• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

3. Digital Parenting

a. Pengertian Digital Parenting

Perkembangan teknologi yang semakin maju dari zaman ke zaman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tampak mempengaruhi berbagai kalangan dalam kehidupan yang salah satunya tumbuh dan berkembang pada kehidupan anak-anak. Kemajuan teknologi tentu menghadirkan berbagai teknologi canggih mulai dari televisi hingga komputer, smartphone, dan perangkat tablet digital dengan berbagai aplikasi. Kehadiran teknologi pada kehidupan anak-anak tentu memberikan kekhawatiran terhadap orang tua yang mempengaruhi hal negatif maupun hal positif dalam tumbuh kembang anak.

Dalam hal ini shin (2014: 187) menjelaskan digital parenting adalah pola asuh yang sesuai dengan kebiasaannya menggunakan perangkat digital. Dari hal tersebut terlihat bahwa digital parenting merupakan gaya pengasuhan orang tua dalam mendidik anak pada era digital yang memiliki gaya masing-masing sesuai kepekaan, bakat, dan minat anak agar terbentuknya kepribadian yang sesuai dengan tumbuh dan kembang anak.

Selanjutnya Palupi (2015: 49) mengatakan digital parenting atau pengasuhan digital adalah memberikan batasan yang jelas kepada anak tentang hal-hal yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan pada saat menggunakan perangkat digital. Adapun yang harus dilakukan orang tua terhadap anak dalam pengasuhan digital atau digital parenting adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan dan memperbaharui wawasan tentang internet dan gadget.

2) Jika di rumah ada internet, posisikan di ruang keluarga dan siapa yang dapat melihat apa yang dilakukan anak dalam mengakses internet.

3) Membatasi waktu pada anak dalam menggunakan gadget dan internet.

4) Memberikan pemahaman dan kesadaran bersama akan dampak negative dari internet dan atau gadget

5) Secara tegas melarang sesegera mungkin jika ada yang tidak pantas ditonton.

6) Menjalin komunikasi yang terbuka dua arah dengan anak-anak.

Dari hal tersebut terlihat bahwa digital parenting adalah batasan-batasan yang diberikan orang tua kepada anak dalam menggunakan perangkat digital. Orang tua harus mengawasi anak dalam menggunakan perangkat digital dan anak dapat mengunakan perangkat digital sesuai tahapan usia dan perekambangannya. Dalam menggunakan perangkat digital anak harus diawasi dan dikontrol orang tua agar anak tidak melanggar kesepakatan yang sudah disepakati dan dijalani anak. Digital parenting tidak dapat dipisahkan dengan pola asuh orang tua. Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009: 42) pola asuh adalah:

Pada prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan menuju pada proses pendewasaan.

Sejalan dengan itu, Monks dkk dalam Ilahi (2013: 134) memberikan pengertian pola asuh sebagai cara orang tua, yaitu ayah dan ibu dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh yang besar bagaimana anak melihat dirinya dan lingkungannya. Dari hal di atas terlihat bahwa pola asuh merupakan cara orang tua yaitu ayah dan ibu dalam memberikan pengasuhan kepada anak dengan cara memimbing, mendampingi serta mengontrol aktifitas anak dalam menggunakan perangkat digital agar anak tidak terjerumus ke hal negatif.

Menurut Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) dan American Psychiatric Association dalam Kemenpppa (2017: 27), memaparkan durasi anak bermain game dikelompokkan berdasarkan usia anak, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Saran Durasi Bermain Game Pada Anak

Usia Anak Durasi bermain gadget

0– 2 tahun Tidak boleh main gadget

3– 6 tahun 10– 20 menit/ per hari

7– 10 tahun 20– 60 menit/ per hari 11– 12 tahun Maksimal 2 jam/ per hari

Sumber : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

b. Digital Parenting bagi Orang tua Bijak

Orang tua yang bijak tentu mampu memahami dan mendampingi anak dalam melalui masanya yaitu era digital dengan artian orang tua membimbing serta mengontrol anak agar anak berkembang sesuai tugas perkembangannya yang disebut dengan digital parenting. Dalam buku mendidik anak di era digital, shin (2014: 134–223) membahas beberapa bahasan terkait digital parenting sebagai berikut:

1) Perangkat Digital Membuat Otak Tidak Bisa Berfikir Perangkat digital yang dimiliki orang tua dan dapat diakses anak tentu orang tua perlu menguasai cara membimbing, memberikan perhatian serta pengawasan terhadap aktivitas dunia anak. Perangkat digital yang diakses anak terlalu dini akan menyebabkan daya pikir anak dan kreatifitas anak terhambat sehingganya anak tidak dapat berkembang sesuai tahapan usia dan perkembangannya.

Menurut Shin (2014: 134-151) menjelaskan perangkat digital membuat otak anak tidak bisa berfikir serta berpengaruh terhadap perkembangan otak anak yaitu sebagai berikut:

a) Usia empat tahun, daya pikir dan kreativitas anak masih terbatas.

Otak anak mampu menyerap pelajaran sejak dia berusia empat tahun, namun usia ini bukanlah usia harus memulai belajar formal. Usia paling kreatif dalam hidup manusia adalah 4-6 tahun. Misalnya orang-orang dewasa melihat kursi, mereka tidak memikirkan hal lain selain menganggap kursi sebagai alat untuk. Namun anak-anak usia 4-6 tahun akan membuat tenda dengan menjungkir balikkan kursi itu dan juga membuat tangga dengan menyusun semua kursi secara berdempetan. Anak menggunakan logika yang ego-sentris daripada berpikir objektif dan logis. Dengan begitu, anak menciptakan imajinasi menyenangkan tanpa batas. Namun itu hanya terjadi jika anak berinteraksi dengan orang lain. Meski perangkat digital bisa memberitahukan berbagai jawaban, perangkat digital itu tidak bisa membimbing anak untuk berpikir secara dalam.

Dalam hal ini tentu orang tua harus menanamkan pemahaman positif pada anak ini bertujuan supaya anak mampu memaksimalkan daya menalar dan kreativitasnya sebagai tahapan yang sangat menyenangkan.

b) Usia tujuh tahun, daya konsentrasi anak menurun akibat multi-tasking.

Salah satu karakteristik perangkat digital adalah mendorong anak melakukan multi tasking (melakukan beberapa hal sekaligus). Tanpa sadar anak telah melakukan berbagai pekerjaan di saat bersamaan, walaupun dia sendiri

tidak ingin melakukannya. Kelemahan pengajaran melalui perangkat digital adalah mudahnya mengakses perangkat digital tersebut sehingga menjadikannya jalan pintas.

Misalnya anak ingin mencari tahu informasi tentang roket yang menjadi topik tugas sekolahnya.

Jadi pada dasarnya dalam multi-tasking merupakan sesuatu hal yang dilakukan ketika mengakses perangkat digital yang akan menjadi penghambat perkembangan daya konsentrasi anak sehingga otak anak tidak menyerap pelajaran dengan baik.

c) Usia sembilan tahun, tersingkirnya dunia buku yang sunyi.

Sejak anak usia 9-10 tahun, tidak berlebihan jika kemampuan berpikir abstrak menjadi standar kemampuan belajar dan kematangan anak. Namun, meski kemampuan berpikir anak berkembang, buku tetap bisa memberikan manfaat bagus bagi anak, tidak ada orang yang menyangkal ini. Jika anak kecanduan perangkat digital, dia pasti menjauhi buku. Mereka tidak akan sempat membaca buku akibat kecanduan perangkat itu. Akibatnya kemampuan abstrak anak menjadi tidak berkembang. Lingkaran setan it uterus berlanjut dan membuatnya tidak merasakan adanya kesenangan terhadap buku. Oleh karena itu kemampuan berpikir abstrak mereka perlahan-lahan melemah. Dampak yang ditimbulkan sangat mengkhawatirkan oleh perangkat digital pada anak-anak.

