SKRIPSI
Ditulis sebagai Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana (S-1) Jurusan Tadris Matematika
Oleh:
NELLY RAHMA NIM.14 105 048
JURUSAN TADRIS MATEMATIKA
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
BATUSANGKAR
2019
i
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan Institut Agama Islam Negeri Batusangkar 2019.
Penelitian ini didasarkan pada permasalahan rendahnya aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa. Selama proses pembelajaran berlangsung siswa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran matematika, siswa kurang antusias dan kurang memperhatikan guru saat menjelaskan pelajaran, siswa sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, mereka tidak bersungguh-sungguh dalam belajar matematika, bahkan ada yang hanya duduk tanpa ada buku di atas mejanya. Begitu juga dengan kemampuan koneksi matematis siswa, dalam menyelesaikan soal siswa belum mampu memahami bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren, siswa juga tidak menggunakan hubungan antara ide matematika sehingga siswa tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Tujuan penelitian ini adalah: 1) Untuk mendeskripsikan aktivitas belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Riview) di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar. 2) Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Riview) dengan pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar
Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen semu atau quasi eksperimen. Populasi pada penelitian ini adalah semua siswa kelas VII MTsN 6 Tanah Datar tahun pelajaran 2018/2019 yang terdiri dari lima kelas. Pengambilan sampel dilakukan dengan tehknik Simple Random Sampling dengan cara lotting, yang terambil pertama yaitu kelas VIII.5 sebagai kelas eksperimen dan yang terambil kedua kelas VIII.3 sebagai kelas kontrol. Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua yaitu, lembar observasi aktivitas belajar siswa dan tes kemampuan koneksi matematis. Data yang diperoleh melalui lembar observasi dianalisis dengan menggunakan rumus persentasi dan uji hipotesis yang digunakan adalah uji-t.
Berdasarkan hasil analisis data, aktivitas belajar siswa dalam pembelajaran matematika dengan model pembelajaran MURDER tergolong pada kriteria banyak. Sedangkan rata-rata gain score kemampuan koneksi matematis siswa kelas eksperimen adalah 0,74 dan rata-rata gain score kelas kontrol adalah 0,51.
Dari uji hipotesis diperoleh
diperoleh
sehingga hipotesis penelitian diterima. Jadi terdapat perbedaan peningkatan
kemampuan koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran
MURDER dengan pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar.
ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING PENGESAHAN TIM PENGUJI
ABSTRAK ... i
DAFTAR ISI ... ii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Identifikasi Masalah ... 9
C. Batasan Masalah ... 10
D. Rumusan Masalah ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 10
F. Manfaat Penelitian ... 11
G. Defenisi Operasional ... 11
BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori ... 14
1. Pembelajaran Matematika ... 14
2. Model Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) ... 17
3. Aktivitas Belajar ... 22
4. Kemampuan Koneksi Matematis ... 24
5. Hubungan Model Pembelajaran MURDER dengan Aktivitas dan Kemampuan Koneksi Matematis ... 28
6. Pembelajaran Konvensional ... 36
B. Penelitian Relevan ... 37
C. Kerangka konseptual ... 39
D. Hipotesis ... 40
iii
D. Prosedur Penelitian ... 47
E. Pengembangan Instrumen... 54
F. Teknik Analisis Data ... 64
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Deskripsi Data... 72
B. Analisis Data ... 76
C. Pembahasan ... 83
D. Kendala- kendala dan Solusi ... 107
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 108
B. Saran ... 108 DAFTAR KEPUSTAKAAN
LAMPIRAN
1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang
Dalam proses pembelajaran matematika, aktivitas siswa sangatlah penting karena pembelajaran tidak hanya memindahkan pengetahuan dari guru ke siswa tetapi juga menciptakan situasi yang dapat membawa siswa aktif dan kreatif belajar untuk mencapai perubahan tingkah laku. Menurut Sanjaya (2006: 132) aktivitas belajar tidak hanya bersifat fisik tetapi juga bersifat kejiwaan. Dalam proses belajar mengajar kedua aktivitas ini berjalan bersama- sama. Berawal dari guru yang mengawali pelajaran dan siswa melakukan aktivitas.
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran adalah semua kegiatan yang dilakukan oleh siswa dalam kegiatan pembelajaran. Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1997: 17) aktivitas diartikan sebagai
”keaktifan, kegiatan, kesibukan”. Keaktifan siswa dalam menjalani proses belajar mengajar merupakan salah satu kunci keberhasilan pencapaian tujuan pendidikan sehingga peran aktif siswa dalam pembelajaran sangatlah penting.
Aktivitas belajar siswa sangat penting dalam kegiatan pembelajaran, karena belajar adalah aktivitas atau suatu proses untuk memperoleh pengetahuan, meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Selain itu aktivitas bertujuan untuk membangun pengetahuan, interaksi antar siswa, siswa dengan guru serta membangun gagasan perlu dirancang pembelajaran yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa (Adhani dalam Ningsih, 2017).
Dalam aktivitas belajar, ketika para siswa dapat menghubungkan suatu
gagasan matematis dengan gagasan matematis lainnya, maka kemampuan
mereka itu dapat dikategorikan ke dalam kemampuan koneksi (Sugiatno, dan
Rifa’at, 2009:16). Kemampuan koneksi matematis adalah salah satu
kemampuan prasyarat bagi siswa agar dapat memahami pembelajaran
matematika secara mendalam. Kemampuan koneksi matematis merupakan
kemampuan peserta didik untuk menghubungkan antar konsep dan topik
matematika, kemampuan dalam menghubungkan ide-ide matematika dengan disiplin ilmu lain dan menghubungkan matematika dengan kehidupan sehari- hari. Melalui kemampuan koneksi matematis, siswa mampu menyelesaikan masalah matematika dan mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari.
Hal ini sesuai dengan hakikat matematika, bahwa matematika adalah ilmu yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari siswa .
Kemampuan koneksi matematis penting dimiliki oleh siswa agar mereka mampu menghubungkan antara materi yang satu dengan materi yang lainnya. Siswa dapat memahami konsep matematika yang mereka pelajari karena mereka telah menguasai materi prasyarat yang berkaitan dengan kehidupan sehari – hari. Selain itu, jika siswa mampu mengaitkan materi yang mereka pelajari dengan pokok bahasan sebelumnya atau dengan mata pelajaran lain, maka pembelajaran matematika akan menjadi lebih bermakna (Rendya Logina Linto, 2012:83).
