• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN ANALISA

4.2 Data Eksperimen dan perhitungan Analitis

4.2.2 Menghitung Nilai Parameter Kecepatan

Adapun data yang sudah didapat dari hasil eksperimen maka dapat dicari parameter kecepatan penghasil geram nya ditentutakan oleh rumus berikut:

maka diperoleh :𝑉𝑉𝑐𝑐 = cos (𝛾𝛾𝑉𝑉 sin πœ‘πœ‘

0βˆ’πœ‘πœ‘) =cos (πœ‘πœ‘βˆ’π›Ύπ›Ύπ‘‰π‘‰ sin πœ‘πœ‘

0)

𝑉𝑉𝑠𝑠 = 𝑉𝑉𝑐𝑐 cos 𝛾𝛾0 sin πœ‘πœ‘

Tabel 4.5 berikut adalah tabel kecepatan chip dan kecepatan geser yang diperoleh dari perhitungan analitik ke 18 data percobaan.

Tabel 4.5 Nilai parameter kecepatan

n

720 75 0,13 170 0,5 28,8 92,8 192,65

720 75 0,16 170 0,5 30,9 101,64 198,12

1000 75 0,08 233 0,5 17,7 54,2 178,45

1000 75 0,13 233 0,5 26,5 117,64 263,7

1000 75 0,16 233 0,5 30,5 139 273,8

450 74 0,08 106 1,0 19,7 37,5 111,5

450 74 0,13 106 1,0 30,5 61,7 121,8

450 74 0,16 106 1,0 37,2 79,6 131,9

720 74 0,08 170 1,0 18,2 55,2 177

720 74 0,13 170 1,0 33,4 110,7 201,2

720 74 0,16 170 1,0 32,6 107,29 199,4

1000 74 0,08 233 1,0 16,7 69,8 243,2

1000 74 0,13 233 1,0 24,2 104,48 255,4

1000 74 0,16 233 1,0 26,5 116,12 260,3

Gambar 4.4 Grafik kedalaman potong vs kecepatan geram

0 20 40 60 80 100 120 140 160

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

a vs Vc

Vc

a

Dapat dilihat dari kedua data dari hasil eksperimen maka data kecepatan geram dan kecepatan pada bidang geser berbanding lurus apabila dapat dilihat data kecepatan geram cendrung lebih kecil daripada kecepatan pada bidang geser sehingga berbanding lurus ketas.Grafik kecepatan pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.4 dan Gambar 4.5 berikut ini.

Gambar 4.5 Grafik kedalaman potong vs kecepatan geser 4.2.3. Menghitung nilai parameter gaya

Adapun data yang sudah didapat dari hasil eksperimen maka dapat dicari parameter kecepatan penghasil geram nya ditentutakan oleh rumus , dapat dihitung dengan persamaan seperti pada penjelasan Bab II.

Tabel 4.6 Nilai Parameter Gaya

n

720 75 0,16 170 0,5

Gaya pemotong ada keterkaitannya terhadap temperatur pemotongan yang dihasilkan semakin besar gaya yang diperoleh pada kondisi pemotongannya maka temperatur yang dihasilkan juga semakin besar juga, oleh karena itu gaya pemotongan berbanding lurus oleh temperatur pemotongan yang dihasilkan, gaya pemotongan diperoleh dengan menggunakan rumus analitik. Grafik gaya pemotongan yang sudah diambil nilai tengahnya dari ke 18 data tersebut dapat dilihat pada Gambar 4.6

Gambar 4.6 Grafik kedalaman potong vs gaya

4.2.4. Menghitung nilai parameter suhu (analitis Boothroyd)

Selain perhitungan suhu direkam menggunakan thermocouple, juga dilakukan analitis dengan metode analitis boothroyd. Perhitungan analitis ini dilakukan berdasarkan kondisi pemotongan yang dilakukan secara eksperimental.Adapun data yang sudah didapat dari hasil eksperimen maka dapat dicari parameter kecepatan penghasil geram nya ditentutakan oleh rumus berikut:

Dik: Data eksperimental : (450 ; 0,08 ; 0,5) Benda Kerja, AISI 1045

Konduktivitas pahat karbida k3= 0,57 Jenis pemotongan, Ortogonal

Kecepatan potong, V= 106 m/min Ketebalan chip, t = 0,2 mm

Panjang kontak chip, lf = 0,2 mm Gaya pemotongn, Fv= 660 N Gaya pemakanan, Ff =644 N Rasio ketebalan chip, r = 1,6

0 500 1000 1500 2000 2500 3000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

a vs gaya

F

a

Rasio pemotongan = 0,4

Sifat Thermal, (Baja AISI 1045)

Konduktivitas thermal (65,12156W/(moC) Massa jenis = 7.200 kg/mΒ³

Kalor jenis = 502J/(kgoC)

Pm = Fv.V = 660 * 1,7 = 1165 j/s

Pf = Ff. V. rc

= 644 * 1,7 * 0,4 = 479 j/s

Ps = Pm – Ps = 1165 – 479 = 686 j/s

Untuk memperkirakan kenaikan suhu harus diketahui R thermal : 𝑅𝑅 π‘‘π‘‘β„Žπ‘’π‘’π‘’π‘’π‘šπ‘šπ‘Žπ‘Žπ‘™π‘™ = 𝜌𝜌 . 𝑐𝑐 . 𝑣𝑣 π‘Žπ‘Ž

π‘˜π‘˜ =

43,6

7200 ( 502)(1,7)(0,00008)

= 11,71

Ketika sudut geser = 0 , maka tan ΞΈ = rc

R tan ΞΈ = 11,71 (0,08) = 4,93

Maka dapat kita lihat dari gambar, panas yang diakibatkan oleh benda kerja

Π“ = 0,2

Jika nilai yg layak telah didapat, maka kita subsitusikan:

πœƒπœƒπ‘ π‘  = (1 βˆ’ Π“)𝑃𝑃𝑠𝑠 𝜌𝜌. 𝑐𝑐. 𝑣𝑣. π‘Žπ‘Žπ‘π‘. π‘Žπ‘Žπ‘€π‘€

=

(7200)(502)(1,7)(0,0008)(0,0005) (1-0,2)(686)

= 214 oC πœƒπœƒπ‘“π‘“ = 𝑃𝑃𝑓𝑓

𝜌𝜌. 𝑐𝑐. 𝑣𝑣. π‘Žπ‘Žπ‘π‘. π‘Žπ‘Žπ‘€π‘€ =

(7200)(502)(1,7)(0,0008)(0,0005) 479

= 187 o C lo = lf . rc

ac

= 0,08

1,6 . 0,42

= 8,42

πœƒπœƒπ‘šπ‘š = πœƒπœƒπ‘“π‘“ .1,13 �𝑅𝑅 𝑙𝑙0

= 187 . 1,13 οΏ½11,718,42

= 250 oC

Jika diasumsikan benda kerja pada suhu kamar yang telah ditentukan ,maka suhu maksimumnya adalah :

ΞΈ max = ΞΈm + ΞΈs + ΞΈo

= 250 + 214 + 30 = 495 0 C

Tabel 4.7 Nilai Parameter Suhu Analitis Boothroyd n

1000 74 0,16 233 1,0 26,5 116,12 919,08

Dapat kita lihat dari data suhu pemotongan berdasarkan teori boothroyd (Tabel 4.7) dengan putaran 450, 720 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 dan 1,0 mm dan feeding rate 0,08 0,13 dan 0,16 mm suhu terendah terjadi pada 450 rpm dan mengalami trend kenaikan dan suhu tertinggi terjadi pada 1000 rpm.

Gambar 4.7 Grafik kedalaman potong vs suhu boothroyd

4.3 Analisis Perilaku Keterkaitan Parameter

Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode taguchi L18 dan melakukan pembubutan orthogonal telah didapat 18 data dari eksperimental maka perilaku keterkaitan antara parameter yang terkait dapat kita lihat pertama yaitu rpm, feeding rate, dan kedalaman potong dengan menggunakan pahat bersudut netral (0o), dimana posisi mata potong mayor tegak lurus terhadap benda kerja (sudut Kr = 90o).

