• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV A. ANALISIS DATA. penggunaan gaya bahasa pada LIDS, (4) pencitraan pada LIDS. Peneliti terlebih

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV A. ANALISIS DATA. penggunaan gaya bahasa pada LIDS, (4) pencitraan pada LIDS. Peneliti terlebih"

Copied!
78
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

39 BAB IV

A. ANALISIS DATA

Dalam analisis data terdapat empat hal yang diulas, yaitu: (1) pemanfaatan aspek-aspek bunyi bahasa dalam LIDS, (2) diksi atau pilihan kata pada LIDS, (3) penggunaan gaya bahasa pada LIDS, (4) pencitraan pada LIDS. Peneliti terlebih dahulu akan memaparkan lagu identitas daerah, kemudian peneliti akan menjabarkan aspek-aspek stilistika seperti pemanfaatan aspek bunyi (purwakanthi), diksi atau pilihan kata, gaya bahasa dan juga pencitraan yang terkandung dalam LIDS, hal ini bertujuan agar lagu yang diteliti tidak kehilangan esensinya.

Lagu-lagu identitas daerah yang akan dikaji secara stilistika merupakan lagu yang menjadi identitas masing-masing kabupaten di SUBOSUKAWONOSRATEN. Adapun lagu-lagu tersebut adalah sebagai berikut.

A. Solo Berseri B. Boyolali Tersenyum C. Sukoharjo Makmur D. Karanganyar Tenteram E. Wonogiri Sukses F. 1. Sragen Asri 2. Gerbang Sukowati G. Klaten Bersinar.

Adapun lagu yang pertama diteliti menggunakan kajian stilistika dalam LIDS adalah “Solo Berseri”, adapun kajiannya adalah sebagai berikut.

(2)

commit to user

A. ANALISIS STILISTIKA LIRIK LAGU SOLO BERSERI

1 2 3 4 5 6 7 8

Berseri berseri bersih sehat rapi indah/ Pancen nyata pra kanca kanggo srana/ Mujudake Surakarta kutha budaya/ Pariwisata lan olah raga/

Wus misuwur sedulur njaban rangkah/ Wus genah ngondangake kutha Sala tanpa nendra/

Dadya budayaning bangsa mrih kuncara/ Berseri berseri bersih sehat rapi indah/

„Berseri berseri bersih sehat rapi indah „Memang benar teman-teman untuk sarana „Mewujudkan Surakarta kota budaya „Pariwisata dan olah raga

„Sudah terkenal oleh saudara luar daerah „Sudah pasti menjadikan kota Solo tak pernah tidur

„Jadilah budaya bangsa menjadi terkenal „Berseri berseri bersih sehat rapi indah

1. Pemanfaatan Aspek-aspek Bunyi Bahasa

Kajian stilistika dalam lagu “Solo Berseri” menggunakan banyak aspek

purwakanthi „perulangan bunyi‟. Penggunaan purwakanthi ini dimaksudkan

untuk keindahan bahasa. Pada Lagu “Solo Berseri” purwakanthi, yaitu asonansi atau purwakanthi swara “pengulangan bunyi vokal”, aliterasi atau purwakanthi

sastra ‘perulangan bunyi konsonan‟, dan purwakanthi basa/lumaksita

„pengulangan kata atau suku kata yang telah digunakan pada bagian sebelumnya‟.

a. Asonansi (purwakanthi swara)

Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan bunyi vokal yang sama. Adapun asonansi yang ditemukan dalam LIDS lirik lagu “Solo Berseri”yaitu berupa perulangan vokal [ᴐ], [i], [U], [ê]. Berikut ini data yang mengandung asonansi atau purwanthi swara „pengulangan bunyi vokal‟ pada lagu “Solo Berseri”.

(3)

commit to user 1) Asonansi /a/ dibaca [ᴐ]

(1) Pancen nyata pra kanca kanggo srana(GgJP/81/SB/2) „Memang benar teman-teman untuk sarana‟

(2) Mujudake Surakarta kutha budaya (GgJP/81/SB/3) „Memujudkan Surakarta Kota Budaya‟

(3) Wus genah ngondhangake Kutha Sala tanpa nendra (GgJP/81/SB/5) „Sudah pasti menjadikan Kota Solo tak pernah tidur‟

(4) Dadya budayaning bangsa mrih kuncara (GgJP/81/SB/7) Jadilah budaya bangsa menjadi terkenal