Siswa yang menguasai konsep matematika tidak dengan sendirinya pintar dalam mengoneksikan matematika. Dalam sebuah penelitian dihasilkan bahwa siswa sering mampu mendaftar konsep-konsep matematika yang terkait dengan masalah riil, tetapi hanya sedikit siswa yang mampu menjelaskan mengapa konsep tersebut digunakan dalam masalah itu, (Lembke dan Reys, 1994 dalam Bergeson, 2000: 38). Apabila siswa mampu mengaitkan ide-ide matematika maka pemahaman matematikanya akan semakin dalam dan bertahan lama karena mereka mampu melihat keterkaitan antar topik dalam matematika dengan topik di luar matematika, dan dengan kehidupan sehari- hari (NCTM, 2000: 64).
Berdasarkan penjelasan tersebut untuk mencapai tujuan pembelajaran
yang telah ditetapkan dengan baik dipengaruhi oleh keseluruhan proses atau
aktivitas selama proses pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa
seutuhnya dalam kegiatan pembelajaran. Oleh karena itu, dalam proses
pembelajaran guru harus mampu melibatkan aktivitas siswa secara utuh,
dengan keaktifan belajar siswa akan memiliki kemamapuan koneksi
matematika yang baik, sebagaimana Adik vedianto (2015) mengungkapkan
bahwa dalam mempelajari matematika ada hal utama yang harus dimiliki siswa yaitu keaktifan dalam belajar matematika, dengan keaktifan belajar, siswa akan memiliki kemampuan koneksi matematika sehingga pembelajaran matematika akan berhasil dengan baik.
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan di MTsN 6 Tanah Datar, selama proses pembelajaran berlangsung siswa kurang antusias untuk belajar, siswa kurang memperhatikan guru saat menjelaskan pelajaran, siswa sibuk dengan aktivitasnya masing-masing, seperti bercerita dengan temannya, mengerjakan tugas mata pelajaran lain, dan ada juga siswa yang tidak bersungguh-sungguh dalam belajar matematika bahkan mereka tidak peduli dengan penjelasan gurunya, dan ada yang hanya duduk tanpa ada buku satupun diatas mejanya. Ketika guru selesai menjelaskan materi dan bertanya kepada siswa seperti “sampai disini paham?, apakah masih ada yang kurang paham atau yang di ragukan?”siswa hanya cendrung diam dan menerima apa saja yang disampaikan guru tanpa ada interaksi dengan guru bahkan siswa malu untuk menanyakan materi yang belum dipahaminya itu, hanya sebagian siswa yang merespon pertanyaan dari gurunya. Kemudian peneliti bertanya kepada beberapa siswa tentang pelajaran matematika yang mereka pelajari, mereka menganggap matematika sebagai mata pelajaran yang sulit dan membosankan karena terlalu banyak rumus yang harus dihafal dan digunakan membuat mereka merasa jenuh, meguras pikiran dan ada juga yang mengatakan membuat sakit kepala, hal inilah yang menyebabkan siswa malas untuk mengikuti pelajaran matematika.
Selain itu peneliti juga melakukan wawancara dengan guru mata
pelajaran matematika di MTsN 6 Tanah Datar. Informasi yang peneliti
dapatkan dari guru tersebut bahwa proses pembelajaran matematika yang
digunakan masih menjelaskan dengan metode ceramah kemudian memberikan
latihan di akhir pembelajaran untuk mengevaluasi hasil belajar siswa. Ketika
di suruh untuk mengumpulkan latihan pada hari itu juga banyak siswa yang
tidak mengumpulkan, padahal soal yang diberikan jumlahnya tidaklah banyak
dan tidak jauh berbeda dari contoh yang disajikan, akan tetapi masih banyak
siswa yang tidak melakukan yang diperintahkan. Selain itu guru tersebut juga mengatakan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah, beliau mengatakan saat materi pelajaran telah dilanjutkan dari materi pelajaran sebelumnya siswa tersebut lupa dengan materi yang pernah dipelajari sebelumnya, ketika diberikan soal yang menuntut kemampuan koneksi matematisnya siswa kewalahan ketika menjawabnya, siswa merasa kesulitan dalam menghubungkan antara konsep yang satu dengan yang lainnya, serta mengaplikansikannya dalam kehidupan sehari-hari, padahal dalam pembelajaran matematika antara materi yang satu dengan materi yang lain memiliki keterkaitan.
Rendahnya kemampuan koneksi matematis yang dimiliki siswa berakibat pada rendahnya hasil belajar siswa. Dimana hasil belajar ini tidak akan terlepas dari prestasi belajar. Nurfadhillah (Wenny, 128:2014) mengatakan bahwa setelah mengikuti serangkain proses belajar, setiap siswa akan memperoleh hasil belajar. Manifestasi dari hasil belajar ini akan berbentuk prestasi belajar. Prestasi belajar merupakan sebagian hasil yang didapat oleh siswa setelah proses pembelajaran selesai. Mandur et all (2013) mengemukakan bahwa kemampuan siswa untuk melakukan koneksi matematis tergolong masih rendah, akibatnya prestasi belajar matematika siswa juga masih rendah, artinya jika kemampuan koneksi matematisnya baik maka prestasi belajar siswa juga akan ikut baik begitu juga sebaliknya. Jadi berdasarkan pendapat para ahli tersebut peneliti meyimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa berpengaruh terhadap prestasi belajar.
Hal ini dapat dilihat dari persentase ketuntasan siswa dalam ulangan tengah semester 1 tergolong rendah. Persentase ketuntasan tersebut dapat dilihat pada tabel 1.1 berikut:
Tabel 1.1 Persentase Ketuntasan Nilai UTS Matematika Kelas VII MTsN 6 Tanah Datar TP 2017/2018
Kelas
Jumlah Siswa
Tuntas Tidak tuntas
Jumlah % jumlah %
VII
134 10 29,4 14 70,5
VII
235 8 22,8 27 77,1
VII
335 15 42,8 20 57,1
VII
434 6 17,6 28 82,3
VII
536 14 38,9 22 61,1
Berdasarkan Tabel 1.1 terlihat bahwa hasil belajar matematika siswa masih belum maksimal sesuai dengan yang diharapkan. Masih banyak siswa yang belum mencapai KKM yang telah ditetapkan oleh sekolah,. Selain melakukan wawancara dan pengamatan secara langsung proses pembelajaran peneliti juga memberikan soal tes untuk mengetahui kemampuan koneksi matematis siswa. Soal tes yang peneliti berikan adalah soal yang dapat mengukur kemampuan koneksi matematis yang dimiliki oleh siswa dalam menyelesaikan permasalahan. Adapun bentuk soalnya adalah sebagi berikut:
1. Perhatikan gambar berikut ini !
Jika keliling persegi panjang PQST adalah 50 cm. Hitung luas bangun PQRST!