Dapat kita lihat pada setiap 18 kondisi pemotongan kita mendapatkan data panjang kontak (Lf) yang diperoleh dengan menggunakan mikroskop untuk melihat panjang kontaknya, dapat kita lihat disetiap kondisi pemotongan dari ke 18 data panjang kontak yang didapat dari mikroskop berbeda beda disetiap putaran, kedalaman potong serta feed nya.

Panjang kontak disebut juga tebal chip (hc), setelah mendapatkan panjang kontak kemudian

0

kita dapat mencari Ξ»h dengan menggunakan rumus yang ada dibab II , Ξ»h merupakan rasio pemampatan tebal geram. Jika sudut geram telah ditetapkan, maka sudut geser dapat dihitung dengan mengukur rasio pemampatan tebal geram. Akan tetapi tebal geram tak dapat diukur secara langsung tanpa mengakibatkan kesalahan pengukuran, sebab permukaan geram relatif kasar dan geram tidak lurus, oleh karena itu perlu dilakukan secara tidak langsung yaitu dengan mengukur panjang geram.

Sudut geser Ξ¦ pemotongan ditentukan oleh sudut gram Ξ³o, semakin besar sudut geram maka sudut geser akan membesar dan menyebabkan penurunan luas bidang geser , sehingga menurunkan gaya potong. Koefisien gesek tidak mungin sama dengan nol dengan demikian berdasarkan analisis geometrik gaya (lingkaran merchanttidak melebihi suatu harga.

Rasio pemampatan tebal geram meerupakan karakteristik dari proses permesinan berarti dipengaruhi oleh material benda kerja, jenis pahat, sudut pahat, kecepatan potong, kecepatan makan, semua keadaan diinginkan Ξ»h yang sekecil mungkin karena hal ini akan memberikan keuntungan yang bertahap sebagai berikut Ξ»h kecil akan menaikan sudut geser Ξ¦, sudut geser Ξ¦ besar akan menurunkan gaya pemotongan, dan apabila gaya pemotongan kecil maka akan menurunkan temperatur pemotongan ΞΈ dan juga mengakibatkan daya pemotongan pun kecil. Karena adanya pemampatan tebal geram maka kecepatan aliran geram selalu lebih rendah daripada kecepatan potong. Menunjukan kecepatan aliran geram Vc dan kecepatan potong Vs , berdasarkan penjumlahan vektor kecepatan maka kecepatan elemen geram yang baru saja terbentuk relatif terhadap benda kerja ditunjukan oleh vektor kecepatan geser Vs, karena Ξ»h > 1 maka kecepatan geram selalu lebih rendah daripada kecepatan potong. Sedangkan kecepatan geser Vs akan lebih tinggi daripada kecepatan potong Vc untuk sudut geram Ξ³onegatif atau nol.

Tabel 4.8 tabel keterkaitan antar parameter

Dapat kita lihat dari tabel 4.8, maka analisa keterkaitan parameter pada setiap kondisi pemotongan orthogonal merchant saling berpengaruh antar parameter satu dengan parameter yg lainnya.

4.4. Suhu Pemotongan : Eksperimen vs Analitik Boothroyd

Suhu Pemotongan yang terjadi pada eksperimen secara keseluruhan terjadi diantara Suhu Pemotongan yang didapat dari hasil eksperimen dari putaran 450 rpm sampai 1000 rpm dan kedalaman potong 0,5 mm sampai 1,0 mm, serta feed 0,08, 0,13, dan 0,16 secara keseluruhan memang lebih rendah dibandingkan dengan suhu pemotongan total analitik metode Boothroyddimana metode yang digunakan berbeda untuk mencari suhu pemotongan dari eksperimen menggunakan sensor thermocouple yang diletakan diantara toolholder dan kemudian dibaca oleh arduino ,sedangkan utuk mencari nilai suhu analitik dengan menggunakan rumus dari bootthroyd itu sendiri.

Tabel 4.9 suhu eksperimen vs suhu analitik boothroyd n

450 74 0,16 106 1,0 37,2 167

622,22

720 74 0,08 170 1,0 18,2 181

601,40

720 74 0,13 170 1,0 33,4 187

703,96

720 74 0,16 170 1,0 32,6 179

771,11

1000 74 0,08 233 1,0 16,7 160

695,92

1000 74 0,13 233 1,0 24,2 146

837,61

1000 74 0,16 233 1,0 26,5 198

919,08

Berikut adalah grafik perbandingan suhu eksperimental dan suhu analitik metode boothroyd.

