• Tidak ada hasil yang ditemukan

SUHU PEMOTONGAN ORTHOGONAL MERCHANT EKSPERIMENTAL METODE TAGUCHI DAN ANALITIS METODE G.BOOTHROYD

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SUHU PEMOTONGAN ORTHOGONAL MERCHANT EKSPERIMENTAL METODE TAGUCHI DAN ANALITIS METODE G.BOOTHROYD"

Copied!
82
0
0

Teks penuh

(1)

SUHU PEMOTONGAN ORTHOGONAL MERCHANT EKSPERIMENTAL METODE TAGUCHI DAN ANALITIS METODE G.BOOTHROYD

SKRIPSI

Skripsi yang Diajukan Untuk Melengkapi Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

DISUSUN OLEH : LEONTIUS SILALAHI

120401117

DEPARTEMEN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2018

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang mana telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul

“Studi mekanika pembentukan geram pada pemotongan orthogonal merchant”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat meneyelesaikan Pendidikan Strata 1 (S1) pada Departemen Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara.

Pada kesempatan ini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang membantu terselesaikannya skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Kedua orangtua penulis, Ir. Simon Silalahi dan Rimta Br. Barus, yang senantiasa memberikan semangat, motivasi, cinta kasih, serta doa dan materi dalam proses pembuatan skripsi ini.

2. Kepada nenek penulis yang senantiasa mendoakan penulis, dan memberikan semangat motivasi kepada penulis, serta keluarga Barus yang selalu mendukung penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Armansyah Ginting, M.Eng. selaku dosen pembimbing, yang telah meluangkan banyak waktu dalam membimbing serta memberikan saran dan motivasi kepada penulis.

4. Bapak Dr. Ir. Muhammad Sabri, MT. selaku Ketua Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Univesitas Sumatera Utara.

5. Bapak Terang Ukur H.S Ginting Manik, ST, MT. selaku Sekretaris Departemen Teknik Mesin Fakultas Teknik Univesitas Sumatera Utara.

6. Seluruh staf pengajar dan staf tata usaha Departemen Teknik Mesin yang membimbing dan membantu segala keperluan penulis selama masa perkuliahan.

7. Bapak Ir.Alfian Hamsi, Msc. selaku Kepala Laboratorium Proses Produksi yang telah memberikan izin dalam penggunaan mesin bubut dan peralatan di dalam laboratorium.

8. Bang Sarjana dan bang Wanda selaku laboran yang telah banyak memberikan bantuan dan arahan selama penggunaan mesin dan peralatan di laboratorium.

(10)

9. Teman satu kelompok penelitian Aldwin Bangun, Reygery Depari, Peri Samuel Karo-Karo yang telah kompak dan bekerja sama hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

10. Teman-teman di Machining Processes Laboratory yang selalu memberi masukan dan dukungan untuk penulis.

11. Sahabat satu stambuk saya James Pauli Sinambella yang bersedia membantu dan berdiskusi hingga skripsi ini dapat terselesaikan.

12. Teman atau adek saya Ella Theresia Ginting yang selalu menyemangatin dan mendoakan penulis agar selalu sabar dalam mengerjkan skripsi.

13. Teman-teman IMKA PANDE KALIAGA yang senantiasa memberikan dukungan dan semangat kepada penulis.

14. Semua pihak yang tidak bisa penulis sebutkan namanya satu-persatu yang telah banyak memberikan bantuan terhadap penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dari penulisan skripsi ini baik dari materi maupun teknik penyajiannya, karena itu adanya kritik dan saran yang membangun sangat penulis perlukan guna menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Terima kasih.

Medan, Agustus 2018

Penulis

Leontius Silalahi

NIM. 120401098

(11)

ABSTRACT

In this research, a metal cutting process has been carried out which aims to study the formation of growls, measure the magnitude of related parameters which include rotation of the workpiece at stress (n), cutting temperature (T), and cutting force (f), then compare the experimental cutting temperature with analytical boothroyd temperature Data collection was carried out by experimenting with the concept of orthogonal merchants and by using the design method of experimental taguchi L18. The process of turning on AISI 1045 steel by using a carbide tool is not coated. The results obtained through the experiment showed that the growl formation event can be observed by obtaining the parameters related to the rage formation mechanics, namely the rotation of the workpiece on the round stress obtained from the sensor (experimental) there is a slight difference from the desired rotation of 450 to 432, round 720 to 756 and 1000 to 972 so we can see the rotation tends to be stable from the initial rotation of 450, 720 to the last round of 1000 rpm. While at the cutting temperature obtained from the experimental, the lowest cutting temperature occurred on average rotated 1000 rpm depth of cut 0.5 feed 0.13 and the highest temperature of the experimental results occurred at a rotation of 1000 rpm depth of cut 1.0 feed 0.16. And experimental data obtained from the lowest power sensor occurs at a cutting condition of 450 rpm, a depth of cut of 0.5, and a feed of 0.08 which is 907 watts and the highest power obtained from experimental data at cutting conditions of 1000 rpm, depth of cut 1 , 0, and feed 0.16 at 1920 watts. At the lowest experimental cutting temperature there are 1000 rpm rotation conditions; f 0.13; a 0.5, while the lowest temperature of boothroyd is at 450 rpm; f 0.08; a 0.5. For the highest cutting temperature in both experimental and analytical the same occurs at 1000 rpm rotation conditions; f 0.16; a 1.0.

Keywords: Turning process, metal cutting, AISI 1045 steel, orthogonal merchant cutting, taguchi L18 design of experiment, temperature G boothroyd

(12)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR GAMBAR ...v

DAFTAR TABEL ... vi

BAB I PENDAHULUAN ...1

1.1 Latar Belakang ...1

1.2 Rumusan Masalah ...3

1.3 Tujuan Penelitian ...3

1.5 Batasan Masalah ...4

1.6 Sistematika Penulisan ...4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...5

2.1 Operasi pembubutan ...5

2.1.1 Elemen Dasar Permesinan ... 6

2.1.2 Pemotongan Orthogonal ... 7

2.1.3Geram ... 8

2.1.4 Mekanisme Pembentukan Geram ... 9

2.1.5 Komponen Gaya danKecepatanPemotongan Orthogonal ... 9

2.1.6 Komponen Kecepatan Pemesinan ... 12

2.2 Bahan Pahat ...13

2.2.1 Bahan Pahat Komersial ...10

2.2.2 Bahan Pahat Karbida ...14

2.2.3Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan………...15

2.3 Metode Taguchi ...19

2.4 Baja Karbon ...20

2.5 Suhu Pemesinan ...22

(13)

2.6 Pemesinan Kering ...23

2.6.1 Defenisi ...23

2.6.2 Perkembangan Permesinan Kering ...23

2.7 Suhu G. Boothroyd ...25

2.8 Material Benda Kerja ...27

2.8.1Baja AISI 1045 ...27

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...29

3.1 Bahan ...30

3.2 Peralatan ...31

3.3 Metode Penelitian ...38

3.3.1Metodologi Penelitian ...38

3.3.2 Metode Taguchi L18...40

3.4 Diagram alir ...41

BAB IV HASIL DAN ANALISA ...42

4.1 Eksperimen/akusisi data parameter mekanika pembentukan geram ...42

4.1.1 Putaran benda kerja pada cekam mesin ...42

4.1.2 Suhu Pemotongan ...46

4.1.3 Daya Pemotongan ...47

4.2 Data Eksperimen dan perhitungan Analitis ...49

4.2.1 Data Design of Experimental Taguchi L18 ...49

4.2.2 Menghitung Nilai Parameter Kecepatan ...50

4.2.3 Menghitung Nilai Parameter Gaya ...52

4.2.4 Menghitung Nilai Parameter Suhu (analitis boothroyd) ...54

4.3 Analisis prilaku keterkaitan parameter ...57

4.4 Suhu Pemotongan : Eksperimen vs. Analitis Boothroyd ...59

(14)

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...62

5.1 Kesimpulan ...62

5.1 Saran ...63

DAFTAR PUSTAKA ...64

(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Operai pembubutan ... 5

Gambar 2.2 Proses Pemotongan Orthogonal ... 8

Gambar 2.3 Teori modern yang menerangkan terjadinya geram ... 9

Gambar 2.4 Lingkaran Merchsnt’s ... 11

Gambar 2.5 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc . ... 12

Gambar 2.6 Deformasi suhu ... 22

Gambar 3.2 Pahat Karbida ... 31

Gambar 3.3 Mesin Bubut ... 32

Gambar 3.4 Tool holder ... 33

Gambar 3.5 Mikroskop Dino Lite ... 34

Gambar 3.6 Video IR Termometer ... 35

Gambar 3.7 Thermocouple ... 35

Gambar 3.8 Tachometer ... 36

Gambar 3.9 Arduino ... 36

Gambar 3.10 Sensor daya ... 37

Gambar 3.11 Diagram alir metode penelitian (lanjutan) ... 41

Gambar 4.1 Grafik rpm VS kedalaman makan ... 44

Gambar 4.2 Grafik kedalaman potong vs suhu ... 46

Gambar 4.3 Grafik kedalaman potong vs daya ... 48

Gambar 4.4 Grafik kedalaman potong vs kecepatan geram ... 51

(16)

