• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh: NURHAFIZAH NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini. Oleh: NURHAFIZAH NIM"

Copied!
94
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1)

Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini

Oleh:

NURHAFIZAH NIM 15300900037

JURUSAN PENDIDIKAN ISLAM ANAK USIA DINI FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI BATUSANGKAR

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i (IAIN) Batusangkar.

Penelitian ini dilatar belakangi kurang pahamnya orang tua tentang digital parenting, adanya pengaruh positif dan negatif dalam penggunaan perangkat digital pada anak, dan belum terlihatnya bentuk pendampingan orang tua dalam penggunaan perangkat digital pada anak. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana pemahaman orang tua tentang digital parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota.

Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kuantitatif dengan metode survey. Dalam penelitian ini populasinya adalah seluruh orang tua yang memiliki anak usia 4-6 tahun di Nagari Banja Loweh yang berjumlah 120 orang.

Sampel penelitian adalah sebanyak 60 orang tua yang diambil dari masing-masing jorong, namun ada 11 kuesioner diantaranya tidak lengkap jawaban responden yang menjadikan jumlah data yang dapat diolah berjumlah 49 kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemahaman orang tua berada pada kategori paham dengan jumlah 48 orang tua (98.0%), yang terlihat dari hasil masing-masing aspek mengenai pemahaman orang tua tentang digital parenting sesuai usia anak berada pada kategori sangat paham berjumlah 30 orang tua (61.2%), sementara itu yang berada pada kategori paham yaitu perangkat digital membuat otak tidak bisa berfikir berjumlah 45 orang tua (91.8%), selanjutnya kiat-kiat sukses orang tua menerapkan digital parenting berjumlah 35 Orang tua (71.4%), terkahir prinsip digital parenting berjumlah 29 orang tua (59.2%). Dari persentase tersebut ditunjukkan dengan hasil pengamatan bahwa orang tua mengetahui digital parenting di Nagari Banja Loweh karena orang tua mengikut sertakan anak pada lembaga PAUD yang memudahkan orang tua dapat bekerja sama dengan guru dan juga orang tua lainnya serta dengan adanya dukungan program posyandu yang memudahkan orang tua untuk saling berbagi informasi terkait pengasuhan anak di era digital.

Kata Kunci : Digital Parenting, Pemahaman Orang tua

(6)

ii

melimpahkan rahmat dan karunia kepada peneliti sehingga dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pemahaman Orang Tua Tentang Digital Parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan”. Selanjutnya shalawat beserta salam dimohonkan kepada Allah Swt semoga selalu tercurah pada junjungan umat yaitu baginda Nabi Muhammad Saw, Allahumma Shali ‘Ala Muhammad Wa’ala Ali Muhammad.

Skripsi ini ditulis untuk melengkapi syarat-syarat dan tugas untuk mencapai gelar Sarjana Pendidikan (S.Pd) pada Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar.

Dalam membahas dan menyelesaikan skripsi ini peneliti menemui berbagai bentuk kesulitan, namun berkat bantuan, bimbingan serta motivasi dari berbagai pihak baik bantuan moril maupun materil, sehingga semua kendala dan kesulitan yang peneliti temui dapat diselesaikan dengan baik, oleh karena itu pada kesempatan ini peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Terima kasih peneliti ucapkan kepada Rektor IAIN Batusangkar Bapak Dr.

Kasmuri, MA, selanjutnya kepada Dekan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Bapak Dr. Sirajul Munir, M. Pd. dan Ketua Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini Ibunda Elis Komalasari, M. Pd yang selalu memudahkan segala urusan dalam penyelesaian skripsi ini, tidak terlupakan kepada Bapak/ Ibu dosen yang telah mendidik peneliti tanpa pernah merasa bosan. Terima kasih juga kepada Kepala Perpustakaan IAIN Batusangkar dan staf yang telah memberikan fasilitas berupa buku-buku untuk penyelesaian skripsi ini.

2. Terima kasih peneliti ucapkan kepada Ibunda Dr. Wahidah Fitriani, MA selaku pembimbing I, dan Ibunda Elis Komalasari, M. Pd selaku pembimbing

(7)

iii

memberikan bimbingan dan saran kepada peneliti.

4. Terima kasih juga peneliti sampaikan kepada Ibunda Dra. Desmita, M.Si selaku Penguji I sekaligus validator dan Ibunda Meliana Sari, M.Pd selaku penguji II.

5. Teristimewa kepada kepada orang tua, Ayahanda Afrizal dan Ibunda Syafnindra Ningsih yang menjadi motivasi tersendiri bagi peneliti serta adinda Mohamad Hafiz dan Lailatun Najwa, Pak Uo, Mak Ibu, Uncu, Pak Etek dan Mak Ecek, Ante serta sepupu (Aulia Rahma Dilla, Mohammad Faizd, Mohammad Nazif, Uzli Fathul Jannah dan Arsy Hilma Fadilah) dan Atuak Aswar Efendi, S.Pd, Ummi Irmayeni, S.Pd dan keluarga besar peneliti yang selalu memberikan dukungan dan semangat kepada peneliti, moril maupun materil, serta do’a beliau yang membuat peneliti bisa seperti sekarang ini, dan bisa menyelesaikan penelitian skripsi ini dengan baik.

6. Terima kasih kepada sahabat terbaikku Nia Ifrila, Rezi Lestya, Sintya Melan Sari, Siti Afifah dan Rezza Puspita Irwan yang sudah bersedia menemani peneliti dan juga terima kasih kepada sahabat terbaikku Yullyani Santosa, Helfya Rosdi, SE, Silvia Windy Putri, Saskia Utami, Asih Nurjana, Amd. T dan Tiwi Irwan Sari, Amd. T selalu memotivasi serta berbagi cerita suka dan duka sampai akhir peneliti bisa menyelesaikan skripsi ini.

7. Terima kasih kepada teman-teman angkatan 2015 Jurusan Pendidikan Islam Anak Usia Dini yang telah memberikan berbagai bantuan, terkhususnya untuk keluarga besar PIAUD B.

8. Terima kasih teman-teman bimbingan yang sudah saling membantu dan memotivasi peneliti hingga peneliti dapat menyelesaikan skripsi ini terkhusus yang selalu nyinyir kepada peneliti Meilani Wulandari, Fadhilatul Hasnah dan Nelfa Yanti.

(8)
(9)

v PERSETUJUAN PEMBIMBING

HALAMAN PENGESAHAN TIM PENGUJI BIODATA PENULIS

HALAMAN PERSEMBAHAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI... v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR BAGAN... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah...1

B. Identifikasi Masalah ...8

C. Batasan Masalah...8

D. Rumusan Masalah ...8

E. Tujuan Penelitian...8

F. Manfaat dan Luaran Penelitian ...9

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori...10

1. Pemahaman ...10

2. Orang Tua... 12

3. Digital Parenting ...13

B. Kajian Penelitian yang Relevan ...33

C. Kerangka Berpikir ...35

(10)

vi

1. Populasi ...39

2. Sampel ...39

D. Definisi Operasional ...40

E. Pengembangan Instrumen...41

1. Validitas ...41

2. Uji Reliabilitas...43

F. Teknik Pengumpulan Data ...44

G. Teknik Analisis Data...48

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi data...50

D. Pembahasan...72

BAB IV PENUTUP A. Simpulan ... 78

B. Implikasi... 78

C. Saran...79

DAFTAR PUSTAKA ... 80

LAMPIRAN... 82

(11)

vii

3.1 Populasi Penelitian...39 3.2 Sampel Penelitian...40 3.3 Skor Pernyataan Skala Pemahaman Orang tua tentang Digital

Parenting...45 3.4 Kisi-kisi Instrumen Penelitian Skala Pemahaman Orang tua tentang

Digital Parenting ...46 3.5 Klasifikasi Skor Pemahaman Orang tua tentang Digital Parenting ...48 4.1 Deskripsi Data Hasil Penelitian...50 4.2 Hasil Data Penelitian Pemahaman Orang tua tentang Perangkat

Digital membuat Otak Tidak bisa Berfikir...52 4.3 Kategorisasi data Pemahaman Orang tua tentang Perangkat

Digital Membuat Otak Tidak Bisa Berfikir...53 4.4 Hasil Data Penelitian Pemahaman Orang tua tentang Prinsip

digital Parenting ...56 4.5 Kategorisasi data Pemahaman Orang tua tentang Prinsip Digtial

Parenting...58 4.6 Hasil Data Penelitian Pemahaman Orang tua tentang Digital

Parenting sesuai Usia Anak ...60 4.7 Kategorisasi Data Pemahaman Orang tua tentang Digital

Parenting Sesuai Usia Anak ...62 4.8 Hasil Data Penelitian Pemahaman Orang tua tentang Kiat-kiat

Sukses Orang tua Menerapkan Digital Parenting...64 4.9 Kategorisasi Data Pemahaman Orang tua tentnag Kiat-kiat

Sukses Orang tua Menerapkan digital parenting...66 4.10 Hasil Data Penelitian Pemahaman Orang tua tentang Digital

Parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan ...69 4.11 Kategorisasi Data Pemahaman Orang tua tentang Digital

Parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan ...70

(12)

viii

(13)

ix

4.2 Grafik Pemahaman Orang tua tentang Prinsip DigitalPparenting...59 4.3 Grafik Pemahaman Orang tua tentang Digital Parenting sesuai

Usia Anak ...63 4.4 Grafik Pemahaman Orang tua tentang Kiat-kiat Sukses Orang tua

menerpakan Digital Parenting ...68 4.5 Grafik Pemahaman Orang tua tentang Digital Parenting di Nagari

Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan ...72

(14)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Kemajuan zaman di bidang teknologi pada abad ke 21 semakin berkembang dengan pesat, salah satunya di Indonesia. Perkembangan teknologi yang muncul dengan berbagai penemuan tentu merupakan bukti bahwa daya pikir masyarakat dan pola perilaku manusia semakin maju dan berkembang yang salah satunya tentu mempengaruhi berbagai aspek kehidupan mulai dari anak-anak sampai orang dewasa atau orang tua.

