• Tidak ada hasil yang ditemukan

C. ANALISIS STILISTIKA LIRIK LAGU SUKOHARJO MAKMUR

2. Diksi/Pilihan kata

Diksi yang ditemukan pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” yaitu kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa kawi, tembung saroja, tembung plutan, sinonim, antonim, idiom atau ungkapan, dan bentuk-bentuk literer.

a. Kosakata Bahasa Indonesia (90) Sesantine Sukoharjo makmur

commit to user

Maju aman konstitisonal

Mantab unggul rapi iku dadi sarana (GgJP/75/SM/1-3)

„harapan Sukoharjo makmur‟ „Maju aman konstitusional‟

„Mantab unggul rapi iku dadi sarana‟ (91) Aman mring swasana kalis ing rubeda

Konstitusional pranatan prayoga (GgJP/75/SM/9-10)

„Aman dalam suasana terhindar dari bahaya‟ „Konstitusional peraturan yang baik‟

Data (90) merupakan data yang mengandung diksi bahasa Indonesia, yaitu ditemukannya kata „maju‟, „amam‟, „konstitusional‟, „mantab‟, „unggul‟, dan „rapi‟. Pada data (91) ditemukan kosakata bahasa Indonesia yang sama pada data sebelumnya yaitu kata konstitusional „konstitusional‟.

b. Kosakata bahasa kawi

(92) Sesantine Sukoharjo makmur (GgJP/75/SM/1)

„Harapan Sukoharjo makmur‟

(93) Maju bangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangun negara membangun masyarakat‟ (94) Wimbuh kuncara negarane santosa (GgJP/75/SM/7)

„bertambah terkenal negara sentosa‟

(95) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13) „rapi yang dilihat senang yang memandang‟

(96) Nyata mahanani Sukoharjo makmur (GgJP/75/SM/14) „Nyata menandakan Sukoharjo makmur‟

(97) Ngrungkebi saloka sedumuk bathuk senyari bumi (GgJP/75/SM/8) „Merangkul saloka sedumuk bathuk senyari bumi‟

(98) Aman mring swasana kalis ing rubeda (GgJP/75/SM/9) „Aman dalam suasana terhindar dari halangan‟

commit to user

Pada data (92) terdapat kosakata bahasa kawi yaitu sesanti „harapan / doa‟, kata tersebut sudah jarang digunakan, bahkan dalam pergaulan umum banyak masyarakat yang tidak mengetahui makna kata tersebut. Data (93) mengandung kosakata bahasa kawi yaitu praja „negara‟ dan bebrayan „masyarakat‟. Pada data (94) kosakata bahasa kawi yang ditemukan adalah kata kuncara „sangat terkenal‟, bahasa ini digunakan karena lebih indah dari bahasa sehari-hari dan mengandung unsur arkhais. Data (95) ditemukan dua kata yang merupakan bahasa kawi, yaitu kadulu „dilihat‟ dan amulat „melihat, kedua kata ini lebih terkesan arkhais jika dibanding bahasa sehari-hari. Data (96) kata yang berupa kata kawi adalah mahanani „menandakan‟, kata tersebut terdengan lebih memiliki nilai keindahan. Pada data (97) ditemukan kosakata bahasa kawi yaitu kata saloka yaitu ungkapan seperti peribahasa akan tetapi mengandung makna kiasan. Pada data (98) ditemukan kosakata bahasa kawi yaitu kata kalis yang mempunyai makna terhindar dari (penyakit, kecelakaan dst).

c. Tembung Saroja

(99) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5)

„Subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

pada (99) terdapat dua kata yang maknanya hampir sama dan dipakai secara berdampingan yaitu kata subur „subur‟ dan makmur „makmur‟.

d. Tembung plutan

(100) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13) „rapi yang dilihat senang yang memandang‟

commit to user

Data (100) mengandung tembung plutan „kata yang dikurangi jumlah suku katanya, kata yang berupa tembung plutan yaitu kata kang „yang‟ yang berasal dari kata ingkang „yang‟. Pengurangan tersebut bertujuan untuk menyelaraskan lirik dengan dongding lagu.

e. Sinonim

(101) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13) „Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Pada data (101) merupakan bentuk sinonim kata dengan kata, kata yang besinonimi yaitu kata dulu „lihat‟ dengan mulat „melihat‟. Dengan adanya sinonim tersebut membuat kata-kata dalam lirik tersebut lebih variatif dan tidak membosankan.

f. Antonimi

(102) Aman mring swasana kalis ing rubeda (GgJP/75/SM/9)

„Aman dalam swasana terhindar dari bahaya‟

Pada data (102) terdapat kata yang berantonimi yaitu antara kata aman „aman‟ dengan kata rubeda „halangan/bahaya‟. Kedua kata tersebut merupakan oposisi kutub karena tidak bersifat mutlak melainkan ada tingkatannya.

g. Idiom atau ungkapan

(103) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5) „Tanpa kekurangan suatu apapun‟

Data (103) merupakan ungkapan Jawa yang sekarang masih digunakan gemah ripah loh jinawi yang bermakna negeri yang ramai tanahnya subur dan kebutuhan terjangka. Ungkapan ini biasanya digunakan untuk menggambarkan

commit to user

suatu daerah yang subur sehingga apapun yang ditanam bisa menghasilkan dan bermanfaat, aman sehingga banyak orang yang datang, tanahnya subur, dan semua kebutuhan terjangkau.