2. Ani mempunyai 2 buah taplak meja yang akan dipasang renda pada tepinya. Taplak meja pertama berbentuk persegi panjang dengan luas taplak adalah 375 dm
2dan panjang 250 cm. Sedangkan taplak meja kedua berbentuk persegi dengan panjang sisi 10 cm lebih pendek dari lebar taplak meja pertama. Tentukan berapa meter renda minimal yang di butuhkan oleh ani!
Konsep yang digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut
adalah konsep keliling, sifat-sifat persegi panjang, konsep aljabar, konsep
substitusi dan keliling segitiga. Konsep sifat-sifat persegi panjang dan
konsep substitusi digunakan untuk menemukan nilai x dan y, setelah nilai x
dan y diketahui baru dicari luas segitiga siku-siku QRS untuk soal no 1,
sedangkan pada soal no 2 juga menggunakan sifat persegi panjang dan
persegi.
Setelah peneliti melakukan analisis terhadap lembar jawaban siswa, hanya beberapa siswa yang mampu menjawab soal dengan benar.
Sedangkan siswa yang lain hanya mampu memberikan jawaban yang mengarah pada penyelesaian yang diingikan, namun tidak mendapatkan solusi yang diharapkan. Salah satu jawaban yang dijawab oleh siswa dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar. 1.1 Lembar Jawaban Siswa
Berdasarkan jawaban siswa pada Gambar 1.1 , siswa dapat memahami
soal dengan baik, siswa dapat memahami bahwa pada bangun datar pesegi
panjang terdapat panjang dan lebar, begitu juga dengan bangun datar
segitiga terdapat alas dan tinggi. Siswa tahu apa yang harus dicari terlebih
dahulu agar luas bangun dapat diketahui. Namun pada penyelesaiannya
langkah pertama siswa lupa dengan konsep keliling segitiga, siswa malah
menuliskan luas segitiga. Siswa sudah mengetahui bahwa 2𝑥 + 7 adalah
panjang dari persegi panjang dan 3𝑥 – 2 adalah lebarnya, tapi siswa tidak
dapat mengoperasikan langkah-langkah selanjutnya, siswa tidak
menentukan nilai X terlebih dahulu. Siswa langsung memasukkan nilai
yang didapat kedalam langkah selanjutnya. Dari jawaban tersebut, siswa
belum mampu mengkoneksikan konsep-konsep yang telah dipelajari
sebelumnya. Jadi, dapat disimpulkan bahwa siswa tidak dapat memahami
bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan mendasari
satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren.
Gambar 1.2. Lembar jawaban siswa
Pada soal no 2 merupakan soal cerita yang menuntut siswa untuk mampu mengenali dan menerapkan matematika dalam kehidupan sehari- hari, pada soal tersebut tidak ditampilkan gambar, namun siswa tetap membutuhkan gambar agar mampu memahami soal dengan lebih mudah.
Terlihat pada lembar jawaban siswa no 2, siswa tidak mampu membuat gambar dalam rangka membantu proses mengerjakan soal yang diberikan.
Dalam menyelesaikan permasalahan siswa belum dapat menuliskan simbol-simbol dan rumus matematika. Misalnya 𝑝 adalah panjang, 𝑙 adalah lebar, s adalah sisi, padahal soal no 2 juga masih berhubungan dengan sifat persegi panjang dan pesegi. Siswa juga tidak dapat menyimpulkan langkah-langkah yang harus dilakukan dalam menyelesaikan soal tersebut. Siswa langsung mengalikan 250 cm dengan 10 cm, tanpa menuliskan rumusnya terlebih dahulu. Seharusnya langkah pertama yang dilakukan siswa adalah dengan membuat apa yang diketahui, ditanya dan dijawab, membuat gambar, kemudian mencari lebar dari persegi panjang dan luas dari persegi yang diketahui. Langkah terakhir mencari keliling persegi panjang dan persegi yang diketahui dari gambar, sehingga siswa dapat mengetahui berapa meter renda yang dibutuhkan ani untuk 2 buah taplak mejanya dengan cara menjumlahkan keliling persegi panjang dengan keliling persegi. Hal ini terjadi karena siswa belum mampu mengkoneksikan konsep-konsep yang telah dipelajari sebelumnya.
Dari lembar jawaban siswa tersebut terlihat bahwa siswa malas berfikir
untuk menyelesaikan persoalan yang diberikan. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa siswa tidak dapat mengenali dan menerapkan matematika dalam
kehidupan sehari-hari.
Berdasarkan analisa lembar jawaban di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa kemampuan koneksi matematis siswa masih tergolong rendah. Hal ini terlihat bahwa indikator kemampuan koneksi matematis yang kurang muncul dalam menjawab soal. Pertama, Siswa belum mampu memahami bagaimana ide-ide dalam matematika saling berhubungan dan mendasari satu sama lain untuk menghasilkan suatu keutuhan koheren, siswa juga tidak menggunakan hubungan antara ide matematika sehingga siswa tidak mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari.
Upaya untuk mengatasi permasalahan tersebut, guru dituntut untuk meningkatkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa dalam melaksanakan pembelajaran. Aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa dapat dilatih dengan menerapkan model pembelajaran MURDER, karena model pembelajaran tipe MURDER ini siswa akan menjadi subjek dalam proses pembelajaran dan guru hanya menjadi fasilitator yang mengarahkan serta membantu siswa dalam pembelajaran, maka dari itu model pembelajaran MURDER dapat menjadikan siswa lebih aktif dalam pembelajaran. Model pembelajaran MURDER merupakan singkatan dari Mood, Uderstand, Recall, Detect, Elaborate, Review. Model pembelajaran MURDER ini dapat menciptakan suasana belajar yang menyenangkan karena memperhatikan suasana hati siswa dan pembelajarannya yang berkelompok. Hal yang demikian dapat memancing keaktifan siswa dan menimbulkan rasa kerjasama serta rasa memahami diantara siswa. Secara tidak langsung akan meningkatkan aktivitas matematika siswa dalam memahami materi pelajaran dan menyelesaikan permasalahan matematika.
Sebagaimana Apongsina Masela (2016:28) mengatakan bahwa dengan
menggunakan model pembelajaran MURDER lebih banyak siswa yang aktif
karena model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini memberi
kesempatan kepada siswa untuk berdiskusi dengan pasangan dan lebih aktif
dalam proses belajar mengajar sehingga model pembelajaran MURDER ini memberi pengaruh terhadap aktivitas belajar siswa.