Zaman yang serba canggih atau era digital ini tentu mempengaruhi pemahaman orang tua dalam mendidik anak. Orang tua harus memahami pola pengasuhan dalam mendidik anak agar anak tidak terjerumus ke hal negatif yang merugikan kehidupan anaknya. Pola pengasuhan pada era digital ini yang sering disebut dengan digital parenting. Menurut Shin (2014: 187) digital parenting adalah pola asuh yang sesuai dengan kebiasaannya menggunakan perangkat digital.

Dari hal di atas terlihat bahwa digital parenting merupakan gaya pengasuhan orang tua dengan mempertimbangkan tingkat usia dan tahapan yang dimiliki anak terkait penggunaan perangkat digital. Selanjutnya hal yang sama dijelaskan Palupi (2015: 49) mengatakan digital parenting atau pengasuhan digital adalah memberikan batasan yang jelas kepada anak tentang hal-hal yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan pada saat menggunakan perangkat digital.

Dari pemaparan di atas terlihat bahwa digital parenting merupakan pola pengasuhan orang tua dalam mendidik, mengawasi, dan memberikan perlindugan kepada anak terkait hal apa saja yang boleh dilakukan dengan perangkat digitaln. Hal tersebut tentu terlihat bahwa anak dapat dijaga dengan baik, jika seandainya anak tidak mendapatkan perlindungan atau pengawasaan yang efektif tentu orang tua belum berhasil dalam sebuah digital parenting atau pengasuhan digital. Perangkat digital yang dapat

1

(15)

digunakan anak misalnya, televisi, komputer, smartphone atau perangkat digital lainnya.

Penggunaan smartphone di kalangan anak-anak saat ini cukup mengkhawatirkan, karena ada berbagai macam yang dapat diakses anak- anak dari smartphone misalnya konten yang dilihat oleh anak, durasi atau waktu penggunaan anak sesuai tingkat usia yang seharusnya, dan juga perlu ada batasan yang diberikan orang tua saat anak mempergunakan perangkat digital mereka agar tumbuh dan kembang anak tidak terganggu.

Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan Puspita &

Asma (2016: 72) yang menyimpulkan bahwa:

Pengaruh penggunaan gadget terhadap personal sosial anak usia pra sekolah di TK IT Al Mukmin cenderung ke arah yang positif yaitu sebanyak 71%. Hal ini disebabkan karena dari gadget anak dapat mengikuti pembelajaran seperti menghafal Al-Qur‟an, mengetahui kosakata bahasa Inggris, anak juga merasa terbantu dalam membaca ataupun menghafal, gadget juga dapat dijadikan sarana hiburan bagi anak, serta kecerdasan anak terasah saat ia dapat menyelesaikan suatu tahapan game yang lebih tinggi dari sebelumnya. Selain dampak positif yang ditimbulkan gadget, sebanyak 29% dari responden menyatakan gadget juga memiliki dampak negatif bagi anak-anak mereka, seperti halnya anak cenderung pendiam di depan orang yang tidak dikenal, anak lebih senang memainkan gadgetnya daripada bermain dengan temannya, anak terkadang menirukan adegan kekerasan yang ada di game, anak bersikap acuh bila sudah di depan gadgetnya, dan lain-lain.

Dari hal di atas terlihat bahwa gadget memfasilitasi berbagai macam fitur untuk anak misalnya dapat bermain, menonton video animasi dan lain-lain. Ada juga konten yang bersifat edukatif seperti anak dapat menguasai kosakata baru, seperti bahasa Inggris dan menghafal Al- Qur’an. Namun, terkadang dengan kesenangan anak mengakses perangkat digital membuat orang tua khawatir akan pengaruhnya bagi anak, baik itu pengaruh negatif maupun positif yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak. Maka dari itu, pada era digital tentu orang tua harus memperhatikan pola pengasuhan yang terbaik untuk anak, agar anak

(16)

tidak terjerumus ke hal-hal negatif yang mengancam keselamatan pertumbuhan dan perkembangannya.

Dalam buku Shin (2014) terdapat berbagai macam pembahasan tentang cara mendidik anak di era digital, adapun pembahasan digital parenting itu adalah: 1) perangkat digital membuat otak tidak bisa berpikir, 2) prinsip digital parenting, 3) digital parenting sesuai dengan usia anak, 4) kiat-kiat orang tua sukses menerapkan digital parenting.

Berdasarkan macam-macam pembahasan di atas terlihat bahwa dalam digital parenting tentu orang tua harus mempertimbangkan hal apa saja yang boleh anak lakukan seperti halnya mempertimbangkan apakah perangkat digital tidak merusak otak anak. Dalam menjalankan digital parenting tentunya memiliki prinsip sebagai dasar pencapaian digital parenting dan juga ada batasan-batasan yang dapat dilakukan orang tua sesuai tingkat usia dan perkembangan yang dimiliki anak. Selanjutnya agar tercapainya dan terwujudnya digital parenting tentu ada pedoman dan acuan dalam menyukseskan sebuah digital parenting yaitu kiat-kiat dalam menerapkan digital parenting. Maka dari itu sangat perlu pengawasan serta pendampingan bagi anak saat menggunakan perangkat digital.

Dalam Kemendikbud (2016: 13) dijelaskan bahwa perangkat digital dapat mempengaruhi kesehatan anak, masalah tidur pada anak, kesulitan konsentrasi pada anak, menurunnya prestasi pada anak, gangguan perkembangan fisik, gangguan perkembangan sosial, gangguan perkembangan otak dan menunda perkembangan bahasa anak. Dari hal di atas terlihat jelas bahwa perangkat digital memberikan pengaruh yang sangat signifikan terhadap tumbuh dan kembang pada anak, jadi orang tua harus cerdas dalam memfasilitasi anak dengan perangkat digital.

Selain pendapat di atas, hal yang sama juga diungkapkan Rachman dalam Alia dan Irwansyah (2018: 72) yang menyatakan dampak negatif dari penggunaan perangkat digital lainnya yaitu tidak ada privacy, memungkinkan pengambilan data pribadi, predator anak, cyber bullying,

(17)

dan adanya masalah pornografi, kekerasan, atau penanaman nilai negatif pada anak.

Dari hasil di atas terlihat bahwa orang tua harus cerdas, cepat tanggap dalam menyikapi kehadiran dan memberikan fasilitas perangat digital kepada anak, hal ini dilakukan orang tua tentu agar anak tidak terjerumus ke hal-hal negatif yang merugikan masa depan anak. Selain dampak negatif, tentu juga ada hal positif yang dapat diambil dari teknologi digital.

Susanto dalam Alia dan Irwansyah (2018: 72) menjelaskan bahwa terdapat dampak positif teknologi digital diantaranya yaitu dapat menambah wawasan anak, anak dapat membangun relasi, memperbanyak teman tanpa harus dibatasi jarak dan waktu, dapat memudahkan anak dalam mencari dan mengetahui informasi, anak dapat menggunakan sebuah teknologi perangkat lunak pendidikan, menjadi sebuah solusi bagi orang tua yang mengahadapi seorang anak yang bosan belajar, membangun kreatifitas anak, dan teknologi membuat seorang anak jauh lebih fasih dengan teknologi, terutama teknologi informasi.

Dari hal di atas terlihat bahwa selain hal negatif perangkat digital tentu memberikan hal positif bagi anak, misalnya perangkat digital merupakan sumber belajar untuk anak, anak dapat membangun imajinasi serta kreatif dengan melihat hal-hal baru dari perangkat digital.

Terlepas dari hal negatif dan hal positif dengan kehadiran perangkat digital dalam dunia anak saat ini, tentu juga tidak lepas dari bimbingan dan pengawasan dari orang tua. Orang tua merupakan tempat pertama bagi anak untuk berproses dalam kehidupan awalnya, dan keluarga juga memiliki peran penting dan sangat berpengaruh terhadap pendidikan bagi anak. Dengan demikian terlihat jelas bahwa saat ini dengan kehadiran perangkat digital orang tua perlu memberikan bentuk pengawasan dan pendampingan untuk anak, agar siap dalam menghadapi dunia mereka.

Dalam Kemendikbud (2016: 18) memaparkan bentuk pendampingan untuk anak dalam menggunakan perangkat digital salah satunya anak usia 4-6 tahun diantaranya yaitu orang tua perlu menambah pengetahuannya terkait penggunaan perangkat digital,

(18)

mengarahkan anak dalam penggunaan perangkat digital ataupun media digital dengan jelas, mengimbangi waktu menggunakan media digital dengan interaksi di dunia nyata, meminjamkan anak perangkat digital sesuai keperluan, pilihkan program/ aplikasi positif, mendampingi dan mengingatkan interaksi, gunakan perangkat digital dengan bijaksana, aktifitas dunia maya, telusuri aktivitasi anak di dunia maya.