Gambar 4.5 Grafik kedalaman potong vs kecepatan geser ... 52

Gambar 4.6 Grafik kedalaman potong vs gaya ... 54

Gambar 4.7 Grafik kedalaman potong vs suhu boothroyd ... 56

Gambar 4.8 Grafik perbandingan suhu eksperimen vs suhu analitik ... 61

(17)

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Unsur pada baja AISI 1045 ... 29

Tabel 3.1 Tabel susunan kondisi pemotongan menurut taguchi L18 ... 39

Tabel 3.2 Tabel kondisi pemotongan untuk eksperimen ... 39

Tabel 4.1 Putaran benda kerja pada cekam mesin ... 43

Tabel 4.2 Tabel Suhu PemotonganEksperimen ... 45

Tabel 4.3 Daya Pemotongan ... 47

Tabel 4.4Data Design of Experimental Taguchi L18 ... 49

Tabel 4.5 Nilai parameter kecepatan ... 50

Tabel 4.6 Nilai Parameter Gaya ... 52

Tabel 4.7 Nilai Parameter Suhu Analitis Boothroyd...56

Tabel 4.8 Tabel keterkaitan antar parameter...60

Tabel 4.9 Suhu eksperimental vs suhu boothroyd...61

(18)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada dasarnya proses produksimesin –mesin perkakas bertujuan untuk memotongmaterial ke dalam ukuran yang tepat. Serta perkembangan mata pahat seperti yang berbahan Carbide yang berfungsi agar membantu dan memaksimalkan proses kerja mesin – mesin produksi untuk melakukan pemotongan logam yang ada. Proses pemotongan dengan logam merupakan suatu proses yang digunakan untuk mengubah bentuk suatu produk dari logam (komponen mesin) dengan cara memotong. Prinsip pemotongan logam dapat didefenisikan sebagai sebuah saksi dari alat potong yang dikontakkan dengan sebuah benda kerja untuk membuang permukaan benda kerja tersebut dalam bentuk geram. [1]

Pada penelitian ini menggunakan teori pemotongan orthogonal merchant dimana suatu analisa mekanisme pemotongan orthogonal yang dikemukakan oleh Merchant mendasarkan teorinya sebagai suatu sistem yang dipandang sebagai sebuah bidang dan diuraikan menjadi dua buah gaya yang saling tegak lurus. [2]

Dalam proses pembentukan geram sendiri, geram yang dihasilkan berupa suatu tali berkelanjutan atau berupa potongan-potongan, dalam banyak kasus formasi geram yang terjadi adalah menunjukkan bahwa pemotongan adalah proses diskontinu dan gaya antara geram dan alat potong tidak konstan.

Formasi geram yang dihasilkan juga dapat dilakukan dengan pendekatan model pemesinan orthogonal, sebagaimana yang dikemukakan oleh Merchant, model ini mengasumsikan formasi geram dengan dua dimensi. [2]

Hampir seluruh energi pemotongan diubah menjadi panas melalui proses gesekan, antara geram dengan pahat dan antara pahat dengan benda kerja, serta proses perusakan molekuler atau ikatan atom pada bidang geser (shear plane). Panas ini sebagian besar terbawa oleh geram, sebagian merambat melalui pahat dan sisanya mengalir melalui benda kerja menuju kesekeliling. Panas yang timbul tersebut cukup besar dan karena luas bidang kontak relatif kecil maka temperatur pahat, terutama bidang geram dan bidang utamanya, akan sangat tinggi. Karena tekanan yang besar akibat gaya pemotongan serta temperatur yang tinggi maka permukaan aktif dari pahat akan mengalami keausan, dan disini dihitung parameter suhu pemotongan dengan menggunakan metode bootroyd.[3]

(19)

Jenis pahat yang digunakan merupakan pahat karbida, jenis karabida yang disemen merupakan bahan pahat yang dibuat dengan cara menyinter (sintering) serbuk karbida (nitrida,oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co). Dengan cara Carbuising masing – masing bahan dasar (serbuk) tungsten (Wolfram,W),Titanium (Ti), Tantlum (Ta) dibuat menjadi karbida yang kemudian digiling dan disaring. Salah satu atau campuran serbuk karbida tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan pelumas. Setelah itu dilakukan presintering (1000 C pemanasan mula untuk menguapkan bahan pelumas. Dan kemudian sintering 1600 sehingga bentuk keping sebagai proses cetak akan menyusut menjadi sekitar 80 % dari volume semula.

Untuk memperoleh data – data pada kondisi pemotongan ini dengan menggunakan metode taguchi, dimana metode taguchi digunakan untuk menentukan rancangan eksperimen, dengan parameter proses yang meliputi kecepaatan potong, kedalaman potong dan gerak makan. Metode Taguchi memperkenalkan pendekatan desain eksperimen yang dapat merancang suatu produk dan proses yang robust terhadap kondisi lingkungan, mengembangkan kualitas produk yang robust terhadap variasi komponen dan meminimalkan variasi di sekitar target. Metode Taguchi memiliki beberapa kelebihan bila dibandingkan dengan metode desain eksperimen lainnya. [4] Oleh karena metode Taguchi memiliki struktur rancangan yang sangat kompleks, maka metode ini juga memiliki rancangan yang mengorbankan pengaruh interaksi yang cukup signifikan. Untuk mengatasi hal tersebut, pemilihan rancangan percobaan harus dilakukan secara hati-hati dan sesuai dengan tujuan penelitian.

Pada penelitian sebelumnya melakukan penelitian dengan judul Analisa gaya dan suhu pemotongan terhadap bentuk geram pada pembubutan AISI 1045. Pahat potong yang digunakan jenis HSS dengan 3 kondisi permesinan. [5] Dengan mengacu metode yang dilakukan sebelumnya , maka pada penelitian ini juga melakukan pengamatan terhadap mekanika pembentukan geram dan mengukur besaran parameter terkait yaitu putaran, suhu pemotongan, dan daya pemotongan dengan menggunakan pahat karbida.

Adapun yang dapat dilakukan pada permesinan kering maka harus dilakukan beberapa pengujian permesinan ataupun eksperimen. Untuk memulai pegujian ini pahat yang digunakan mata pahat karbida dan benda kerja yang digunakan ialah baja AISI 1045. Setelah melakukan penelitian ini hasilnya akan dilaporkan pada skripsi ini adapun data yang akan diperoleh khususnya untuk mengamati mekanika pembentukan gram, dan mengumpulkan data analisis dengan konsep pemotongan orthogonalMerchant permesinan kering yang

(20)

menggunakan pahat karbida , serta mengukur besaran parameter terkait mekanika pembentukan geram

1.2. Batasan Masalah

Perumusanmasalahpadapenelitianiniadalah:

1. Padapenelitianini material yang digunakanadalah Baja AISI 1045

2. Operasipembubutandilakukandengan metodepembubutankering (dry machining) 3. Operasi permesinan menggunakan mesin bubut konvensional

4. Pahat yang digunakan adalah uncoated carbide

5. Penggunaan mesin bubut dengan putaran 450, 720, 1000 rpm.

6. Proses pembubutan di analisis menggunakan parameter terkait menggunakan metode pemotongan orthogonal Merchant

1.3 TujuanPenelitian

Adapun tujuandaripenelitianiniyaitu:

1. Mengamati peristiwa pembentukan geram dan mengukur besaran parameter terkait mekanika pembentukan geram yaitu putaran benda kerja pada cekam, suhu pemotongan, dan gaya pemotongan.

2. Mengumpulkan data dan menganalisis perilaku keterkaitan parameter mekanika pembentukan geram konsep pemotongan orthogonal Merchant yang dilakukan dengan metode design of experiment Taguchi L18.

3. Membandingkan suhu pemotongan hasil pengukuran eksperimental dengan suhu pemotongan hasil perhitungan (analitis Boothroyd)

1.4 SistematikaPenulisan Penelitianininantinya

akandituangkandalambentukskripsidengansistematikapenulisansebagaiberikut:

1. BAB I : Pendahuluan

Bab iniberisikanlatarbelakang, tujuan, batasanmasalah, dansistematikapenulisan.

2. BAB II : TinjauanPustaka

Bab iniberisikanlandasanteori yang digunakanyaitumengenaipemotonganlogamdanmesinbubut, matapahat,

danpersamaan-persamaan yang digunakan.

3. BAB III : MetodologiPenelitian

(21)

Bab

inimemberikaninformasimengenaitempatpelaksanaanpengujianbahandanperalatan yang dipakaidanmetodepenelitian.

