• Tidak ada hasil yang ditemukan

47 - diizinkan untuk kegiatan pariwisata dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) jenis wisata air,

(3) untuk kawasan yang tidak konsisten dalam pemanfaatan, dikembalikan pada kondisi dan fungsi semula secara bertahap.

b. acuan zonasi untuk kawasan Tipe C Tingkat Kerawanan Sedang :

- diizinkan untuk kegiatan peternakan dengan syarat: (1) rekayas teknis, (2) menjaga kelestarian lingkungan.

- diizinkan untuk kegiatan pertambangan dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) menjaga kelestarian lingkungan, (3) pengendalian kegiatan tambang sesuai peraturan yang ada. - diizinkan untuk kegiatan permukiman dengan syarat: (1) rekayasa teknis/rumah panggung,

(2) pemilihan tipe bangunan rendah hingga sedang, (3) menjaga kelestarian lingkungan. - diizinkan untuk transportasi dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) mengikuti pola kontur,

(3) fungsi tidak diubah/berubah sebagai hutan lindung, (4) diperlukan pengawasan tinggi terhadap pemanfaatan ruang.

c. acuan zonasi untuk kawasan Tipe C Tingkat Kerawanan Rendah:

- diizinkan untuk kegiatan peternakan dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) menjaga kelestarian lingkungan.

- diizinkan untuk kegiatan pertambangan dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) menjaga kelestarian lingkungan, (3) pengendalian kegiatan pertambangan sesuai peraturan yang ada. - diizinkan untuk permukiman dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) pemilihan tipe

bangunan rendah hingga sedang, (3) menjaga kelestarian lingkungan.

- diizinkan untuk transportasi dengan syarat: (1) rekayasa teknis, (2) mengikuti pola kontur, (3) fungsi tidak diubah/berubah sebagai hutan lindung, (4) diperlukan pengawasan tinggi terhadap pemanfaatan ruang.

Pasal 104

(1) Peraturan zonasi untuk kawasan imbuhan air tanah disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang secara terbatas untuk kegiatan budi daya tidak terbangun yang memiliki kemampuan tinggi dalam menahan limpasan air hujan;

b. penyediaan sumur resapan dan/atau waduk pada lahan terbangun yang sudah ada; dan

c. penerapan prinsip zero delta Q policy terhadap setiap kegiatan budi daya terbangun yang diajukan izinnya.

(2) Peraturan zonasi untuk kawasan sempadan mata air disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang untuk ruang terbuka hijau; dan

b. pelarangan kegiatan yang dapat menimbulkan pencemaran terhadap mata air.

Paragraf Kedua

Indikasi Arahan Peraturan Zonasi untuk Kawasan Budidaya Provinsi Pasal 105

Peraturan zonasi untuk kawasan hutan produksi dan hutan rakyat disusun dengan memperhatikan: a. pembatasan pemanfaatan hasil hutan untuk menjaga kestabilan neraca sumber daya kehutanan; b. pendirian bangunan dibatasi hanya untuk menunjang kegiatan pemanfaatan hasil hutan; dan c. pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf b.

Pasal 106

Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pertanian disusun dengan memperhatikan:

a. pelarangan alih fungsi lahan menjadi lahan budi daya non pertanian kecuali untuk pembangunan sistem jaringan prasarana utama;

b. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dengan kepadatan rendah; c. penerapan pola tanam yang sejalan dengan upaya pengendalian hama; dan

48

Pasal 107

Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan perikanan disusun dengan memperhatikan: a. pemanfaatan ruang untuk permukiman petani dan/atau nelayan denan kepadatan rendah; b. pembatasan pemanfaatan sumber daya perikanan agar tidak melebihi potensi lestari; c. pelarangan penangkapan biota yang dilindungi peraturan perundang-undangan; dan

d. pelarangan penggunaan peralatan tangkap yang mengancam kelestarian sumber daya perikanan;

Pasal 108

Indikasi arahan peraturan zonasi untuk kawasan pertambangan adalah: a. pengelolaan lingkungan pasca kegiatan pertambangan;

b. pengolahan limbah agar tidak mencemari tanah, udara, dan badan air;

c. penerapan standar keselamatan untuk melindungi pekerja dan masyarakat di sekitar kawasan pertambangan;

d. pengaturan pendirian bangunan agar tidak mengganggu fungsi alur pelayaran yang ditetapkan peraturan perundang-undangan; dan

e. pengaturan kawasan tambang dengan memperhatikan keseimbangan antara biaya dan manfaat serta keseimbangan antara resiko dan manfaat.

Pasal 109

Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan industri disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan ruang untuk kegiatan industri baik yang sesuai dengan kemampuan penggunaan teknologi, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia di wilayah sekitarnya; dan

b. pembatasan pembangunan perumahan baru sekitar kawasan peruntukan industri.

Pasal 110

Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan pariwisata disusun dengan memperhatikan:

a. pemanfaatan potensi alam dan budaya masyarakat sesuai daya dukung dan daya tampung lingkungan; b. perlindungan terhadap situs peninggalan kebudayaan masa lampau;

c. pembatasan pendirian bangunan hanya untuk menunjang kegiatan pariwisata; dan d. ketentuan pelarangan pendirian bangunan selain yang dimaksud pada huruf c.

Pasal 111

Peraturan zonasi untuk kawasan peruntukan permukiman disusun dengan memperhatikan: a. penetapan amplop bangunan;

b. penetapan tema arsitektur bangunan;

c. penetapan kelengkapan bangunan dan lingkungan; dan

d. penetapan jenis dan syarat penggunaan bangunan yang diizinkan.