Pada data (1) sampai dengan data (4) merupakan data yang mengandung asonansi [ᴐ]. Pada data (1) merupakan bentuk perulangan [ᴐ], dalam baris tersebut ditemukan perulangan /a/ pada kata nyata„benar‟, pra kanca „para saudara‟, dan srana „sarana‟, dengan perulangan tersebut akan memberikan kesan keindahan

bunyi vokal yang runtut dan indah. Pada data (2) asonansi /a/ ditemukan sebanyak enam kali secara berurutan, hal ini akan menambah kesan rapat dan kesan keindahan dalam pelafalan, terlebih vokal /a/ yang berada di akhir kata baris yaitu pada kata Surakarta„Surakarta‟, kutha„kota‟, dan budaya „budaya‟. Pada data (3)

asonansi /a/ diulang sebanyak lima kali, yaitu pada kata kutha Sala tanpa nendra

„kota Solo tak pernah tidur‟. Bunyi vokal [ᴐ] pada setiap suku kata terakir memberikan kesan suara yang runtut dan memperindah lagu. Data (4) dadya

budayaning bangsa mrih kuncara „jadilah budaya bangsa menjadi terkenal‟

ditemukan asonansi /a/ yang memberikan unsur keindahan, meskipun sederhana namun vokal [ᴐ] disini dapat membuat harmonisasi kata.

2) Asonansi /a/ [ᴐ] pada akhir baris (5) Pancen nyata pra kanca kanggo srana

(4)

commit to user

Mujudake Surakarta kutha budaya (GgJP/81/SB/2-3) „Memang benar teman-teman untuk sarana‟

„Mewujudkan Surakarta kota budaya‟

(6) Wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra

Dadya budayaning bangsa mrih kuncara (GgJP/81/SB/6-7)

„Sudah jelas menjadikan terkenal Kota Solo tak pernah tidur‟ „Jadilah budaya bangsa menjadi terkenal‟

pada (5) sampai dengan data (6) merupakan bentuk asonansi pada akhir baris. Pada data (5) asonansi /ᴐ/ pada suku kata terakhir setiap baris memberikan kesan keindahan dan mempermudah dalam pelafalan lagu, yaitu vokal [ᴐ] pada kata srana „sarana‟, dan budaya „budaya‟. Data (6) wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra „sudah jelas menjadikan terkenal kota Solo tak pernah

tidur‟, dadya budayaning bangsa mrih kuncara „jadilah budaya bangsa menjadi

terkenal‟, kedua baris tersebut berurutan sehingga suku kata terakhir /ᴐ/ dari setiap baris menjadi indah dan serasi jika dilafalkan‟, yaitu pada kata nendra„tidur‟ dan

kuncara „terkenal‟. Kedua data tersebut mengandung kesan keindahan yang

disebabkan oleh asonansi /a/ pada akhir baris.

3) Asonansi /i/

(7) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/81/SB/1) „Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

Pada data (7) berseri berseri bersih sehat rapi indah „berseri berseri bersih sehat rapi indah‟, terdapat perulangan vokal /i/ yang berurutan yaitu pada kata berseri, berseri, bersih, rapi, danindah. Adanya perulangan tersebut memberikan keindahan suara yang secara langsung akan menambah keindahan lagu secara keseluruhan.

(5)

commit to user 4) Asonansi /u/ [U]

(8) Wus misuwur sedulur jaban rangkah (GgJP/81/SB/5) „sudah dikenal saudara di luar daerah‟

Pada data (8) merupakan bentuk asonansi /u/, dapat dilihat pada kata wus „sudah‟, misuwur „terkenal‟, dan sedulur „saudara‟, ketiga kata tersebut oleh penulis disusun secara berurutan, vokal [U] yang rapat pada suku kata terakhir ketiga kata tersebut menjadikan asonansi /u/ terdengar runtut dan indah.

5) Asonansi /e/ [ê]

(9) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/81/SB/8) „Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

Pada data (9) di atas terdapat asonansi [ê] yang berurutan yaitu pada kata berseri berseri bersih, asonansi [ê] di atas membuat harmonisasi suara yang menambah kemerduan suara pada baris tersebut.

b. Aliterasi (purwakanthi sastra)

Purwakanthi sastra „aliterasi‟ adalah pengulangan konsonan atau

kelompok konsonan pada awal suku kata atau awal kata secara berurutan. Pada LIDS lirik lagu “Solo Berseri” ditemukan aliterasi /s/, aliterasi /r/, dan aliterasi /b/.