4. Bab IV : HasilAnalisadanDiskusi

Bab ini menunjukanhasildaripercobaanberupa data keausanpahat, umurpakaipahat.

5. Bab V : Kesimpulandan Saran

Bab ini sebagaipenutupberisikankesimpulandan saran yang diperolehdarihasilpercobaan.

6. DaftarPustaka

Daftarpustakaberisikanliteratur yang digunakanuntukmenyusunlaporan.

(22)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Operasi Pembubutan

Pembubutan (turning) adalah proses permesinan yang menghasilkan bagian-bagian mesin berbentuk silinder yang dikerjakan dengan mengunakan mesin bubut (lathe). Prinsip dasarnya dapat didefinisikan sebagai proses permesinan permukaan luar benda silindris atau bubut rata dengan benda kerja yang berputar, dengan satu mata pahat bermata potong tunggal (single-point cutting tool), dan dengan gerakan-gerakan pahat sejajar terhadap sumbu benda kerja pada jarak tertentu sehingga akan membuang permukaan luar benda kerja.

Gambar 2.1 Operai pembubutan (sumber : Rochim, 1993)

Benda kerja dipegang oleh pencekam yang dipasang diujung poros utama (spindle), dengan mengatur lengan pengatur yang terdapat pada kepala diam, poros utama (n) dapat dipilih.Harga putaran poros utama umumnya dibuat bertingkat, dengan aturan yang telah distandartkan, misalnya 630, 710, 800, 900, 1000, 1120, 1250, 1400, 1600, 1800, dan 2000 rpm.

2.1.1 Elemen Dasar Permesinan

(23)

Menurut (Rochim, T 1993) Kondisi pemotongan dari proses bubut (turning) ditentukan sebagai berikut :

Benda kerja : do = diameter awal ; mm dm = diameter ahir ; mm lt = panjang spesimen ; mm Pahat : kr = sudut potong utama ; o

Yo

= sudut gram ; o

Mesin Bubut : a = kedalaman potong ; mm a = (do - dm)/ 2 f = gerak makan ; mm/rev

n = putaran poros utama (benda kerja) ; rpm

Elemen dasar permesinan bubut dapat dihitung dengan rumus-rumus berikut : 1. Kecepatan potong

𝑣𝑣 = 𝜋𝜋 .𝑑𝑑.𝑛𝑛1000 (𝑚𝑚 min⁡)� ... (1)

dimana,

v = kecepatan potong

d = diameter rata- rata, yaitu:

𝑑𝑑 =𝑑𝑑𝑜𝑜+𝑑𝑑2 𝑚𝑚 = 𝑑𝑑𝑜𝑜(𝑚𝑚𝑚𝑚) ... (2) 2. Kecepatan makan

𝑣𝑣𝑓𝑓 = 𝑣𝑣 . 𝑛𝑛�𝑚𝑚𝑚𝑚 𝑚𝑚𝑚𝑚𝑛𝑛� � ... (3)

dimana,

v = kecepatan makan f = gerak makan

(24)

n = putaran poros utama

3. Waktu pemotongan 𝑡𝑡𝑐𝑐 = 𝑙𝑙𝑡𝑡� (min) 𝑣𝑣𝑓𝑓

dimana,

t = waktu pemakanan l = panjang pemesinan v = kecepatan makan

4. Kecepatan penghasilan geram

𝑍𝑍 = 𝑓𝑓 . 𝑎𝑎 . 𝑣𝑣 (𝑐𝑐𝑚𝑚3�𝑚𝑚𝑚𝑚𝑛𝑛) ... (4)

dimana,

z = kecepatan penghasil gram f = gerak makan

a = kedalaman potong

2.1.2 Pemotongan Orthogonal

Pemotongan tegak (orthogonal cutting) merupakan suatu sistem pemotongan dengan gerakan relatif antara mata pahat dan benda kerja membentuk sudut potong tepat 90o atau yang dinamakan dengan sudut potong utama (κr), dan besarnya lebar mata pahat lebih besar dari lebar benda kerja yang akan dipotong[2].

(25)

Gambar 2.2 Proses Pemotongan Orthogonal

Menurut Rochim [6], sudut potong utama (κr) mempunyai peran antara lain:

1. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h)

2. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan

3. Menentukan besarnya gaya.

Untuk kedalaman potong a dan gerak makan f yang tetap, maka dengan

memperkecil sudut potong utama (κr) akan menurunkan tebal geram sebelum terpotong h dan menaikkan lebar geram b.

Akan tetapi, pemakaian sudut potong utama yang kecil tidak selalu menguntungkan sebab akan menaikkan gaya radial Fx. Gaya radial yang besar mungkin menyebabkan lenturan yang terlalu besar ataupun getaran (chatter) sehingga menurunkan ketelitian geometrik produk dan hasil pemotongan terlalu kasar. Tergantung pada kekakuan (stiffness) benda kerja dan pahat serta metode pencekaman benda kerja serta geometri benda kerja.

Sudut geram mempengaruhi proses pembentukan geram pada proses pemotongan orhogonal. Untuk suatu kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram (λh) yang mengakibatkan kenaikan sudut geser (Ф).

2.1.3 Geram

Geram merupakan bagian dari material yang terbuang yang dihasilkan dari proses pemesinan. Selama proses pembubutan berlangsung bahan dibuang akibat perputaran benda kerja sebagai suatu geram tunggal, tergantung pada parameter kerja mesin.

(26)

2.1.4 Mekanisme Pembentukan Geram

Logam yang pada umumnya bersifat ulet (ductile) apabila mendapat tekanan akan timbul tegangan (stress) di daerah sekitar konsentrasi gaya penekanan mata potong pahat.

Tegangan pada logam (benda kerja) tersebut mempunyai orientasi yang kompleks dan pada salah satu arah akan terjadi tegangan geser (shearing stress) yang maksimum.

Apabila tegangan geser ini melebihi kekuatan logam akan terjadi deformasiplastik (perubahan bentuk) yang menggeser dan memutuskan benda kerja diujung pahat pada suatu bidang geser (shear plane).

Gambar 2.3 Teori modern yang menerangkan terjadinya geram

2.1.5 Komponen Gaya danKecepatanPemotongan Orthogonal

Suatu analisa mekanisme pemotongan orthogonal yang dikemukakan oleh Merchant mendasarkan teorinya sebagai suatu sistem yang dipandang sebagai sebuah bidang dan diuraikan menjadi dua buah gaya yang saling tegak lurus [2].

1. Komponen Gaya Pembentuk Geram

Komponen gaya pembentuk geram dapat diuraikan sebagai berikut : a. Gaya pada proses deformasi material

(27)

i. Gaya geser (F2)

Adalah gaya yang mendeformasi material pada bidang geser.

F = F cos (Φ + η + γ); N ... (5)

ii. Gaya normal pada bidang geser (Fsn)

Adalah gaya yang menyebabkan pahat tetap melekat pada benda kerja.

Fc2 = Fsn2

+ Fs2

... (6) b. Gaya dari pengukuran dinamometer

i. Gaya potong (Fv)

Adalah gaya yang bekerja searah dengan kecepatan potong.

Fv = 𝜏𝜏𝑠𝑠ℎ𝑚𝑚.𝑏𝑏.ℎ.cos (η−𝛾𝛾0)

sin Φ cos (Φ+ η− 𝛾𝛾0) ; 𝑁𝑁 ... (7)

ii. Gaya makan (Ff)

Adalah gaya yang bekerja searah dengan kecepatan makan.

F + F = F; N ... (8) c. Gaya yang bereaksi pada bidang geram.

i. Gaya gesek (Fv)

Adalah gaya yang timbul karena aliran geram pada bidang geram.

F = F . cos γ + sin γ ; N ... (9)

ii. Gaya normal pada bidang geram (Fγn)

Adalah gaya yang menyebabkan geram tetap mengalir pada bidang geram.

2+ Fγn2 = F2 ; N ... (10)

(28)

Komponen gaya diatas dapat dianalisa dengan lingkaran Merchant’s seperti diperlihatkan pada gambar 2.4.

o Gambar 2.4 Lingkaran Merchsnt’s (Sumber : Rochim 1993)

1. sudut geser (Φ)

𝛷𝛷 = 45 452𝜂𝜂2 ... (11)

𝑇𝑇𝑎𝑎𝑛𝑛 𝛷𝛷 = 𝜆𝜆cos 𝛾𝛾0

−sin 𝛾𝛾0 ... (12)

2. Sudut gesek (η)

η = 90 + Yo - 2 Φ ... (13)

dimana,

τ shi : tegangan geser pada bidang geser ; N/mm2 A shi : tegangan bidang geser

λh : rasio pemampatan geram

(29)

Rumus teoritik diatas diturunkan dalam analisa proses pemotongan orthogonal yang berarti κr

= 90odan λs = 0o. Pada kondisi diatas, hanya faktor sudut potong utama κr dan kondisi bahan yang diperhatikan sedangkan faktor-faktor koreksi untuk kondisi pemotongan, seperti kecepatan potong, kecepatan makan, dan lain-lain belum dipertimbangkan.