Selain itu dengan menerapkan model pembelajaran MURDER ini juga dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa melalui tahapan- tahapan yang ada. Ace Hidayat (2017:208) mengatakan bahwa model pembelajaran MURDER merupakan model pembelajaran yang mengarahkan siswa dalam melakukan proses koneksi matematis karena model pembelajaran MURDER merupakan model yang diadaptasi dari teori psikologi kognitif, dimana asumsi dari teori ini adalah seseorang telah memiliki pengetahuan dan pengalaman masa lalu yang tertata dalam stuktur kognitifnya kemudian seseorang tersebut akan beradaptasi dengan pengetahuan baru lalu beradaptasi dengan struktur kognitif yang dimilikinya. Dengan melakukan tahapan-tahapan dari gabungan enam kata MURDER diharapkan aktivitas belajar dan kemampuan koneksi matematis siswa akan meningkat.
Berdasarkan urain tersebut peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian yang bertujuan agar siswa dapat meningkatkan aktivitas dan kemampuan koneksi matematis siswa, maka dari itu peneliti akan melakukan penelitian dengan judul “Penerapan Model Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) untuk Meningkatkan Aktivitas dan Kemampuan Koneksi Matematis Siswa Kelas VII MTsN 6 Tanah Datar”.
B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah di atas, peneliti mengidentifikasi masalah sebagai berikut :
1. Guru kurang memvariasikan model dalam pembelajaran sehingga siswa mudah bosan.
2. Kurangnya aktivitas siswa dalam proses pembelajaran matematika.
3. Rendahnya Kemampuan koneksi matematis siswa
C. Batasan Masalah
Dari masalah yang diidentifikasi maka persoalan yang akan dikaji adalah aktivitas dan kemampuan koneksi matematis siswa dalam pembelajaran matematika yang menggunakan pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review).
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan pembahasan masalah yang diuraikan di atas maka permasalahan dalam penelitian ini dapat di rumuskan, sebagai berikut:
1. Bagaimana aktivitas belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar?
2. Apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) dengan pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar?
E. Tujuan
1. Untuk mendeskripsikan aktivitas belajar siswa yang menggunakan model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review di MTsN 6 Tanah Datar.
2. Untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan peningkatan kemampuan
koneksi matematis siswa yang menerapkan model pembelajaran MURDER
(Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review) dengan
pembelajaran biasa di kelas VII MTsN 6 Tanah Datar.
F. Manfaat
Observasi yang dilakukan diharapkan dapat memberikan manfaat sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti
Menambah pengetahuan dan wawasan tentang model pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect, Elaborate, Review).
2. Bagi Siswa
a. Meningkatkan keaktifan belajar siswa
b. Dapat meningkatkan kemampuan koneksi matematis siswa.
c. Meningkatkan hasil belajar siswa
d. Melatih siswa untuk bekerja sama dan berkomunikasi dengan baik e. Dapat meningkatkan pemahaman siswa ketika bertukar pengetahuan
dengan teman.
3. Bagi Guru
Dapat menjadi bahan pertimbangan dalam pemilihan model pembelajaran yang akan digunakan untuk mencapai tujuan pembelajaran.
G. Defenisi Operasional
Untuk menghindari salah pengertian tentang apa yang dimaksud dalam penelitian ini, maka peneliti mengemukakan defenisi operasional sebagai berikut:
1. Model Pembelajaran MURDER
Model pembelajaran MURDER merupakan suatu model pembelajaran dengan sistem belajar yang menggunakan sepasang anggota atau berpasangan dari kelompok yang beranggotakan empat orang dan meliputi enam tahapan yaitu mood (suasana hati), understand (pemahaman), recall (pengulangan), detect (penemuan), elaborate (penggabungan), review (pelajari kembali).
2. Aktivitas
Aktivitas siswa dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan siswa
selama proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun
aspek rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh guru untuk mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.
Dalam penelitian ini hal-hal yang diamati adalah sebagai berikut:
a. Listening activities (Kegiatan mendengar), kegiatan siswa mendengarkan setiap arahan dari guru, mendengarkan pasangan dyad nya saat menyampaikan hasil diskusi, dan mendengarkan siswa lain saat mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
b. Motor activities (Kegiatan motorik), kegiatan siswa dalam mengerjakan LKS.
c. Oral activities (Kegiatan lisan), siswa berani bertanya, mengeluarkan pendapat saat diskusi kelompok.
d. Emotional activities (Kegiatan emosional), siswa berani mempresentasikan LKS hasil diskusi kelompok di depan kelas
e. Visual activities (Kegiatan emosional), siswa membaca bahan ajar yang diberikan.
f. Drawing activities (Kegiatan menggambar), kemampuan siswa dalam menggambar diagram venn pada materi himpunan.
g. Mental activities (Kegiatan mental), kemampuan siswa dalam memecahkan soal.
h. Writing activities (Kegiatan menulis), adalah kemampuan siswa menulis kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
3. Kemampuan Koneksi Matematis
Kemampuan koneksi matematis adalah hubungan atau keterkaitan antar konsep matematika, konsep matematika dengan ilmu lain dan dengan kehidupan sehari-hari. Adapun indikator dari kemampuan koneksi matematis ini mengacu pada indikator sebagai berikut:
a. Mengenal keterhubungan diantara ide-ide matematika.
b. Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.
c. Menggunakan hubungan antara ide matematika.
4. Pembelajaran Konvensional
Pembelajaran Konvensional adalah pembelajaran yang beriontasi pada guru dimana siswa hanya menerima apa yang disampaikan oleh guru tanpa ada usaha untuk untuk mencari dan menggali informasi tersebut.
Pembelajaran yang di maksud dalam penelitian ini adalah suatu kegiatan
pembelajaran yang dimulai dengan orientasi dan penyajian materi dengan
menggunakan metode ekspositori, dilanjutkan dengan pemberian contoh
soal yang diberikan oleh guru, kemudian diadakan tanya jawab, dan
terakhir guru memberikan latihan dan tugas terkait dengan materi
pembelajaran.
14
BAB II
KAJIAN PUSTAKA A. Landasan Teori
1. Pembelajaran Matematika
Dalam proses pendidikan di sekolah tugas utama guru adalah mengajar sedangkan tugas utama setiap siswa adalah belajar. Selanjutnya keterkaitan antara belajar dan mengajar itulah yang disebut dengan pembelajaran (Wina Sanjaya, 2005:87). Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pembelajaran merupakan proses, cara, perbuatan menjadikan orang atau makhluk hidup belajar. Belajar adalah suatu proses yang ditandai dengan adanya perubahan pada diri seseorang. Perubahan sebagai hasil dari proses belajar dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti berubah pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah laku, keterampilan, kecakapan, kebiasaaan, serta perubahan aspek-aspek lain yang ada pada individu yang belajar (Nana Sudjana, 1989:5 ).
