• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI. Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: NELLY RAHMA NIM

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI. Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika. Oleh: NELLY RAHMA NIM"

Copied!
120
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika

Oleh:

NELLY RAHMA NIM.14 105 048

JURUSAN TADRIS MATEMATIKA

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI

BATUSANGKAR

2019

(2)
(3)
(4)
(5)

i

Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar 2019.

Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. Selama proses pembelajaran berlangsung siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran matematika, siswa kurang antusias dan kurang memperhatikan guru saat menjelaskan pelajaran, siswa sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, mereka tidak bersungguh-sungguh dalam belajar matematika, bahkan ada yang hanya duduk tanpa ada buku di atas mejanya. Begitu juga dengan kemampuan koneksi matematis siswa, dalam menyelesaikan soal siswa belum mampu memahami bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren, siswa juga tidak menggunakan hubungan antara ide matematika sehingga siswa tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mendeskripsikan aktivitas belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Riview) di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Riview) dengan pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar

Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi eksperimen. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas VII MTsN 6 Tanah Datar tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari lima kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehknik Simple Random Sampling dengan cara lotting, yang terambil pertama yaitu kelas VIII.5 sebagai kelas eksperimen dan yang terambil kedua kelas VIII.3 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tes kemampuan koneksi matematis. Data yang diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus persentasi dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t.

Berdasarkan hasil analisis data, aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan model pembelajaran MURDER tergolong pada kriteria banyak. Sedangkan rata-rata gain score kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen adalah 0,74 dan rata-rata gain score kelas kontrol adalah 0,51.

Dari uji hipotesis diperoleh

diperoleh

sehingga hipotesis penelitian diterima. Jadi terdapat perbedaan peningkatan

kemampuan koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran

MURDER dengan pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar.

(6)

ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI

ABSTRAK ... i

DAFTAR ISI ... ii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi Masalah ... 9

C. Batasan Masalah ... 10

D. Rumusan Masalah ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 10

F. Manfaat Penelitian ... 11

G. Defenisi Operasional ... 11

BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 14

1. Pembelajaran Matematika ... 14

2. Model Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) ... 17

3. Aktivitas Belajar ... 22

4. Kemampuan Koneksi Matematis ... 24

5. Hubungan Model Pembelajaran MURDER dengan Aktivitas dan Kemampuan Koneksi Matematis ... 28

6. Pembelajaran Konvensional ... 36

B. Penelitian Relevan ... 37

C. Kerangka konseptual ... 39

D. Hipotesis ... 40

(7)

iii

D. Prosedur Penelitian ... 47

E. Pengembangan Instrumen... 54

F. Teknik Analisis Data ... 64

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 72

B. Analisis Data ... 76

C. Pembahasan ... 83

D. Kendala- kendala dan Solusi ... 107

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 108

B. Saran ... 108 DAFTAR KEPUSTAKAAN

LAMPIRAN

(8)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang

Dalam proses pembelajaran matematika, aktivitas siswa sangatlah penting karena pembelajaran tidak hanya memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa tetapi juga menciptakan situasi yang dapat membawa siswa aktif dan kreatif belajar untuk mencapai perubahan tingkah laku. Menurut Sanjaya (2006: 132) aktivitas belajar tidak hanya bersifat fisik tetapi juga bersifat kejiwaan. Dalam proses belajar mengajar kedua aktivitas ini berjalan bersama- sama. Berawal dari guru yang mengawali pelajaran dan siswa melakukan aktivitas.

Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 17) aktivitas diartikan sebagai

”keaktifan, kegiatan, kesibukan”. Keaktifan siswa dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sehingga peran aktif siswa dalam pembelajaran sangatlah penting.

Aktivitas belajar siswa sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, karena belajar adalah aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Selain itu aktivitas bertujuan untuk membangun pengetahuan, interaksi antar siswa, siswa dengan guru serta membangun gagasan perlu dirancang pembelajaran yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa (Adhani dalam Ningsih, 2017).

Dalam aktivitas belajar, ketika para siswa dapat menghubungkan suatu

gagasan matematis dengan gagasan matematis lainnya, maka kemampuan

mereka itu dapat dikategorikan ke dalam kemampuan koneksi (Sugiatno, dan

Rifa’at, 2009:16). Kemampuan koneksi matematis adalah salah satu

kemampuan prasyarat bagi siswa agar dapat memahami pembelajaran

matematika secara mendalam. Kemampuan koneksi matematis merupakan

kemampuan peserta didik untuk menghubungkan antar konsep dan topik

(9)

matematika, kemampuan dalam menghubungkan ide-ide matematika dengan disiplin ilmu lain dan menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari- hari. Melalui kemampuan koneksi matematis, siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.

Hal ini sesuai dengan hakikat matematika, bahwa matematika adalah ilmu yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa .

Kemampuan koneksi matematis penting dimiliki oleh siswa agar mereka mampu menghubungkan antara materi yang satu dengan materi yang lainnya. Siswa dapat memahami konsep matematika yang mereka pelajari karena mereka telah menguasai materi prasyarat yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Selain itu, jika siswa mampu mengaitkan materi yang mereka pelajari dengan pokok bahasan sebelumnya atau dengan mata pelajaran lain, maka pembelajaran matematika akan menjadi lebih bermakna (Rendya Logina Linto, 2012:83).

Siswa yang menguasai konsep matematika tidak dengan sendirinya pintar dalam mengoneksikan matematika. Dalam sebuah penelitian dihasilkan bahwa siswa sering mampu mendaftar konsep-konsep matematika yang terkait dengan masalah riil, tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan mengapa konsep tersebut digunakan dalam masalah itu, (Lembke dan Reys, 1994 dalam Bergeson, 2000: 38). Apabila siswa mampu mengaitkan ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya akan semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antar topik dalam matematika dengan topik di luar matematika, dan dengan kehidupan sehari- hari (NCTM, 2000: 64).

Berdasarkan penjelasan tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran

yang telah ditetapkan dengan baik dipengaruhi oleh keseluruhan proses atau

aktivitas selama proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa

seutuhnya dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam proses

pembelajaran guru harus mampu melibatkan aktivitas siswa secara utuh,

dengan keaktifan belajar siswa akan memiliki kemamapuan koneksi

matematika yang baik, sebagaimana Adik vedianto (2015) mengungkapkan

(10)

bahwa dalam mempelajari matematika ada hal utama yang harus dimiliki siswa yaitu keaktifan dalam belajar matematika, dengan keaktifan belajar, siswa akan memiliki kemampuan koneksi matematika sehingga pembelajaran matematika akan berhasil dengan baik.

Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di MTsN 6 Tanah Datar, selama proses pembelajaran berlangsung siswa kurang antusias untuk belajar, siswa kurang memperhatikan guru saat menjelaskan pelajaran, siswa sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, seperti bercerita dengan temannya, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, dan ada juga siswa yang tidak bersungguh-sungguh dalam belajar matematika bahkan mereka tidak peduli dengan penjelasan gurunya, dan ada yang hanya duduk tanpa ada buku satupun diatas mejanya. Ketika guru selesai menjelaskan materi dan bertanya kepada siswa seperti “sampai disini paham?, apakah masih ada yang kurang paham atau yang di ragukan?”siswa hanya cendrung diam dan menerima apa saja yang disampaikan guru tanpa ada interaksi dengan guru bahkan siswa malu untuk menanyakan materi yang belum dipahaminya itu, hanya sebagian siswa yang merespon pertanyaan dari gurunya. Kemudian peneliti bertanya kepada beberapa siswa tentang pelajaran matematika yang mereka pelajari, mereka menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan karena terlalu banyak rumus yang harus dihafal dan digunakan membuat mereka merasa jenuh, meguras pikiran dan ada juga yang mengatakan membuat sakit kepala, hal inilah yang menyebabkan siswa malas untuk mengikuti pelajaran matematika.

Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan guru mata

pelajaran matematika di MTsN 6 Tanah Datar. Informasi yang peneliti

dapatkan dari guru tersebut bahwa proses pembelajaran matematika yang

digunakan masih menjelaskan dengan metode ceramah kemudian memberikan

latihan di akhir pembelajaran untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Ketika

di suruh untuk mengumpulkan latihan pada hari itu juga banyak siswa yang

tidak mengumpulkan, padahal soal yang diberikan jumlahnya tidaklah banyak

dan tidak jauh berbeda dari contoh yang disajikan, akan tetapi masih banyak

(11)

siswa yang tidak melakukan yang diperintahkan. Selain itu guru tersebut juga mengatakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah, beliau mengatakan saat materi pelajaran telah dilanjutkan dari materi pelajaran sebelumnya siswa tersebut lupa dengan materi yang pernah dipelajari sebelumnya, ketika diberikan soal yang menuntut kemampuan koneksi matematisnya siswa kewalahan ketika menjawabnya, siswa merasa kesulitan dalam menghubungkan antara konsep yang satu dengan yang lainnya, serta mengaplikansikannya dalam kehidupan sehari-hari, padahal dalam pembelajaran matematika antara materi yang satu dengan materi yang lain memiliki keterkaitan.

Rendahnya kemampuan koneksi matematis yang dimiliki siswa berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa. Dimana hasil belajar ini tidak akan terlepas dari prestasi belajar. Nurfadhillah (Wenny, 128:2014) mengatakan bahwa setelah mengikuti serangkain proses belajar, setiap siswa akan memperoleh hasil belajar. Manifestasi dari hasil belajar ini akan berbentuk prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan sebagian hasil yang didapat oleh siswa setelah proses pembelajaran selesai. Mandur et all (2013) mengemukakan bahwa kemampuan siswa untuk melakukan koneksi matematis tergolong masih rendah, akibatnya prestasi belajar matematika siswa juga masih rendah, artinya jika kemampuan koneksi matematisnya baik maka prestasi belajar siswa juga akan ikut baik begitu juga sebaliknya. Jadi berdasarkan pendapat para ahli tersebut peneliti meyimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar.

Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan siswa dalam ulangan tengah semester 1 tergolong rendah. Persentase ketuntasan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:

Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Nilai UTS Matematika Kelas VII MTsN 6 Tanah Datar TP 2017/2018

Kelas

Jumlah Siswa

Tuntas Tidak tuntas

Jumlah % jumlah %

VII

1

34 10 29,4 14 70,5

VII

2

35 8 22,8 27 77,1

(12)

VII

3

35 15 42,8 20 57,1

VII

4

34 6 17,6 28 82,3

VII

5

36 14 38,9 22 61,1

Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih belum maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Masih banyak siswa yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah,. Selain melakukan wawancara dan pengamatan secara langsung proses pembelajaran peneliti juga memberikan soal tes untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa. Soal tes yang peneliti berikan adalah soal yang dapat mengukur kemampuan koneksi matematis yang dimiliki oleh siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Adapun bentuk soalnya adalah sebagi berikut:

1. Perhatikan gambar berikut ini !

Jika keliling persegi panjang PQST adalah 50 cm. Hitung luas bangun PQRST!

2. Ani mempunyai 2 buah taplak meja yang akan dipasang renda pada tepinya. Taplak meja pertama berbentuk persegi panjang dengan luas taplak adalah 375 dm

2

dan panjang 250 cm. Sedangkan taplak meja kedua berbentuk persegi dengan panjang sisi 10 cm lebih pendek dari lebar taplak meja pertama. Tentukan berapa meter renda minimal yang di butuhkan oleh ani!

Konsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut

adalah konsep keliling, sifat-sifat persegi panjang, konsep aljabar, konsep

substitusi dan keliling segitiga. Konsep sifat-sifat persegi panjang dan

konsep substitusi digunakan untuk menemukan nilai x dan y, setelah nilai x

dan y diketahui baru dicari luas segitiga siku-siku QRS untuk soal no 1,

sedangkan pada soal no 2 juga menggunakan sifat persegi panjang dan

persegi.

(13)

Setelah peneliti melakukan analisis terhadap lembar jawaban siswa, hanya beberapa siswa yang mampu menjawab soal dengan benar.

Sedangkan siswa yang lain hanya mampu memberikan jawaban yang mengarah pada penyelesaian yang diingikan, namun tidak mendapatkan solusi yang diharapkan. Salah satu jawaban yang dijawab oleh siswa dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar. 1.1 Lembar Jawaban Siswa

Berdasarkan jawaban siswa pada Gambar 1.1 , siswa dapat memahami

soal dengan baik, siswa dapat memahami bahwa pada bangun datar pesegi

panjang terdapat panjang dan lebar, begitu juga dengan bangun datar

segitiga terdapat alas dan tinggi. Siswa tahu apa yang harus dicari terlebih

dahulu agar luas bangun dapat diketahui. Namun pada penyelesaiannya

langkah pertama siswa lupa dengan konsep keliling segitiga, siswa malah

menuliskan luas segitiga. Siswa sudah mengetahui bahwa 2𝑥 + 7 adalah

panjang dari persegi panjang dan 3𝑥 – 2 adalah lebarnya, tapi siswa tidak

dapat mengoperasikan langkah-langkah selanjutnya, siswa tidak

menentukan nilai X terlebih dahulu. Siswa langsung memasukkan nilai

yang didapat kedalam langkah selanjutnya. Dari jawaban tersebut, siswa

belum mampu mengkoneksikan konsep-konsep yang telah dipelajari

sebelumnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siswa tidak dapat memahami

bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan mendasari

satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren.

(14)

Gambar 1.2. Lembar jawaban siswa

Pada soal no 2 merupakan soal cerita yang menuntut siswa untuk mampu mengenali dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari- hari, pada soal tersebut tidak ditampilkan gambar, namun siswa tetap membutuhkan gambar agar mampu memahami soal dengan lebih mudah.