2.1.6 Komponen Kecepatan Pemesinan

Oleh karena adanya pemampatan tebal geram, maka kecepatan aliran geram selalu lebih rendah daripada kecepatan potong, seperti terlihat pada gambar 2.5.

Gambar 2.5 Kecepatan geser vs yang ditentukan oleh kecepatan geram vc dan kecepatan potong v.

Berdasarkan gambar diatas maka : 1. Kecepatan geram Vc

𝑉𝑉𝑐𝑐 = cos (𝛾𝛾𝑉𝑉 sin 𝜑𝜑

0−𝜑𝜑)= cos (𝜑𝜑−𝛾𝛾𝑉𝑉 sin 𝜑𝜑

0) ... (14)

Dari persembahan

𝜆𝜆 = cos (𝜑𝜑−𝛾𝛾sin 𝜑𝜑0) ... (15)

maka diperoleh : 𝑉𝑉𝑐𝑐 = 𝜆𝜆𝑉𝑉

... (16) dimana,

v : kecepatan potong ; m/min vc : kecepatan geram ; m/min

(30)

vs :kecepatan geser ; m/min 2. Kecepatan geser (Vs)

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝑉𝑉𝑐𝑐 cos 𝛾𝛾0

sin 𝜑𝜑 ... (17) 𝑉𝑉𝑠𝑠 =cos (𝜑𝜑−𝛾𝛾𝑣𝑣 cos 𝛾𝛾0

0) ; 𝑚𝑚/𝑚𝑚𝑚𝑚𝑛𝑛 ... (18) 2.2 Bahan Pahat

2.2.1 Bahan Pahat Komersial

Dalam suatu pemesinan jenis pekerjaan pemesinan yang tertentu diperlukan pahat dari jenis material yang cocok.Keterbatasan kemampuan suatu jenis material pahat perlu diperhitungkan. Berikut adalah pahat yang sering digunakan menurut urutannya mulai dari material yang relatif lunak sampai dengan yang paling keras [6], Baja Karbon (High Carbon Steel, Carbon Tool Steels, CTS)

1. HSS (High Speed Steels, Tool Steels)

2. Paduan Cor Nonlogam (Cast Nonferous Alloys, Cast Carbides) 3. Karbida (Cermeted Carbides, Hardmetals)

4. Keramik (Ceramic)

5. CBN (Cubic Boron Nitride)

6. Intan (Sintered Diamonds and Natural Diamonds)

2.2.2 Bahan Pahat Karbida

Jenis karbida yang disemen (Cemented Carbide) merupakan bahan pahat yang dibuat dengan cara menyinter serbuk karbida (nitrida dan oksida) dengan bahan pengikat yang umumnya dari cobalt (Co), dengan cara carburizing masing-masing bahan dasar serbuk Tungsten (wolfram), Titanium, Tantalum dibuat menjadi karbida yang kemudian digiling dan disaring. Campuran serbuk karbida tersebut kemudian dicampur dengan bahan pengikat (Co) dan dicetak tekan dengan memakai bahan pelumas kemudian dipanaskan sampai 1600 oC [6]. Ada tiga jenis bahan utama pahat karbida yaitu :

1. Karbida Tungsten (WC + Co) yang merupakan jenis pahat karbida untuk memotong besi tuang.

(31)

2. Karbida Tungsten Paduan (WC . TiC + Co; WC – TaC – TiC + Co; WC – TaC + Co;

WC – TiC – TiN + Co; TiC + Ni, Mo) merupakan jenis pahat karbida yang digunakan untuk pemotongan baja.

3. Karbida lapis (Coated Cemented Carbides) merupakan jenis karbida Tungsten yang dilapis. [2]

a. Karbida Tungsten (WC + Co)

Karbida Tungsten murni merupakan jenis yang paling sederhana terdiri dari karbida tungsten (WC) dan pengikat cobalt (Co). Jenis yang cocok untuk pemesinan dimana mekanisme keausan pahat terutama disebabkan oleh proses abrasi seperti terjadi pada berbagai besi tuang, apabila digunakan untuk baja akan terjadi keausan kawah yang berlebihan.

b. Karbida WC – TiC + Co

Pengaruh utama dari TiC adalah mengurangi tendensi dari geram untuk melekat pada muka pahat (BUE :Buit Up Edge) serta menaikkan daya tahan keausan kawah [7].

c. Karbida WC – TaC – TiC + Co

Penambahan TaC memperbaiki efek samping TiC yang menurunkan transverse rupture strength.Hot Hardeness dan compressive strength dipertinggi, sehingga ujung pahat tahan terhadap deformasi plastik [2].

d. Karbida WC – TaC + Co

Pengaruh TaC adalah hampir serupa dengan pengaruh TiC, akan tetapi TaC lebih lunak dibandingkan dengan TiC. Jenis lebih tahan terhadap thermalshock cocok untuk pembuatan alur [7].

e. Karbida Lapis ( Coated Cemented Carbide)

Jenis karbida lapis ini sedang berkembang dan banyak digunakan dalam berbagai jenis permesinan, pemakainya sekitar 40 % dari seluruh jenis pahat karbida yang digunakan.Material dasarnya adalah karnida tungsten (WC + Co) yang dilapi dengan bahan keramik (karbida, nitrida dan oksida) yang keras tahan terhadap temperatur tinggi [7].

2.2.3 Pahat Karbida Pada Operasi Pembubutan

(32)

1. Geometri Pahat

Proses pemesinan menggunakan pahat sebagi perkakas potongnya dan geometri pahat tersebut merupakan salah satu faktor terpenting yang menentukan keberhasilan suatu proses pemesinan. Geometri pahat harus dipilih dengan benar disesuaikan dengan jenis material benda kerja, material pahat, dan kondisi pemotongan sehingga salah satu atau beberapa objektif seperti tingginaya umur pahat, rendahnya gaya atau daya pemotongan, halusnya permukaan, dan ketelitian geometri produk dapat tercapai.

Untuk itu, disini akan dibahas optimisasi geometri pahat bubut yaitu sudut-sudut pahat ditinjau dalam sistem referensi orthogonal karena dalam sistem referensi yang lain efeknya akan sama.

a. Sudut Bebas (α)

Fungsinya adalah mengurangi gesekan antara bidang utam Aα dengan bidang transien dari benda kerja sehingga temperatur tinggi akibat gesekan dapat dihindari sehingga aus tepi tidak cepat terjadi.Gerak makan f akan menentukan harga sudut bebas, semakin besar gerak makan maka gaya pemotongan akan semakin besar sehingga untuk memperkuat pahat dibutuhkan sudut penampang βo yang besar yaitu dengan memperkecil sudut bebas α bila sudut geram γ tetap.

Umumnya untuk suatu harga gerak makan tertentu, ada suatu harga optimum bagi sudut bebas yang memberikan umur pahat tertinggi. Umur pahat akan naik jika sudut bebas diperkecil (karena gesekan berkurang), akan tetapi setelah mencapai harga optimum, umur pahat akan kembali menurun karena kecilnya sudut penampang yang menghalangi proses perambatan panas. Sebagai petunjuk umum dalam pemesinan baja, harga sudut bebas dipilih sesuai dengan gerak makan, yaitu :

f ≤ 0,2 mm/rev, maka αo = 12o f > 0,2 mm/rev, maka αo = 8o

b. Sudut Geram (γ)

(33)

Sudut geram adalah sudut dari bidang geram terhadap bidang normal.Sama seperti sudut bebas, sudut geram juga memiliki harga optimum. Untuk kecepatan potong tertentu, sudut geram yang besar akan menurunkan rasio pemampatan tebal geram λh yang mengakibatkan kenaikan sudut geser Ф yang besar akan

menurunkan penampang bidang geser Ashi sehingga gaya potong menurun, tapi sudut geram γ yang terlalu besar akan menghambat proses perambatan panas sehingga temperatur naik, hal ini akan mengakibatkan menurunnya umur pahat .

c. Sudut Miring (λ)

Sudut miring mempengaruhi arah aliran geram, bila berharga nol maka arah aliran geram tegak lurus mata potong.Dengan adanya sudut miring, maka panjang kontak antara pahat dan benda kerja menjadi lebih diperpanjang. Temperatur bidang kontak akan mencapai harga minimum bila λs = + 5o untuk proses penghalusan (finishing) dan – 5o untuk proses pengasaran (roughing).

d. Sudut Potong Utama (Kr)

Sudut potong utama mempunyai peran, antara lain :

i. Menentukan lebar dan tebal geram sebelum terpotong (b dan h)

ii. Menentukan panjang mata potong yang aktif atau panjang kontak antara geram dengan bidang pahat, dan

iii. Menentukan besarnya gaya radial Fx

Gaya radial akan membesar dengan pengecilan Kr, hal ini akan menyebabkan lenturan yang besar ataupun getaran sehingga menurunkan ketelitian geometri produk dan hasil pemotongan terlalu kasar.

e. Sudut Potong Bantu (K’r)

Para prinsipnya, sudut potong bantu dapat dipilih sekecil mungkin karena selain memperkuat ujung pahat, maka kehalusan produk dapat dipertinggi. Yang menjadi kendala adalah kekakuan sistem pemotongan karena K’r yang kecil akan mempertinggi gaya radial Fx, sebagi petunjuk :

i. Sistem pemotongan yang kaku, K’r = 5o sampai dengan 10 o ii. Sistem pemotongan yang lemah, K’r = 10o sampai dengan 20o

(34)

f. Radius Pojok (rε)

Radius pojok berfungsi untuk memperkuat ujung pertemuan antara mata potong utama S dengan mata potong minor S’ dan selain itu menentukan kehalusan permukaan hasil pemotongan.

