data berupa persamaan, tabel, dan grafik
Kesimpulan
SELESAI
BAB IV
HASIL DAN ANALISA
4.1 Eksperimen / akusisi data parameter mekanika pembentukan geram
Darieskperimenyang mengamatiperistiwapembentukangeramdanmengukurbesaran parameter terkaitmekanikapembentukangeram.Eksperimeninidilakukan dengan penggunaan mesin bubut dengan 450 rpm, 720 rpm, 1000 rpm. Pada eksperimen ini dilakukan 18 kali percobaan pemotongan.. Tiga faktor utama dalam eksperimen ini merupakan kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a).
Dari eksperimen yang dilakukan maka diperoleh data-data eksperimental Data eksperimen yang diambil adalah putaran pada cekam temperatur (T) dan daya (P) yang terjadi selama pemotongan. Putaran pada cekam, suhu, dan daya pemotongan yang diambil yaitu nilai tengah yang didapatkan selama eksperimen kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang telah disatukan dari setiap kondisi pemotongan dari 18 data tersebut, dari eksperimen yang dilakukan maka diperoleh data-data eksperimental sebagai berikut.
4.1.1 Putaran benda kerja pada cekam mesin
Data eksperimental putaran benda kerja pada cekam mesin diperoleh dengan menggunakan Tachometeruntuk melakukan kalibrasinya terlebih dahulu, kemudian sensor kecepatan kemudian dibaca oleh Arduino dan diolah menggunakan Ms. Excel dengan variasi kedalaman potong dan kecepatan.
Adapun sensor kecepatan tersebut diposisikan dibagian mesin yang berputar.
Kemudian rpm yang dihasilkan pada proses pembubutan berlangsung akan diketahui melalui sensor yang dipasangkan tersebut,dengan menggunakan sensor kecepatan dan arduino, putaran pada cekam selama pemotongan berlangsung akan muncul pada layar Microsoft Excel. Dibawah ini dapat kita lihat dari tabel, data putaran pada benda kerja dari ke 18 data dari 450 rpm - 1000 rpm yang sudah didapat dengan memperoleh nilai tengahnya pada setiap pemotongan.
Tabel 4.1 Putaran benda kerja pada cekam mesin
n
(mm) n eksperimental (rpm)
Dari data rpm yang diperoleh (Tabel 4.1) putaran yang dihasilkan yang didapat dari sensor sedikit menurun dari putaran yang diinginkan, sehingga dapat kita lihat putaran cenderung stabil dari putaran awal 450 yang diinginkan hingga putaran terakhir yaitu 1000 rpm ,dan selisih rpm dari data dan hasil eksperimen tidak begitu jauh perbedaannya
itu dikarenakan.Grafik putaran pada cekam pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.
Gambar 4.1 grafik rpm VS kedalaman makan
4.1.2 Suhu Pemotongan
Data hasil eksperimental suhu pemotongan diperoleh dengan menggunakan Termocouple kemudian dibaca oleh Arduino dan diolah menggunakan Ms. Excel dengan variasi kedalaman potong dan kecepatan..
Adapun Thermocouple diposisikan diantara mata pahat dan tool holder. Kemudian suhu yang dihasilkan pada proses pembubutan akan diketahui melalui Thermocouple.
Dengan menggunakan thermocouple dan arduino, suhu selama pemotongan berlangsung akan muncul pada layar Microsoft Excel. Suhu yang muncul diawali dengan suhu ruangan, dan kemudian meningkat hingga suhu maksimal.Dibawah ini dapat kita lihat dari tabel, data suhu eksperimen pada benda kerja dari ke 18 data yang sudah didapat dengan memperoleh nilai tengahnya pada setiap kondisi pemotongan.
