• Tidak ada hasil yang ditemukan

0 1 2 3 4 5 6 7 8 S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50 Dosis Diameter (mm)

Gambar 13 Rata – rata diameter mahoni 12 SMT

Hasil sidik ragam membuktikan bahwa dosis tidak berpengaruh pada pertumbuhan diameter batang tanaman, hal ini disebabkan tanaman mahoni merupakan tanaman tahunan yang masa pertumbuhannya lama sehingga dalam penelitian ini yang berlangsung 12 minggu menunjukkan pertambahan diameter tidak signifikan. Penyerapan hara oleh akar tanaman sifatnya selektif dan spesifik, yaitu tanaman hanya menyerap hara yang dibutuhkan dan sesuai dengan fungsinya berdasarkan umur atau tingkat pertumbuhan (Marschner 1986).

Jumlah Daun

Pengamatan jumlah daun yang dilakukan selama 12 minggu. Hasil sidik ragam (Lampiran 21) menunjukkan dosis berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun. Media tanam tanaman mahoni pada dosis 50 % (S 50) menghasilkan rata-rata jumlah daun tanaman mahoni tertinggi dan terendah terdapat pada media kontrol .

Jumlah Daun Mahoni 12 SMT 0 2 4 6 8 10 12 14 S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50 Dosis Jumlah Daun (helai)

Gambar 14 Rata – rata jumlah daun mahoni 12 MST

Pertumbuhan jumlah daun pada tiap media tanam bervariatif, dari hasil penelitian dapat diketahui rata-rata jumlah daun tertinggi terdapat pada media tanam dosis 50 % (S 50) dilanjutkan pada media tanam dosis 20 % (S 20).

Tabel 7 Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap jumlah daun mahoni

Dosis Rata-rata Sandi Keterangan

S 0 6.61 b S 10 8.62 ab S 20 9.83 ab S 30 9.08 ab S 40 9.02 ab S 50 10.45 a

S 10 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf sama pada lajur sama tidak berbeda nyata berdasar uji BNT pada taraf 1 %

Berdasar Uji BNT (Tabel 7) memperlihatkan bahwa S 10 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50, sehingga akan lebih efisien untuk menggunakan dosis 10% (S 10) dalam media tanam.

Sebagaimana telah diketahui bersama penggunaan hara mineral organik pada tanaman di media tanam dapat memberikan tambahan organik, hara, dan memperbaiki sifat tanah (Nugroho et al. 1999). Unsur Fe dan Mg hasil analisis media tanam mahoni menunjukkan hasil pada kontrol rendah dan dosis 50% (S 50) tertinggi hal ini menunjukkan, bila tanaman pada umur sama akan menyerap unsur hara sesuai dengan tingkat pertumbuhan sehingga pada media tanam dosis 50%(S 50) menyisakan kandungan unsur Fe dan Mg lebih tinggi dibanding dengan kontrol. Salah satu fungsi unsur Fe dan Mg menunjang pertumbuhan daun.

Menurut Kirkby dan Mengel (1987) pertumbuhan dan kualitas daun sebagai tempat terjadinya fotosintesis sangat dipengaruhi oleh ketersediaan unsur N dalam jaringan tanaman. Penambahan nitogen dalam media tanam akan menyebabkan pertumbuhan vegetatif yang hebat, termasuk jumlah daun dan warna daun menjadi hijau tua (Leiwakabessy dan Sutandi 1998)

Indeks Luas Daun

Pengamatan indeks luas daun mahoni dilakukan pada akhir pengamatan penelitian, yaitu pada minggu ke 12. Seperti halnya pada pengamatan pertumbuhan tanaman mahoni, berdasarkan hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dosis kompos berpengaruh nyata terhadap indeks luas daun mahoni (Lampiran 22).

Indeks Luas Daun 12 SMT

0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5 S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50 Dosis Indeks Luas Daun

Media tanam tanaman mahoni dosis 50 % (S 50) menghasilkan rata-rata indeks luas daun mahoni tertinggi yakni sebesar 2.39. Sedang rata-rata indeks luas daun mahoni yang terendah terdapat pada media kontrol yakni 1.32.