1) Aliterasi /s/

(10) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/81/SB/1) „Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

(11) Wus misuwur sedulur jaban rangkah (GgJP/81/SB/5) „sudah terkenal oleh saudara di luar daerah‟

(6)

commit to user

Pada data (10) dan (11) terdapat aliterasi konsonan /s/, pada data (10) konsonan /s/ secara berurutan pada awal baris yaitu pada kata berseri „berseri‟ berseri „berseri‟ bersih „bersih‟ dan sehat „sehat‟, aliterasi /s/ dalam baris tersebut memberikan kesan indah dan merdu, secara berurutan jika dilafalkan akan terdengar indah dan enak didengar. Pada data (11) aliterasi /s/ ditemukan pada kata wus „sudah‟ misuwur „terkenal‟ sedulur „saudara‟, aliterasi /s/ terdengar sangat mendominasi ketika baris tersebut dilafalkan. Hal ini tentu akan menambah kepaduan suara dan juga keindahan lagu.

2) Aliterasi /r/

(12) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/85/SB/1) „Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

(13) Wus misuwur sedulur jaban rangkah (GgJP/85/SB/5)

„Sudah dikenal saudara diluar daerah‟

Pada data (12) dan (13) merupakan baris yang mengandung aliterasi /r/. Pada data (12) aliterasi /r/ secara berurutan ditemukan pada kata berseri berseri bersih rapi. Pada data (13) aliterasi /r/ terdapat pada kata misuwur „terkenal‟, sedulur „saudara/kerabat‟, rangkah „pagar batas wilayah‟. Pada kedua data tersebut menjadi terdengar ritmis dan indah karena adanya aliterasi /r/ yang berurutan.

3) Aliterasi /b/

(14) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/85/SB/11)

„Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

Pada data (14) berseri berseri bersih sehat rapi indah terdapat perulangan /b/ pada suku kata pertama pada tiga kata pertama yaitu berseri berseri bersih,

(7)

commit to user

dengan adanya perulangan tersebut membuat lagu tersebut terdengar merdu dengan suara konsonan [b] yang terdengar runtut.

c. Purwakanthilumaksita

Purwakanthi basa/lumaksita adalah perulangan bunyi suku kata, kata atau frase, letaknya di depan, tengah, dan akhir satuan lingual yang menimbulkan efek estetis atau keindahan.

(15) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/81/SB/1)

„Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

(16) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/81/SB/8)

„Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

(17) Wus misiwur sedulur njaban rangkah

Wus genah ngondangake kutha Sala tanpa nendra

(GgJP/81/SB/5-6)

„Sudah saudara terkenal oleh di luar daerah‟

„Sudah pasti pasti menjadikan kota Solo tak pernah tidur‟

Pada data (15) dan (16) merupakan data yang mengandung unsur purwakanthi lumaksita, meskipun berbeda nomor data, kedua data tersebut mempunyai bentuk dan isi yang sama. Unsur purwakanthi lumaksita dalam data tersebut ditemukan di awal baris, yaitu pada kata berseri berseri „berseri berseri‟.

Pengarang berusaha menjadikan kata berseri terlihat dominan karena memang

berseri merupakan semboyan dari kota Solo. Data (17) tersebut merupakan

bentuk perulangan kata atau purwakanthi lumaksita yang ditandai dengan ditemukannya kata wus „sudah‟, pada awal baris kelima dan pada baris keenam ditemukan lagi kalimat yang sama pada awal baris.

(8)

commit to user 2. Diksi / pilihan kata

Yang dimaksud diksi yaitu; Pertama, pilihan kata untuk diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentuk pengelompokan kata-kata yang tepat atau menggunakan ungkapan-ungkapan yang tepat, dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Kedua, pilihan kata atau diksi adalah kemampuan membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna dari gagasan yang ingin disampaikan, dan kemampuan untuk menemukan bentuk yang sesuai (cocok) dengan situai dan nilai rasa yang dimiliki kelompok masyarakat pendengar. Ketiga, pilihan kata yang tepat dan sesuai hanya dimungkinkan oleh penguasaan sejumlah besar kosakata atau pembendaharaan kata bahasa itu. Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan bahwa diksi atau pilihan kata yang digunakan untuk menyampaikan ide guna memperoleh efek tertentu yang dituangkan melalui karya sastra. Diksi yang digunakan dalam LIDS lagu “Solo Berseri” yaitu; kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa kawi, tembung pliutan, dan sinonimi,

a. Kosakata bahasa Indonesia

Kosa kata bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang diambil dari bahasa Indonesia dalam mengarang lagu, kosakata bahasa Indonesia dipilih agar hal-hal tertentu mudah dimengerti jika menggunakan bahasa tersebut.

(18) Berseri berseri bersih sehat rapi indah (GgJP/81/SB/1)

(9)

commit to user

Pada data (18) penulis menggunakan kosakata bahasa Indonesia agar apa yang disampaikan kepada pendengar bisa lebih diterima, selain itu penggunaan bahasa Indonesia juga disebabkan semboyan asli dari Kota Solo adalah BERSERI (bersih sehat rapi indah).

b. Kosakata Bahasa Kawi

Bahasa Kawi merupakan bahasa Jawa kuna yang sudah jarang dipakai lagi. bisa juga berarti kata-kata arkhais atau kata-kata yang mengandung keindahan.