4.2 Tabel Suhu Pemotongan Eksperimen
n
450 75 0,08 106 0,5 172
450 75 0,13 106 0,5 134
450 75 0,16 106 0,5 123
720 75 0,08 170 0,5 98
720 75 0,13 170 0,5 113
720 75 0,16 170 0,5 120
1000 75 0,08 233 0,5 134
1000 75 0,13 233 0,5 72
1000 75 0,16 233 0,5 105
450 74 0,08 106 1,0 117
450 74 0,13 106 1,0 80
450 74 0,16 106 1,0 167
720 74 0,08 170 1,0 181
720 74 0,13 170 1,0 187
720 74 0,16 170 1,0 179
1000 74 0,08 233 1,0 160
1000 74 0,13 233 1,0 146
1000 74 0,16 233 1,0 198
Pada kondisi pemotongan pertama, suhu mulai stabil pada waktu pemotongan kurang lebih detik ke-30 dan suhu maksimal pada kondisi pemotongan ini. Dapat kita lihat dari data suhu pemotongan eksperimental (Tabel 4.2) dengan putaran 450, 720 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 dan 1,0 mm dan feeding rate 0,08 0,13 dan 0,16 mm , suhu pemotongan terendah terjadi rata rata diputaran 450 rpm dan 1000 dan suhu tertinggi dari hasil eksperimen terjadi di 1000 rpm yaitu 198oC.
Pada grafik perkembangan suhu pemotongan (Gambar 4.2 ) secara keseluruhan perkembangan suhu pemotongan mengalami trend kenaikan temperatur. Grafik suhu
pemotongan pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.2 berikut ini.
Gambar 4.2 grafik kedalaman potong vs suhu 4.1.3 Daya Pemotongan
Data eksperimental daya pemotongan diperoleh dengan menggunakan modul pengukur daya kemudian dibaca oleh Arduino dan diolah menggunakan Ms. Excel dengan variasi kedalaman potong dan kecepatan.Sama seperti suhu dan putaran pada cekam benda kerja , data daya pemotongan yang terjadi selama pemotongan berlangsung akan muncul pada Microsoft Excel dengan variasi kedalaman potong dan kecepatan. Tabel 4.3 dan menunjukkan data daya nilai tengah dari 18 data setiap pemotongan.
Tabel 4.3 Daya Pemotongan
n
720 75 0,08 170 0,5 1557
720 75 0,13 170 0,5 1576
720 75 0,16 170 0,5 1596
1000 75 0,08 233 0,5 1694
1000 75 0,13 233 0,5 1734
1000 75 0,16 233 0,5 1771
450 74 0,08 106 1,0 958
450 74 0,13 106 1,0 958
450 74 0,16 106 1,0 989
720 74 0,08 170 1,0 1631
720 74 0,13 170 1,0 1661
720 74 0,16 170 1,0 1681
1000 74 0,08 233 1,0 1727
1000 74 0,13 233 1,0 1920
1000 74 0,16 233 1,0 1898
Berdasarkan data eksperimen daya yang didapat dilihat (Tabel 4.3) dengan putaran 450, 720 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 dan 1,0 mm dan feeding rate 0,08 0,13 dan 0,16 mm , dan yang didapat dari sensor maka daya pemotongan yang dihasilkan disetiap kondisi pemotongan, daya terendah terjadi pada kondisi pemotongan rpm 450, a 0,5 , dan f 0,08 yaitu 907 watt dan daya tertinggi yang didapat dari data eksperimen sebesar 1920.Grafik daya pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.3 berikut ini.
Gambar 4.3 Grafik kedalaman potong vs daya 4.2 Data Eksperimen dan Perhitungan Analitis
Untuk memperoleh mekanika pembentukan geram maka data dari hasil eksperimen harus dianalis, sebelum untuk menganalisis data, data harus dikumpulkan dengan menggunakan metode design of experimental of Taguchi L18.Seperti yang sudah dijelaskan pada awal bab ini, perencanaan data ditentukan berdaasarkan kemampuan mesin yang tersedia pada Laboratorium Teknik Mesin Universitas Sumatera Utara.