Terlihat pada lembar jawaban siswa no 2, siswa tidak mampu membuat gambar dalam rangka membantu proses mengerjakan soal yang diberikan.

Dalam menyelesaikan permasalahan siswa belum dapat menuliskan simbol-simbol dan rumus matematika. Misalnya 𝑝 adalah panjang, 𝑙 adalah lebar, s adalah sisi, padahal soal no 2 juga masih berhubungan dengan sifat persegi panjang dan pesegi. Siswa juga tidak dapat menyimpulkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa langsung mengalikan 250 cm dengan 10 cm, tanpa menuliskan rumusnya terlebih dahulu. Seharusnya langkah pertama yang dilakukan siswa adalah dengan membuat apa yang diketahui, ditanya dan dijawab, membuat gambar, kemudian mencari lebar dari persegi panjang dan luas dari persegi yang diketahui. Langkah terakhir mencari keliling persegi panjang dan persegi yang diketahui dari gambar, sehingga siswa dapat mengetahui berapa meter renda yang dibutuhkan ani untuk 2 buah taplak mejanya dengan cara menjumlahkan keliling persegi panjang dengan keliling persegi. Hal ini terjadi karena siswa belum mampu mengkoneksikan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.

Dari lembar jawaban siswa tersebut terlihat bahwa siswa malas berfikir

untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Jadi, dapat disimpulkan

bahwa siswa tidak dapat mengenali dan menerapkan matematika dalam

kehidupan sehari-hari.

(15)

Berdasarkan analisa lembar jawaban di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat bahwa indikator kemampuan koneksi matematis yang kurang muncul dalam menjawab soal. Pertama, Siswa belum mampu memahami bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren, siswa juga tidak menggunakan hubungan antara ide matematika sehingga siswa tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.

Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru dituntut untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilatih dengan menerapkan model pembelajaran MURDER, karena model pembelajaran tipe MURDER ini siswa akan menjadi subjek dalam proses pembelajaran dan guru hanya menjadi fasilitator yang mengarahkan serta membantu siswa dalam pembelajaran, maka dari itu model pembelajaran MURDER dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran MURDER merupakan singkatan dari Mood, Uderstand, Recall, Detect, Elaborate, Review. Model pembelajaran MURDER ini dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan karena memperhatikan suasana hati siswa dan pembelajarannya yang berkelompok. Hal yang demikian dapat memancing keaktifan siswa dan menimbulkan rasa kerjasama serta rasa memahami diantara siswa. Secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas matematika siswa dalam memahami materi pelajaran dan menyelesaikan permasalahan matematika.

Sebagaimana Apongsina Masela (2016:28) mengatakan bahwa dengan

menggunakan model pembelajaran MURDER lebih banyak siswa yang aktif

karena model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini memberi

kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan pasangan dan lebih aktif

(16)

dalam proses belajar mengajar sehingga model pembelajaran MURDER ini memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar siswa.

Selain itu dengan menerapkan model pembelajaran MURDER ini juga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa melalui tahapan- tahapan yang ada. Ace Hidayat (2017:208) mengatakan bahwa model pembelajaran MURDER merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa dalam melakukan proses koneksi matematis karena model pembelajaran MURDER merupakan model yang diadaptasi dari teori psikologi kognitif, dimana asumsi dari teori ini adalah seseorang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang tertata dalam stuktur kognitifnya kemudian seseorang tersebut akan beradaptasi dengan pengetahuan baru lalu beradaptasi dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan melakukan tahapan-tahapan dari gabungan enam kata MURDER diharapkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa akan meningkat.

Berdasarkan urain tersebut peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang bertujuan agar siswa dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan koneksi matematis siswa, maka dari itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas VII MTsN 6 Tanah Datar”.

B. Identifikasi Masalah

Dari latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut :

1. Guru kurang memvariasikan model dalam pembelajaran sehingga siswa mudah bosan.

2. Kurangnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika.

3. Rendahnya Kemampuan koneksi matematis siswa

(17)

C. Batasan Masalah

Dari masalah yang diidentifikasi maka persoalan yang akan dikaji adalah aktivitas dan kemampuan koneksi matematis siswa dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review).

D. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan pembahasan masalah yang diuraikan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan, sebagai berikut:

1. Bagaimana aktivitas belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar?

2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) dengan pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar?

E. Tujuan

1. Untuk mendeskripsikan aktivitas belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review di MTsN 6 Tanah Datar.

2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran MURDER

(Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) dengan

pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar.

(18)

F. Manfaat

Observasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:

1. Bagi Peneliti

Menambah pengetahuan dan wawasan tentang model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review).

2. Bagi Siswa

a. Meningkatkan keaktifan belajar siswa

b. Dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.

c. Meningkatkan hasil belajar siswa

d. Melatih siswa untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik e. Dapat meningkatkan pemahaman siswa ketika bertukar pengetahuan

dengan teman.

3. Bagi Guru

Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.

G. Defenisi Operasional

Untuk menghindari salah pengertian tentang apa yang dimaksud dalam penelitian ini, maka peneliti mengemukakan defenisi operasional sebagai berikut:

1. Model Pembelajaran MURDER

Model pembelajaran MURDER merupakan suatu model pembelajaran dengan sistem belajar yang menggunakan sepasang anggota atau berpasangan dari kelompok yang beranggotakan empat orang dan meliputi enam tahapan yaitu mood (suasana hati), understand (pemahaman), recall (pengulangan), detect (penemuan), elaborate (penggabungan), review (pelajari kembali).

2. Aktivitas

Aktivitas siswa dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan siswa

selama proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun

(19)

aspek rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

Dalam penelitian ini hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut:

a. Listening activities (Kegiatan mendengar), kegiatan siswa mendengarkan setiap arahan dari guru, mendengarkan pasangan dyad nya saat menyampaikan hasil diskusi, dan mendengarkan siswa lain saat mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

b. Motor activities (Kegiatan motorik), kegiatan siswa dalam mengerjakan LKS.

c. Oral activities (Kegiatan lisan), siswa berani bertanya, mengeluarkan pendapat saat diskusi kelompok.

d. Emotional activities (Kegiatan emosional), siswa berani mempresentasikan LKS hasil diskusi kelompok di depan kelas

e. Visual activities (Kegiatan emosional), siswa membaca bahan ajar yang diberikan.

f. Drawing activities (Kegiatan menggambar), kemampuan siswa dalam menggambar diagram venn pada materi himpunan.

g. Mental activities (Kegiatan mental), kemampuan siswa dalam memecahkan soal.

h. Writing activities (Kegiatan menulis), adalah kemampuan siswa menulis kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

3. Kemampuan Koneksi Matematis

Kemampuan koneksi matematis adalah hubungan atau keterkaitan antar konsep matematika, konsep matematika dengan ilmu lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun indikator dari kemampuan koneksi matematis ini mengacu pada indikator sebagai berikut:

a. Mengenal keterhubungan diantara ide-ide matematika.

b. Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.

c. Menggunakan hubungan antara ide matematika.