Dari hal di atas terlihat bahwa bentuk pendampingan untuk anak dalam mengakses perangkat digital perlu dilakukan dan perlu dipahami bagi orang tua, agar anak tidak salah menggunakan perangkat digital.

Bentuk pendampingan orang tua dapat dilihat dari pemahamannya yang dapat disesuaikan dengan tahapan perkembangan anak. Adapun salah satu tahapan penggunaan perangkat digital sesuai usia dan tahapan perkembangan yaitu usia 4-6 tahun.

Kemendikbud (2016: 29) memaparkan penggunaan media digital sesuai usia dan tahapan perkembangan anak diantaranya yaitu memiliki kesepakatan bersama yang dipahami dan dijalani anak, memonitor pelaksanaannya, konsisten menerapkan konsekuensi atas pelanggaran dan memberikan apresiasi atas keberhasilan anak dalam menjalankan kesepakatan, memanfaatkan program/ aplikasi yang mendidik terkait dengan kesiapan sekolah seperti pengenalan huruf, angka, dan pengetahuan dasar, selanjutnya memanfaatkan program/ aplikasi yang mengajarkan perilaku berteman serta menghargai perbedaan dan keanekaragaman yang ada, kemudian membahas persamaan dan perbedaan anak dengan tokoh favorit yang dilihat melalui media, dengan tujuan meningkatkan keterampilan membedakan hal yang buruk dan yang baik.

Dari hal di atas terlihat bahwa pendampingan orang tua berperan penting dalam perkembangan anak khususnya anak usia di bawah enam tahun. Salah satu upaya yang dilakukan orang tua dalam menghadapi dunia digital tentu memberikan pengawasan dan pendampingan untuk anak. Dari pendampingan tersebut, orang tua dapat mengawasi dan mengarahkan anak ketika mengakses dan mendapat hal positif bagi anak untuk menggunakan perangkat digital secara baik sesuai dengan usia dan tahapan perkembangannya.

(19)

Fenomena yang peneliti lihat mulai dari akhir tahun 2018 sampai awal tahun 2019 pada umumnya orang tua dan anak di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota merupakan pengguna aktif perangkat digital. Tidak jarang orang tua memiliki televisi, smartphone di rumah, sehingga anak dengan leluasa dapat menggunakan alat-alat digital tersebut. Terkadang orang tua yang sibuk bekerja cenderung membuat anak tidak dapat diperhatikan hal apa saja yang anak lakukan dengan perangkat digital, ada juga orang tua yang tidak paham cara menggunakan perangkat digital untuk anak. Sehingganya anak lebih mendapatkan pengaruh negatif dari alat-alat digital yang diaksesnya.

Bahkan juga terlihat dari sikap anak yang lebih cenderung memiliki sifat memberontak ketika ditegur.

Dari hasil pengamatan peneliti pada anak yang berinisial UFJ berusia 6 tahun di Jorong Tabek yang merupakan salah satu Jorong yang berada di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota. UFJ sudah mampu menggunakan perangkat digital sendiri misalnya, UFJ sudah bisa menghidupkan televisi sendiri yang suka melihat film kartun dan menggunakan smarthphone milik kakak nya dengan sesuka hati serta UFJ tidak sungkan untuk meminjam smartphone milik orang lain seperti milik paman, atau saudara lainnya. Dari smartphone UFJ bisa bermain game, terkadang UFJ bisa membuka youtube dan melihat konten yang merupakan konten yang belum bisa dilihat pada usianya. Bahkan ketika UFJ dipanggil orang tua atau temannya ia tidak mendengar bahkan tidak melihat, harus dipanggil berulang kali baru ia melihat orang tersebut. Ketika UFJ ditegur untuk berhenti menggunakan smartphone ia sering memberontak dan bahkan marah dengan orang yang menegur. Karena hal tersebut terlihat bahwa orang yang menegurnya hanya mengganggu kesenangannya saja.

Kemudian peneliti mewawancarai beberapa orang tua yaitu WN dan AR (16/ 03/ 2019). Menanyakan apa alasan orang tua memberikan dan mengenalkan perangkat digital pada anak usia dini juga apa dampak positif

(20)

dan negatif perangkat digital? Dan ibu WN menjawab karena beliau sibuk bekerja membantu suami dalam mencari kebutuhan hidup dan biaya pendidikan anak, sehingga tidak terlalu mengawasi apa yang dilakukan anak dengan smarthpone dan televisi. Terkait penggunaan smartphone beliau tidak memahami cara guna smartphone, dari smartphone anak ibu WN sering bermain game dan tidak memperdulikan untuk bermain dengan teman-temannya.

Selanjutnya ibu AR memberikan dan mengenalkan perangkat digital kepada anak bertujuan untuk membantu anak dalam pertumbuhan dan perkembangan yang dimiliki anak. Misalnya dari smartphone ibu AR memfasilitasi anak dengan video edukatif dan permainan-permainan yang merangsang tumbuh kembang anak. Namun beliau juga menyadari akibat penggunaan perangkat digital yang berlebihan tentu akan mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan anak.

Dari fenomena tersebut terlihat bahwa orang tua memiliki cara tersendiri dalam memberikan dan memfasilitasi perangkat digital kepada anak. Orang tua juga belum mengetahui secara mendalam dampak negatif dan positif dari penggunaan perangkat digital tersebut. Maka dari itu, pola pengasuhan orang tua perlu didalami terkait cara mendampingi anak agar anak dapat diawasi dan tidak terjerumus ke hal negatif serta dapat memberikan aturan-aturan dalam menggunakan perangkat digital pada anak sesuai dengan usia dan perkembanganya.

Berdasarkan teori dan fenomena di atas, peneliti tertarik melakukan penelitian tentang “Pemahaman Orang Tua tentang Digital Parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota”.

(21)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan wawancara dan pengamatan, masalah yang teridentifikasi yaitu :

1. Pemahaman orang tua mengenai pola pengasuhan di era digital atau digital parenting.

2. Adanya pengaruh pengaruh positif maupun pengaruh negatif dalam penggunaan perangkat digital.

3. Belum terlihatnya bentuk pendampingan orang tua dalam penggunaan perangkat digital pada anak.

C. Batasan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka peneliti membatasi masalah penelitian pada pemahaman orang tua tentang digital parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota.

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah secara umum penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana pemahaman orang tua tentang digital parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota?

E. Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui bagaimana pemahaman orang tua tentang digital parenting di Nagari Banja Loweh Kecamatan Bukik Barisan Kabupaten Lima Puluh Kota.

(22)

F. Manfaat dan Luaran Penelitian 1. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

a. Manfaat Teoritis

Menambah pengetahuan yang berhubungan dengan pengasuhan, dan pentingnya pemahaman orang tua di era digital terutama dalam pendampingan penggunaan perangkat digital pada anak usia dini.

b. Manfaat Praktis 1) Bagi Orangtua

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan untuk orang tua dalam mengasuh anak, terutama tentang penggunaan perangkat digital pada anak usia dini.

2) Bagi Masyarakat

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah infomasi dan pengetahuan masyarakat mengenai penggunaan perangkat digital pada anak usia dini.

2. Luaran penelitian

Luaran penelitian merupakan target yang ingin dicapai dari sebuah penelitian. Adapun target yang ingin dicapai dari temuan penelitian ini yaitu menjadi artikel yang dapat diterbitkan pada jurnal ilmiah.

(23)

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pemahaman

a. Definisi Pemahaman

Kemampuan seseorang untuk mengerti atau memahami sesuatu setelah sesuatu itu diketahui dan diingat, Sudijono (2007:

50). Sedangkan menurut Bloom dalam Rusman (2017: 131-132) pemahaman (comprehension) yaitu jenjang kemampuan yang menuntut peserta didik untuk memahami guru dan dapat memanfaatkannya tanpa harus menghubungkannya dengan hal-hal lain. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa pemahaman merupakan cara, perbuatan, dan proses seseorang dalam memahami atau memahamkan sesuatu yang dapat dimanfaatkan sesuai keadaan dan kondisinya.

Sementara itu, dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008:

1103) pemahaman adalah perihal menguasai atau mengerti, memahami. Selanjutnya Ngalim, (2013: 44) menyatakan bahwa pemahaman atau komprehensi adalah tingkatan kemampuan sesorang yang diharapkan mampu memahami arti atau konsep, situasi, serta fakta yang diketahuinya. Dari pemaparan di atas terlihat bahwa seseorang yang dikatakan memahami sesuatu apabila seseorang memahami sesuatu dengan proses mengkontruksi makna dari pengajaran dan sumber-sumber belajar lainnya.