4.2.1 Data Design of Experimental Taguchi L18
Sesuai dengan metodologi penelitian pada bab sebelumnya, variabel yang disusun menggunakan metode Taguchi. Dalam Tabel 4.4 ditunjukkan data pembubutan menurut design of experimental dari metode Taguchi.
Tabel 4.4Data Design of Experimental Taguchi L18 n
720 720
4.2.2. Menghitung nilai parameter kecepatan
Adapun data yang sudah didapat dari hasil eksperimen maka dapat dicari parameter kecepatan penghasil geram nya ditentutakan oleh rumus berikut:
maka diperoleh :ππππ = cos (πΎπΎππ sin ππ
0βππ) =cos (ππβπΎπΎππ sin ππ
0)
πππ π = ππππ cos πΎπΎ0 sin ππ
Tabel 4.5 berikut adalah tabel kecepatan chip dan kecepatan geser yang diperoleh dari perhitungan analitik ke 18 data percobaan.
Tabel 4.5 Nilai parameter kecepatan
n
720 75 0,13 170 0,5 28,8 92,8 192,65
720 75 0,16 170 0,5 30,9 101,64 198,12
1000 75 0,08 233 0,5 17,7 54,2 178,45
1000 75 0,13 233 0,5 26,5 117,64 263,7
1000 75 0,16 233 0,5 30,5 139 273,8
450 74 0,08 106 1,0 19,7 37,5 111,5
450 74 0,13 106 1,0 30,5 61,7 121,8
450 74 0,16 106 1,0 37,2 79,6 131,9
720 74 0,08 170 1,0 18,2 55,2 177
720 74 0,13 170 1,0 33,4 110,7 201,2
720 74 0,16 170 1,0 32,6 107,29 199,4
1000 74 0,08 233 1,0 16,7 69,8 243,2
1000 74 0,13 233 1,0 24,2 104,48 255,4
1000 74 0,16 233 1,0 26,5 116,12 260,3
Gambar 4.4 Grafik kedalaman potong vs kecepatan geram
0 20 40 60 80 100 120 140 160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
a vs Vc
Vc
a
Dapat dilihat dari kedua data dari hasil eksperimen maka data kecepatan geram dan kecepatan pada bidang geser berbanding lurus apabila dapat dilihat data kecepatan geram cendrung lebih kecil daripada kecepatan pada bidang geser sehingga berbanding lurus ketas.Grafik kecepatan pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut ini.
Gambar 4.5 Grafik kedalaman potong vs kecepatan geser 4.2.3. Menghitung nilai parameter gaya
Adapun data yang sudah didapat dari hasil eksperimen maka dapat dicari parameter kecepatan penghasil geram nya ditentutakan oleh rumus , dapat dihitung dengan persamaan seperti pada penjelasan Bab II.
Tabel 4.6 Nilai Parameter Gaya
n
720 75 0,16 170 0,5
Gaya pemotong ada keterkaitannya terhadap temperatur pemotongan yang dihasilkan semakin besar gaya yang diperoleh pada kondisi pemotongannya maka temperatur yang dihasilkan juga semakin besar juga, oleh karena itu gaya pemotongan berbanding lurus oleh temperatur pemotongan yang dihasilkan, gaya pemotongan diperoleh dengan menggunakan rumus analitik. Grafik gaya pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6
Gambar 4.6 Grafik kedalaman potong vs gaya
4.2.4. Menghitung nilai parameter suhu (analitis Boothroyd)
Selain perhitungan suhu direkam menggunakan thermocouple, juga dilakukan analitis dengan metode analitis boothroyd. Perhitungan analitis ini dilakukan berdasarkan kondisi pemotongan yang dilakukan secara eksperimental.Adapun data yang sudah didapat dari hasil eksperimen maka dapat dicari parameter kecepatan penghasil geram nya ditentutakan oleh rumus berikut:
Dik: Data eksperimental : (450 ; 0,08 ; 0,5) Benda Kerja, AISI 1045
Konduktivitas pahat karbida k3= 0,57 Jenis pemotongan, Ortogonal
Kecepatan potong, V= 106 m/min Ketebalan chip, t = 0,2 mm
Panjang kontak chip, lf = 0,2 mm Gaya pemotongn, Fv= 660 N Gaya pemakanan, Ff =644 N Rasio ketebalan chip, r = 1,6
0 500 1000 1500 2000 2500 3000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
a vs gaya
F
a
Rasio pemotongan = 0,4
Sifat Thermal, (Baja AISI 1045)
Konduktivitas thermal (65,12156W/(moC) Massa jenis = 7.200 kg/mΒ³
Kalor jenis = 502J/(kgoC)
Pm = Fv.V = 660 * 1,7 = 1165 j/s
Pf = Ff. V. rc
= 644 * 1,7 * 0,4 = 479 j/s
Ps = Pm β Ps = 1165 β 479 = 686 j/s
Untuk memperkirakan kenaikan suhu harus diketahui R thermal : π π π‘π‘βππππππππππ = ππ . ππ . π£π£ ππ
ππ =
43,6
7200 ( 502)(1,7)(0,00008)
= 11,71
Ketika sudut geser = 0 , maka tan ΞΈ = rc
R tan ΞΈ = 11,71 (0,08) = 4,93
Maka dapat kita lihat dari gambar, panas yang diakibatkan oleh benda kerja
Π = 0,2
Jika nilai yg layak telah didapat, maka kita subsitusikan:
πππ π = (1 β Π)πππ π ππ. ππ. π£π£. ππππ. πππ€π€
=
(7200)(502)(1,7)(0,0008)(0,0005) (1-0,2)(686)
= 214 oC ππππ = ππππ
ππ. ππ. π£π£. ππππ. πππ€π€ =
(7200)(502)(1,7)(0,0008)(0,0005) 479
= 187 o C lo = lf . rc
ac
= 0,08
1,6 . 0,42
= 8,42
ππππ = ππππ .1,13 οΏ½π π ππ0
= 187 . 1,13 οΏ½11,718,42
= 250 oC
Jika diasumsikan benda kerja pada suhu kamar yang telah ditentukan ,maka suhu maksimumnya adalah :
ΞΈ max = ΞΈm + ΞΈs + ΞΈo
= 250 + 214 + 30 = 495 0 C
Tabel 4.7 Nilai Parameter Suhu Analitis Boothroyd n
1000 74 0,16 233 1,0 26,5 116,12 919,08
Dapat kita lihat dari data suhu pemotongan berdasarkan teori boothroyd (Tabel 4.7) dengan putaran 450, 720 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 dan 1,0 mm dan feeding rate 0,08 0,13 dan 0,16 mm suhu terendah terjadi pada 450 rpm dan mengalami trend kenaikan dan suhu tertinggi terjadi pada 1000 rpm.
Gambar 4.7 Grafik kedalaman potong vs suhu boothroyd
4.3 Analisis Perilaku Keterkaitan Parameter
Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode taguchi L18 dan melakukan pembubutan orthogonal telah didapat 18 data dari eksperimental maka perilaku keterkaitan antara parameter yang terkait dapat kita lihat pertama yaitu rpm, feeding rate, dan kedalaman potong dengan menggunakan pahat bersudut netral (0o), dimana posisi mata potong mayor tegak lurus terhadap benda kerja (sudut Kr = 90o).
Dapat kita lihat pada setiap 18 kondisi pemotongan kita mendapatkan data panjang kontak (Lf) yang diperoleh dengan menggunakan mikroskop untuk melihat panjang kontaknya, dapat kita lihat disetiap kondisi pemotongan dari ke 18 data panjang kontak yang didapat dari mikroskop berbeda beda disetiap putaran, kedalaman potong serta feed nya.