(20)

4. Pembelajaran Konvensional

Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang beriontasi pada guru dimana siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru tanpa ada usaha untuk untuk mencari dan menggali informasi tersebut.

Pembelajaran yang di maksud dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan

pembelajaran yang dimulai dengan orientasi dan penyajian materi dengan

menggunakan metode ekspositori, dilanjutkan dengan pemberian contoh

soal yang diberikan oleh guru, kemudian diadakan tanya jawab, dan

terakhir guru memberikan latihan dan tugas terkait dengan materi

pembelajaran.

(21)

14

BAB II

KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori

1. Pembelajaran Matematika

Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama setiap siswa adalah belajar. Selanjutnya keterkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran (Wina Sanjaya, 2005:87). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembelajaran merupakan proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar (Nana Sudjana, 1989:5 ).

Menurut Hilgard dan Bower, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat, misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya. Sedangkan menurut Harold Spears “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction (belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu) (Thobroni, 2015: p.18). Sehingga belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan dari mengamati hingga mengikuti arah tertentu.

Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita lihat bahwa

pembelajaran itu merupakan hubungan antara belajar dengan mengajar,

dimana disini yang belajar adalah siswa dan yang mengajar adalah guru.

(22)

Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses perubahan baik itu perilaku dan juga mental seseorang sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai tujuan tertentu dan belajar itu juga bisa dikatakan pengalaman yang didapatkan dari suatu kejadian atau peristiwa pada suatu lingkungan yang dialaminya.

Bicara tentang matematika beberapa orang mendefinisikan matematika berdasarkan struktur matematika, pola pikir matematika, pemanfaatannya pada bidang lain dan sebagainya. Atas dasar pertimbangan itu maka ada beberapa definisi tentang matematika menurut Sri Anitah yaitu :

a. Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi.

b. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak.

c. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan- hubungan.

d. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis.

e. Matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan pada observasi (induktif) tetapi diterima generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.

f. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat ahirnya ke dalil atau teorema.

Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan

besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak

dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri (Ali

Hamzah ,dkk: 2014:47). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan

bahwa matematika merupakan cabang ilmu eksak yang diterapkan didalam

berbagai ilmu, baik itu dalam ilmu sosial, ilmu ekonomi dan bisnis, ilmu

kesehatan dan ilmu lainnya. Matematika juga dapat juga dapat mendorong

seseorang untuk menjadi seseorang yang dinamis atau aktif dan memiliki

pola pemikiran yang sistematis, logis dan kritis. Dan juga matematika itu

menjelaskan sesuatu yang abstrak maupun terdefinisi.

(23)

Menurut Tim Diknas Tujuan pembelajaran Matematika pada kurikulum Matematika adalah sebagai berikut:

a. Untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.

b. Mengembangkan aktivitas yang kreatif dan melibatkan imajinasi, intuisi dan rasa ingin tahu.

c. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.

Mengembangkan kemampuan secara lisan, catatan dan grafik atau bentuk lainnya (Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah,(Jakarta:

Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,2003).

Selain itu, tujuan pembelajaran matematika di sekolah menengah atas juga dijelaskan pada Permen No. 20 tahun 2006, yaitu:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahakan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006:46).

Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa betapa

pentingnya pembelajaran matematika ini dalam kehidupan manusia dan

itupun sudah diatur dalam peraturan pemerintah, dengan belajar

matematika seseorang dilatih bagaimana berfikir kritis, sistematis, jujur

serta dituntut teliti, sehingga dengan adanya latihan seperti itu

memudahkan siswa dalam menghadapi berbagai macam masalah atau

(24)

perubahan yang ada dalam kehidupan dan juga belajar matematika ini juga bermanfaat bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang lainnya.

2. Model Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect,

Elaborate, Riview)

a. Pengertian Model Pembelajaran MURDER

Model pembelajaran MURDER merupakan suatu model pembelajaran dengan sistem belajar yang menggunakan sepasang anggota atau berpasangan dari kelompok yang beranggotakan empat orang dan meliputi enam tahapan yaitu mood (suasana hati), understand (pemahaman), recall (pengulangan), detect (penemuan), elaborate (penggabungan), review (pelajari kembali). Model ini menekankan kerjasama yang baik dan keaktifan siswa sebagai individu dalam kegiatan belajar mengajar dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri, memaknai materi dan memahaminya secara mendalam dalam kegiatan diskusi sehingga diperoleh pengalaman belajar dan hasil belajar yang maksimal (Ismail, 2013).

Partadjaya (2012) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe MURDER menggunakan sepasang dyad. Dyad adalah pertemuan antara dua orang yang berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Menurut Santyasa (2009) kelebihan model ini adalah menekankan pentingnya kemampuan berbahasa atau keterampilan verbal siswa dalam mengulang dan merekonstruksi informasi dan ide suatu materi pembelajaran, untuk dipahami dan dijadikan sebagai miliknya dan mampu kembali dikomunikasikan dengan baik secara verbal.

MURDER terdiri dari enam kata yaitu Mood, Understand,

Recall, Detect, Elaborate, dan Review. Pembelajaran MURDER

pertama kali dimunculkan oleh Dansereau et al pada tahun 1979

sebagai salah satu bentuk pembelajaran kooperatif (Lambiotte, Judith

et al, 1987). Mood berarti menetapkan pola pikir dan suasana hati

(25)

yang positif untuk belajar, understand berarti memahami apa yang sedang dipelajari, recall berarti memanggil kembali pengetahuan yang telah diingat, detect berarti memeriksa kembali kebenaran dan menemukan kesalahannya, elaborate berarti mengelaborasi pengetahuan, dan review berarti mengulas kembali apa yang telah dikerjakan. Pembelajaran MURDER dapat membangun motivasi siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri melalui kegiatan memaknai materi dan berdiskusi (Hasanah, U & Kartono, 2016).

b. Langkah-langkah Model Pembelajaran MURDER

Model pembelajaran MURDER diperkenalkan oleh Hythecker, Danserau, dan Rocklin pada tahun 1979. Pembelajaran kooperatif murder menggunakan sepasang anggota dyad (pasangan dua orang) dari kelompok beranggotakan 4 orang dan memiliki 6 langkah (McCafferty, et al., 2006), yaitu :

1) Susana hati (mood), mengatur susana hati yang dapat dilakukan dengan cara relaksasi dan berfokus pada tugas belajar. kedua anggota dyad menetapkan suasana santai namun terarah sebelum memulai pekerjaan mereka. Untuk langkah ini diperlukan sikap saling memahami satu sama lain, sikap saling menghormati dan saling menerima, sehingga kedua siswa dapat menjalani pembelajaran dengan senang hati. Selain itu, dengan upaya meningkatkan motivasi siswa untuk belajar atau dengan melakukan hal yang menarik untuk membuat siswa penasaran.