Berdasarkan pengertian di atas dapat dipahami bahwa pemahaman merupakan kemampuan, perbuatan, proses seseorang memahami atau memahamkan sesuatu yang dapat dimaknai dari pesan-pesan atau dari sesuatu informasi yang dilihat dan diingatnya sehingga mampu disampaikan kembali. Seseorang dikatakan

10

(24)

paham ketika ia mampu menerima informasi dan mampu untuk di sampaikan untuk orang lain.

b. Tingkatan Pemahaman

Pemahaman merupakan salah satu acuan kompetensi yang dimiliki seseorang dalam memahami sesuatu. Dalam setiap proses memahami tentu setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Menurut Daryanto (2005: 106) kemampuan pemahaman berdasarkan tingkat kepekaan dan derajat penyerapan materi dapat dijabarkan ke dalam tiga tingkatan, yaitu:

1) Menerjemahkan (translation). Pengertian menerjemahkan bukan hanya berarti pengalihan arti dari bahasa yang satu ke dalam bahasa yang lain. Tetapi dapat berarti dari konsepsi abstrak menjadi suatu model simbolik untuk mempermudah orang dalam mempelajarinya.

2) Menafsirkan (interpretation). Kemampuan ini lebih luas daripada menerjemahkan. Hal ini merupakan kemampuan untuk mengenal dan memahami. Menafsirkan dapat dilakukan dengan cara menghubungkan pengetahuan yang lalu dengan pengetahuan yang diperoleh berikutnya, menghubungkan antara grafik dengan kondisi yang dijabarkan sebenarnya, serta membedakan yang pokok dan tidak pokok dalam pembahasan.

3) Mengekstrapolasi (extrapolation). Berbeda dari menerjemahkan dan menafsirkan, tetapi lebih tinggi sifatnya karena menuntut kemampuan intelektual yang lebih tinggi sehingga seseorang dituntut untuk bisa melihat sesuatu yang tertulis.

Jadi, dari pemaparan di atas terlihat bahwa pemahaman memiliki 3 tingkatan yaitu, menerjemahkan (translation) yang mengartikan bahwa kemampuan sesorang dalam mengalihkan satu bahasa ke bahasa lain, menafsirkan (interpretation) kemampuan ini lebih tinggi dari menerjemahkan karena kemampuan ini merupakan kemampuan untuk mengenal atau memahami. Kemudian, mengekstrapolasi (extrapolation) yang mana mengartikan kemampuan yang lebih tinggi dari kemampuan menerjemahkan dan menafsirkan karena kemampuan ini bersifat untuk menuntut

(25)

intelektual sehingga seseorang dapat mempraktikkan dari hal yang mereka ketahui.

Sementara itu, Ngalim (2013: 44), pemahaman atau komprehensi juga dibedakan menjadi tiga tingkatan, yaitu:

1) Komprehensi terjemahan seperti dapat menjelaskan arti Bhineka Tunggal Ika dan dapat menjelaskan fungsi hijau daun bagi suatu tanaman.

2) Komprehensi penafsiran seperti dapat menghubungkan bagian-bagian terdahulu dengan yang diketahui berikutnya, dapat menghubungkan beberapa bagian dari grafik dengan kejadian atau dapat membedakan yang pokok dari yang bukan pokok.

3) Komprehensi ekstrapolasi, seseorang diharapkan mampu melihat dibalik yang tertulis, atau dapat membuat ramalan tentang konsekuensi sesuatu, atau dapat memperluas persepsinya dalam arti waktu, dimensi, kasus, atau masalahnya.

2. Orang Tua

Orang tua adalah ayah dan ibu yang menjaga, mengasuh dan merawat kita. Dalam Kamus Bahasa Indonesia (2008: 1092) orang tua adalah ayah, ibu kandung. Sedangkan menurut Drajat (2014: 35) orang tua merupakan pendidik utama dan pertama bagi anak-anak mereka, karena dari merekalah anak mula-mula menerima pendidikan.

Dari pemaparan di atas terlihat bahwa orang tua adalah ayah dan ibu kandung serta pendidik pertama bagi awal kehidupan anak yang membantu dalam pertumbuhan dan perkembangan anak, serta menjadi peran penting dalam memberikan pendidikan, nilai moral juga membantu anak dalam menemukan jati diri mereka.

Berdasarkan dari uraian di atas pemahaman orang tua merupakan suatu kemampuan yang dimiliki orang tua yaitu ayah dan ibu untuk memahami sesuatu yang didapatkan atau yang diingatnya untuk dapat menafsirkan kembali apa yang ia pahami dan kemudian dapat disampaikan atau dilakukan dalam kehidupan sehari-hari.

(26)

3. Digital Parenting

a. Pengertian Digital Parenting

Perkembangan teknologi yang semakin maju dari zaman ke zaman dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tampak mempengaruhi berbagai kalangan dalam kehidupan yang salah satunya tumbuh dan berkembang pada kehidupan anak-anak. Kemajuan teknologi tentu menghadirkan berbagai teknologi canggih mulai dari televisi hingga komputer, smartphone, dan perangkat tablet digital dengan berbagai aplikasi. Kehadiran teknologi pada kehidupan anak-anak tentu memberikan kekhawatiran terhadap orang tua yang mempengaruhi hal negatif maupun hal positif dalam tumbuh kembang anak.

Dalam hal ini shin (2014: 187) menjelaskan digital parenting adalah pola asuh yang sesuai dengan kebiasaannya menggunakan perangkat digital. Dari hal tersebut terlihat bahwa digital parenting merupakan gaya pengasuhan orang tua dalam mendidik anak pada era digital yang memiliki gaya masing-masing sesuai kepekaan, bakat, dan minat anak agar terbentuknya kepribadian yang sesuai dengan tumbuh dan kembang anak.

Selanjutnya Palupi (2015: 49) mengatakan digital parenting atau pengasuhan digital adalah memberikan batasan yang jelas kepada anak tentang hal-hal yang boleh maupun yang tidak boleh dilakukan pada saat menggunakan perangkat digital. Adapun yang harus dilakukan orang tua terhadap anak dalam pengasuhan digital atau digital parenting adalah sebagai berikut:

1) Meningkatkan dan memperbaharui wawasan tentang internet dan gadget.

2) Jika di rumah ada internet, posisikan di ruang keluarga dan siapa yang dapat melihat apa yang dilakukan anak dalam mengakses internet.

3) Membatasi waktu pada anak dalam menggunakan gadget dan internet.

(27)

4) Memberikan pemahaman dan kesadaran bersama akan dampak negative dari internet dan atau gadget

5) Secara tegas melarang sesegera mungkin jika ada yang tidak pantas ditonton.

6) Menjalin komunikasi yang terbuka dua arah dengan anak-anak.

Dari hal tersebut terlihat bahwa digital parenting adalah batasan-batasan yang diberikan orang tua kepada anak dalam menggunakan perangkat digital. Orang tua harus mengawasi anak dalam menggunakan perangkat digital dan anak dapat mengunakan perangkat digital sesuai tahapan usia dan perekambangannya. Dalam menggunakan perangkat digital anak harus diawasi dan dikontrol orang tua agar anak tidak melanggar kesepakatan yang sudah disepakati dan dijalani anak. Digital parenting tidak dapat dipisahkan dengan pola asuh orang tua. Menurut Baumrind dalam Muallifah (2009: 42) pola asuh adalah:

Pada prinsipnya merupakan parental control, yakni bagaimana orang tua mengontrol, membimbing, dan mendampingi anak-anaknya untuk melaksanakan tugas-tugas perkembangan menuju pada proses pendewasaan.

Sejalan dengan itu, Monks dkk dalam Ilahi (2013: 134) memberikan pengertian pola asuh sebagai cara orang tua, yaitu ayah dan ibu dalam memberikan kasih sayang dan cara mengasuh yang mempunyai pengaruh yang besar bagaimana anak melihat dirinya dan lingkungannya. Dari hal di atas terlihat bahwa pola asuh merupakan cara orang tua yaitu ayah dan ibu dalam memberikan pengasuhan kepada anak dengan cara memimbing, mendampingi serta mengontrol aktifitas anak dalam menggunakan perangkat digital agar anak tidak terjerumus ke hal negatif.

(28)

Menurut Yayasan Kita dan Buah Hati (YKBH) dan American Psychiatric Association dalam Kemenpppa (2017: 27), memaparkan durasi anak bermain game dikelompokkan berdasarkan usia anak, yaitu sebagai berikut:

Tabel 2.1

Saran Durasi Bermain Game Pada Anak

Usia Anak Durasi bermain gadget

0– 2 tahun Tidak boleh main gadget

3– 6 tahun 10– 20 menit/ per hari

7– 10 tahun 20– 60 menit/ per hari 11– 12 tahun Maksimal 2 jam/ per hari

Sumber : Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia

b. Digital Parenting bagi Orang tua Bijak

Orang tua yang bijak tentu mampu memahami dan mendampingi anak dalam melalui masanya yaitu era digital dengan artian orang tua membimbing serta mengontrol anak agar anak berkembang sesuai tugas perkembangannya yang disebut dengan digital parenting. Dalam buku mendidik anak di era digital, shin (2014: 134–223) membahas beberapa bahasan terkait digital parenting sebagai berikut:

1) Perangkat Digital Membuat Otak Tidak Bisa Berfikir Perangkat digital yang dimiliki orang tua dan dapat diakses anak tentu orang tua perlu menguasai cara membimbing, memberikan perhatian serta pengawasan terhadap aktivitas dunia anak. Perangkat digital yang diakses anak terlalu dini akan menyebabkan daya pikir anak dan kreatifitas anak terhambat sehingganya anak tidak dapat berkembang sesuai tahapan usia dan perkembangannya.