Panjang kontak disebut juga tebal chip (hc), setelah mendapatkan panjang kontak kemudian
0
kita dapat mencari Ξ»h dengan menggunakan rumus yang ada dibab II , Ξ»h merupakan rasio pemampatan tebal geram. Jika sudut geram telah ditetapkan, maka sudut geser dapat dihitung dengan mengukur rasio pemampatan tebal geram. Akan tetapi tebal geram tak dapat diukur secara langsung tanpa mengakibatkan kesalahan pengukuran, sebab permukaan geram relatif kasar dan geram tidak lurus, oleh karena itu perlu dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan mengukur panjang geram.
Sudut geser Ξ¦ pemotongan ditentukan oleh sudut gram Ξ³o, semakin besar sudut geram maka sudut geser akan membesar dan menyebabkan penurunan luas bidang geser , sehingga menurunkan gaya potong. Koefisien gesek tidak mungin sama dengan nol dengan demikian berdasarkan analisis geometrik gaya (lingkaran merchanttidak melebihi suatu harga.
Rasio pemampatan tebal geram meerupakan karakteristik dari proses permesinan berarti dipengaruhi oleh material benda kerja, jenis pahat, sudut pahat, kecepatan potong, kecepatan makan, semua keadaan diinginkan Ξ»h yang sekecil mungkin karena hal ini akan memberikan keuntungan yang bertahap sebagai berikut Ξ»h kecil akan menaikan sudut geser Ξ¦, sudut geser Ξ¦ besar akan menurunkan gaya pemotongan, dan apabila gaya pemotongan kecil maka akan menurunkan temperatur pemotongan ΞΈ dan juga mengakibatkan daya pemotongan pun kecil. Karena adanya pemampatan tebal geram maka kecepatan aliran geram selalu lebih rendah daripada kecepatan potong. Menunjukan kecepatan aliran geram Vc dan kecepatan potong Vs , berdasarkan penjumlahan vektor kecepatan maka kecepatan elemen geram yang baru saja terbentuk relatif terhadap benda kerja ditunjukan oleh vektor kecepatan geser Vs, karena Ξ»h > 1 maka kecepatan geram selalu lebih rendah daripada kecepatan potong. Sedangkan kecepatan geser Vs akan lebih tinggi daripada kecepatan potong Vc untuk sudut geram Ξ³onegatif atau nol.
Tabel 4.8 tabel keterkaitan antar parameter
Dapat kita lihat dari tabel 4.8, maka analisa keterkaitan parameter pada setiap kondisi pemotongan orthogonal merchant saling berpengaruh antar parameter satu dengan parameter yg lainnya.
4.4. Suhu Pemotongan : Eksperimen vs Analitik Boothroyd
Suhu Pemotongan yang terjadi pada eksperimen secara keseluruhan terjadi diantara Suhu Pemotongan yang didapat dari hasil eksperimen dari putaran 450 rpm sampai 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 mm sampai 1,0 mm, serta feed 0,08, 0,13, dan 0,16 secara keseluruhan memang lebih rendah dibandingkan dengan suhu pemotongan total analitik metode Boothroyddimana metode yang digunakan berbeda untuk mencari suhu pemotongan dari eksperimen menggunakan sensor thermocouple yang diletakan diantara toolholder dan kemudian dibaca oleh arduino ,sedangkan utuk mencari nilai suhu analitik dengan menggunakan rumus dari bootthroyd itu sendiri.
Tabel 4.9 suhu eksperimen vs suhu analitik boothroyd n
450 74 0,16 106 1,0 37,2 167
622,22
720 74 0,08 170 1,0 18,2 181
601,40
720 74 0,13 170 1,0 33,4 187
703,96
720 74 0,16 170 1,0 32,6 179
771,11
1000 74 0,08 233 1,0 16,7 160
695,92
1000 74 0,13 233 1,0 24,2 146
837,61
1000 74 0,16 233 1,0 26,5 198
919,08
Berikut adalah grafik perbandingan suhu eksperimental dan suhu analitik metode boothroyd.