Untuk rε yang relatif besar, maka bersama-sama dengan gerak makan yang dipilih sehingga mempengaruhi kehalusan permukaan produk.

2. Kondisi Pemotongan

Pada dasarnya dalam setiap proses pemesinan ada tiga variabel proses yang perlu ditetapkan harganya yaitu kedalaman potong a, gerak makan f, dan kecepatan potong v, untuk menghasilkan produk sesuai dengan geometri dan toleransi yang diminta.

Sesuai dengan urutan proses yang direncanakan, jelas perlu ditentukan terlebih dahulu jenis mesin perkakas dan pahatnya (material pahat disesuaikan dengan material benda kerja, geometri pahat disesuaikan dengan kondisi proses yang direncanakan).

Kemudian tiga variabel proses di atas harus dipilih supaya kecepatan penghasilan geram setinggi mungkin. Kecepatan penghasilan geram yang tinggi dapat dicapai dengan menaikkan ketiga variabel proses tersebut dengan urutan, yaitu kedalaman potong (sebesar mungkin) ditentukan terlebih dahulu dengan memperhatikan dimensi bahan dan dimensi produk (dimensi akhir),kekakuan sistem dan dimensi mata potong pahat, sehingga langkah pemotongan sependek mungkin (satu atau beberapa langkah pengasaran dan mungkin diperlukan langkah akhir yang berupa penghalusan). Gerak makan ditentukan sebesar mungkin, tergantung pada gaya pemotongan maksimum yang diizinkan (defleksi) seta tingkat kehalusan permukaan yang diminta (tidak selalu harus halus), kecepatan potong harus ditentukan supaya daya pemotongan (Nc) tidak melebihi daya tersedia (Nmr) serta umur pahat diharapkan sesuai dengan batasan yang akan ditentukan kemudian. Prosedur penentuan harga ketiga variabel proses ini pada umumnya dapat dilaksanakan dengan mudah pada proses pemesinan dimana tidak terjadi fluktuasi gaya.

2.3 Metode Taguchi

(35)

Metode ini merupakan metodologi baru dalam bidang teknik yang bertujuan untuk memperbaiki kualitas produk dan proses serta dapat menekan biaya dan resources seminimal mungkin. Sasaran metode Taguchi adalah menjadikan produk robust

(rancangan percobaan)terhadap noise(faktor

yang tidak dapat dikendalikan langsung oleh produsen). Karena itu sering disebut sebagai Robust Design(rancangan percobaan yang memungkinkan perusahaan untuk memilih produk ataupun proses yang berfungsi lebih konsisten di lingkungan operasi).Definisi kualitas menurut Taguchi adalah kerugian yang diterima oleh masyarakat sejak produk tersebut dikirimkan. Filosofi Taguchi terhadap kualitas terdiri dari tiga buah konsep, yaitu:

1. Kualitas harus didesain ke dalam produk dan bukan sekedar memeriksanya.

2. Kualitas terbaik dicapai dengan meminimumkan deviasi dari target.

3. Produk harus didesain sehingga robust terhadap faktor lingkungan yang tidak dapat dikontrol.

4. Biaya kualitas harus diukur sebagai fungsi deviasi dari standar tertentu dan kerugian harus diukur pada seluruh sistem.

Metode Taguchi merupakan off-linequality control artinya pengendalian kualitasyang preventif, sebagai desain produk atau proses sebelum sampai pada produksi di tingkat shop floor. Off-line quality control dilakukan pada saat awal dalam life cycleproduct yaitu perbaikan pada awal untukmenghasilkan produk (to get right first time) [4]. Kontribusi Taguchi pada kualitas adalah:

1. Loss Function: Merupakan fungsikerugian yang ditanggung oleh masyarakat (produsen dan konsumen) akibat kualitas yang dihasilkan. Bagi produsen yaitu dengan timbulnya biaya kualitas sedangkan bagi konsumen

adalah adanya ketidakpuasan atau kecewa atas produk yang dibeli atau dikonsumsi karena kualitas yang jelek.

2. Orthogonal Array: Digunakan untukmendesain percobaan yang efisisen dan digunakan untuk menganalisis data percobaan. Ortogonal array juga digunakan untuk menentukan jumlah eksperimen minimal yang dapat memberi informasi sebanyak mungkin semua faktor yang mempengaruhi parameter. Bagian terpenting dari orthogonal array terletak

(36)

pada pemilihan kombinasi level dari variabel-variabel input untuk masing-masing eksperimen.

3. Robustness: Meminimasi sensitivitas sistem terhadap sumber-sumber variasi.

2.4 Baja Karbon (Carbon Steel)

Baja karbon terdiri dari besi dan karbon.Karbon merupakan unsur pengeras besi yang efektif dan murah dan oleh karena itu umumnya sebagian besar baja hanya mengandung karbon dengan sedikit unsur paduan lainnya [8].

Baja karbon digolongkan menjadi tiga (3) jenis, yaitu : 1. Baja Karbon Rendah (< 0,30 % C)

a. Baja karbon rendah mengandung 0,04% C digunakan untuk plat strip dan badan kendaraan.

b. Baja karbon rendah mengandung 0,05% C digunakan untuk keperluan badan kendaraan.

c. Baja karbon rendah mengandung 0,15% - 0,25% C digunakan untuk keperluan kontruksi dan jembatan.

2. Baja Karbon Sedang (0,30 % – 0.70 % C)

a. Baja karbon 0,35% - 0,45% C digunakan untuk menjadi roda gigi dan poros.

b. Baja karbon 0,4% C digunakan untuk keperluan industri kendaraan, mur, poros engkol dan batang torak.

c. Baja karbon 0,5% - 0,6% C digunakan untuk roda gigi.

d. Baja karbon 0,55% - 0,6% C digunakan untuk pegas.

• Memiliki sifat mekanik yang lebih baik daripada baja karbon rendah.

• Lebih kuat dan keras daripada baja karbon rendah dan tidak mudah dibentuk oleh mesin.

• Dapat dikeraskan dengan mudah (quenching)

3. Baja Karbon Tinggi (0,70 % - 1,40 % C)

a. Baja karbon 0,6% - 0,7% C digunakan untuk pembuuatan pegas, perkakas (landasan mesin dan martil) dan alat-alat potong.

(37)

b. Baja karbon 0,75% - 1,7% digunakan untuk pembuatan pisau cukur, mata gergaji, bantalan peluru dan bantalan mesin.

Baja karbon tinggi memiliki ciri-ciri sebagai berikut :

• Sangat kuat dan keras serta tahan gesekan.

• Sulit dibentuk oleh mesin.

• Mengandung unsur sulfur dan fosfor mengakibatkan kurangnya sifat liat.

• Dapat dilakukan proses heat treatment yang baik.

Pengklasifikasian baja karbon menurut American International and Steel Iron (AISI) dan Society for Automotive Engines (SAE) diberi kode dengan empat angka. Dua angka pertama adalah 10 yang menunjukkan nominal 1/100% sebagai contoh AISI-SAE 1045 menunjukkan kadar karbon 0,45%.

Disamping unsur-unsur karbon sebagai campuran dasar dalam baja terdapat campuran-campuran paduan yang lain yang jumlah persentasinya disesuaikan kebutuhan bahan yang akan dipergunakan. Unsur-unsur tersebut antara lain Mangan (Mn), Silikon (Si), Nikel (Ni), Kromium (Cr), Fosfor (P),

2.5Suhu Pemesinan

Ada beberapa suhu penting dalam pemotongan logam. Suhu bidang geser sangat penting pengaruhnya terhadap tegangan alir dan karena itu memiliki pengaruh besar terhadap suhu pada muka pahat dan pada permukaan sayatan. suhu pada muka alat juga memainkan peran utama relatif terhadap ukuran dan stabilitas Built-up Edge (BUE) tersebut. BUE dapat diidentifikasi melalui perubahan ukuran produk yang tidak menentu, serta munculnya

serpihan yang mengkilap menempel di bagian atas atau sisi tepi insert.Suhu lingkungan kerja mendekati zona pemotongan juga penting karena secara langsung mempengaruhi suhu pada bidang geser, muka pahat dan permukaan sayatan.