(29)

Menurut Shin (2014: 134-151) menjelaskan perangkat digital membuat otak anak tidak bisa berfikir serta berpengaruh terhadap perkembangan otak anak yaitu sebagai berikut:

a) Usia empat tahun, daya pikir dan kreativitas anak masih terbatas.

Otak anak mampu menyerap pelajaran sejak dia berusia empat tahun, namun usia ini bukanlah usia harus memulai belajar formal. Usia paling kreatif dalam hidup manusia adalah 4-6 tahun. Misalnya orang-orang dewasa melihat kursi, mereka tidak memikirkan hal lain selain menganggap kursi sebagai alat untuk. Namun anak-anak usia 4-6 tahun akan membuat tenda dengan menjungkir balikkan kursi itu dan juga membuat tangga dengan menyusun semua kursi secara berdempetan. Anak menggunakan logika yang ego-sentris daripada berpikir objektif dan logis. Dengan begitu, anak menciptakan imajinasi menyenangkan tanpa batas. Namun itu hanya terjadi jika anak berinteraksi dengan orang lain. Meski perangkat digital bisa memberitahukan berbagai jawaban, perangkat digital itu tidak bisa membimbing anak untuk berpikir secara dalam.

Dalam hal ini tentu orang tua harus menanamkan pemahaman positif pada anak ini bertujuan supaya anak mampu memaksimalkan daya menalar dan kreativitasnya sebagai tahapan yang sangat menyenangkan.

b) Usia tujuh tahun, daya konsentrasi anak menurun akibat multi-tasking.

Salah satu karakteristik perangkat digital adalah mendorong anak melakukan multi tasking (melakukan beberapa hal sekaligus). Tanpa sadar anak telah melakukan berbagai pekerjaan di saat bersamaan, walaupun dia sendiri

(30)

tidak ingin melakukannya. Kelemahan pengajaran melalui perangkat digital adalah mudahnya mengakses perangkat digital tersebut sehingga menjadikannya jalan pintas.

Misalnya anak ingin mencari tahu informasi tentang roket yang menjadi topik tugas sekolahnya.

Jadi pada dasarnya dalam multi-tasking merupakan sesuatu hal yang dilakukan ketika mengakses perangkat digital yang akan menjadi penghambat perkembangan daya konsentrasi anak sehingga otak anak tidak menyerap pelajaran dengan baik.

c) Usia sembilan tahun, tersingkirnya dunia buku yang sunyi.

Sejak anak usia 9-10 tahun, tidak berlebihan jika kemampuan berpikir abstrak menjadi standar kemampuan belajar dan kematangan anak. Namun, meski kemampuan berpikir anak berkembang, buku tetap bisa memberikan manfaat bagus bagi anak, tidak ada orang yang menyangkal ini. Jika anak kecanduan perangkat digital, dia pasti menjauhi buku. Mereka tidak akan sempat membaca buku akibat kecanduan perangkat itu. Akibatnya kemampuan abstrak anak menjadi tidak berkembang. Lingkaran setan it uterus berlanjut dan membuatnya tidak merasakan adanya kesenangan terhadap buku. Oleh karena itu kemampuan berpikir abstrak mereka perlahan-lahan melemah. Dampak yang ditimbulkan sangat mengkhawatirkan oleh perangkat digital pada anak-anak.

Kehadiran perangkat digital membuat anak menjadi manja melakukan segala hal salah satunya buku. Kehadiran perangkat digital merupakan pengahalang dan menyingkirkan anak dengan dunia buku. Anak lebih memilih perangkat digitalnya dibandingkan buku yang mereka miliki.

(31)

d) Trik memori menjadi sulit dilakukan di masa remaja.

Trik memori menentukan nilai ujian dan rangking anak di masa remaja. Untuk memahami defenisi “trik memori” kita harus tahu tentang jangka waktu memori manusia. Memori manusia terbagi menjadi memori sesaat, memori jangka pendek, dan memori jangka panjang. Lama waktu memori sesaat adalah 20-30 detik, adakalanya terjadi dalam beberapa menit. Memori jangka pendek adalah memori yang terus berlangsung selama beberapa hari.

Memori jangka panjang adalah memori yang bertahan lama dan dapat digunakan setiap hari kita membutuhkannya.

Belajar menggunakan perangkat digital hanya akan menyisakan memori sesaat atau memori jangka pendek karena anak tidak membutuhkan improvisasi dalam menyerap informasi yang ada. Anak terbiasa belajar dengan perangkat digital secara instan. Perangkat digital akan menghalangi kesempatan anak untuk menjadi siswa terbaik di sekolah.

Kehadiran perangkat digital pada dunia anak tentu memberikan hal negatif maupun hal positif tentunya, ini terlihat bahwa anak dapat memanfaatkan perangkat digital dalam proses belajarnya. Hal tersebut membuktikan bahwa perangkat digital memanjakan anak saat belajar sehingga menghalangi anak untuk dapat belajar mandiri dan menjadi siswa terbaik di sekolah.

e) Ada masalah jika anak tidak mau bermain bersama teman- temannya karena perangkat digital.

Merasa senang melihat wajah anak yang bermain bersama teman-temannya dengan gembira. Mereka selalu penuh tawa, walaupun tidak beristirahat dan badan mereka berkeringat. Anak yang senang bermain tentu memiliki jiwa

(32)

dan raga yang sehat. Merupakan fakta yang telah sangat diketahui dan diakui siapapun. Anak yang bergerak, bermain dengan gembira dan aktif, akan berdampak positif pada kemampuan belajarnya. Namun ada yang mengatakan anak saya merasa sangat senang ketika bermain game. Jika beraktivitas fisik, tubuhnya akan menghasilkan hormon serotonin.

Saat bermain game anak tentu akan merasa senang karena tubuhnya menghasilkan hormon dopamin. Anak- anak yang kecanduan game selalu mencari hal-hal baru baru yang provokatif. Oleh karena itu masa depan anak- anak pantas dicemaskan karena kecanduan perangkat digital. Anak-anak akan melewatkan pengalaman- pengalaman berharga yang bisa membantu mereka tumbuh secara normal.

Jadi pada dasarnya hormon-hormon memiliki karakteristik yang berbeda. Hormon serotonim merupakan hormon bahagia yang dihasilkan tubuh secara konstan, sedangkan hormon dopamin merupakan hormon bahagia yang jangka waktunya sangat singkat. Jadi terlihat bahwa kehadiran perangkat digital pada dunia anak memberikan suatu kebahagian dan kesenangan namun itu hanya bersifat sementara yang menjadi hiburan.

Berdasarkan pemaparan di atas terlihat bahwa dalam penggunaan perangkat digital tentunya orang tua harus memperhatikan hal negatif yang membuat otak anak tidak bisa berfikir, seperti contohnya hal negatif perangkat digital dapat membatasi daya pikir dan kreatifitas yang dimiliki anak, menurunnya daya konsentrasi anak akibat multi-tasking, menjauhi anak dari dunia buku karena mereka dimanjakan dengan gadget nya, dan trik memori yang sulit dilakukan

(33)

dimasa remaja bahkan adanya masalah jika tidak mau bermain bersama teman-temannya karena perangkat digital. Maka dari itu orang tua harus memahami dan memperhatikan hal negatif yang merugikan anak.

2) Prinsip Digital Parenting

Pada dasarnya digital parenting adalah bagaiamana orang tua bisa mampu membimbing, mendampingi dan mengasuh serta mengawasi anak dalam menggunakan perangkat digital agar anak tidak terjerumus kehal-hal negatif. Semua orang tua tentu menginginkan anaknya tumbuh dan kembang dengan baik dan optimal, bahkan orang tua pasti menginginkan anaknya menjadi kebanggaan mereka. Maka dari itu, tentu ada prinsip- prinsip digital parenting bagi orang tua agar mampu memberikan pengasuhan yang baik kepada anak.

Menurut Shin (2014: 193-206) ada tujuh prinsip digital parenting yang harus diketahui orang tua bijak, yaitu:

a) Yang terpenting bukan “Apa” jenisnya, melainkan “Kapan”

perlu memberikannya.

b) Kualitas lebih penting dari pada kuantitas c) Tentukan sanksi ketika anak melanggar janjinya d) Jelaskan alasan ditetapkannya peraturan

e) Berbagilah pengalaman tentang perangkat digital dengan anak

f) Libatkan seluruh anggota keluarga

g) Mintalah Bantuan Psikiater Jika Orang tua Tidak Bisa Mengatasinya

Dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Yang terpenting bukan “Apa” jenisnya, melainkan “Kapan”

perlu memberikannya.

Saat mengenal perangkat digital salah satu faktor terpenting adalah “kapan” orang tua bisa memulainya.

Namun, banyak ibu yang lebih tertarik pada “jenis, harga atau merek” apa yang sebaiknya diberikan untuk untuk anak ketimbang memikirkan “kapan” perlu memberikan

(34)

anak perangkat digital. Jadi pada dasarnya anak yang sudah terlahir sudah mengenal perangkat digital tentu sebagai orang tua perlu mempertimbangkan bagaimana menerapkan digital parenting yang baik kepada anak dengan arti lain orang tua perlu memikirkan kapan waktu yang baik seharusnya anak difasilitasi perangkat digital agar anak lebih siap mengikuti zaman sesuai usia dan tahap perkembangannya.

b) Kualitas lebih penting dari pada kuantitas.