(104) Ngrungkebi saloka Sedumuk bathuk senyari bumi (GgJP/75/SM/ „kewajiban mempertahankan apa yang kita miliki‟

Maksud dari data (104) sedumuk bathuk senyari bumi „meskipun hanya satu sentuhan oleh orang lain jika yang disentuh adalah bathuk atau tubuh keluarga kita, kita wajib menjaga dan mempertahankannya, dan meskipun yang diusik hanya sejengkal tetapi jika itu adalah tanah kita, maka kewajiban kita membela meskipun sampai berkorban jiwa.

h. Bentuk-bentuk literer 1) Afiksasi

Pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” ditemukan afiksasi berupa prefiks {aN-}, prefiks {ka-}, prefiks {a-}, dan infiks {-in-}

(105) Tulus kang tinandur murah kang tinuku (GgJP/75/SM/6) „berhasil yang ditanam murah yang dibeli‟

Pada data (105) terdapat dua kata yang mengalami afiksasi literer, yang pertama tinandur „ditanam‟ kata ini berasal dari kata dasar tandur „tanam‟ +{- in-}. Kata yang kedua adalah tinuku „dibeli‟, kata ini berasal dari kata dasar tuku „beli‟ + {-in-}, dengan adanya sisipan {-in-} mengubah kata kerja aktif menjadi kata kerja pasif.

commit to user

„Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Data (106) terdapat dua kata yang mengalami afiksasi literer yaitu kadulu „dilihat‟ dan amulat „memandang‟. Kadulu berasal dari kata {ka-}+ dulu. Amulat merupakan perubahan dari kata {a-}+ mulat.

(107) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangun negara membangun masyarakat‟

Pada data (107) terdapat prefiks {aN-} pada kata ambangun „membangun‟, kata tersebut terbentuk oleh {aN-}+bangun yang mengubah kata dasar bangun menjadi kata kerja aktif.

2) Reduplikasi

(108) Sesantine Sukoharjo makmur (GgJP/75/SM/1)

„Harapan Sukoharjo makmur‟

Pada data (108) terdapat reduplikasi berupa dwipurwa „perulangan pada suku kata pertama yaitu kata sesanti „harapan, doa‟, reduplikasi berfungsi untuk mempertegas makna suatu kata dalam karya sastra, memberikan tekanan yang terdengar ritmik atau runtut.

(109) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangun negara membangun masyarakat‟

Pada data (109) terdapat kata yang mengalami reduplikasi yaitu bebrayan „masyarakat luas‟, reduplikasi tersebut merupakan dwipurwa „pengulangan pada suku kata awal‟ dari kata dasar brayan „masyarakat‟.

commit to user 3. Gaya bahasa

Pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” ditemukan beberapa gaya bahasa, yaitu asindenton dan repetisi tautotes. Gaya bahasa tersebut berrujuan untuk menambah variasi-variasi kebahasaan.

a. Asindeton

Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma.

(110) Sesantine Sukoharjo makmur

Maju aman konstitusional

Mantab unggul rapi iku dadi sarana (GgJP/75/SM/3)

„Harapan Sukoharjo makmur‟ „Maju aman konstitusional‟

„Mantab unggul rapi itu jadi sarana‟

(111) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5) „Subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

Pada data (110) merupakan bentuk gaya bahasa yang memberikan acuan secara padat dimana beberapa kata yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambaung, yaitu kata maju, aman, konstitusional, mantab, unggul, dan rapi. Pada data (111) terdapat gaya bahasa dengan menggunakan kata-kata yang sederajat tanpa tanda hubung yaitu subur makmur gemah ripah loh jinawi „Subur makmur, ramai, semua yang ditanam subur, dan bahan pokok terjangkau‟

commit to user b. Repetisi tautotes

Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual beberapa kali dalam sebuah konstruksi.

(112) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangu negara membangun masyarakat‟

Pada data (112) merupakan bentuk gaya bahasa tautotes yaitu kata bangun „membangun‟ diulang sebanyak dua kali dalam satu konstruksi. Hal ini tentu akan menambah penekanan pada kata yang diulang sehingga maksud dari penulis lebih mudah diterima oleh masyarakat.

4. Pencitraan

Pada LIDS lirik lagu “Sukoharjo Makmur” terdapat dua macam pencitraan yaitu citraan pengelihatan dan citraan gekak.

a. Citraan pengelihatan

(113) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5)

„Subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

Dari data (113) dapat kita lihat adanya citraan yang membuat imaji kita terusik untuk ikut membayangkan suatu tempat yang subur makmur, pengarang mencoba membawa kita pada suatu pengalaman indrawi yaitu indra pengelihatan.

(114) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13)

„Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Pada data (114) merupakan pencitraan pengelihatan, di mana pengarang mencoba mengajak pendengar untuk ikut membayangkan dan seolah-olah ikut

commit to user

melihat apa yang dilihat oleh pengarang. Pengarang menjelaskan bahwa Sukoharjo kota yang rapi dan menyenangkan jika diperhatikan.

b. Citraan gerak

(115) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4)

„Maju membangu negara membangu masyarakat‟

Pada data (115) merupakan bentuk dari citraan gerak di mana seolah-olah orang yang membaca juga bisa mengetahui bahwa kota Sukoharjo melakukan pembangunan baik pembangunan fisik maupun pembangunan masyarakat.

D. ANALISIS STILISTIKA LIRIK LAGU KARANGANYAR

Dokumen terkait