2) Pemahamaan (understand), kedua anggota dyad membaca dan memahami bagian materi dengan membacanya secara perlahan.

Kedua siswa akan membaca bagian materi secara sendiri-sendiri.

3) Pengulangan (recall), slaah satu anggota dyad (yang telah

disepakati oleh kedua anggota dyad) menerangkan secara verbal

tentang apa yang telah dipahaminya pada langkah-langkah

(26)

understand dan menyimpulkan tentang ide-ide utama masalah , dan pasangannya dengan seksama.

4) Pendeteksian (detect) yang dilakukan oleh anggota dyad yang lain terhadap munculnya kesalahan atau kealpaan catatan. Anggota dyad yang berada pada posisi sebagai pendengar pada langkah recall akan mencocokkan kesimpulan dari pasangannya dengan pemahamannya sendiri (yang dilakukannya pada langkah understand) kemudian mencoba mendeteksi hal-hal apa saja yang dirasanya kurang atau salah dalam paparan pasangannya.

5) Pengelaborasian (Elaboarte), melakukan elaborasi pada ide-ide utama dari masalah yang dilakukan oleh kedua anggota dyad.

Jenis elaborasi meliputi:

a) Koneksi dengan hal-hal lain yang telah dipelajari siswa b) Hubungan antara masalah tersebut dan kehidupan siswa c) Tambahan informasi yang relevan yang tidak termasuk

didalamnya

d) Persetujuan atau pertidaksetujuan dengan pandangan atau ide- ide yang dinyatakan di dalamnya

e) Reaksi terhadap masalah, seperti kejutan, sukacita, atau kemarahan

f) Aplikasi dari ide-ide dan informasi

g) Pertanyaan, baik tentang hal-hal yang tidak dapat dimengerti atau pertanyaan yang dipicu dalam permasalahan tersebut Langkah-langkah 2, 3, 4 dan, 5 diulangi lagi untuk masalah selanjutnya ( jika masalah yang diberikan lebih dari satu).

6) Pelajari kembali (riview), ketika semua masalah telah diselesaikan,

menyimpulkan keseluruhan proses pemecahan masalah dari hasil

pekerjaannya dan menstransmisikan pada dyad yang lain dalam

kelomponya, dilakukan oleh kedua dyad.

(27)

Langkah-langkah model pembelajaran MURDER Menurut Steven G. McCafferty et all dalam Setiyowati dan Pramukantoro (2014), yaitu:

1) Mood : Pada langkah Mood ini siswa diajak untuk relaksasi atau santai bertujuan untuk mengatur suasana hati sebelum pembelajaran dimulai

2) Understand : Sebuah bacaan (atau bagian dari buku teks) telah dibagi menjadi beberapa bagian. (Guru dapat membagi bagian tersebut atau siswa dapat menggunakan bagian bab). Setiap siswa membaca bagian pertama dengan silent

3) Recall : Tanpa melihat bacaan. Salah satu anggota dari pasangan bertindak sebagai recaller yang merangkum gagasan kunci dari bagian bab tersebut;

4) Detect : Pasangan yang lainnya melihat bacaan, mendeteksi apakah ada yang salah, kelalaian, atau ada informasi yang belum dipahami dan mendiskusikannya dengan recaller. Recaller dan detector bergantian pada bab selanjutnya

5) Elaborate: Pada bagian ini kedua siswa menggabungkan pemahaman mereka;

6) Review : Ketika seluruh bab telah selesai, kedua pasangan menggabungkan pikiran mereka untuk merangkum seluruh bab.

Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti memodifikasi langkah-langkah model pembelajaran MURDER sesuai kebutuhan dalam penelitian ini yang dijabarkan sebagai berikut:

1) Langkah mood, peneliti mengatur suasana hati siswa yang dapat dilakukan dengan cara relaksasi, dengan permaian diawal pembelajaran dan memberikan motivasi kepada siswa dengan menjelaskan manfaat materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Langkah ini menjadikan siswa terlihat lebih siap dan termotivasi dalam menerima pembelajaran.

2) Peneliti membagi siswa ke dalam kelompok yang heterogen dan mengacu pada nilai UTS dan saran dari guru yang menagajr dikelas tersebut. Setiap kelompok terdiri atas empat anggota, yang dibagi menjadi dua pasangan (dyad) yaitu dyad-1 dan dyad-2.

3) Langkah understand, peneliti memberikan materi dalam bentuk

print out dan juga memfasilitasi setiap kelompok dengan LKS

(28)

yang akan di diskusikan pada tahap recall. Kemudian peneliti meminta masing-masing pasangan dyad membaca dan menuliskan poin-poin penting pada materi. Langkah ini melatih siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga materi yang dipelajari mudah untuk diingat.

4) Langkah recall, peneliti meminta satu di antara anggota setiap dyad menemukan jawaban LKS dan anggota yang lain menuliskan sambil mengoreksi. Selanjutnya, peneliti meminta satu di antara anggota dyad-1 setiap kelompok untuk mengungkapkan pemahamannya terhadap LKS kepada dyad-2, jika yang diungkapkan hanya berupa defenisi, maka dyad-1 tidak boleh melihat bacaan, mereka harus memahmi defenisi tersebut dna menyampaikannya dengan kata-kata dan pemahman mereka sendiri, akan tetapi jika berupa rumus dan contoh soal, maka diperbolehkan untuk melihat bacaan.

5) Langkah detect, peneliti memberitahu bahwa dyad-2 mendengarkan penyampaian jawaban LKS dyad-1 sambil mengoreksi kesalahan yang muncul dengan mengajukan pertanyaan atau pendapat jika terdapat kekeliruan begitupun sebaliknya.

6) Langkah elaborate, peneliti meminta setiap pasangan dyad mengemukakan pendapat, menanggapi dan memberikan sanggahan terkait pertanyaan yang muncul pada langkah detect.

Kemudian meminta setiap kelompok mengambil kesimpulan dari materi yang dipelajari, sehingga terbentuklah laporan lengkap secara keseluruhan.

7) Langkah review, peneliti mengarahkan beberapa kelompok

mempresentasikan jawaban LKS serta menyimpulkan materi yang

telah dipelajari.

(29)

Kelebihan model pembelajaran MURDER adalah:

1. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini terletak pada langkah-langkah pembelajaran yang kompleks dan komprehensip.

2. Menciptakan semangat belajar sehingga konsentrasi belajar dapat dicapai secara maksimal dan dapat menyerap materi yang telah dipelajari

3. Siswa memiliki kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali informasi yang mereka terima.

3. Aktivitas Belajar

Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat perlu ditingkatkan karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat atau dikenal dengan semboyan learning by doing. Menurut Sardiman (Widodo, 2012:34) berbuat untuk merubah tingkah laku melalui perbuatan adalah prinsip belajar, ada tidaknya belajar dicerminkan dari ada atau tidaknya aktivitas.

Tanpa ada aktivitas, belajar mungkin tidak akan terjadi. Sehingga dalam interaksi belajar mengajar aktivitas merupakan prinsip yang penting.