Menurut Hilgard dan Bower, belajar berhubungan dengan perubahan tingkah laku seorang terhadap sesuatu situasi tertentu yang disebabkan oleh pengalamannya yang berulang-ulang dalam situasi itu, perubahan tingkah laku tidak dapat dijelaskan atau dasar kecendrungan respons pembawaan, kematangan, atau keadaan-keadaan sesaat, misalnya kelelahan, pengaruh obat dan sebagainya. Sedangkan menurut Harold Spears “Learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction (belajar adalah mengamati, membaca, meniru, mencoba sesuatu, mendengar dan mengikuti arah tertentu) (Thobroni, 2015: p.18). Sehingga belajar dapat dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan dari mengamati hingga mengikuti arah tertentu.
Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat kita lihat bahwa
pembelajaran itu merupakan hubungan antara belajar dengan mengajar,
dimana disini yang belajar adalah siswa dan yang mengajar adalah guru.
Sedangkan belajar itu sendiri adalah proses perubahan baik itu perilaku dan juga mental seseorang sesuai dengan kebutuhannya untuk mencapai tujuan tertentu dan belajar itu juga bisa dikatakan pengalaman yang didapatkan dari suatu kejadian atau peristiwa pada suatu lingkungan yang dialaminya.
Bicara tentang matematika beberapa orang mendefinisikan matematika berdasarkan struktur matematika, pola pikir matematika, pemanfaatannya pada bidang lain dan sebagainya. Atas dasar pertimbangan itu maka ada beberapa definisi tentang matematika menurut Sri Anitah yaitu :
a. Matematika adalah cabang pengetahuan eksak dan terorganisasi.
b. Matematika adalah ilmu tentang keluasan atau pengukuran dan letak.
c. Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan dan hubungan- hubungan.
d. Matematika berkenaan dengan ide-ide, struktur-struktur, dan hubungannya yang diatur menurut urutan yang logis.
e. Matematika adalah ilmu deduktif yang tidak menerima generalisasi yang didasarkan pada observasi (induktif) tetapi diterima generalisasi yang didasarkan kepada pembuktian secara deduktif.
f. Matematika adalah ilmu tentang struktur yang terorganisasi mulai dari unsur yang tidak didefinisikan ke unsur yang didefinisikan, keaksioma atau postulat ahirnya ke dalil atau teorema.
Matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan
besaran, dan konsep-konsep hubungan lainnya yang jumlahnya banyak
dan terbagi kedalam tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan geometri (Ali
Hamzah ,dkk: 2014:47). Berdasarkan pendapat diatas dapat disimpulkan
bahwa matematika merupakan cabang ilmu eksak yang diterapkan didalam
berbagai ilmu, baik itu dalam ilmu sosial, ilmu ekonomi dan bisnis, ilmu
kesehatan dan ilmu lainnya. Matematika juga dapat juga dapat mendorong
seseorang untuk menjadi seseorang yang dinamis atau aktif dan memiliki
pola pemikiran yang sistematis, logis dan kritis. Dan juga matematika itu
menjelaskan sesuatu yang abstrak maupun terdefinisi.
Menurut Tim Diknas Tujuan pembelajaran Matematika pada kurikulum Matematika adalah sebagai berikut:
a. Untuk melatih cara berpikir dan bernalar dalam menarik kesimpulan.
b. Mengembangkan aktivitas yang kreatif dan melibatkan imajinasi, intuisi dan rasa ingin tahu.
c. Mengembangkan kemampuan pemecahan masalah.
Mengembangkan kemampuan secara lisan, catatan dan grafik atau bentuk lainnya (Depdiknas, Standar Kompetensi Mata Pelajaran Matematika Sekolah Menengah Atas dan Madrasah Aliyah,(Jakarta:
Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah dan Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama,2003).
Selain itu, tujuan pembelajaran matematika di sekolah menengah atas juga dijelaskan pada Permen No. 20 tahun 2006, yaitu:
a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes, akurat, efisien dan tepat, dalam pemecahan masalah.
b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.
c. Memecahakan masalah yang meliputi kemampuan memahami masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.
d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.
Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah (Permendiknas Nomor 20 Tahun 2006:46).
Berdasarkan penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa betapa
pentingnya pembelajaran matematika ini dalam kehidupan manusia dan
itupun sudah diatur dalam peraturan pemerintah, dengan belajar
matematika seseorang dilatih bagaimana berfikir kritis, sistematis, jujur
serta dituntut teliti, sehingga dengan adanya latihan seperti itu
memudahkan siswa dalam menghadapi berbagai macam masalah atau
perubahan yang ada dalam kehidupan dan juga belajar matematika ini juga bermanfaat bagi ilmu-ilmu pengetahuan yang lainnya.
2. Model Pembelajaran MURDER (Mood, Understand, Recall, Detect,
Elaborate, Riview)a. Pengertian Model Pembelajaran MURDER
Model pembelajaran MURDER merupakan suatu model pembelajaran dengan sistem belajar yang menggunakan sepasang anggota atau berpasangan dari kelompok yang beranggotakan empat orang dan meliputi enam tahapan yaitu mood (suasana hati), understand (pemahaman), recall (pengulangan), detect (penemuan), elaborate (penggabungan), review (pelajari kembali). Model ini menekankan kerjasama yang baik dan keaktifan siswa sebagai individu dalam kegiatan belajar mengajar dan juga memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri, memaknai materi dan memahaminya secara mendalam dalam kegiatan diskusi sehingga diperoleh pengalaman belajar dan hasil belajar yang maksimal (Ismail, 2013).
Partadjaya (2012) menyatakan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe MURDER menggunakan sepasang dyad. Dyad adalah pertemuan antara dua orang yang berkomunikasi secara lisan dan tertulis. Menurut Santyasa (2009) kelebihan model ini adalah menekankan pentingnya kemampuan berbahasa atau keterampilan verbal siswa dalam mengulang dan merekonstruksi informasi dan ide suatu materi pembelajaran, untuk dipahami dan dijadikan sebagai miliknya dan mampu kembali dikomunikasikan dengan baik secara verbal.