Gambar 4.8 Grafik suhu Eksperimental

0 50 100 150 200 250

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

a vs suhu

Suhu

a

Gambar 4.9 Grafik suhu boothroyd

Dapat kita lihat digambar grafik setiap kondisi pemotongan mengalami kenaikan suhu pada suhu eksperimental suhu terendah terjadi diputaran 1000 rpm dept of cut 0,5 feed 0,13 sedangkan suhu tertinggi terjadi diputaran 1000 rpm dept of cut 1,0 feed 0,16 dan pada suhu perhitungan analitik suhu terendah di 450 rpm dept of cut 0,5 feed 0,08 dan suhu tertinggi diputaran 1000 rpm dept of cut 1,0 feed 0,16

0 100 200 300 400 500 600 700 800 900 1000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

a vs suhu bootrhoyd

a Vs

a Suhu

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. KESIMPULAN

Kesimpulan yang didapat setelah penelitian ini dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Eksperimen telah dilakukan, yaitu melakukan pembubutan orthogonal dengan menggunakan pahat bersudut netral (0o), dimana posisi mata potong mayor tegak lurus terhadap benda kerja (sudut Kr = 90o).

Eksperimen berhasil dilakukan untuk kondisi pemotongan

β€’ Kecepatan putaran 450 rpm ; feed (f) 0,08 ; 0,13, 16 mm/rev; depth of cut (a) 0,5 mm dan 1,0 mm

β€’ Kecepatan putaran 720 rpm ; feed (f) 0,08 ; 0,13, 16 mm/rev; depth of cut (a) 0,5 mm dan 1,0 mm

β€’ Kecepatan putaran 1000 rpm ; feed (f) 0,08 ; 0,13, 16 mm/rev; depth of cut (a) 0,5 mm dan 1,0 mm

Peristiwa pembentukan geram dapat diamati dengan memperoleh besaran parameter terkait mekanika pembentukan geram yaitu putaran benda kerja pada cekam putaran yang didapat dari sensor (eksperimental) ada sedikit selisih dari putaran yang diinginkan 450 menjadi 432, putaran 720 menjadi 756 dan 1000 menjadi 972 sehingga dapat kita lihat putaran cenderung stabil dari putaran awal 450, 720 hingga putaran terakhir 1000 rpm ,dan selisih putaran pada cekam mesin dari data dan hasil eksperimen tidak begitu jauh perbedaannya, dikarenakan sensor putaran tidak diletakan langsung pada cekam mesin.

Sedangkan pada suhu pemotongan yang diperoleh dari eksperimental , suhu pemotongan terendah terjadi rata rata diputaran 1000 rpm depth of cut 0,5 feed 0,13 dan suhu tertinggi dari hasil eksperimen terjadi di putaran 1000 rpm depth of cut 1,0 feed 0,16.

Dan data eksperimental daya yang diperoleh dari sensor daya terendah terjadi pada kondisi pemotongan 450 rpm, depth of cut 0,5 , dan feed 0,08 yaitu 907 watt dan daya tertinggi yang didapat dari data eksperimen pada kondisi pemotongan 1000 rpm, depth of cut 1,0 , dan feed 0,16 sebesar 1920 watt dan semua telah disusun dalam bentuk tabel, yang kemudian disajikan dalam bentuk tabel.

2. Setelah dilakukan penelitian dengan menggunakan metode taguchi L18 dan melakukan pembubutan orthogonal telah didapat 18 data dari eksperimental maka perilaku keterkaitan antara parameter yang terkait dapat kita lihat pertama yaitu putaran mesin, feeding rate, dan kedalaman potong serta dengan menggunakan pahat bersudut netral (0o), dimana posisi mata potong mayor tegak lurus terhadap benda kerja (sudut Kr = 90o).Maka analisa keterkaitan parameter pada setiap kondisi pemotongan orthogonal merchant saling berpengaruh antar parameter satu dengan parameter yg lainnya.