Gambar 4.8 Grafik suhu Eksperimental
0 50 100 150 200 250
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
a vs suhu
Suhu
a
Gambar 4.9 Grafik suhu boothroyd
Dapat kita lihat digambar grafik setiap kondisi pemotongan mengalami kenaikan suhu pada suhu eksperimental suhu terendah terjadi diputaran 1000 rpm dept of cut 0,5 feed 0,13 sedangkan suhu tertinggi terjadi diputaran 1000 rpm dept of cut 1,0 feed 0,16 dan pada suhu perhitungan analitik suhu terendah di 450 rpm dept of cut 0,5 feed 0,08 dan suhu tertinggi diputaran 1000 rpm dept of cut 1,0 feed 0,16
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
a vs suhu bootrhoyd
a Vs
a Suhu
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN
Kesimpulan yang didapat setelah penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Eksperimen telah dilakukan, yaitu melakukan pembubutan orthogonal dengan menggunakan pahat bersudut netral (0o), dimana posisi mata potong mayor tegak lurus terhadap benda kerja (sudut Kr = 90o).
Eksperimen berhasil dilakukan untuk kondisi pemotongan
β’ Kecepatan putaran 450 rpm ; feed (f) 0,08 ; 0,13, 16 mm/rev; depth of cut (a) 0,5 mm dan 1,0 mm
β’ Kecepatan putaran 720 rpm ; feed (f) 0,08 ; 0,13, 16 mm/rev; depth of cut (a) 0,5 mm dan 1,0 mm
β’ Kecepatan putaran 1000 rpm ; feed (f) 0,08 ; 0,13, 16 mm/rev; depth of cut (a) 0,5 mm dan 1,0 mm
Peristiwa pembentukan geram dapat diamati dengan memperoleh besaran parameter terkait mekanika pembentukan geram yaitu putaran benda kerja pada cekam putaran yang didapat dari sensor (eksperimental) ada sedikit selisih dari putaran yang diinginkan 450 menjadi 432, putaran 720 menjadi 756 dan 1000 menjadi 972 sehingga dapat kita lihat putaran cenderung stabil dari putaran awal 450, 720 hingga putaran terakhir 1000 rpm ,dan selisih putaran pada cekam mesin dari data dan hasil eksperimen tidak begitu jauh perbedaannya, dikarenakan sensor putaran tidak diletakan langsung pada cekam mesin.
Sedangkan pada suhu pemotongan yang diperoleh dari eksperimental , suhu pemotongan terendah terjadi rata rata diputaran 1000 rpm depth of cut 0,5 feed 0,13 dan suhu tertinggi dari hasil eksperimen terjadi di putaran 1000 rpm depth of cut 1,0 feed 0,16.
Dan data eksperimental daya yang diperoleh dari sensor daya terendah terjadi pada kondisi pemotongan 450 rpm, depth of cut 0,5 , dan feed 0,08 yaitu 907 watt dan daya tertinggi yang didapat dari data eksperimen pada kondisi pemotongan 1000 rpm, depth of cut 1,0 , dan feed 0,16 sebesar 1920 watt dan semua telah disusun dalam bentuk tabel, yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel.
2. Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode taguchi L18 dan melakukan pembubutan orthogonal telah didapat 18 data dari eksperimental maka perilaku keterkaitan antara parameter yang terkait dapat kita lihat pertama yaitu putaran mesin, feeding rate, dan kedalaman potong serta dengan menggunakan pahat bersudut netral (0o), dimana posisi mata potong mayor tegak lurus terhadap benda kerja (sudut Kr = 90o).Maka analisa keterkaitan parameter pada setiap kondisi pemotongan orthogonal merchant saling berpengaruh antar parameter satu dengan parameter yg lainnya.