MURDER terdiri dari enam kata yaitu Mood, Understand,
Recall, Detect, Elaborate, dan Review. Pembelajaran MURDER
pertama kali dimunculkan oleh Dansereau et al pada tahun 1979
sebagai salah satu bentuk pembelajaran kooperatif (Lambiotte, Judith
et al, 1987). Mood berarti menetapkan pola pikir dan suasana hati
yang positif untuk belajar, understand berarti memahami apa yang sedang dipelajari, recall berarti memanggil kembali pengetahuan yang telah diingat, detect berarti memeriksa kembali kebenaran dan menemukan kesalahannya, elaborate berarti mengelaborasi pengetahuan, dan review berarti mengulas kembali apa yang telah dikerjakan. Pembelajaran MURDER dapat membangun motivasi siswa dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar mandiri melalui kegiatan memaknai materi dan berdiskusi (Hasanah, U & Kartono, 2016).
b. Langkah-langkah Model Pembelajaran MURDER
Model pembelajaran MURDER diperkenalkan oleh Hythecker, Danserau, dan Rocklin pada tahun 1979. Pembelajaran kooperatif murder menggunakan sepasang anggota dyad (pasangan dua orang) dari kelompok beranggotakan 4 orang dan memiliki 6 langkah (McCafferty, et al., 2006), yaitu :
1) Susana hati (mood), mengatur susana hati yang dapat dilakukan dengan cara relaksasi dan berfokus pada tugas belajar. kedua anggota dyad menetapkan suasana santai namun terarah sebelum memulai pekerjaan mereka. Untuk langkah ini diperlukan sikap saling memahami satu sama lain, sikap saling menghormati dan saling menerima, sehingga kedua siswa dapat menjalani pembelajaran dengan senang hati. Selain itu, dengan upaya meningkatkan motivasi siswa untuk belajar atau dengan melakukan hal yang menarik untuk membuat siswa penasaran.
2) Pemahamaan (understand), kedua anggota dyad membaca dan memahami bagian materi dengan membacanya secara perlahan.
Kedua siswa akan membaca bagian materi secara sendiri-sendiri.
3) Pengulangan (recall), slaah satu anggota dyad (yang telah
disepakati oleh kedua anggota dyad) menerangkan secara verbal
tentang apa yang telah dipahaminya pada langkah-langkah
understand dan menyimpulkan tentang ide-ide utama masalah , dan pasangannya dengan seksama.
4) Pendeteksian (detect) yang dilakukan oleh anggota dyad yang lain terhadap munculnya kesalahan atau kealpaan catatan. Anggota dyad yang berada pada posisi sebagai pendengar pada langkah recall akan mencocokkan kesimpulan dari pasangannya dengan pemahamannya sendiri (yang dilakukannya pada langkah understand) kemudian mencoba mendeteksi hal-hal apa saja yang dirasanya kurang atau salah dalam paparan pasangannya.
5) Pengelaborasian (Elaboarte), melakukan elaborasi pada ide-ide utama dari masalah yang dilakukan oleh kedua anggota dyad.
Jenis elaborasi meliputi:
a) Koneksi dengan hal-hal lain yang telah dipelajari siswa b) Hubungan antara masalah tersebut dan kehidupan siswa c) Tambahan informasi yang relevan yang tidak termasuk
didalamnya
d) Persetujuan atau pertidaksetujuan dengan pandangan atau ide- ide yang dinyatakan di dalamnya
e) Reaksi terhadap masalah, seperti kejutan, sukacita, atau kemarahan
f) Aplikasi dari ide-ide dan informasi
g) Pertanyaan, baik tentang hal-hal yang tidak dapat dimengerti atau pertanyaan yang dipicu dalam permasalahan tersebut Langkah-langkah 2, 3, 4 dan, 5 diulangi lagi untuk masalah selanjutnya ( jika masalah yang diberikan lebih dari satu).
6) Pelajari kembali (riview), ketika semua masalah telah diselesaikan,
menyimpulkan keseluruhan proses pemecahan masalah dari hasil
pekerjaannya dan menstransmisikan pada dyad yang lain dalam
kelomponya, dilakukan oleh kedua dyad.
Langkah-langkah model pembelajaran MURDER Menurut Steven G. McCafferty et all dalam Setiyowati dan Pramukantoro (2014), yaitu:
1) Mood : Pada langkah Mood ini siswa diajak untuk relaksasi atau santai bertujuan untuk mengatur suasana hati sebelum pembelajaran dimulai
2) Understand : Sebuah bacaan (atau bagian dari buku teks) telah dibagi menjadi beberapa bagian. (Guru dapat membagi bagian tersebut atau siswa dapat menggunakan bagian bab). Setiap siswa membaca bagian pertama dengan silent
3) Recall : Tanpa melihat bacaan. Salah satu anggota dari pasangan bertindak sebagai recaller yang merangkum gagasan kunci dari bagian bab tersebut;
4) Detect : Pasangan yang lainnya melihat bacaan, mendeteksi apakah ada yang salah, kelalaian, atau ada informasi yang belum dipahami dan mendiskusikannya dengan recaller. Recaller dan detector bergantian pada bab selanjutnya
5) Elaborate: Pada bagian ini kedua siswa menggabungkan pemahaman mereka;
6) Review : Ketika seluruh bab telah selesai, kedua pasangan menggabungkan pikiran mereka untuk merangkum seluruh bab.
Berdasarkan pendapat para ahli tersebut, peneliti memodifikasi langkah-langkah model pembelajaran MURDER sesuai kebutuhan dalam penelitian ini yang dijabarkan sebagai berikut:
1) Langkah mood, peneliti mengatur suasana hati siswa yang dapat dilakukan dengan cara relaksasi, dengan permaian diawal pembelajaran dan memberikan motivasi kepada siswa dengan menjelaskan manfaat materi yang akan dipelajari dalam kehidupan sehari-hari. Langkah ini menjadikan siswa terlihat lebih siap dan termotivasi dalam menerima pembelajaran.
2) Peneliti membagi siswa ke dalam kelompok yang heterogen dan mengacu pada nilai UTS dan saran dari guru yang menagajr dikelas tersebut. Setiap kelompok terdiri atas empat anggota, yang dibagi menjadi dua pasangan (dyad) yaitu dyad-1 dan dyad-2.
3) Langkah understand, peneliti memberikan materi dalam bentuk
print out dan juga memfasilitasi setiap kelompok dengan LKS
yang akan di diskusikan pada tahap recall. Kemudian peneliti meminta masing-masing pasangan dyad membaca dan menuliskan poin-poin penting pada materi. Langkah ini melatih siswa untuk membangun pengetahuannya sendiri sehingga materi yang dipelajari mudah untuk diingat.