Tabel 8 Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap ILD mahoni

Dosis Rata-Rata Sandi Keterangan

S 0 1.32 c S 10 1.67 c S 20 1.76 b S 30 2.02 ab S 40 2.2 ab S 50 2.39 a

S 30 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf sama pada lajur sama tidak berbeda nyata berdasar uji BNT pada taraf 1 %

Berdasar Uji BNT (Tabel 8) memperlihatkan bahwa S 30 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50, sehingga akan lebih efisien untuk menggunakan dosis 30% (S 30) dalam media tanam.

Tanaman memperoleh unsur hara larutan garam mineral yang langsung diberikan ke akar tanaman, sehingga tanaman lebih memfokuskan energi untuk pertumbuhan tidak digunakan untuk kompetisi memperoleh unsur hara (Nugroho et. al. 1999).

Menurut Leiwakabessy (1998), media tanam sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dengan penambahan bahan organik (kompos). Penambahan unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman dapat memperbaiki tekstur media tanam. Selain itu pemberian kompos dapat menurunkan kekerasan tanah dan distribusi ukuran pori.

Tektur media tanam pada kontrol menunjukkan tanah dengan presentase tertinggi pada debu, sedang pada dosis lain setelah diberi kompos menunjukkan perubahan penurunan presentasi debu dan presentasi lempung dan pasir naik. Hal ini menyebabkan perubahan pada pori tanah, terjadi penurunan mikro pori dan kenaikan meso pori sehingga dapat memperbaiki aerasi.

Setyamidjaya (1986) menyatakan bahwa nitrogen merupakan unsur yang dominan dibanding dengan unsur lain dalam pertumbuhan vegetatif. Penambahan kompos pada media tanam dapat menaikkan kandungan unsur hara dalam media tanam yang dibutuhkan tanaman dapat merangsang pertumbuhan tanaman secara optimal. Nitrogen (N) sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan vegetatif tanaman terutama karena nitrogen merupakan komponen utama dari berbagai substansi penting dalam tanaman. khususnya pada pertumbuhan vegetatif seperti pembentukan tunas atau perkembangan batang dan daun ( Novizan 2002).

Sumarni dan Rosliani (2001) dalam penelitiannya menyatakan tanaman untuk melanjutkan pertumbuhan dan perkembangannya harus melakukan fotosintesis dan respirasi sel. Daun memiliki peran yang sangat penting sebagai tempat berlangsungnya fotosintesis, semakin luas daun yang dimiliki maka semakin tinggi fotosintat atau karbohidrat yang akan dihasilkan. Fotosintat dalam tanaman digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman, seperti pertambahan ukuran tinggi /panjang tanaman selain itu dengan luas daun yang memadai bobot kering tanaman semakin tinggi.

Bobot Basah dan Kering Tajuk.

Pengamatan bobot basah dan kering tajuk tanaman mahoni dilakukan diakhir penelitian, yaitu pada minggu ke 12. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dosis berpengaruh nyata terhadap bobot basah tajuk tanaman mahoni setelah pertumbuhan sampai 12 minggu (Lampiran 24).

Berat Basah Tajuk (gr) 12 MST 0 2 4 6 8 10 S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50 Dosis Bobot Basah Tajuk (gr)

Gambar 16 Rata – rata bobot basah tajuk mahoni 12 SMT

Media tanam tanaman mahoni dosis 50 % (S 50) menghasilkan rata-rata bobot basah tajuk mahoni tertinggi yakni sebesar 8.73 g, dan pada rata-rata bobot terendah terdapat pada media kontrol sebesar 6.7 g.