3. Suhu pemotongan terendah eksperimen terdapat pada kondisi putaran 1000 rpm ; f 0,13 ; a 0,5, sedangkan pada analitik boothroydsuhu terendah terdapat pada kondisi putaran 450 rpm ; f 0,08 ; a 0,5. Untuk suhu pemotongan tertinggi pada eksperimental maupun analitik sama sama terjadi pada kondisi putaran 1000 rpm ; f 0,16 ; a 1,0. Suhu eksperimen begitu jauh perbandingannya dengan suhu analitik boothroyd dikarenakan sensor thermocouple yang digunakan diletakan diujung toolholder sehingga distribusi panasnya tidak langsung dibaca oleh thermocouple tersebut, sedangkan suhu analitik sudah dihitung dengan menggunakan teori metode perhitungan suhu yg telah ada yang lebih akurat perhitungan akhirnya.
5.2 Saran
Saran bagi peneliti berikutnya agar dapat menyempurnakan penelitian mengenai peristiwa pembentukan geram dan pengukuran suhu, adalah :
1. Kalibrasi peralatan maupun software yang digunakan pada pelaksanaan penelitian, agar hasil yang diperoleh lebih akurat saat mengumpulkan data-data yang diperlukan.
2.Saat melakukan penelitian, mesin bubut yang akan digunakan harus dipersiapkan dalam keadaan lebih baik lagi agar tidak terjadi getaran pada saat pengambilan data pemotongan berlangsung dan mengurangi kemungkinan benda kerja rusak akibat getaran sehingga pemotongan tidak stabil dan bisa menyebabkan data kurang akurat.
3. Pada saat menghitung panjang kontak dengan menggunakan mikroskop, sebaiknya mikroskop sudah dikaliberasi dengan baik, agar data yang diperoleh lebih akurat hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Yuliarman, ST . (2008). Tesis : Studi Pemotongan Optimum pembubutan Keras Dan Kering Baja Perkakas AISI O1 Menggunakan Pahat Keramik (Al2O3 + TiC). USU digital library.
[2] Rochim. T. 1993. Proses Permesinan. Higher Education Development Support roject.
Jakarta.
[3] G. Boothroyd, W.A Knight. (1989). βFundamentals of machining and Machine Toolsβ, 2nd edition, Marcel Dekker Inc., New York and Basel 1989.
[4] Soejanto, Irwan. 2009. Desain Eksperimen Deangan Metode Taguchi Graha Ilmu, Yogyakarta.
[5] Imran . 2006. Penelitian : Analisa Gaya dan Suhu Pemotongan Terhadap Bentuk Geram Pada Pembubutan AISI 1045 .
[6] Rochim. T . 2007. Baja Karbon (High Carbon Steel, Carbon Steels, CTS), Yogyakarta.
[7] Destifani, Jim. Cutting Tools 101 Geometries, manufacturing Engineering Magazines, November 2002
[8] Smallman, R.E. 1991. Metalurgi Fisik Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
[9] https://text-id.123dok.com/document/6qmw1xx8z-pemesinan-kering-dry-machining.html.
[10] Molinary and Nouri, 2003.Modeling of tool wear by diffusion in metal cutting.University of Lorraine.
[11] Grzesic and Nieslony, 2003. Prediction of Temperature Distribution in the Cutting Zone Using Finite Difference Approach. Opole University of Technology.
[12] Sreejith and Ngoi, 2000. βDry Machining: Machining of the Future,β Journal of Materials Processing Technology
[13] Sokovic, M. and Mijanovic, K. (2001). Ecological Aspects of Cutting Fluids and Its Influence on Quantifiable Parameters of the Cutting Processes. Journal of Materials Processing Technology.
[14] Che Haron, 2001, Tool life and surface integrity in turning titanium alloy, Journal of material processing and tecknology, 349-368.
[15] Klocke and Eisenblatter, 1997, Dry cutting of the CIRO RWTH.
[16] Graham. D. 2000. Dry Out Cutting Tool Engineering 52 (1-8)
[17] Bulloch. H. 2004. Research & Technology Transfer Workgroup Dry Machining, 2004.
[18] Kalpakjian, S. Manufacturing Engineering and Technology, 3rd Ed. Addison- Wesley Publishing Company, 1995.