4) Langkah recall, peneliti meminta satu di antara anggota setiap dyad menemukan jawaban LKS dan anggota yang lain menuliskan sambil mengoreksi. Selanjutnya, peneliti meminta satu di antara anggota dyad-1 setiap kelompok untuk mengungkapkan pemahamannya terhadap LKS kepada dyad-2, jika yang diungkapkan hanya berupa defenisi, maka dyad-1 tidak boleh melihat bacaan, mereka harus memahmi defenisi tersebut dna menyampaikannya dengan kata-kata dan pemahman mereka sendiri, akan tetapi jika berupa rumus dan contoh soal, maka diperbolehkan untuk melihat bacaan.
5) Langkah detect, peneliti memberitahu bahwa dyad-2 mendengarkan penyampaian jawaban LKS dyad-1 sambil mengoreksi kesalahan yang muncul dengan mengajukan pertanyaan atau pendapat jika terdapat kekeliruan begitupun sebaliknya.
6) Langkah elaborate, peneliti meminta setiap pasangan dyad mengemukakan pendapat, menanggapi dan memberikan sanggahan terkait pertanyaan yang muncul pada langkah detect.
Kemudian meminta setiap kelompok mengambil kesimpulan dari materi yang dipelajari, sehingga terbentuklah laporan lengkap secara keseluruhan.
7) Langkah review, peneliti mengarahkan beberapa kelompok
mempresentasikan jawaban LKS serta menyimpulkan materi yang
telah dipelajari.
Kelebihan model pembelajaran MURDER adalah:
1. Kelebihan dari model pembelajaran kooperatif tipe MURDER ini terletak pada langkah-langkah pembelajaran yang kompleks dan komprehensip.
2. Menciptakan semangat belajar sehingga konsentrasi belajar dapat dicapai secara maksimal dan dapat menyerap materi yang telah dipelajari
3. Siswa memiliki kesempatan untuk membentuk atau menyusun kembali informasi yang mereka terima.
3. Aktivitas Belajar
Aktivitas siswa dalam proses pembelajaran sangat perlu ditingkatkan karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat atau dikenal dengan semboyan learning by doing. Menurut Sardiman (Widodo, 2012:34) berbuat untuk merubah tingkah laku melalui perbuatan adalah prinsip belajar, ada tidaknya belajar dicerminkan dari ada atau tidaknya aktivitas.
Tanpa ada aktivitas, belajar mungkin tidak akan terjadi. Sehingga dalam interaksi belajar mengajar aktivitas merupakan prinsip yang penting.
Kemudian Djamarah (Susti Velyati ,2016:120) menjelaskan bahwa belajar bukanlah berproses dalam kehampaan, tidak pula pernah sepi dari berbagai aktivitas, tidak pernah terlihat orang yang belajar tanpa melibatkan aktivitas raganya.
Berdasarkan paparan di atas dapat disimpulkan bahwa keaktifan
siswa dalam belajar merupakan kegiatan yang dilakukan siswa selama
proses pembelajaran dengan mengaktifkan aspek jasmani maupun aspek
rohaninya dan harus dipahami serta dikembangkan oleh guru untuk
mencapai tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan. Sehingga aktivitas
belajar siswa sangat penting dalam kegiatan pembelajaran karena belajar
adalah aktivitas atau sesuatu proses untuk memperoleh pengetahuan,
meningkatkan keterampilan, memperbaiki perilaku, sikap dan
mengokohkan kepribadian. Selain itu, aktivitas siswa bertujuan untuk
membangun pengetahuan, interaksi antar siswa, siswa dengan guru serta
membangun gagasan perlu dirancang pembelajaran yang dapat mengembangkan aktivitas dan kreativitas siswa. Jadi untuk mencapai tujuan pembelajaran yang baik dipengaruhi oleh keseluruhan proses atau aktivitas pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa seutuhnya dalam kegiatan pembelajaran. Karena keaktifan belajar siswa tersebut akan mempengaruhi hasil belajar yang akan dicapai.
Menurut Syaiful (Wem Wewa, 2012) aktivitas belajar siswa yaitu Siswa belajar secara individual untuk menerapkan konsep, prinsip dan generalisasi, siswa belajar dalam bentuk kelompok untuk memecah masalah, setiap siswa berpartisipasi dalam melaksanakan tugas belajarnya melalui berbagai cara, siswa berani mengajukan pendapat, ada aktivitas belajar analisis, sintesis, penilaian dan kesimpulan, antar siswa terjalin hubungan sosial dalam melaksanakan kegiatan belajar, setiap siswa bisa mengomentari dan memberikan tanggapan terhadap pendapat siswa lainnya, setiap siswa berkesempatan menggunakan berbagai sumber belajar yang tersedia, Setiap siswa berupaya menilai hasil belajar yang dicapainya, ada upaya dari siswa untuk bertanya kepada guru dan meminta pendapat guru dalam upaya kegiatan belajarnya.
Disisi lain Paul B. Diedrich membuat suatu draf yang berisi 177 macam kegiatan siswa yang antara lain dapat digolongkan sebagai berikut (Sardiman 2011: 101):
a. Visual Activities, yang termasuk di dalamnya misalnya, membaca, memperhatikan gambar,demonstrasi percobaan, pekerjaan orang lain.
b. Oral Activities, seperti: menyatakan, merumuskan, bertanya, memberi saran, mengeluarkan pendapat, mengadakan wawancara, diskusi, interupsi.
c. Listening Activities, sebagai contoh mendengarkan: uraian, percakapan, diskusi, musik, pidato.
d. Writing Activities, seperti misalnya menulis cerita, karangan, laporan, angkt menyalin.
e. Drawing Activities, misalnya: menggambar, membuat grafik, peta, diagram,
f. Motor Activities, yang termasuk di dalamya antara lain: melakukan
percobaan, membuat konstruksi, model mereparasi, bermain,
berkebun, beternak.
g. Mental Activities, sebagai contoh misalnya: menanggapi, mengingat, memecahkan soal, menganalisis, melihat hubungan, mengambil keputusan.
h. Emotional Activities, seperti misalnya, menaruh minat, merasa bosan, gembira, bersemangat, bergairah, berani, tenang, gugup.