Kemudian Djamarah (Susti Velyati ,2016:120) menjelaskan bahwa belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas, tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya.

Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan

siswa dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan siswa selama

proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun aspek

rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh guru untuk

mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga aktivitas

belajar siswa sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena belajar

adalah aktivitas atau sesuatu proses untuk memperoleh pengetahuan,

meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan

mengokohkan kepribadian. Selain itu, aktivitas siswa bertujuan untuk

membangun pengetahuan, interaksi antar siswa, siswa dengan guru serta

(30)

membangun gagasan perlu dirancang pembelajaran yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. Jadi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh keseluruhan proses atau aktivitas pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa seutuhnya dalam kegiatan pembelajaran. Karena keaktifan belajar siswa tersebut akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai.

Menurut Syaiful (Wem Wewa, 2012) aktivitas belajar siswa yaitu Siswa belajar secara individual untuk menerapkan konsep, prinsip dan generalisasi, siswa belajar dalam bentuk kelompok untuk memecah masalah, setiap siswa berpartisipasi dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai cara, siswa berani mengajukan pendapat, ada aktivitas belajar analisis, sintesis, penilaian dan kesimpulan, antar siswa terjalin hubungan sosial dalam melaksanakan kegiatan belajar, setiap siswa bisa mengomentari dan memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lainnya, setiap siswa berkesempatan menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia, Setiap siswa berupaya menilai hasil belajar yang dicapainya, ada upaya dari siswa untuk bertanya kepada guru dan meminta pendapat guru dalam upaya kegiatan belajarnya.

Disisi lain Paul B. Diedrich membuat suatu draf yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut (Sardiman 2011: 101):

a. Visual Activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar,demonstrasi percobaan, pekerjaan orang lain.

b. Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.

c. Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.

d. Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angkt menyalin.

e. Drawing Activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram,

f. Motor Activities, yang termasuk di dalamya antara lain: melakukan

percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain,

berkebun, beternak.

(31)

g. Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.

h. Emotional Activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.

Berdasarkan kriteria aktivitas siswa dalam pembelajaran menurut para ahli di atas, kriteria aktivitas siswa yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yang dapat dilihat dengan menerapkan model pembelajaran MURDER (Mood, Undesrstand, Recall, Detect, Elaborate, Riview) adalah sebagai berikut :

a. Listening activities/ Kegiatan mendengar, kegiatan siswa mendengarkan setiap arahan dari guru, mendengarkan pasangan dyad nya saat menyampaikan hasil diskusi, dan mendengarkan siswa lain saat mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.

b. Motor activities/ Kegiatan motorik, kegiatan siswa dalam mengerjakan LKS.

c. Oral activities/ Kegiatan lisan, siswa berani bertanya, mengeluarkan pendapat saat diskusi kelompok.

d. Emotional activities/ Kegiatan emosional, siswa berani mempresentasikan LKS hasil diskusi kelompok di depan kelas

e. Visual activities/ Kegiatan emosional, siswa membaca bahan ajar yang diberikan.

f. Drawing activities/ Kegiatan menggambar, kemampuan siswa dalam menggambar diagram venn

g. Mental activities/ Kegiatan mental, kemampuan siswa dalam memecahkan soal.

h. Writing activities/ Kegiatan menulis, adalah kemampuan siswa menulis kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.

4. Kemampuan Koneksi Matematis

a. Pengertian Kemampuan Koneksi matematis

Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu

sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam

(32)

matematika saja, tetapi terdapat juga keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain. Selain berkaitan dengan ilmu lain, matematika juga berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan mengaitkan antar topik dalam matematika, mengaitkan matematika dengan ilmu lain, dan dengan kehidupan sehari-hari disebut kemampuan koneksi matematis.

Koneksi berasal dari bahasa Inggris yaitu connection yang artinya hubungan. Koneksi secara umum adalah suatu hubungan atau keterkaitan. Koneksi dalam kaitannya dengan matematika yang disebut dengan koneksi matematika dapat diartikan sebagai pengaitan matematika dengan matematika itu sendiri, matematika dengan pelajaran lain atau matematika dengan topik lain. Kaidah koneksi dari Bruner dan Kenney menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam matematika dikoneksikan dengan konsep, prinsip dan keterampilan lainnya. Bentuk koneksi yang paling utama adalah mencari koneksi dan relasi diantara berbagai struktur dalam matematika (Sugiman, 2008: 59).

Menurut Coxford (Kusmanto dan Marliyana, 2014:68) kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan pengetahuan konseptual dan prosedural, menggunakan matematika pada topik lain, menggunakan matematika pada aktivitas kehidupan, mengetahui koneksi antar topik dalam matematika. Standar kemampuan koneksi dalam pembelajaran matematika yaitu mengenal dan menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis, memahami bagaimana ide matematika saling berhubungan dan membangun ide satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang saling terkait, mengenal dan menerapkan ilmu matematika di luar konteks matematika (Musriliani, dkk, 2015:50).

Koneksi matematis (mathematical connection) merupakan salah

satu dari lima kemampuan standar yang harus dimiliki siswa dalam

belajar matematika yang ditetapkan dalam NCTM. yaitu: kemampuan

(33)

pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation) (Listyotami, 2011:18). Jadi kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Dengan demikian kemampuan koneksi matematis adalah hubungan atau keterkaitan antar konsep matematika, konsep matematika dengan ilmu lain dan dengan kehidupan sehari-hari.

b. Indikator Kemampuan Koneksi matematis

Indikator kemampuan koneksi matematis meliputi berbagai aspek.

Menurut NCTM menyatakan bahwa indikator untuk kemampuan koneksi matematis terdiri dari (Ahmad Fauzan, 2010:58):

1) Mengenal keterhubungan diantara ide-ide matematika.

2) Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.

3) Mengunakan hubungan antara ide matematika

Menurut Utari sumarmo dalam Ahmad Fauzan yang tergolong koneksi matematis diantaranya: (2010:37)

1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur 2) Memahami hubungan antar topik matematika

3) Menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari

4) Memahami representasi ekuivalen suatu konsep.

5) Mencari hubungan suatu prosedur dengan prosedur lain dalam presentasi yang ekuivalen

6) Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik diluar matematika

Menurut Sarbani (2008), indikator kemampuan koneksi matematis, yaitu:

1)

Mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur

2)

Memahami hubungan antar topik matematika

3)

Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari

4)

Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama

(34)

5)

Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen

6)

Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain

Menurut Kusuma dalam Maulana indikator kemampuan koneksi matematis adalah:(2013:10)

1) Memahami representasi ekuivalen dari konsep yang sama.

2) Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen.

3) Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan di luar matematika.

4) Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari- hari.

Kemampuan koneksi matematis menunjukkan bahwa matematika itu sangat bermanfaat dalam kehidupan. Dalam hal ini peneliti ingin mengamati koneksi matematika dengan indikator (Ahmad fauzan, 2010:58):

1) Mengenal keterhubungan diantara ide-ide matematika.

2) Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.

3) Menggunakan hubungan antara ide matematika

Berikut ini merupakan tabel kriteria skor dalam kemampuan koneksi matematis (Ahmad fauzan, 2010:59).

Tabel 2.1 Kriteria Skor Kemampuan koneksi

Kriteria Skala 1 2 3 4 Skor 1. Mengenal hubungan antara ide-

ide matematika

 Mampu

menjelaskan hubungan antara ide-ide matematika

 Mampu

menjelaskan masing-masing ide matematika

2. Memahami bagaimana ide-ide matematis saling berhubungan

 Mampu

menyimpulkan bagaimana ide-ide matematika saling berhubungan

 Mampu

membedakan

(35)

masing-masing ide matematika

3.Menggunakan hubungan antara ide-ide matematika

Jumlah skor Skor Maksimum Nilai

Tabel 2.2 Rubrik Penskoran Kemampuan Koneksi Matematis (Ahmad fauzan, 2010:58).

Respon Siswa Skala

Jawaban benar, mengenai hubungan antar ide-ide matematika, memahami hubungan ide-ide matematis dan menggunakan hubungan antara ide-ide matematika

4

Jawaban benar, sesuai dengan kriteria tetapi ada sedikit jawaban yang salah

3 Jawaban benar tetapi tidak sesuai dengan sebagian besar kriteria

2 Jawaban ada tetapi sama sekali tidak sesuai dengan kriteria 1

Jawaban tidak ada 0

5. Hubungan Model Pembelajaran MURDER dengan Aktivitas dan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa dalam Pembelajaran Matematika.

a. Hubungan Model Pembelajaran MURDER dengan Aktivitas

Prinsip belajar pada dasarnya adalah melakukan aktivitas,

sebagaimana yang dikemukakan oleh Sardiman. A. M bahwa: “Setiap

orang yang belajar harus aktif, tanpa aktivitas proses belajar tidak

mungkin terjadi (Sardiman A.M, 2003:96 ). Salah satu upaya untuk

meningkatkan keaktifan siswa adalah dengan menerapkan model

pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Ditect, Elaborate,

Review). Di dalam pembelajaran siswa akan menjadi subjek karena

guru hanya menjadi fasilitator yang mengarahkan serta membantu

(36)

siswa dalam pembelajaran, maka dari itu model pembelajaran MURDER dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran.

Menurut Darmika (2014), model pembelajaran kooperatif tipe MURDER merupakan salah satu model pembelajaran kooperatif yang dapat membangun motivasi belajar siswa serta peningkatan ke dalam dan luasnya pemikiran pada siswa. Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini juga dapat digunakan untuk mengembangkan sistem belajar yang efektif dan efisien untuk mengaktifkan siswa dengan merangsang kemampuan berpikirnya (Apongsina Masela:2016:26).

Dengan menggunakan model pembelajaran MURDER lebih banyak siswa yang aktif karena model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini memberi kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan pasangan dan lebih aktif dalam proses belajar mengajar sehingga model pembelajaran MURDER ini memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar siswa (Apongsina Masela, 2016:28). Selain itu ilmu yang diperoleh siswa juga akan lebih lama diingat karena diperoleh tidak sekedar hafalan. Model pembelajaran MURDER efektif karena bersifat student centered. yang lebih mengutamakan peran peserta didik sebagai pusat pembelajaran (Kadek Herdianto:2014).

Menurut Jacob (dalam Tim Pengembang Lembaga Penelitian UNDIKSHA, 2009) model pembelajaran MURDER adalah salah satu model pembelajaran kolaboratif yang dihasilkan dari perspektif psikologi kognitif. Model pembelajaran kooperatif tipe MURDER merupakan singkatan dari : 1. Mood (Suasana Hati), 2. Understand (Pemahaman), 3. Recall (Pengulangan), 4. Detect (telaah), 5) Elaborate (Pengembangan), 6) Review (Meninjau Kembali). Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini, maka diharapkan akan memberikan pengaruh positif terhadap pembelajaran matematika.

Berdasarkan langkah model pembelajaran MURDER, Mood akan

menuntun anggota kelompok dalam mempersiapkan diri sebaik

(37)

mungkin dan guru berusaha mengkondisikan siswa pada kondisi belajar yang nyaman. Understand akan mengarahkan anggota kelompok untuk mecermati poin – poin dalam suatu masalah. Recall akan menuntun anggota kelompok untuk memberikan sajian lisan terhadap materi yang diberikan oleh anggota kelompok lain. Detect akan menuntun anggota kelompok untuk mendeteksi apa yang dilakukan oleh anggota kelompok lain terhadap munculnya kesalahan atau kealfaan catatan.

Elaborate, anggota kelompok memberikan contoh atau aplikasi materi yang telah dibaca. Review menuntun anggota kelompok untuk melakukan peninjauan kembali terhadap langkah Mood, Uderstand, Recall, Detect, Elaborate, Review. Langkah review akan memberikan kesempatan kepada masing – masing anggota kelompok untuk memperoleh struktur pengetahuan baru yang merupakan hasil refleksi pengetahuan sebelumnya (Sagala, 2008).

Berdasarkan deskripsi masing-masing tahap dalam model pembelajaran MURDER, terlihat bahwa model pembelajaran MURDER memiliki banyak keunggulan. Salah satunya adalah dalam proses pembelajarannya yang membuat siswa aktif dalam proses pembelajaran, terlatih untuk memecahkan permasalahan yang ditemui, bekerja sama dengan siswa lainnya, menyampaikan pendapat, dan mengkomunikasikan sesuatu yang ada di pikirannya kepada guru dan siswa lain.

Pada tahap Mood memperlihatkan antusias siswa dalam menjawab

pertanyaan yang dilontarkan oleh guru karena guru mencoba mengatur

suasana hati siswa dengan melontarkan beberapa pertanyaan. pada

langkah understand pasangan-pasangan dalam kelompok membaca dan

mencoba memahami tentang hal apa saja yang diketahui dan mencoba

menyelesaikan soal yang diberikan. Pada tahap recall siswa akan

mencoba untuk dapat menerangkan kepada teman satu kelompok

dengan kata-kata yang dapat dipahami sehingga secara tidak langsung

siswa dapat memahami materi tersebut. Pada langkah detect siswa akan

(38)

saling bertukar ide dan pendapat mengenai jawaban LKS yang telah dikerjaan serta siswa dituntut untuk berani mengemukakan pendapat didepan umum. Pada tahap elaborate siswa akan berdebat antar kelompok untuk mempertahankan pedapatnya. Keadaan ini akan meningkatkan aktivitas siswa dalam pembelajaran matematika seperti siswa berani bertanya dan mengeluarkan pendapat, berani tampil dan mempresentasikan hasil diskusi kelompok didepan kelas serta berani menanggapi kelompok yang tampil didepan kelas saat berdiskusi, akhirnya dengan model pembelajaran MURDER ini dapat meningkatkan prestasi belajar matematika siswa.