Kehadiran perangkat digital membuat anak menjadi manja melakukan segala hal salah satunya buku. Kehadiran perangkat digital merupakan pengahalang dan menyingkirkan anak dengan dunia buku. Anak lebih memilih perangkat digitalnya dibandingkan buku yang mereka miliki.

d) Trik memori menjadi sulit dilakukan di masa remaja.

Trik memori menentukan nilai ujian dan rangking anak di masa remaja. Untuk memahami defenisi “trik memori” kita harus tahu tentang jangka waktu memori manusia. Memori manusia terbagi menjadi memori sesaat, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang. Lama waktu memori sesaat adalah 20-30 detik, adakalanya terjadi dalam beberapa menit. Memori jangka pendek adalah memori yang terus berlangsung selama beberapa hari.

Memori jangka panjang adalah memori yang bertahan lama dan dapat digunakan setiap hari kita membutuhkannya.

Belajar menggunakan perangkat digital hanya akan menyisakan memori sesaat atau memori jangka pendek karena anak tidak membutuhkan improvisasi dalam menyerap informasi yang ada. Anak terbiasa belajar dengan perangkat digital secara instan. Perangkat digital akan menghalangi kesempatan anak untuk menjadi siswa terbaik di sekolah.

Kehadiran perangkat digital pada dunia anak tentu memberikan hal negatif maupun hal positif tentunya, ini terlihat bahwa anak dapat memanfaatkan perangkat digital dalam proses belajarnya. Hal tersebut membuktikan bahwa perangkat digital memanjakan anak saat belajar sehingga menghalangi anak untuk dapat belajar mandiri dan menjadi siswa terbaik di sekolah.

e) Ada masalah jika anak tidak mau bermain bersama teman-temannya karena perangkat digital.

Merasa senang melihat wajah anak yang bermain bersama teman-temannya dengan gembira. Mereka selalu penuh tawa, walaupun tidak beristirahat dan badan mereka berkeringat. Anak yang senang bermain tentu memiliki jiwa

dan raga yang sehat. Merupakan fakta yang telah sangat diketahui dan diakui siapapun. Anak yang bergerak, bermain dengan gembira dan aktif, akan berdampak positif pada kemampuan belajarnya. Namun ada yang mengatakan anak saya merasa sangat senang ketika bermain game. Jika beraktivitas fisik, tubuhnya akan menghasilkan hormon serotonin.

Saat bermain game anak tentu akan merasa senang karena tubuhnya menghasilkan hormon dopamin. Anak-anak yang kecanduan game selalu mencari hal-hal baru baru yang provokatif. Oleh karena itu masa depan anak-anak pantas dicemaskan karena kecanduan perangkat digital. Anak-anak akan melewatkan pengalaman-pengalaman berharga yang bisa membantu mereka tumbuh secara normal.

Jadi pada dasarnya hormon-hormon memiliki karakteristik yang berbeda. Hormon serotonim merupakan hormon bahagia yang dihasilkan tubuh secara konstan, sedangkan hormon dopamin merupakan hormon bahagia yang jangka waktunya sangat singkat. Jadi terlihat bahwa kehadiran perangkat digital pada dunia anak memberikan suatu kebahagian dan kesenangan namun itu hanya bersifat sementara yang menjadi hiburan.

Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa dalam penggunaan perangkat digital tentunya orang tua harus memperhatikan hal negatif yang membuat otak anak tidak bisa berfikir, seperti contohnya hal negatif perangkat digital dapat membatasi daya pikir dan kreatifitas yang dimiliki anak, menurunnya daya konsentrasi anak akibat multi-tasking, menjauhi anak dari dunia buku karena mereka dimanjakan dengan gadget nya, dan trik memori yang sulit dilakukan

dimasa remaja bahkan adanya masalah jika tidak mau bermain bersama teman-temannya karena perangkat digital. Maka dari itu orang tua harus memahami dan memperhatikan hal negatif yang merugikan anak.

2) Prinsip Digital Parenting

Pada dasarnya digital parenting adalah bagaiamana orang tua bisa mampu membimbing, mendampingi dan mengasuh serta mengawasi anak dalam menggunakan perangkat digital agar anak tidak terjerumus kehal-hal negatif. Semua orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dan kembang dengan baik dan optimal, bahkan orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi kebanggaan mereka. Maka dari itu, tentu ada prinsip-prinsip digital parenting bagi orang tua agar mampu memberikan pengasuhan yang baik kepada anak.