Bagian Keempat Arahan Perizinan

Pasal 112

(1) Arahan perizinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) huruf b merupakan acuan bagi

pejabat yang berwenang dalam pemberian izin pemanfaatan ruang berdasarkan rencana struktur dan pola ruang yang ditetapkan dalam Peraturan Daerah ini.

(2) Izin pemanfaatan ruang diberikan oleh pejabat yang berwenang sesuai dengan kewenangannya.

(3) Pemberian izin pemanfaatan ruang dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan peraturan

49

(4) Pemberian izin pemanfaatan ruang yang berdampak besar dan penting dikoordinasikan oleh

Gubernur.

Bagian Kelima

Arahan Insentif dan Disinsentif Pasal 113

(1) Arahan pemberian insentif dan disinsentif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) huruf c

merupakan acuan bagi pemerintah dalam pemberian insentif dan pengenaan disinsentif.

(2) Insentif diberikan apabila pemanfaatan ruang sesuai dengan rencana struktur ruang, rencana pola

ruang, dan indikasi arahan peraturan zonasi yang diatur dalam Peraturan Daerah ini.

(3) Disinsentif dikenakan terhadap pemanfaatan ruang yang perlu dicegah, dibatasi, atau dikurangi

keberadaannya berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Daerah ini.

Pasal 114

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dalam pemanfaatan ruang wilayah provinsi dilakukan

oleh Pemerintah kepada pemerintah daerah dan kepada masyarakat.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan oleh instansi berwenang sesuai dengan

kewenangannya.

Pasal 115

(1) Insentif kepada pemerintah daerah diberikan, antara lain, dalam bentuk:

a. pemberian kompensasi; b. urun saham;

c. pembangunan serta pengadaan infrastruktur; atau d. penghargaan.

(2) Insentif kepada masyarakat diberikan, antara lain, dalam bentuk:

a. keringanan pajak; b. pemberian kompensasi; c. imbalan; d. sewa ruang; e. urun saham; f. penyediaan infrastruktur;

g. kemudahan prosedur perizinan; dan/atau h. penghargaan.

Pasal 116

(1) Disinsentif kepada pemerintah daerah diberikan, antara lain, dalam bentuk:

a. pembatasan penyediaan infrastruktur; b. pengenaan kompensasi; dan/atau c. penalti.

(2) Disinsentif dari Pemerintah kepada masyarakat dikenakan, antara lain, dalam bentuk:

a. pengenaan pajak yang tinggi;

b. pembatasan penyediaan infrastruktur; c. pengenaan kompensasi; dan/atau d. penalti.

50

(1) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dilakukan menurut prosedur sesuai dengan ketentuan

peraturan perundang-undangan.

(2) Pemberian insentif dan pengenaan disinsentif dikoordinasikan oleh Gubernur.

Bagian Keenam Arahan Pengenaan Sanksi

Pasal 118

Arahan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 85 ayat (2) huruf d merupakan acuan dalam pengenaan sanksi terhadap:

a. pemanfaatan ruang yang tidak sesuai dengan rencana struktur ruang dan pola RTRWP b. pelanggaran ketentuan arahan peratuan zonasi sistem Provinsi;

c. pemanfaatan ruang tanpa izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP; d. pemanfaatan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan

RTRWP;

e. pelanggaran ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang yang diterbitkan berdasarkan RTRWP;

f. pemanfataan ruang yang menghalangi akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum; dan/atau

g. pemanfaatan ruang dengan izin yang diperoleh dengan prosedur yang tidak benar.

Pasal 119

(1) pelanggaran terhadap Peraturan Daerah ini dapat dikenakan sanksi administratif dan/atau sanksi

pidana;

(2) sanksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan kepada orang perseorangan dan/atau

korporasi yang melakukan pelanggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 120

(1) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf a, huruf b, huruf d, huruf e,

huruf f, dan huruf g dikenakan sanksi administratif berupa: a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pencabutan izin; f. pembatalan izin;

g. pembongkaran bangunan; h. pemulihan fungsi ruang; dan/atau i. denda administratif.

(2) Terhadap pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 120 huruf c dikenakan sanksi

administratif berupa: a. peringatan tertulis;

b. penghentian sementara kegiatan;

c. penghentian sementara pelayanan umum; d. penutupan lokasi;

e. pembongkaran bangunan; f. pemulihan fungsi ruang; dan/atau g. denda administratif.

51

BAB IX

KETENTUAN PIDANA Pasal 121

(1) setiap orang yang tidak mentaati rencana tata ruang yang telah ditetapkan, yang mengakibatkan

perubahan fungsi ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta

benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 8 (delapan) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(3) jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 122

(1) setiap orang yang memanfaatkan ruang tidak sesuai dengan izin pemanfaatan ruang dari pejabat

yang berwenang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan perubahan fungsi ruang,

pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

(3) jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kerugian terhadap harta

benda atau kerusakan barang, pelaku dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

(4) jika tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan kematian orang, pelaku

dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

Pasal 123

Setiap orang yang tidak mematuhi ketentuan yang ditetapkan dalam persyaratan izin pemanfaatan ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

Pasal 124

Setiap orang yang tidak memberikan akses terhadap kawasan yang oleh peraturan perundang-undangan dinyatakan sebagai milik umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

Pasal 125

(1) setiap pejabat pemerintah yang berwenang yang menerbitkan izin tidak sesuai dengan rencana tata

ruang, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).

(2) selain sanksi pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pelaku dapat dikenai pidana tambahan

berupa pemberhentian secara tidak dengan hormat dari jabatannya.

Pasal 126

(1) dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 79, Pasal 80, Pasal 81 dan Pasal 82

52