Hal awal yang bisa orang tua lakukan adalah menentukan peraturan yang jelas tentang “Waktu” yang tepat. Ini dilakukan agar anak tidak terjerumus ke hal kecanduan dengan arti kata anak harus dipilihkan waktu yang tepat dan membuat peraturan terkait dalam penggunaan pperangkat digital supaya anak tidak keranjingan dan tidak mengenal waktu ketika menggunakan perangkat digital. Kemudian orang tua perlu bijak dalam menyikapi hal apa saja yang hendak anak lakukan.

Maksudnya, orang tua harus bijak dan tegas hal apa saja yang boleh anak lakukan dan hal apa saja yang tidak boleh anak lakukan.

c) Tentukan sanksi ketika anak melanggar janjinya.

Dalam penggunaan perangkat digital orang tua dan anak tentu harus menyepakati aturan serta sanksi yang akan anak patuhi agar anak paham hal apa yang boleh ia lakukan dan hal apa yang tidak boleh ia lakukan. Hal ini dilakukan orang tua agar anak mampu menyikapi, memahami serta bertanggung jawab atas apa yang hendak ia kerjakan dan apa yang hendak ia tinggalkan.

(35)

d) Jelaskan alasan ditetapkannya peraturan.

Setelah aturan dan sanksi disepakati tentu orang tua harus menjelaskan kepada anak alasan mengapa peraturan itu ditetapkan, ini bertujuan agar anak bertanggung jawab.

Sebagai orang tua perlu mempertimbangkan apakah peraturan yang ditetapkan tidak membebani anak, hal yang ditakuti ketika anak tidak paham dengan peraturan dan sanksi disepakati sehingga anak tidak menjalankan hal yang seharusnya yang ia lakukan nantinya.

e) Berbagilah pengalaman tentang perangkat digital dengan anak.

Dalam dunia digital yang terus beruabah, orang tua harus senantiasa mengawasi perangkat digital anak secara rutin. Dalam hal ini orang tua tidak hanya mengawasi dan anak melaporkan apa yang mereka lakukan melainkan juga diiringi dengan suasana obrolan. Dengan obrolan orang tua tentu anak merasa tenang dan nyaman ketika hal apa yang dilakukan anak. Dengan begitu anak juga tidak ragu untuk menceritakan hal apa yang ia dapatkan dari perangkat digitalnya. Jika terjalin hubungan komunikasi yang baik antara orang tua dan anak kemungkinan besar sudah dikatakan berhasilnya digital parenting.

Untuk berbagi pengalaman tentunya orang tua harus paham dan memperluas pengetahuan tentang perangkat digital. Dengan kata lain orang tua harus mencoba perangkat digital untuk mencari informasi dan setelah orang tua menguasai informasi yang didaptkan tentu juga dapat disampaikan kepada anak dan ikuti anak.

f) Libatkan seluruh anggota keluarga.

Digital parenting akan berhasil jika semua anggota keluarga terlibat dan berpartisipasi dalam menyepakati dan

(36)

menjalankan peraturan saat menggunakan perangkat digital.

Mereka adalah ayah, ibu, kakak dan adik. Hal ini agar oang tua tidak merasa terbebani dan takut jika anak dititipkan atau ditinggal bersama kakek dan nenek atau dengna pengasuh tentunya. Karena hal demikian sudah diketahui oleh semua pihal hal apa yang harus anak lakukan dan hal apa yang tidak boleh anak lakukan serta kapan waktu menggunakan juga berapa lama anak bisa menggunakan perangkat digitalnya.

g) Mintalah Bantuan Psikiater Jika Orang tua Tidak Bisa Mengatasinya.

Pemakaian yang berlebihan dan kecanduan memiliki arti yang berbeda. Dalam pemakaian yang berlebihan orang tua masih bisa menyikapi anak dengan digital parenting, namun jika anak sudah sampai ke tingkat kecanduan tentu orang tua perlu minta bantuan kepada pihak yang bisa mengatasinya yaitu psikiater. Karena tingkat pemakaian yang berlebihan jika tidak dapat diatasi orang tua tentu juga akan meminta bantuan psikiater juga.

Namun sebelum hal itu terjadi jagalah anak agar tidak dipengaruhi hal-hal negatif yang merugikan pertumbuhan dan perkembangannya.

Selanjutnya Herlina, dkk (2018: 20-22) menjabarkan beberapa prinsip umum pengasuhan digital yaitu: norma, dampak teknologi, dampak pesan, masalah sensitif, contoh perilaku. Dengan penjelasan sebagai berikut:

a) Norma

Setiap keluarga memiliki prinsip norma yang berbeda-beda. Misalnya, keluarga muslim, akan memiliki nilai-nilai yang berbeda dengan keluarga kristen. Begitu juga keluarga jawa berbeda dengan keluarga batak. Jadi setiap orang tua harus menentukan nilai-nilai dasar dari

(37)

keluarga sebelum mengasuh anak sehingga ada batasan- batasan yang harus dipatuhi anak baik atau buruk tergantung dengan nilai keluarga.

b) Dampak teknologi

Dampak teknologi saat ini sangat merugikan kesehatan. Bayi dan balita merupakan kelompok usia yang rentan karena kekuatan tubuhnya yang sangat rendah.

Menatap perangkat digital yang terus-menerus mengakibatkan kerusakan pada mata, kesalahan posisi tubuh ketika menggunakan perangkat digital. Pada umumnya orang yang menggunakan perangkat digital malas bergerak sehingga berakibatkan obesitas atau perlambatan pertumbuhan.

c) Dampak pesan

Dampak pesan digital akan mempengaruhi pandangan dan pola berpikir penggunanya. Misalnya, ketika seseorang yang melihat tayangan yang berisikan konten sedih yang mengacu pada keputus asaan. Konten seperti ini tidak dapat diperlihatkan kepada anak karena membuat kekacauan pada perkemabangan otak anak.

d) Maslaah sensitif

Dalam penggunaan perangkat digital tentu ada beberapa masalah sensitif terkait konten digital misalnya, keamanan privasi, keyakinan diri, kekerasan, pornografi dan penipuan. Dari hal itu orang tua harus menyembunyikan identitas anak dari publik agar anak merasa aman dan tidak ada yang membuat keberadaannya tidak nyaman. Dengan kata lain orang tua hal ini dilakukan agar tidak merugikan perkembangan dan pertumbuhan anak. Jika orang tua tidak memperhatikan hal tersebut

(38)

sangat diragukan jika anak mendapatkan posisi aman dan nyamannya.

e) Contoh perilaku

Orang tua harus memberikan contoh perilaku cara menggunakan perangkat digital pada anak karena anak usia dini rentan kepada sifat meniru. Hal ini bertujuan agar anak tidak terjerumus ke hal-hal negatif karena orang tua adalah suri tauladan yang bisa ditiru anak. Kemudian orang tua harus memilihkan waktu yang tepat untuk anak menggunakan perangkat digital agar tidak mengganggu tugas perkembangan anak.

Berdasarkan prinsip-prinsip di atas, tentu memudahkan orang tua dalam melaksanakan tugasnya sebagai orang tua yang merupakan pendidik utama dalam keluarga, menjaga anak dari kekerasan dunia digital. Memberikan pengawasan saja tanpa perlindungan belum memberikan kenyaman hidup kepada anak, orang tua harus bekerjasama dengan keluarga lainnya saat menerapkan digital parenting untuk anak.

3) Digital Parenting Sesuai Usia Anak

Pada dasarnya dalam digital parenting orang tua tentu harus memperhatikan hal apa yang seharusnya ia lakukan sesuai tingkat usia anak, karena hal yang ditakuti adalah ketika anak sudah bisa mengakses perangkat digital dan melihat konten yang seharusnya belum dilihat pada seusianya. Dalam digital parenting orang tua harus tahu terlebih dahulu berapa usia anak dan kemudian memperhatikan hal apa yang harus orang tua lakukan untuk anak, karena anak-anak memiliki karakteristik dan perekmbangan yang berbeda berdasarkan usianya. Dari hal tersebut jika dapat dijalani dengan baik, baru

(39)

bisa dikatakan orang tua telah menerapkan digital parenting untuk anak.

Dari hal tersebut Shin, (2014: 209-215) memaparkan beberapa pendekatan digital parenting berbeda-beda sesuai usia anak, yaitu:

a) Minimumkan waktu penggunaan perangkat digital pada anak usia batita.

Apapun alasannya, jangan sampai anak balita anda mengenal perangkat digital. Jika dia mengenal perangkat itu sejak dini, perkembagan otaknya akan menjadi tidak proporsional, hal itu akan menimbulkan dampak negatif.

Oleh karena itu, seharusnya anak diarahkan pada berbagai aktivitas yang mampu membuat fungsi panca inderanya berkembang melalui pengalaman secara langsung.

b) Bicarakan tentang perangkat digital secara terbuka pada anak usia sekolah.

Sangat penting untuk menentukan batasan waktu dan situs yang dibuka kepada anak usia 6-9 tahun ketika sang anak menggunakan perangkat digital. Anda harus selalu memperhatikan situs apa saja yang dibukanya dan game apa saja yang dimainkannya. Jika dia melewati batas waktu yang telah ditentukan atau membuka situs yang tidak sesuai untuk usianya, anda harus menerapkan sanksi yang tegas.