3. Suhu pemotongan terendah eksperimen terdapat pada kondisi putaran 1000 rpm ; f 0,13 ; a 0,5, sedangkan pada analitik boothroydsuhu terendah terdapat pada kondisi putaran 450 rpm ; f 0,08 ; a 0,5. Untuk suhu pemotongan tertinggi pada eksperimental maupun analitik sama sama terjadi pada kondisi putaran 1000 rpm ; f 0,16 ; a 1,0. Suhu eksperimen begitu jauh perbandingannya dengan suhu analitik boothroyd dikarenakan sensor thermocouple yang digunakan diletakan diujung toolholder sehingga distribusi panasnya tidak langsung dibaca oleh thermocouple tersebut, sedangkan suhu analitik sudah dihitung dengan menggunakan teori metode perhitungan suhu yg telah ada yang lebih akurat perhitungan akhirnya.

5.2 Saran

Saran bagi peneliti berikutnya agar dapat menyempurnakan penelitian mengenai peristiwa pembentukan geram dan pengukuran suhu, adalah :

1. Kalibrasi peralatan maupun software yang digunakan pada pelaksanaan penelitian, agar hasil yang diperoleh lebih akurat saat mengumpulkan data-data yang diperlukan.

2.Saat melakukan penelitian, mesin bubut yang akan digunakan harus dipersiapkan dalam keadaan lebih baik lagi agar tidak terjadi getaran pada saat pengambilan data pemotongan berlangsung dan mengurangi kemungkinan benda kerja rusak akibat getaran sehingga pemotongan tidak stabil dan bisa menyebabkan data kurang akurat.

3. Pada saat menghitung panjang kontak dengan menggunakan mikroskop, sebaiknya mikroskop sudah dikaliberasi dengan baik, agar data yang diperoleh lebih akurat hasilnya.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Yuliarman, ST . (2008). Tesis : Studi Pemotongan Optimum pembubutan Keras Dan Kering Baja Perkakas AISI O1 Menggunakan Pahat Keramik (Al2O3 + TiC). USU digital library.

[2] Rochim. T. 1993. Proses Permesinan. Higher Education Development Support roject.

Jakarta.

[3] G. Boothroyd, W.A Knight. (1989). β€œFundamentals of machining and Machine Tools”, 2nd edition, Marcel Dekker Inc., New York and Basel 1989.

[4] Soejanto, Irwan. 2009. Desain Eksperimen Deangan Metode Taguchi Graha Ilmu, Yogyakarta.

[5] Imran . 2006. Penelitian : Analisa Gaya dan Suhu Pemotongan Terhadap Bentuk Geram Pada Pembubutan AISI 1045 .

[6] Rochim. T . 2007. Baja Karbon (High Carbon Steel, Carbon Steels, CTS), Yogyakarta.

[7] Destifani, Jim. Cutting Tools 101 Geometries, manufacturing Engineering Magazines, November 2002

[8] Smallman, R.E. 1991. Metalurgi Fisik Modern. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

[9] https://text-id.123dok.com/document/6qmw1xx8z-pemesinan-kering-dry-machining.html.

[10] Molinary and Nouri, 2003.Modeling of tool wear by diffusion in metal cutting.University of Lorraine.

[11] Grzesic and Nieslony, 2003. Prediction of Temperature Distribution in the Cutting Zone Using Finite Difference Approach. Opole University of Technology.

[12] Sreejith and Ngoi, 2000. β€œDry Machining: Machining of the Future,” Journal of Materials Processing Technology

[13] Sokovic, M. and Mijanovic, K. (2001). Ecological Aspects of Cutting Fluids and Its Influence on Quantifiable Parameters of the Cutting Processes. Journal of Materials Processing Technology.

[14] Che Haron, 2001, Tool life and surface integrity in turning titanium alloy, Journal of material processing and tecknology, 349-368.

[15] Klocke and Eisenblatter, 1997, Dry cutting of the CIRO RWTH.

[16] Graham. D. 2000. Dry Out Cutting Tool Engineering 52 (1-8)

[17] Bulloch. H. 2004. Research & Technology Transfer Workgroup Dry Machining, 2004.

[18] Kalpakjian, S. Manufacturing Engineering and Technology, 3rd Ed. Addison- Wesley Publishing Company, 1995.

Dokumen terkait