Energi yang digunakan dalam pemesinan terkonsentrasi pada suatu kawasan yang sangat kecil. Hanya sebagian dari energi ini yang tersimpan dalam benda kerja dan pahat dalam bentuk kerapatan dislokasi yang meningkat, sedangkan sebagian besar energi lainnya diubah menjadi panas. Pemesinan pada dasarnya adalah memanfaatkan energi yang

dihasilkan oleh gerakan mekanik dan diubah menjadi bentuk energi panas yang digunakan

(38)

untuk memotong benda kerja. Seperti yang diketahui, bahwa energi tidak dapat dimusnahkan namun dapat diubah menjadi bentuk lain. Dengan memanfaatkan gerakan relatif antara pahat potong dan benda kerja, maka akan menghasilkan energi panas yang cukup untuk memotong benda kerja. distribusi suhu pada pahat potong

Gambar 2.6 Deformasi suhu 2.6 Pemesinan Kering (Dry Machining) 2.6.1 Defenisi

Pemesinan kering atau dalam dunia manufacturing dikenal dengan pemesinan hijau (Green Machining) merupakan suatu proses pemesinan atau pemotongan logam tanpa menggunakan cairan pendingin melainkan menggunakan partikel udara sebagai media pendingin selama proses pemesinan berlangsung untuk menghasilkan suatu produk yang diinginkan dengan maksud untuk mengurangi biaya produksi, meningkatkan produktivitas serta ramah lingkungan [9].

Mengingat persaingan dalam dunia manufakturing begitu ketatnya maka penelitian terhadap teknologi pemesinan hijau terus dilakukan, karena walaupun teknologi pemesinan hijau terus berkembang. Akan tetapi teknologi yang ada sekarang ini hanya mampu digunakan untuk proses dengan pemakanan yang kecil sehingga biasanya hanya dipakai untuk proses penghalusan (finishing).

2.6.2 Perkembangan Pemesinan Kering

(39)

Saat ini pengembangan pemesinan kering hangat dibicarakan di kalangan orang teknologi pemesinan.Pemesinan kering pada industri manufaktur sekarang ini masih sedikit sekali atau boleh dikatakan masih dalam tahap uji coba, ini disebabkan karena belum tegaknya undang-undang lingkungan hidup dan masih minimnya pahat yang direkomendasikan untuk pemesinan kering [10].Sehingga industri manufaktur masih tetap bertahan pada sistem yang lama, yaitu pemesinan basah [11], Ada tiga faktor yang menyebabkan pemesinan kering menjadi menarik dibicarakan, yaitu :

1. Pemesinan kering hanya dipilih untuk mengatasi masalah pemutusan atau penguraian rantai ikatan kimia yang panjang dengan waktu paruh yang sangat lama (non biodegradable) yang potensial untuk merusak lingkungan.

2. Teknik pemesinan kering sangat potensial untuk mengurangi biaya produksi.

Hasil riset menunjukkan bahwa pada industri otomotif Jerman, biaya cairanpemotongan (7% – 20 %) dari biaya pahat total. Jumlah ini adalah dua sampai empat kali lebih besar dari biaya pahat potong.

3. Salah satu cara pemesinan yang tidak menimbulkan[12] limbah dan pengabutan udara serta tidak menimbulkan sisa pada serpihan adalah pemesinan kering [13].

Keuntungan utama dari cairan pemotongan adalah untuk mengurangi panas dan gesekan yang ditimbulkan sepanjang daerah pemotongan serta juga bermanfaat untuk membersihkan serpihan dari daerah pemotongan. Jika cairan pemotongan tidak digunakan dalam proses pemesinan maka kedua keuntungan di atas tidak diperoleh mengakibatkan koefisien gesekan serta suhu pemotongan meningkat sehingga akan menibulkan keausan pada pahat yang disebabkan oleh difusi pahat. Mekanisme keausan pahat ditunjukkan dalam pemotongan kering beban kerja tinggi (beban termal).Sebaliknya dalam perspektif pahat sebagai material yang rapuh, pemotongan kering memberikan manfaat untuk menghindari tegangan termal yang umumnya diindikasikan oleh keretakan sisir (comb crack) pada permukaan pahat potong [14].

Pahat potong dioptimalkan dengan pemilihan material pahat bersalut dan geometri pahat yang sesuai.Material yang tahan terhadap suhu yang tinggi dan keausan tinggi adalah karbida, sermet, keramik, CBN, PCD. Tujuan penggunaan pemesinan kering ini, untuk mencapai peningkatan kemampuan mesin dengan mengurangi koefisien gesek dan panas selama proses pemotongan. Sekarang ini material yang berlapis telah ditemukan menjamin suksesnya pemesinan kering.Studi literatur menyatakan bahwa pengaruh cairan

(40)

pemotongan yang digunakan terhadap lingkungan pertama sekali dianalisa dan dipublikasikan[15].Mereka melaporkan bahwa pemesinan kering dapat dilakukan dengan hasil yang diharapkan pada besi tuang, karbon dan baja tuangan[16]. juga melaporkan bahwa perubahan dari pemesinan yang menggunakan cairan pemotongan ke pemesinan kering dapat dilakukan untuk beberapa logam seperti baja, besi tuang dan aluminium.

Pemesinan kering meniadakan kebutuhan untuk pembuangan dan pembelian cairan pendingin, menghapus ditutupnya produksi pembersih pemesinan dan meningkatkan keselamatan dan kesehatan pekerja. Pemesinan kering juga akan memberikan lebih bersih lingkungan benda kerja seperti tidak adanya minyak yang melekat pada benda kerja. Selain itu, geram akan menjadi tak terkontaminasi.

Keuntungan biaya dari pemesinan kering meliputi tanpa pendingin, tanpa pompa pendingin, tidak ada pembelian filter dan tidak ada penjualan pembersih geram [17].

2.7 Suhu G. Boothroyd

Selama pemotongan logam, suhu yang tinggi , dihasilkan diwilayah ujung pahat dan suhu ini mempengaruhi tingkat keausan pada mata pahat dan pada gesekan antara geram dan pahat karena efek dari keausan pahat mempengaruhi suhu pada mata pahat, geram, benda kerja pada proses pemotongan logam [3]

Telah dinyatakan sebelumnya bahwa tingkat konsumsi energi selama permesinan adalah : Pm = Fc.V ... (19)

Dimana :

Fc : gaya pemotongan V : Kecepatan pemotongan

Total panas yang duhasilkan oleh gesekan chip dan pahat adalah :

Pf = Ff. V. rc ... (20)

Dimana :

(41)

Fs : gaya pemakanan rc ; rasio pemotongan

total panas yang dihasilkan dari bidang geser adalah :

Ps = Pm – Ps ... (21) Untuk memperkirakan kenaikan suhu harus diketahui R thermal

𝑅𝑅 𝑡𝑡ℎ𝑒𝑒𝑒𝑒𝑚𝑚𝑎𝑎𝑙𝑙 = 𝜌𝜌 .𝑐𝑐 .𝑣𝑣 𝑎𝑎

𝑘𝑘 ... (22)

Dimana :

ρ : denstas

c : kapasitas panas v : kecepatan

k : konduktivitas thermal jika nilai sesuai yamg diganti :

𝜃𝜃𝑠𝑠 = 𝜌𝜌.𝑐𝑐.𝑣𝑣.𝑎𝑎(1−Г)𝑃𝑃𝑠𝑠𝑐𝑐.𝑎𝑎𝑤𝑤 ... (23)

Dimana :

θs : kenaikan temperatur material melewati zona deformasi primer Г : panjang sumber panas dibagi dengan ketebalan chip

ρ : denstas

c : kapasitas panas v : kecepatan

k : konduktivitas thermal

𝜃𝜃𝑓𝑓 =𝜌𝜌.𝑐𝑐.𝑣𝑣.𝑎𝑎𝑃𝑃𝑓𝑓𝑐𝑐.𝑎𝑎𝑤𝑤 ... (24) ρ : denstas

c : kapasitas panas

(42)

v : kecepatan

k : konduktivitas therma

𝜃𝜃𝑚𝑚 = 𝜃𝜃𝑓𝑓 .1,13 �𝑙𝑙𝑅𝑅

0 ... (25) Dimana :

θm : kenaikan temperatur material melewati zona deformasi primer R : thermal number

lo: : panjang sumber panas dibagi dengan ketebalan chip

Jika diasumsikan benda kerja pada suhu kamar yang telah ditentukan ,maka suhu maksimumnya adalah :

θ max = θm + θs + θo ... (26)

Dimana :

θ max = temperatur maksimum

θm : kenaikan temperatur material melewati zona deformasi primer θs : kenaikan temperatur material melewati zona deformasi primer θo : suhu kamar

2.8Material Benda Kerja 2.8.1 Baja AISI 1045

Baja paduan di desain oleh AISI (American Iron and Steel Institute) dengan 4 angka kode.AISI 1045 banyak dipakai dalam pembuatan komponen-komponen permesinan, murah dan mudah didapatkan di pasaran.Komponen mesin yang terbuat dari baja ini contohnnya poros, roda gigi dan rantai. Baja dengan kadar karbon medium mempunyai sifat mampu tempa, cold drawing, machining, dan tahan aus yang baik.