Jika anak sudah berumur 10-12 tahun, dia akan bisa memahami tentang manfaat teknologi digital dan risikonya karena dia telah memiliki kemampuan kognitif yang baik.

Oleh karena itu, jika anak menggunakan perangkat digital dengan bijak, hidup akan terasa lebih menyenangkan.

Namun, jika anak tidak bisa menggunakannya dengan bijak, dia akan menjadi orang gagal atau tersangkut kasus kejahatan. Bicarakanlah hal-hal tersebut sesering mungkin bersama anak dengan pikiran terbuka.

Tak lepas dari tahapan balita dan usia sekolah saja, seiring perkembangan zaman tentunya anak akan tiba pada tahapan usia remaja, dimana pada tahapan ini anak harus ekstra ketat dijaga orang tua agar anak tidak salah dalam melakukan sesuatu hal terutama salah dalam menggunakan perangkat digital yang akan mengancam keselamatan

(40)

mereka. Hal yang harus diketahui dan dipahami orang tua pada usia remaja, yaitu sebagai berikut:

c) Jangan lepaskan perhatian anda setelah memberikan kebebasan pada anak remaja anda.

Di usia ini, anda harus mendorong anak agar dia bisa berbuat dengan penuh tanggung jawab ketimbang memberinya perintah dan aturan. Sebaiknya anda terus mengawasinya ketika anda telah memberinya kebebasan.

Anda tidak boleh mengatur dan bersikap terlalu protektif.

Anda harus selalu menunjukkan perhatian kepada anak melalui obrolan yang nyaman. Seandainya anda yang keliru, anda perlu mendiskusikan hal itu dengannya dan berupaya memperbaikinya bersama-sama. Terlebih lagi saat anda harus mengobrol secara langsung tentang tema-tema sulit, seperti pornografi, seks, dan kekerasan online. Anda juga harus perlu membahas masalah-masalah terkait plagiatisme dan unduhan ilegal dengannya. Agar bisa mengawasi anak secara rutin, sebaiknya anda memberikan syarat ketika membelikannya komputer ataupun ponsel cerdas. Tentu anda tidak bisa memaksanya jika anak nolak syarat tersebut.

Berdasarkan pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa orang tua harus mengetahui atau memahami setiap tahapan usia dan tahapan perkembangan anak dalam penggunaan perangkat digital, karena anak belum menegerti sepenuhnya dari perangkat digital. Dengan adanya kontrol dan bimbingan orang tua tentu anak tidak akan salah dalam menggunakan perangkat digital yang memebrikan bahaya atau ancaman dalam setiap pertumbuhan dan perkembanganya.

Selanjutnya, hal yang sama Kemendikbud (2016: 26-34) menguraikan tahapan usia dan tahapan perkembangan anak dalam menggunakan perangkat digital yaitu, sebagai berikut:

a) Batita usia 1-3 tahun

(1) Memiliki batasan waktu tayangan pada media digital.

(2) Memanfaatkan media digital dalam bentuk audio untuk menambah kosa kata, angka, dan lagu.

(41)

(3) Memanfaatkan program/ aplikasi untuk meningkatkan perilaku prososial pada anak. Misalnya sikap empati atau berbagi.

(4) Memanfaatkan informasi tentang berbagai macam orang dengan latar belakang yang berbeda untuk belajar mengenal keanekaragaman.

(5) Menghindari tayangan program media digital yang mengandung unsur kekerasan dan seksualitas.

(6) Menghindari tayangan program media digital yang menakutkan, misalnya hantu.

(7) Menghindari tayangan program media digital yang menggunakan bahasa yang tidak senonoh dan agresif karena anak dapat mengingat dan mengulanginya lagi.

(8) Menghindari tayangan iklan media digital dengan konten yang tidak tepat untuk usia anak.

(9) Mendampingi dan berinteraksi dengan orang tua/

pengasuh saat menggunakan media.

(10) Menghindari penggunaan media dan perangkat digital sebagai “pengganti peran orang tua”.

Dalam tahapan usia 1-3 tahun terlihat bahwa dalam penggunaan perangkat digital orang tua perlu memperhatikan batasan waktu yang digunakan anak, mengkaji manfaat- manfaat yang didapatkan anak dari perangkat digital mereka serta orang tua perlu memperhatikan atau menghindari anak dari bahaya atau ancaman-ancaman perangkat digital yang tidak sesuai dengan tahapan usia dan perkembangan anak.

Selanjutnya usia 4-6 tahun.

b) Usia 4-6 Tahun

(1) Memiliki kesepakatan bersama yang dipahami dan jalani anak, memonitor pelaksanaannya, konsisten menerapkan konsekuensi atas pelanggaran dan memberikan apresiasi atas keberhasilan anak dalam menjalankan kesepakatan.

(2) Memanfaatkan program/ aplikasi yang mendidik terkait dengan kesiapan sekolah. Misalnya pengenalan huruf, angka, dan pengetahuan dasar.

(3) Memanfaatkan program/ aplikasi yang mengajarkan perilaku berteman serta menghargai perbedaan dan keanekaragaman yang ada.

(4) Membahas persamaan dan perbedaan anak dengan tokoh favorit yang dilihat melalui media, dengan tujuan

(42)

meningkatkan keterampilan membedakan hal yang buruk dan yang baik.

(5) Menghindari tayangan program media digital yang sarat dengan kekerasan dan seksualitas.

(6) Menghindari program media digital yang biasa akan pengenalan dan penyimpanan gender.

(7) Menghindari program/ tayangan media digital yang menunjukkan tokohnya menyelesaikan masalah dengan kekerasan.

(8) Membimbing anak mengenal mana yang fakta dan fantasi.

Dalam penggunaan perangkat digital, anak usia 4-6 tahun seharusnya sudah mampu diajak untuk menyepakati aturan- aturan yang ada. Kemudian mengenalkan manfaat dari perangkat digital dalam membantu pertumbahan dan perkembanganya serta mengajak dan membimbing anak untuk membahas apa yang mereka ketahui. Dalam usia ini rasa ingin tahu anak sangat tinggi, maka dari itu hindari anak dari ancaman serta bahaya perangkat digital yang dimiliki. Hal ini dilakukan agar keberadaan anak tidak terancam dan dapat berkembang sesuai tahapan usia dan perkembangannya.

Selanjutnya tahapan usia 8-12 tahun.

c) Usia 8-12 Tahun

(1) Memiliki kesepakatan bersama yang dipahami dan jalani anak, memonitor pelaksanaannya, konsisten menerapkan konsekuensi atas pelanggaran dan memberikan apresiasi atas keberhasilan anak dalam menjalankan kesepakatan.

(2) Memanfaatkan program atau video yang menunjukkan berbagai pengamatan positif yang menstimulus imajinasi.

(3) Mendiskusikan perilaku baik dan tidak dari karakter di media yang mereka kenal.

(4) Diskusikan hal-hal terkait peran laki-laki dan perempuan.

(5) Menghindari tayangan program media digital yang menampilkan agresivitas, antisosial, dan perilaku negatif lainnya.

(6) Memberikan pemahaman tentang lelucon mengenai anggota tubuh.

(43)

(7) Menghindari tayangan iklan yang berlebihan terutama mengenai pola dan nutrisi makanan yang tidak sehat.

(8) Menghindari tayangan gambar atau iklan rokok.

Selanjutnya, orang tua perlu ketat dan bijak menyikapi anak karena usia selanjutnya anak akan memasuki dunia remaja, dimana usia ini anak berani untuk mencoba sesuatu hal yang didapatkan. Maka dari itu, orang tua perlu memahami hal-hal yang harus mereka lakukan untuk anaknya supaya anak tidak terjerumus pada hal-hal negatif yang membahayakan mereka.

d) Usia Remaja (12-18 Tahun)

(1) Memiliki kesepakatan bersama yang dipahami dan jalani anak, memonitor pelaksanaannya, konsisten menerapkan konsekuensi atas pelanggaran dan memberikan apresiasi atas keberhasilan anak dalam menjalankan kesepakatan.

(2) Memperkenalkan keanekaragaman ras, etnis dan situasi ekonomi.

(3) Mengajak anak berpikir kritis atas tayangan informasi dengan cara mengajukan pertanyaan seperti: “menurut kamu apa yang paling menarik dari videoini?”

(4) Memanfaatkan tayangan pada media dan perangkat digital untuk membicarakn berbagai karakter.

(5) Memanfaatkan media blogs untuk melatih anak berpikir kritis dan membimbing mereka untuk menjadi penulis, bukan hanya pembaca.

(6) Mengajak anak untuk mengeksplorasi lebih jauh minat dan bakatanya.

(7) Menghindari tayangan iklan rokok, minuman keras, dan narkoba.

(8) Menanamkan etika berkomunikasi positif di media sosial.

(9) Memperhatikan pengaturan privasi dalam media digital, khususnya media sosial.

(10) Membatasi aktifitas anak di sosial media.

Dari hal di atas terlihat bahwa pada dasarnya dalam digital orang tua harus memahami hal-hal yang seharusnya ditetapkan dan disepakati bersama anak agar anak berkembangan baik sesuai tingkat usia dan perkembangaannya serta orang tua berhasil dalam mendidik anak. Bahkan juga anak dapat

(44)

bertanggung jawab dengan apa yang ia lakukan dan berlajar utuk bertanggung jawab jika ia melanggar aturan yang sudah disepakati.