Berdasarkan kriteria aktivitas siswa dalam pembelajaran menurut para ahli di atas, kriteria aktivitas siswa yang peneliti gunakan dalam penelitian ini yang dapat dilihat dengan menerapkan model pembelajaran MURDER (Mood, Undesrstand, Recall, Detect, Elaborate, Riview) adalah sebagai berikut :
a. Listening activities/ Kegiatan mendengar, kegiatan siswa mendengarkan setiap arahan dari guru, mendengarkan pasangan dyad nya saat menyampaikan hasil diskusi, dan mendengarkan siswa lain saat mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas.
b. Motor activities/ Kegiatan motorik, kegiatan siswa dalam mengerjakan LKS.
c. Oral activities/ Kegiatan lisan, siswa berani bertanya, mengeluarkan pendapat saat diskusi kelompok.
d. Emotional activities/ Kegiatan emosional, siswa berani mempresentasikan LKS hasil diskusi kelompok di depan kelas
e. Visual activities/ Kegiatan emosional, siswa membaca bahan ajar yang diberikan.
f. Drawing activities/ Kegiatan menggambar, kemampuan siswa dalam menggambar diagram venn
g. Mental activities/ Kegiatan mental, kemampuan siswa dalam memecahkan soal.
h. Writing activities/ Kegiatan menulis, adalah kemampuan siswa menulis kesimpulan dari materi yang telah dipelajari.
4. Kemampuan Koneksi Matematis
a. Pengertian Kemampuan Koneksi matematis
Matematika terdiri dari berbagai topik yang saling berkaitan satu
sama lain. Keterkaitan tersebut tidak hanya antar topik dalam
matematika saja, tetapi terdapat juga keterkaitan antara matematika dengan disiplin ilmu lain. Selain berkaitan dengan ilmu lain, matematika juga berkaitan dengan kehidupan sehari-hari. Kemampuan mengaitkan antar topik dalam matematika, mengaitkan matematika dengan ilmu lain, dan dengan kehidupan sehari-hari disebut kemampuan koneksi matematis.
Koneksi berasal dari bahasa Inggris yaitu connection yang artinya hubungan. Koneksi secara umum adalah suatu hubungan atau keterkaitan. Koneksi dalam kaitannya dengan matematika yang disebut dengan koneksi matematika dapat diartikan sebagai pengaitan matematika dengan matematika itu sendiri, matematika dengan pelajaran lain atau matematika dengan topik lain. Kaidah koneksi dari Bruner dan Kenney menyebutkan bahwa setiap konsep, prinsip, dan keterampilan dalam matematika dikoneksikan dengan konsep, prinsip dan keterampilan lainnya. Bentuk koneksi yang paling utama adalah mencari koneksi dan relasi diantara berbagai struktur dalam matematika (Sugiman, 2008: 59).
Menurut Coxford (Kusmanto dan Marliyana, 2014:68) kemampuan koneksi matematis adalah kemampuan menghubungkan pengetahuan konseptual dan prosedural, menggunakan matematika pada topik lain, menggunakan matematika pada aktivitas kehidupan, mengetahui koneksi antar topik dalam matematika. Standar kemampuan koneksi dalam pembelajaran matematika yaitu mengenal dan menggunakan hubungan diantara ide-ide matematis, memahami bagaimana ide matematika saling berhubungan dan membangun ide satu sama lain untuk menghasilkan keseluruhan yang saling terkait, mengenal dan menerapkan ilmu matematika di luar konteks matematika (Musriliani, dkk, 2015:50).
Koneksi matematis (mathematical connection) merupakan salah
satu dari lima kemampuan standar yang harus dimiliki siswa dalam
belajar matematika yang ditetapkan dalam NCTM. yaitu: kemampuan
pemecahan masalah (problem solving), kemampuan penalaran (reasoning), kemampuan komunikasi (communication), kemampuan membuat koneksi (connection), dan kemampuan representasi (representation) (Listyotami, 2011:18). Jadi kemampuan koneksi matematis merupakan salah satu komponen dari kemampuan dasar yang harus dimiliki siswa dalam belajar matematika. Dengan demikian kemampuan koneksi matematis adalah hubungan atau keterkaitan antar konsep matematika, konsep matematika dengan ilmu lain dan dengan kehidupan sehari-hari.
b. Indikator Kemampuan Koneksi matematis
Indikator kemampuan koneksi matematis meliputi berbagai aspek.
Menurut NCTM menyatakan bahwa indikator untuk kemampuan koneksi matematis terdiri dari (Ahmad Fauzan, 2010:58):
1) Mengenal keterhubungan diantara ide-ide matematika.
2) Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.
3) Mengunakan hubungan antara ide matematika
Menurut Utari sumarmo dalam Ahmad Fauzan yang tergolong koneksi matematis diantaranya: (2010:37)
1) Mencari hubungan berbagai representasi konsep dan prosedur 2) Memahami hubungan antar topik matematika
3) Menerapkan matematika dalam bidang lain atau dalam kehidupan sehari-hari
4) Memahami representasi ekuivalen suatu konsep.
5) Mencari hubungan suatu prosedur dengan prosedur lain dalam presentasi yang ekuivalen
6) Menerapkan hubungan antar topik matematika dan antar topik matematika dengan topik diluar matematika
Menurut Sarbani (2008), indikator kemampuan koneksi matematis, yaitu:
1)
Mencari hubungan antara berbagai representasi konsep dan prosedur
2)
Memahami hubungan antar topik matematika
3)
Menggunakan matematika dalam bidang studi lain atau kehidupan sehari-hari
4)
Memahami representasi ekuivalen konsep yang sama
5)
Mencari koneksi satu prosedur lain dalam representasi yang ekuivalen
6)
Menggunakan koneksi antar topik matematika, dan antar topik matematika dengan topik lain
Menurut Kusuma dalam Maulana indikator kemampuan koneksi matematis adalah:(2013:10)
1) Memahami representasi ekuivalen dari konsep yang sama.
2) Mengenali hubungan prosedur matematika suatu representasi ke prosedur representasi yang ekuivalen.
3) Menggunakan dan menilai keterkaitan antar topik matematika dan keterkaitan di luar matematika.
4) Menggunakan matematika dalam kehidupan sehari- hari.
Kemampuan koneksi matematis menunjukkan bahwa matematika itu sangat bermanfaat dalam kehidupan. Dalam hal ini peneliti ingin mengamati koneksi matematika dengan indikator (Ahmad fauzan, 2010:58):
1) Mengenal keterhubungan diantara ide-ide matematika.
2) Memahami bagaimana ide-ide matematika dihubungkan dan dibangun satu sama lain sehingga bertalian secara lengkap.
3) Menggunakan hubungan antara ide matematika
Berikut ini merupakan tabel kriteria skor dalam kemampuan koneksi matematis (Ahmad fauzan, 2010:59).
Tabel 2.1 Kriteria Skor Kemampuan koneksi
Kriteria Skala 1 2 3 4 Skor 1. Mengenal hubungan antara ide-
ide matematika
Mampu
menjelaskan hubungan antara ide-ide matematika
Mampu
menjelaskan masing-masing ide matematika
2. Memahami bagaimana ide-ide matematis saling berhubungan
Mampu
menyimpulkan bagaimana ide-ide matematika saling berhubungan
Mampu