(43)

Adapun data-data dari baja ini adalah sebagai berikut :

1. AISI 1045 diberi nama menurut standar american iron and steel institude (AISI) dimana angka 1xxx menyatakan baja karbon, angka 10xx menyatakan karbon steel sedangkan angka 45 menyatakan kadar karbon persentase (0,45 %).

2. Penulisan atau penggolongan baja AISI 1045 ini menurut standar yang lain adalah sama dengan DIN C 45, JIS S 45 C, dan UNS G 10450.

3. Menurut penggunaannya termasuk baja kontruksi mesin.

4. Menurut struktur mikronya termasuk baja hypoeutectoid (kandungan karbon < 0,8

% C).

5. Dengan meningkatnya kandungan karbon maka kekuatan tarik dan kekerasan semakin menjadi naik sedangkan kemampuan regang, keuletan, ketangguhan dan kemampuan lasnya menurun. Kekuatannya akan banyak berkurang bila bekerja pada temperatur yang agak tinggi. Pada temperatur yang rendah ketangguhannya menurun secara dratis.

(44)

6. Kandungan unsur pada AISI 1045 menurut standard ASTM A 7. 827-85 adalah sebagai berikut :

Tabel 2.1 Unsur pada baja AISI 1045

Unsur %

Sifat mekanis lainnya

Karbon 0,42 – 0,50 Tensile strength

Mangan 0,60 – 0,90 Yield strength

Fosfor

Maksimum

0,035 Elongation

Sulfur

Maksimum

0,040 Reduction in area

Silicon 0,15 – 0,40 Hardness

(45)

BAB III

METODOLOGI DAN BAHAN

3.1. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Baja AISI 1045

Benda kerja yang digunakan untuk penelitian ini adalah baja AISI 1045. Baja AISI 1045 adalah baja karbon yang mempunyai kandungan karbon sekitar 0,43 – 0,50 dan termasuk golongan baja karbon menengah.

Gambar 3.1 Baja AISI 1045 2. Pahat Karbida

Pahat yang digunakan pada penelitian ini adalah pahat karbida, seperti yang terlihat pada gambar

(46)

Gambar 3.2 Pahat Karbida

Spesifikasi pahat karbida yang digunakan adalah sebagai berikut:

-Kode pahat : RCMT1204M0-F2 -Clereance angle major : 7o

-Tipe pahat : Netral -Diameter pahat : 12 mm -Tebal pahat : 4,8 mm

3.2 Peralatan

Adapun peralatan yang digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mesin Bubut

Mesin Bubut merupakan suatu alat yang digunakan dalam penelitian ini dan berfungsi untuk membubut spesimen benda kerja. Mesin bubut yang digunakan seperti pada gambar di bawah ini :

(47)

Gambar 3.3 Mesin Bubut

Berikut adalah spesifikasi mesin bubut yang digunakan :

• Model : CDL6241

• Voltase : 380 V

• Frekuensi : 50 Hz

• Daya : 8 kVA

• Putaran : 2000 rpm

2. Tool Holder

Tool holder berfungsi sebagai dudukan mata pahat, mata pahat diklem dengan menggunakan baut agar kuat dan kokoh pada saat memotong logam.Tool holder yang digunakan memiliki seri SRDCN 2525 M12 mempunyai spesifikasi:

• S = Pengunci

• R = Bentuk sisipan bulat

• D = Sudut potong pahat

• C = Sudut pahat

• N = Arah pahat netral

• Tebal Holder = (25x25) mm

• M (panjang holder) =

(48)

• Ukuran pahat sisipan = 12 mm

Gambar 3.4 Tool holder 3. Mikroskop Dino Lite

Mikroskop berfungsi untuk meneliti, mengukur dan memperbesar penglihatan terhadap sudut kontak (lc) pahatyang digunakan pada penelitian. Berikut spesifikasi mikroskop Dino- Lite AM4515T8 :

- Resolusi = 1.3 MP (1280x1024) - Perbesaran = 700 – 900 kali

- Koneksi = USB 2.0

- Ukuran = 10,5 cm(H)x3,2 cm(D) - 8 lampu LED putih

(49)

-

Gambar 3.5 Mikroskop Dino Lite

4.Video IR Termometer

video IR Termometer berfungsi untuk mengukur suhu pemotongan tanpa menyentuh benda.

- Merk : Extech

- Tipe : VIR50

- Jaungkauan suhu : -58 sampai 3992 0F (-50 sampai 2200oC) - Jenis kamera : VGA (640 x 480)

- Waktu respon : 150 millisekon

(50)

Gambar 3.6 video IR Termometer 5. Thermocouple

Thermocouple ini merupakan jenis sensor suhu yang digunakan untuk mendeteksi atau mengukur suhu melalui dua jenis logam konduktor berbeda yang digabung pada ujungnya sehingga menimbulkan efek “Thermo-electric.

Gambar 3.7 Thermocouple 6. Tachometer

Tachometer adalah sebuah alat pengujian yang dirancang untuk mengukur kecepatan rotasi dari sebuah objek.

(51)

Gambar 3.8 Tachometer

7. Arduino

adalah pengendali mikro single-board yang bersifat open-source, diturunkan dari Wiring platform, dirancang untuk memudahkan penggunaan elektronik dalam berbagai bidang. Hardwarenya memiliki prosesor Atmel AVR dan softwarenya memiliki bahasa pemrograman sendiri.

Gambar 3.9 Arduino

8. Sensor Daya

(52)

Sensor yang digunakan untuk mengetahui daya pada mesin bubut dalam penelitian ini adalah model HCS-712. Sensor ini langsung dihubungkan ke panel mesin bubut untuk mengetahui daya mesin.

Gambar 3.10 sensor daya

(53)

3.3Metodologi Penelitian 3.3.1 Metode eksperimen

Metode penelitian yang digunakan dalam pembuatan skripsi ini adalah metode eksperimental dengan menggunakan metode desain eksperimen yang akan dijelaskan dibawah.

Metode desain eksperimen yang digunakan pada penelitian ini adalah perancangan data berdasarkan metode faktorial. Dalam hal ini, menggunakan 18 data pengujian.

Metode ini digunakan untuk menguji temperatur pada pahat dan bidang geser pada proses pembubutan konvensional yang dilakukan.

Metode penelitian yang digunakan dalam eksperimen ini meliputi:

4. Terdapat 3 parameter bebas dalam penelitian ini, yaitu v (m/min), f (mm/rev), dan a (mm) dengan respon adalah Temperatur (T).

5. Pengumpulan data dilakukan pada tabel 3.1 dimana setiap variable bebas memiliki 2 & 3 level yaitu Low, Medium, dan High (L, M, H) dengan rentang v (105-240) m/min, f (0,05 – 0,2) mm/rev, a (0,5 dan 1) mm.

6. Setiap pengujian dilakukan sampai batas panjang pemotongan tertentu. Dimana, panjang pemotongan ditentukan dari eksperimen 1 sampai 8 dengan nilai lt 60mm.