Tabel 9 Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh dosis terhadap bobot basah

Dosis Rata-Rata Sandi Keterangan

S 0 6.7 c S 10 7.63 b S 20 8.13 ab S 30 8.1 ab S 40 8.17 ab S 50 8.73 a

S 20 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf sama pada lajur sama tidak berbeda nyata berdasar uji BNT pada taraf 1 %

Berdasar Uji BNT (Tabel 9) memperlihatkan bahwa S 20 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50, sehingga akan lebih efisien untuk menggunakan dosis 20% (S 20) dalam media tanam.

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa dosis berpengaruh nyata terhadap bobot kering tajuk tanaman mahoni setelah pertumbuhan sampai 12 minggu (Lampiran 26)

Berat Kering Tajuk (gr) 12 MST 0 1 2 3 4 5 S 0 S 10 S 20 S 30 S 40 S 50 Dosis Bobot Kering Tajuk (gr)

Gambar 17 Rata – rata bobot kering tajuk mahoni 12 MST

. Media tanam tanaman mahoni dosis 50 % (S 50) menghasilkan rata-rata bobot kering tajuk tanaman mahoni tertinggi dan pada rata-rata bobot terendah terdapat pada media kontrol, bobot kering tajuk tertinggi yakni sebesar 4 g. Sedang bobot kering tajuk terendah sebesar 2.4 g.

Tabel 10 Uji BNT tingkat kepercayaan 99% pengaruh bobot kering

Dosis Rata-Rata Sandi Keterangan

S 0 2.4 c S 10 3 b S 20 3.23 ab S 30 3.3 ab S 40 3.6 ab S 50 4 a

S 20 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50

Keterangan: Angka yang diikuti dengan huruf sama pada lajur sama tidak berbeda nyata berdasar uji BNT pada taraf 1 %

Berdasar Uji BNT (Tabel 10) memperlihatkan bahwa S 20 memiliki nilai rataan satu kisaran dengan S 50, sehingga akan lebih efisien untuk menggunakan dosis 20% (S 20) dalam media tanam.

Dosis 50 % (S 50) baik untuk rata-rata bobot basah akar dan tajuk menunjukkan hasil tertinggi. Hal ini dikarenakan oleh faktor lingkungan yang

diciptakan oleh komposisi media tanam. Perbaikan sifat fisik berupa perbaikan aerasi dan drainase media, sedang sifat kimia berupa peningkatan pH media tanam. Hasil analisis media tanam dari dosis tinggi 50 % sampai 10 % menunjukkan adanya peningkatan KTK, KB, dan pH. Perbaikan sifat fisik dan kimia media tanam tersebut menyebabkan perkembangan sistem perakaran yang mempengaruhi pertumbuhan bagian tajuk akan meningkatkan bobot basah tajuk. Salisbury dan Roos (1995) menyatakan bahwa komponen dari bahan kering tajuk adalah hasil dari serapan hara dari larutan tanah dan translokasi ke tajuk.

Bobot kering merupakan salah satu parameter yang mencerminkan efisiensi interaksi proses fisiologi dengan lingkungan media tanam. Hasil dekomposisi berupa asam organik maupun ion P yang dihasilkan dari mineralisasi berperan meningkatkan P tersedia yang dapat diabsopsi tanaman. Peningkatan menunjukkan bahwa peran unsur hara P dalam jaringan tanaman cukup penting dan berpengaruh terhadap pertumbuhan vegetatif tanaman (Djuniwati et.al 2003). Hasil penelitian Heuvelink dan Marcelis (1996) menunjukkan bahwa asupan asimilat yang tinggi berperan meningkatkan bobot kering organ vegetatif.

Keberadaan unsur esensial dalam jumlah cukup diperlukan dalam pertumbuhan tanaman. N adalah salah satu unsur hara makro yang dibutuhkan dalam jumlah banyak, yaitu mencapai lebih kurang 1-5 % total bobot kering tanaman (Shuman 2000, Taiz dan Zeiger 2002).