Menurut Shin (2014: 193-206) ada tujuh prinsip digital parenting yang harus diketahui orang tua bijak, yaitu:

a) Yang terpenting bukan “Apa” jenisnya, melainkan “Kapan”

perlu memberikannya.

b) Kualitas lebih penting dari pada kuantitas c) Tentukan sanksi ketika anak melanggar janjinya d) Jelaskan alasan ditetapkannya peraturan

e) Berbagilah pengalaman tentang perangkat digital dengan anak

f) Libatkan seluruh anggota keluarga

g) Mintalah Bantuan Psikiater Jika Orang tua Tidak Bisa Mengatasinya

Dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Yang terpenting bukan “Apa” jenisnya, melainkan “Kapan”

perlu memberikannya.

Saat mengenal perangkat digital salah satu faktor terpenting adalah “kapan” orang tua bisa memulainya.

Namun, banyak ibu yang lebih tertarik pada “jenis, harga atau merek” apa yang sebaiknya diberikan untuk untuk anak ketimbang memikirkan “kapan” perlu memberikan

anak perangkat digital. Jadi pada dasarnya anak yang sudah terlahir sudah mengenal perangkat digital tentu sebagai orang tua perlu mempertimbangkan bagaimana menerapkan digital parenting yang baik kepada anak dengan arti lain orang tua perlu memikirkan kapan waktu yang baik seharusnya anak difasilitasi perangkat digital agar anak lebih siap mengikuti zaman sesuai usia dan tahap perkembangannya.

b) Kualitas lebih penting dari pada kuantitas.

Hal awal yang bisa orang tua lakukan adalah menentukan peraturan yang jelas tentang “Waktu” yang tepat. Ini dilakukan agar anak tidak terjerumus ke hal kecanduan dengan arti kata anak harus dipilihkan waktu yang tepat dan membuat peraturan terkait dalam penggunaan pperangkat digital supaya anak tidak keranjingan dan tidak mengenal waktu ketika menggunakan perangkat digital. Kemudian orang tua perlu bijak dalam menyikapi hal apa saja yang hendak anak lakukan.

Maksudnya, orang tua harus bijak dan tegas hal apa saja yang boleh anak lakukan dan hal apa saja yang tidak boleh anak lakukan.

c) Tentukan sanksi ketika anak melanggar janjinya.

Dalam penggunaan perangkat digital orang tua dan anak tentu harus menyepakati aturan serta sanksi yang akan anak patuhi agar anak paham hal apa yang boleh ia lakukan dan hal apa yang tidak boleh ia lakukan. Hal ini dilakukan orang tua agar anak mampu menyikapi, memahami serta bertanggung jawab atas apa yang hendak ia kerjakan dan apa yang hendak ia tinggalkan.

d) Jelaskan alasan ditetapkannya peraturan.

Setelah aturan dan sanksi disepakati tentu orang tua harus menjelaskan kepada anak alasan mengapa peraturan itu ditetapkan, ini bertujuan agar anak bertanggung jawab.

Sebagai orang tua perlu mempertimbangkan apakah peraturan yang ditetapkan tidak membebani anak, hal yang ditakuti ketika anak tidak paham dengan peraturan dan sanksi disepakati sehingga anak tidak menjalankan hal yang seharusnya yang ia lakukan nantinya.

e) Berbagilah pengalaman tentang perangkat digital dengan anak.

Dalam dunia digital yang terus beruabah, orang tua harus senantiasa mengawasi perangkat digital anak secara rutin. Dalam hal ini orang tua tidak hanya mengawasi dan anak melaporkan apa yang mereka lakukan melainkan juga diiringi dengan suasana obrolan. Dengan obrolan orang tua tentu anak merasa tenang dan nyaman ketika hal apa yang dilakukan anak. Dengan begitu anak juga tidak ragu untuk menceritakan hal apa yang ia dapatkan dari perangkat digitalnya. Jika terjalin hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak kemungkinan besar sudah dikatakan berhasilnya digital parenting.