(54)

Tabel 3.1. Tabel susunan kondisi pemotongan menurut Taguchi L18

No. v (m/min) f (mm/rev) a (mm)

1 L L L

2 L M L

3 L H L

4 M L L

5 M M L

6 M H L

7 H L L

8 H M L

9 H H L

10 L L H

11 L M H

12 L H H

13 M L H

14 M M H

15 M H H

16 H L H

17 H M H

18 H H H

Tabel 3.2. Tabel kondisi pemotongan untuk eksperimen

No. v (m/min) f (mm/rev) a (mm)

1 450 0,08 0,5

2 450 0,13 0,5

3 450 0,16 0,5

4 720 0,08 0,5

5 720 0,13 0,5

6 720 0,16 0,5

7 1000 0,08 0,5

8 1000 0,13 0,5

(55)

9 1000 0,16 0,5

10 450 0,08 1

11 450 0,13 1

12 450 0,16 1

13 720 0,08 1

14 720 0,13 1

15 720 0,16 1

16 1000 0,08 1

17 1000 0,13 1

18 1000 0,16 1

(56)

3.4 Diagram Alir

Diagram alir pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :

Gambar 3.12 Diagram alir penelitian

Mulai Survey

Lapangan

Identifikasi Masalah Tinjauan

Pustaka

Persiapan proses pembubutan -Pahat

-Benda kerja

Pengumpulan data penelitian :

• Kecepatan pemotongan

• Gaya pemotongan

• Daya pemotongan

• Suhu pemotongan Survey Mesin

Bubut

Menentukan parameter n, f, a sesuai kesanggupan mesin

bubut

Ya

A

A

(57)

Gambar 3.13 Diagram alir penelitian (lanjutan) Menganalisa data hasil eksperimen

dan mengukur besar parameter pada pemotongan

Melakukan perhitungan analitis suhu pemotongan dengan metode

G. Boothroyd

Membandingkan data suhu hasil eksperimen dengan perhitungan analitis metode G. Boothroyd

Menghasilkan data berupa persamaan, tabel, dan grafik

Kesimpulan

SELESAI

(58)

BAB IV

HASIL DAN ANALISA

4.1 Eksperimen / akusisi data parameter mekanika pembentukan geram

Darieskperimenyang mengamatiperistiwapembentukangeramdanmengukurbesaran parameter terkaitmekanikapembentukangeram.Eksperimeninidilakukan dengan penggunaan mesin bubut dengan 450 rpm, 720 rpm, 1000 rpm. Pada eksperimen ini dilakukan 18 kali percobaan pemotongan.. Tiga faktor utama dalam eksperimen ini merupakan kecepatan potong (v), pemakanan (f), dan kedalaman potong (a).

Dari eksperimen yang dilakukan maka diperoleh data-data eksperimental Data eksperimen yang diambil adalah putaran pada cekam temperatur (T) dan daya (P) yang terjadi selama pemotongan. Putaran pada cekam, suhu, dan daya pemotongan yang diambil yaitu nilai tengah yang didapatkan selama eksperimen kemudian data tersebut disajikan dalam bentuk tabel dan grafik yang telah disatukan dari setiap kondisi pemotongan dari 18 data tersebut, dari eksperimen yang dilakukan maka diperoleh data-data eksperimental sebagai berikut.

4.1.1 Putaran benda kerja pada cekam mesin

Data eksperimental putaran benda kerja pada cekam mesin diperoleh dengan menggunakan Tachometeruntuk melakukan kalibrasinya terlebih dahulu, kemudian sensor kecepatan kemudian dibaca oleh Arduino dan diolah menggunakan Ms. Excel dengan variasi kedalaman potong dan kecepatan.

Adapun sensor kecepatan tersebut diposisikan dibagian mesin yang berputar.

Kemudian rpm yang dihasilkan pada proses pembubutan berlangsung akan diketahui melalui sensor yang dipasangkan tersebut,dengan menggunakan sensor kecepatan dan arduino, putaran pada cekam selama pemotongan berlangsung akan muncul pada layar Microsoft Excel. Dibawah ini dapat kita lihat dari tabel, data putaran pada benda kerja dari ke 18 data dari 450 rpm - 1000 rpm yang sudah didapat dengan memperoleh nilai tengahnya pada setiap pemotongan.

Tabel 4.1 Putaran benda kerja pada cekam mesin

(59)

n (rpm)

D (mm)

f (mm/rev)

v (m/min)

a

(mm) n eksperimental (rpm)

450 75 0,08 106 0,5 432

450 75 0,13 106 0,5 432

450 75 0,16 106 0,5 432

720 75 0,08 170 0,5 756

720 75 0,13 170 0,5 756

720 75 0,16 170 0,5 756

1000 75 0,08 233 0,5 972

1000 75 0,13 233 0,5 972

1000 75 0,16 233 0,5 972

450 74 0,08 106 1,0 432

450 74 0,13 106 1,0 432

450 74 0,16 106 1,0 432

720 74 0,08 170 1,0 756

720 74 0,13 170 1,0 756

720 74 0,16 170 1,0 756

1000 74 0,08 233 1,0 972

1000 74 0,13 233 1,0 972

1000 74 0,16 233 1,0 972

Dari data rpm yang diperoleh (Tabel 4.1) putaran yang dihasilkan yang didapat dari sensor sedikit menurun dari putaran yang diinginkan, sehingga dapat kita lihat putaran cenderung stabil dari putaran awal 450 yang diinginkan hingga putaran terakhir yaitu 1000 rpm ,dan selisih rpm dari data dan hasil eksperimen tidak begitu jauh perbedaannya

(60)

itu dikarenakan.Grafik putaran pada cekam pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.1 berikut ini.

Gambar 4.1 grafik rpm VS kedalaman makan

4.1.2 Suhu Pemotongan

Data hasil eksperimental suhu pemotongan diperoleh dengan menggunakan Termocouple kemudian dibaca oleh Arduino dan diolah menggunakan Ms. Excel dengan variasi kedalaman potong dan kecepatan..

Adapun Thermocouple diposisikan diantara mata pahat dan tool holder. Kemudian suhu yang dihasilkan pada proses pembubutan akan diketahui melalui Thermocouple.

Dengan menggunakan thermocouple dan arduino, suhu selama pemotongan berlangsung akan muncul pada layar Microsoft Excel. Suhu yang muncul diawali dengan suhu ruangan, dan kemudian meningkat hingga suhu maksimal.Dibawah ini dapat kita lihat dari tabel, data suhu eksperimen pada benda kerja dari ke 18 data yang sudah didapat dengan memperoleh nilai tengahnya pada setiap kondisi pemotongan.

4.2 Tabel Suhu Pemotongan Eksperimen

n (rpm)

D (mm)

f (mm/rev)

v (m/min)

a (mm)

T (00)

0 200 400 600 800 1000 1200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

a vs rpm

n

a

(61)

450 75 0,08 106 0,5 172

450 75 0,13 106 0,5 134

450 75 0,16 106 0,5 123

720 75 0,08 170 0,5 98

720 75 0,13 170 0,5 113

720 75 0,16 170 0,5 120

1000 75 0,08 233 0,5 134

1000 75 0,13 233 0,5 72

1000 75 0,16 233 0,5 105

450 74 0,08 106 1,0 117

450 74 0,13 106 1,0 80

450 74 0,16 106 1,0 167

720 74 0,08 170 1,0 181

720 74 0,13 170 1,0 187

720 74 0,16 170 1,0 179

1000 74 0,08 233 1,0 160

1000 74 0,13 233 1,0 146

1000 74 0,16 233 1,0 198

Pada kondisi pemotongan pertama, suhu mulai stabil pada waktu pemotongan kurang lebih detik ke-30 dan suhu maksimal pada kondisi pemotongan ini. Dapat kita lihat dari data suhu pemotongan eksperimental (Tabel 4.2) dengan putaran 450, 720 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 dan 1,0 mm dan feeding rate 0,08 0,13 dan 0,16 mm , suhu pemotongan terendah terjadi rata rata diputaran 450 rpm dan 1000 dan suhu tertinggi dari hasil eksperimen terjadi di 1000 rpm yaitu 198oC.

Pada grafik perkembangan suhu pemotongan (Gambar 4.2 ) secara keseluruhan perkembangan suhu pemotongan mengalami trend kenaikan temperatur. Grafik suhu

Referensi

Dokumen terkait

1. Upaya yang dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling pada Sis wa yang Melanggar Peraturan Sekolah Pada SMK Muhmmadiyah 3 Banjarmasin. Berdasarkan hasil

Sistem ini menggunakan framework codeigniter yang terdiri dari function-function dengan fungsi masing- masing dan menggunakan metode Model, View, Controller (MVC) [15].

5 Hal ini sesuai dengan hasil penelitian bahwa setiap peningkatan usia, jumlah pasien batu empedu semakin banyak, dengan insiden batu empedu tertinggi pada usia tua

Jurnal atau majalah ilmiah merupakan sarana komunikasi terpenting bagi para sivitas akademika atau peneliti. Jurnal ilmiah menyajikan informasi ilmiah hasil-hasil penelitian

Berdasarakan hasil nilai uji F diperoleh nilai F hitung44,291 dan F tabel3,15 sehingga dapat dijelaskan bahwa F hitung &gt; F tabel (44,291 &gt;3,15), maka berarti Ho ditolak Ha

Dari beberapa hasil penulisan tersebut sangat berbeda dengan yang akan penulis teliti saat ini, yang berjudul “Sejarah dan Perkembangan Berdirinya Yayasan Pondok

Berdasarkan data hasil penelitian tindakan kelas dengan penerapan model kooperatif tipe Make A Match dapat diambil simpulan bahwa penerapan pembelajaran kooperatif tipe

Perlu diakui bahwa tidak sedikit konstruksi kebijakanpemerintah yang dijalankan selama ini telah menggeser aspek informalitas dan menggan- tikannya dengan sistem formal. Sistem