Jadi pembelajaran dengan menerapkan model pembelajaran MURDER ini jelas akan berguna dalam mengkaitkan pengetahuan dan aplikasi matematika dan dunia riil. Siswa akan termotivasi untuk belajar dan akan tidak akan ada lagi siswa yang pasif selama proses pembelajaran. Maka berdasarkan penjelasan diatas peneliti menyatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas belajar siswa dengan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review). Sehingga aktivitas belajar siswa dapat dilatih dengan menerapkan model pembelajaran MURDED (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) di dalam proses pembelajaran jika dilaksanakan dengan baik dan benar.

b. Hubungan Model Pembelajaran MURDER dengan kemampuan Koneksi Matematis

Model pembelajaran Mood, Understand, Recall, Ditect,

Elaborate, Review (MURDER) merupakan model pembelajaran yang

mengarahkan siswa dalam melakukan proses koneksi matematis karena

model MURDER merupakan model yang diadaptasi dari teori psikologi

kognitif, dimana asumsi dari teori ini adalah seseorang telah memiliki

pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang tertata dalam stuktur

kognitifnya kemudian seseorang tersebut akan beradaptasi dengan

(39)

pengetahuan baru lalu beradaptasi dengan struktur kognitif yang dimilikinya (Ace Hidayat, 2017:208).

Adapun langkah – langkah dari pembelajaran MURDER yaitu:

1) Mood (Suasana Hati) : Dalam suatu proses pembelajaran dibutuhkan suatu suasana yang menyenangkan dari suasana yang menyenangkan tersebut kemudian dapat timbul suatu interaksi yang terjalin antara guru dan siswa, sehingga pembelajaran tidak hanya berlangsung satu arah.

2) Understand (Pemahaman) : Pemahaman satu tingkat lebih tinggi dari pengetahuan dalam pemahaman diharapkan siswa bukan hanya dapat memahami suatu materi saja tetapi siswa juga diharapakan bisa memahami aplikasi dalam kehidupan sehari – hari dari materi tersebut. Langkah ini membuat siswa mudah mengingat materi yang dipelajari, hal ini sesuai dengan pendapat Sanjaya (2009) yang menyatakan bahwa pengetahuan yang dibangun sendiri oleh siswa akan lebih diingat dan tidak mudah untuk dilupakan.

3) Recall (Pengulangan): Mengulang adalah suatu kegiatan memasukkan suatu informasi yang telah didapat untuk disimpan dalam jangka waktu panjang. Proses mengulang dalam pembelajaran dapat dengan merangkum materi yang telah diperoleh ke dalam bahasa mereka sendiri. Hal ini didukung pendapat Herdianto (2014) yang menyatakan bahwa siswa perlu memahami materi karena dengan memahami siswa dapat memberikan penjelasan atau memberi uraian yang lebih rinci mengenai materi tersebut dengan menggunakan kata-katanya sendiri.

4) Detect (Penemuan): Penemuan dari suatu materi dapat dilakukan

dengan bantuan seorang teman untuk menyimak atau mendengarkan

informasi yang diperoleh dari menyimak tersebut teman akan

menemukan informasi-informasi yang dinggap masih salah. Hal ini

sesuai dengan pendapat Holiwarni (2016) yang menyatakan bahwa

(40)

siswa yang saling mengoreksi jawaban dan saling mengingatkan bila terjadi kesalahan dalam mengerjakan soal dapat memperkecil kesalahan.

5) Elaborate (Penggabungan): Interaksi dalam kelompok dapat menemukan banyak informasi-informasi baru yang diperoleh dari anggota kelompok. Informasi-informasi tersebut dapat digabungkan menjadi satu informasi yang paling tepat. Hal ini sesuai dengan pendapat Rahmawati (2013) yang menyatakan bahwa dalam pembelajaran matematika siswa perlu dibiasakan untuk memberikan argumen atas jawabannya serta memberikan tanggapan atas jawaban yang diberikan oleh orang lain, sehingga apa yang dipelajari menjadi lebih bermakna bagi siswa;

6) Review (Pelajari Kembali): Informasi-informasi yang diperoleh atau materi-materi yang sebelumnya sudah didapat bisa digali lagi atau diingat kembali untuk keperluan tertentu. Hal ini sesuai pendapat Susilo (2006) yang menyatakan bahwa menyimpulkan atau mempelajari kembali materi yang telah dipelajari dapat membantu siswa mengerti atau ingat dengan pelajaran yang baru dipelajari.

Pembelajaran dengan menggunakan model MURDER menurut Ardhana ( Diska Asani, 2012 :11) sangat berguna untuk membantu para siswa dalam mengembangkan sistem belajar yang efektif dan efisien.

Model pembelajaran ini diharapkan dapat menciptakan kegiatan efektif untuk meningkatkan partisipasi siswa di dalam proses pembelajaran melalui tahapan-tahapan yang ada. Model ini juga dapat membantu siswa untuk meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajari, kemampuan koneksi matematis, melatih siswa berpikir analitis, dan mengembangkan kemampuan berpikir analitis.

Wayan Santyasa (2006) menyatakan bahwa Langkah-langkah

pendeteksian, pengulangan, dan pengelaborasian dapat berhasil

memperkuat pembelajaran karena pasangan dyad harus secara verbal

mengemukakan, menjelaskan, memperluas, dan mencatat ide-ide utama

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini dapat terlihat dari 20 orang siswa yang mengikuti tes kemampuan komunikasi matematis di kelas kontrol 8 orang siswa sudah mampu dalam menggunakan

1) Isi E-Modul berbasis scafolding dengan moodle yag dirancang telah sesuai dengan kurikulum yang digunakan, sudah sesuai dengan silabus yang digunakan, permasalahan

Kapasitas serap ipteks tersebut dapat ditingkatkan melalui, antara lain: (i) penelitian dan pengembangan ipteks secara kolaboratif antara perguruan tinggi dan

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT., yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga laporan Tugas Akhir dengan judul “Perancangan dan

1 KORELASI CARA BELAJAR DENGAN HASIL BELAJAR FISIKA SISWA KELAS XI MIPA SMA N 1 BATUSANGKAR SKRIPSI Ditulis Sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelas Sarjana (S 1) Jurusan Tadris Fisika

Berdasarkan hasil analisis angket respon siswa terhadap kemudahan pembelajaran menggunakan modul penemuan terbimbing, diperoleh bahwa : 1 Siswa sangat setuju bahwa modul

Intellectual Capital merupakan sumber daya yang dimiliki oleh suatu perusahaan, yang mana ia dapat mengubah pengetahuan dari aset tak berwujud menjadi suatu yang

Berdasarkan pengujian yang telah dilakukan maka diperoleh hasil aktivitas antioksidan fraksi etil asetat daun wungu (Graptophyllum pictum (Linn) Griff) dengan