Untuk berbagi pengalaman tentunya orang tua harus paham dan memperluas pengetahuan tentang perangkat digital. Dengan kata lain orang tua harus mencoba perangkat digital untuk mencari informasi dan setelah orang tua menguasai informasi yang didaptkan tentu juga dapat disampaikan kepada anak dan ikuti anak.

f) Libatkan seluruh anggota keluarga.

Digital parenting akan berhasil jika semua anggota keluarga terlibat dan berpartisipasi dalam menyepakati dan

menjalankan peraturan saat menggunakan perangkat digital.

Mereka adalah ayah, ibu, kakak dan adik. Hal ini agar oang tua tidak merasa terbebani dan takut jika anak dititipkan atau ditinggal bersama kakek dan nenek atau dengna pengasuh tentunya. Karena hal demikian sudah diketahui oleh semua pihal hal apa yang harus anak lakukan dan hal apa yang tidak boleh anak lakukan serta kapan waktu menggunakan juga berapa lama anak bisa menggunakan perangkat digitalnya.

g) Mintalah Bantuan Psikiater Jika Orang tua Tidak Bisa Mengatasinya.

Pemakaian yang berlebihan dan kecanduan memiliki arti yang berbeda. Dalam pemakaian yang berlebihan orang tua masih bisa menyikapi anak dengan digital parenting, namun jika anak sudah sampai ke tingkat kecanduan tentu orang tua perlu minta bantuan kepada pihak yang bisa mengatasinya yaitu psikiater. Karena tingkat pemakaian yang berlebihan jika tidak dapat diatasi orang tua tentu juga akan meminta bantuan psikiater juga.

Namun sebelum hal itu terjadi jagalah anak agar tidak dipengaruhi hal-hal negatif yang merugikan pertumbuhan dan perkembangannya.

Selanjutnya Herlina, dkk (2018: 20-22) menjabarkan beberapa prinsip umum pengasuhan digital yaitu: norma, dampak teknologi, dampak pesan, masalah sensitif, contoh perilaku. Dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Norma

Setiap keluarga memiliki prinsip norma yang berbeda-beda. Misalnya, keluarga muslim, akan memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan keluarga kristen. Begitu juga keluarga jawa berbeda dengan keluarga batak. Jadi setiap orang tua harus menentukan nilai-nilai dasar dari

keluarga sebelum mengasuh anak sehingga ada batasan-batasan yang harus dipatuhi anak baik atau buruk tergantung dengan nilai keluarga.

b) Dampak teknologi

Dampak teknologi saat ini sangat merugikan kesehatan. Bayi dan balita merupakan kelompok usia yang rentan karena kekuatan tubuhnya yang sangat rendah.

Menatap perangkat digital yang terus-menerus mengakibatkan kerusakan pada mata, kesalahan posisi tubuh ketika menggunakan perangkat digital. Pada umumnya orang yang menggunakan perangkat digital malas bergerak sehingga berakibatkan obesitas atau perlambatan pertumbuhan.

c) Dampak pesan

Dampak pesan digital akan mempengaruhi pandangan dan pola berpikir penggunanya. Misalnya, ketika seseorang yang melihat tayangan yang berisikan konten sedih yang mengacu pada keputus asaan. Konten seperti ini tidak dapat diperlihatkan kepada anak karena membuat kekacauan pada perkemabangan otak anak.

d) Maslaah sensitif

Dalam penggunaan perangkat digital tentu ada beberapa masalah sensitif terkait konten digital misalnya, keamanan privasi, keyakinan diri, kekerasan, pornografi dan penipuan. Dari hal itu orang tua harus menyembunyikan identitas anak dari publik agar anak merasa aman dan tidak ada yang membuat keberadaannya tidak nyaman. Dengan kata lain orang tua hal ini dilakukan agar tidak merugikan perkembangan dan pertumbuhan anak. Jika orang tua tidak memperhatikan hal tersebut

sangat diragukan jika anak mendapatkan posisi aman dan nyamannya.