Kesimpulan

1. Hasil analisis vegetasi pada kebun campur Senjoyo pada fase pohon didominasi mahoni (Swietenia macrophylla King) INP sebesar 61.87 %, fase tiang didominasi kopi (CoffeaArabica L) INP sebesar 64.61 %, fase sapihan didominasi mahoni (Swietenia macrophylla King) INP sebesar 33.72 %, dan fase anakan didominasi kopi (Coffea Arabica L) INP sebesar 27.99 %. Sedangkan pada tumbuhan penutup tanah didominasi ceplikan (Synedrella nodiflora L(Gaertn)) INP sebesar 37.07 %.

2. Total produktivitas serasah kebun campur Senjoyo 405.33 gram/m2/minggu atau 122.1 ton/ha/tahun.

3. Rata-rata penurunan bobot serasah kebun campur Senjoyo 0.63 gram/ minggu, rata-rata laju dekomposisi 2.79 %/ minggu.

4. Pemberian dosis kompos yang dicampur EM4 pada media tanam berpengaruh sangat nyata terhadap pertumbuhan tinggi dan jumlah daun mahoni, serta berpengaruh nyata terhadap indeks luas daun, bobot basah tajuk, dan bobot kering tajuk mahoni, tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap diameter. Dosis terbaik kompos yang dicampur EM4 pada media tanam adalah dosis 20% yang memiliki nilai rataan satu kisaran dengan dosis 50% pada hasil Uji Beda Nyata Terkecil (BNT).

Saran

1. Berdasarkan laju pertumbuhan mahoni pada penelitian ini, disarankan cukup menggunakan 20% dosis kompos yang dicampur EM4 untuk campuran media tanam.

2. Diharapkan ada penelitian lanjutan tentang produktivitas dan laju dekomposisi serasah pada lokasi yang sama, pada musim kemarau dan musim hujan. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui pola produktivitas dan laju dekomposisi serasah bulanan secara lengkap dan nyata.

DAFTAR PUSTAKA

.

Anderson JM dan Swift MJ. 1983. Decomposition in Tropical Forest. Halm 287-309 dalam Tropical Rain Forest : Ecology adn Management. Special Publication No. 2. L. Sutton, TC. Whitmore dan AC. Chadwick ( Peny. ) The British Ecological Society. Blackwell Scientific Publication. Oxford. Anggraeni I dan Suharti M. 2000. Pengaruh Penggunaan Effective

Microorganisms (EM) Terhadap Timbulnya Serangan Penyakit Pada Bibit Sengon ( Paraserianthes falcataria ) Dan Mahoni ( swietenia macrophylla ). J For.Res. Bul. 622:29-40.

Arief A. 1994. Hutan Hakikat dan Pengaruhnya Terhadap Lingkungan. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Argo WR dan JA Biernbaum. 1997. The Effec of Root Media On Root Zone pH, Calcium, and Magnecium Management in Containers With Impaties. J Amer. Soc. Hort. Sci. Vol 122(2): 275-284.

Bell MA. 1993. Organic Matter, Soil Properties and Wheat Production in The High Valley of Mexico. J Soil Science. Vol 156(2): 86-93.

Bray JR And E Gorham. 1964. Litter Production in Forest of the World. Dalam J. B. Cragg (Ed) Advances in Ecological Research, Vol 2 London : Academic Press.

Departemen Kehutanan. 1997. Ensiklopedia Kehutanan Indonesia. Edisi I. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Deshmukh.I. 1992. Ekologi dan Biologi Tropika. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Dix NJ, J Webster. 1995. Fungal Ecology. London: Chapman and Hall.

Djuarnani N. 2008. Cara Cepat Membuat Kompos. Jakarta: AgroMedia Pustaka. Djuniwati S. Hartono A. Indriyati LT. 2003. Pengaruh Bahan Organik ( Pueraria

javanica ) Dan Fosfat Alam terhadap Pertumbuhan dan Serapan P Tanaman Jagung ( Zea mays ) Pada Andisol Pasir Sarongge. Jurnal Tanah dan Lingkungan vol 5. No.1.Hal 16-22.

Fisher RF dan D Binkley. 2000. Ecology and Management of Forest Soil. Third Edition. John Willey and Sons, Inc. New York.

Dokumen terkait