4) Kiat-kiat Sukses Orang tua Menerapkan Digital Parenting Digital parenting dapat diartikan sebagai cara atau metode yang dilakukan orang tua untuk mendidik dan mengasuh anak pada era digital. Untuk mewujudkan keinginan digital parenting yang suksesdan berhasil adalah ketika orang tua bisa bekerja sama dengan anak menciptakan suasana yang harmonis, menjalin komunikasi yang baik. Maka dari itu, orang tua harus selalu mendampingi, mengawasi anak ketika menggunakan perangkat digital. Selanjutnya orang tua dapat mempertimbangkan tahapan usia sesuai pertumbuhan dan perkembangan dalam memberikan pendekatan-pendekatan agar digital parenting dinyatakan sukses dan berhasil.

Menurut Shin (2014: 216-223) kiat-kiat sukses orang tua menerapkan digital parenting yaitu:

a) Orang tua harus berhenti mendewakan perangkat digital Perangkat digital memang mempermudah kehidupan manusia, tetapi itu harus berhenti smpai di situ. Dunia maya yang dijumpai lewat perangkat canggih semata-mata hanya dunia semu, bukan dunia yang sebenarnya. Demi berhasilnya digital parenting, orang tua harus lebih dulu meninggalkan pendewaan terhadap perangkat digital.

b) Orang tua harus mempelajari “musuh”

Orang tua sejak diterapkannya digital parenting perlu memberikan pengertian lebih sering pada anak. Namun jika orang tua terus memberikan perintah pada anak tak tentu arah, dia akan merasa kesal dan bisa melawan. Jika memberikan perintah dengan maksud dan tujuan yang jelas, memberikan ketegasan yang tepat, tetapi juga bisa menumbuhkan rasa tanggung jawab pada dirinya dan mengingatkannya tentang perhatian yang selalu orang tua berikan.

Orang tua juga perlu meluangkan waktu untuk mempelajari program pencarian yang aman agar dapat melindungi anak dari ancaman perangkat digital yang

(45)

negatif. Orang tua perlu mencari riset-riset yang ada bisa memperingatkan tentang penggunaan berbagai perangkat digital terhadap perkembangan otak dan juga dampak yang ditimbulkan. Selanjutnya orang tua harus memahami karakteristik, strategi, dan juga kelemahan musuh.

c) Orang tua harus melakukan digital clean.

Anak adalah cerminan dari orang tua. Anak cenderung meniru perilaku orang tunya, demikian orang tua harus berhati-hati dalam bertindak.

Jadi dari pemaparan di atas terlihat bahwa dalam menerpakan digital parenting tentu harus memperhatikan hal-hal yang menyukseskan digital parenting seperti halnya berhenti mendewakan perang kat digital, harus mempelajari usuh dan melakukan digital clean.

Selanjutnya Herlina, dkk (2018: 23-28) ada beberapa tindakan yang perlu dilakukan orang tua dalam mengasuh anak berhadapan media digital, yaitu:

a) Mendampingi anak mengakses gawai b) Menyeleksi konten yang sesuai untuk anak.

c) Memahami informasi yang disediakan media digital.

d) Digital untuk menemukan pola positif dan negatif.

e) Memverifikasi media digital f) Mengevaluasi konten media g) Mendistribusikan konten media

h) Meproduksi konten positif dan produktif bersama i) Berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan produktif terkait

media digital

j) Berkolaborasi menciptakan konten digital

Jadi dari pemaparan di atas terlihat bahwa orang tua harus cepat tanggap dalam mendidik, mengasuh anak agar anak terlindungi dan orang tua dapat dikatakan berhasil dalam digital parenting. memperhatikan beberapa point seperti contoh orang tua harus selalu mendampingi anak saat menggunakan perangkat digital, selalu mengawasi serta memberikan perlindungan agar anak tetap nyaman dan keberadaannya tidak terancam bahaya perangkat digital.

(46)

B. Kajian Penelitian yang Relevan

Dalam penelitian ini peneliti memaparkan beberapa hasil penelitian terdahulu terkait pemahaman orang tua tentang digital parenting.

1. Hasil penelitian Indriyani (2018) di Desa Jati Baru Kecamatan Bintang Lampung Selatan dengan tujuan penelitian untuk mengetahui persepsi orang tua mengenai gadget. Adapun jenis penelitian yang digunakan yaitu penelitian kuantitatif deskriptif, dengan analisis data yakni deskriptif persentase. Teknik pengumpulan data menggunakan kusioner yang diberikan kepada 137 orang tua yang memiliki anak usia 5-6 tahun dengan reliabilitas sebesar 0.912. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa gadget pada anak lebih banyak memberikan dampak negatif dari pada dampak positif. Orang tua sudah mengenalkan gadget saat anak berusia 0-2 tahun. Penggunaan gadget paling sering pada saat anak berusia 4-6 tahun. Sebanyak 68% anak paling sering menonton film kartun dan bermain games. Semua orang tua memberikan batasan kepada anak pada saat anak menggunakan gadget. Akan tetapi, pada kenyataannya anak dapat bermain gadget lebih dari 1 jam.

2. Hasil penelitian Al-Ayouby (2017) dengan tujuan penelitian untuk mengetahui dampak penggunaan gadget pada anak usia dini di PAUD dan TK.Handayani Bandar Lampung. Tipe penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah penelitian kualitatif. Teknik pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan random sampling. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu:

a. Terlihat anak usia dini sering menggunakan gadget pada saat kegiatan tertentu. Sehingga anak usia dini merasa terlalu senang menggunakan gadget yang dapat menimbulkan dampak positif maupun negatif.

b. Bentuk penggunaan gadget (aplikasi yang digunakan untuk menonton video animasi dan bermain game, intensitas, dan durasi

(47)

pemakaian gadget beragam tergantung dari pengawasan dan kontrol orang tua) pada anak usia dini.

c. Sebagian besar anak usia dini menggunakan gadget hanya untuk bermain game dan menonton film animasi yang seharusnya gadget dapat dipergunakan untuk media pembelajaran bagi anak usia dini.

d. Pengawasan oleh orang tua dirasakan kurang, karena sebagian besar orang tua terkesan memberikan dan tidak terlalu khawatir dengan dampak yang akan ditimbulkan dari penggunaan gadget secara terus-menerus. Orang tua harus lebih berhati-hati dalam mengawasi dan memonitoring kegiatan anak dalam menggunakan gadget sehari-hari untuk meminimalisir sisi negatif yang ditimbulkan dari penggunaan gadget tersebut, dan seharusnya gadget digunakan dan dimanfaatkan untuk hal yang positif.

Penggunaan gadget sebaiknya tidak diberikan pada anak di bawah usia 6 tahun, karena saat usia tersebut anak lebih baik diarahkan ke dalam kegiatan yang memiliki aktivitas di lingkungan agar mudah untuk bersosialisasi.

3. Penelitian Faisal, 2016, Mahasiswa Jurusan Tarbiyah Prodi PAI, dengan judul pola asuh orang tua dalam mendidik anak era digital, Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui bagaimana pola asuh orang tua dalam mendidik anak era digital. (jurnal An-Nisa’, Volume IX Nomor 2, Desember 2016). Tulisan ini mengkaji tentang pola asuh orang tua dalam mendidik anak di era digital. pola asuh atau pola interaksi antara anak dengan orang tua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti, makan, minum dan lain-lain) kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungan. Penelitian ini membahas pola asuh orang tua dalam mendidik anak era digital dengan memasukkan nilai- nilai islam didalamnya.

Gambar

Tabel 3.1 Populasi Penelitian
Tabel 3.2 Sampel Penelitian
Gambar  4.1  Grafik  Pemahaman  Orang  tua  Perangkat Digital Membuat Otak Tidak bisa Berfikir
Gambar 4.2 Grafik Pemahaman Orang tua tentang Prinsip Digital Parenting
+4

Referensi

Dokumen terkait

Salah satu hikmat utama Rasul diutus, untuk menyempurnakan akhlak tentulah tidak mungkin ditinggalkan oleh setiap pendidik maupun peserta didik, terutamanya kepada

Pada industri penggergajian kayu Akasia Kecamatan landasan ulin kotamadya Banjarbaru Kalimantan Selatan ini, bahan baku yang digunakan sangat baik dan bagus (cacat yang ada

Yaitu kemampuan siswa dalam memecahkan soal. Aktivitas siswa dalam memecahkan soal yang diberikan guru merupakan aktivitas yang penting ditekankan karena dalam

Berdasarkan rancangan penelitian, langkah-langkah dan pertimbangan guru PAI maka dalam penetapan sampel yang akan dijadikan kelas eksperimen dan kelas kontrol

Intellectual Capital merupakan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang mana ia dapat mengubah pengetahuan dari aset tak berwujud menjadi suatu yang

Adapun Indikator dan komponen kecerdasan verbal-linguistik menurut Midyawati (2017:133) menguraikan bahwa anak 1) senang berkomunikasi dengan orang lain baik dengan

Adapun yang menjadi fokus pengembangan dalam penelitian ini adalah Pengembangan media komik berbasis pendekatan scientific pada materi makanan dan minuman yang

Sejalan dengan pendapat di atas menurut Shoimin dalam Nasruddin (2015:18) menyatakan bahwa reward sebagai alat pendidikan diberikan ketika seorang anak melakukan