e) Contoh perilaku

Orang tua harus memberikan contoh perilaku cara menggunakan perangkat digital pada anak karena anak usia dini rentan kepada sifat meniru. Hal ini bertujuan agar anak tidak terjerumus ke hal-hal negatif karena orang tua adalah suri tauladan yang bisa ditiru anak. Kemudian orang tua harus memilihkan waktu yang tepat untuk anak menggunakan perangkat digital agar tidak mengganggu tugas perkembangan anak.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, tentu memudahkan orang tua dalam melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang merupakan pendidik utama dalam keluarga, menjaga anak dari kekerasan dunia digital. Memberikan pengawasan saja tanpa perlindungan belum memberikan kenyaman hidup kepada anak, orang tua harus bekerjasama dengan keluarga lainnya saat menerapkan digital parenting untuk anak.

3) Digital Parenting Sesuai Usia Anak

Pada dasarnya dalam digital parenting orang tua tentu harus memperhatikan hal apa yang seharusnya ia lakukan sesuai tingkat usia anak, karena hal yang ditakuti adalah ketika anak sudah bisa mengakses perangkat digital dan melihat konten yang seharusnya belum dilihat pada seusianya. Dalam digital parenting orang tua harus tahu terlebih dahulu berapa usia anak dan kemudian memperhatikan hal apa yang harus orang tua lakukan untuk anak, karena anak-anak memiliki karakteristik dan perekmbangan yang berbeda berdasarkan usianya. Dari hal tersebut jika dapat dijalani dengan baik, baru

bisa dikatakan orang tua telah menerapkan digital parenting untuk anak.

Dari hal tersebut Shin, (2014: 209-215) memaparkan beberapa pendekatan digital parenting berbeda-beda sesuai usia anak, yaitu:

a) Minimumkan waktu penggunaan perangkat digital pada anak usia batita.

Apapun alasannya, jangan sampai anak balita anda mengenal perangkat digital. Jika dia mengenal perangkat itu sejak dini, perkembagan otaknya akan menjadi tidak proporsional, hal itu akan menimbulkan dampak negatif.

Oleh karena itu, seharusnya anak diarahkan pada berbagai aktivitas yang mampu membuat fungsi panca inderanya berkembang melalui pengalaman secara langsung.

b) Bicarakan tentang perangkat digital secara terbuka pada anak usia sekolah.

Sangat penting untuk menentukan batasan waktu dan situs yang dibuka kepada anak usia 6-9 tahun ketika sang anak menggunakan perangkat digital. Anda harus selalu memperhatikan situs apa saja yang dibukanya dan game apa saja yang dimainkannya. Jika dia melewati batas waktu yang telah ditentukan atau membuka situs yang tidak sesuai untuk usianya, anda harus menerapkan sanksi yang tegas.

Jika anak sudah berumur 10-12 tahun, dia akan bisa memahami tentang manfaat teknologi digital dan risikonya karena dia telah memiliki kemampuan kognitif yang baik.

Oleh karena itu, jika anak menggunakan perangkat digital dengan bijak, hidup akan terasa lebih menyenangkan.

Namun, jika anak tidak bisa menggunakannya dengan bijak, dia akan menjadi orang gagal atau tersangkut kasus kejahatan. Bicarakanlah hal-hal tersebut sesering mungkin bersama anak dengan pikiran terbuka.

Tak lepas dari tahapan balita dan usia sekolah saja, seiring perkembangan zaman tentunya anak akan tiba pada tahapan usia remaja, dimana pada tahapan ini anak harus ekstra ketat dijaga orang tua agar anak tidak salah dalam melakukan sesuatu hal terutama salah dalam menggunakan perangkat digital yang akan mengancam keselamatan

mereka. Hal yang harus diketahui dan dipahami orang tua pada usia remaja, yaitu sebagai berikut:

c) Jangan lepaskan perhatian anda setelah memberikan kebebasan pada anak remaja anda.

c) Jangan lepaskan perhatian anda setelah memberikan kebebasan pada anak remaja anda.

Dokumen terkait