(19) Wus misuwur sedulur njaban rangkah

Wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra

(GgJP/81/SB/5-6)

„Sudah dikenal saudara di luar daerah‟

„Sudah jelas menjadikan terkenal kota Solo tak pernah tidur‟

(20) Dadya budayaning bangsa mrih kuncara (GgJP/81/SB/7)

„jadilah budaya bangsa mrih kuncara‟

Pada data (19) ditemukan unsur bahasa kawi yaitu pada kata nendra „tidur‟, pengarang menyampaikan bahwa kota Solo sudah menjadi kota yang tak pernah tidur seperti kota-kota besar lainnya. Pada data (20) kosakata bahasa kawi yang ditemukan adalah kata kuncara „terkenal‟, kata kuncara dipilih karena lebih mengandung keindahan dan agar selaras dengan kata budaya „budaya‟ yang juga berakhiran /a/.

c. TembungPlutan

Tembung plutan yaiku tembung kang diringkes cacahing wandane „tembung plutan adalah kata yang diringkas atau dikurangi jumlah suku katanya.

(10)

commit to user

(21) Pancen nyata pra kanca kanggo srana

Mujudake Surakarta kutha budaya (GgJP/81/SB/2-3)

„Memang benar teman-teman untuk sarana‟ „Mewujudkan Surakarta kota budaya‟

(22) Dadya budayaning bangsa mrih kuncara (GgJP/81/SB/7)

„Jadilah budaya bangsa menjadi terkenal‟

Pada data (21) terdapat dua tembung plutan yaitu pada kata pra „para‟ yang berasal dari kata para „para‟, pengurangan suku kata pada kata para menjadi pra bertujuan untuk menyelaraskan lagu. Pada kata srana „sarana‟ juga dilakukan pengurangan suku kata untuk membuat lagu terdengar padu dengan ketukan lagu. Pada data (22) dadya budayaning bangsa mrih kuncara „jadilah budaya bangsa menjadi terkenal‟ merupakan data yang di dalamnya terdapat tembung plutan yaitu kata yang dikurangi jumlah sukukatanya, yaitu kata mrih yang berasal dari kata amrih „agar/supaya‟.

d. Sinonimi

Sinonim adalah bentuk bahasa yang maknanya mirip atau sama dengan bentuk lain, kesamaan itu berlaku bagi kata atau kalimat, walaupun umumnya yang dianggap sinonim hanyalah kata-kata saja

(23) Mujudake Surakarta kutha budaya

Pariwisata lan olah raga

Wus misuwur sedulur njaban rangkah

Wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra

(GgJP/81/SB/3-6)

„mewujudkan Surakarta kota budaya‟ „pariwisata dan olah raga‟

„sudah terkenal oleh saudara di luar daerah‟

„sudah pasti menjadikan terkenal kota Solo tak pernah tidur‟

(24) Wus misuwur sedulur njaban rangkah

Wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra

(11)

commit to user

„Sudah terkenal oleh saudara di luar daerah‟

„Sudah pasti menjadikan terkenal kota Solo tak pernah tidur‟ „jadilah budaya bangsa menjadi terkenal‟

Pada data (23) dan data (24) merupakan data yang mengandung sinonimi. Pada data (23) kata yang bersinonimi adalah Surakarta „Surakarta‟ dengan kata Sala „Solo‟. Seperti diketahui secara umum bahwa nama lain dari kota Surakarta

adalah kota Solo, hal ini sangat berkaitan dengan sejarah berdirinya kota Solo sendiri, data ini merupakan sinonim antara kata dengan frase. Pada data (24) terdapat kata yang bersinonimi, yaitu kata misuwur „terkenal‟, ngondhangake

(dari kata dasar kondhang„terkenal‟) dan kata kuncara„terkenal‟, ketiga kata ini

mempunyai makna yang sepadan, pengarang menggunakan kata yang bersinonimi untuk menambah variasi dan agar lagu tidak membosankan, data ini merupakan sinonimianatara kata dengan kata.

3. Gaya Bahasa

Setiap penulis pasti memiliki gaya bahasa masing-masing. Gaya bahasa adalah ekspresi linguistik, baik di dalam puisi maupun prosa (cerpen ,nonel, drama). Dalam lagu “Solo Berseri” gaya bahasa yang ditemukan adalah gaya bahasa hiperbola, asindenton, dan repetisi anafora.

a. Hiperbola

Hiperbola adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan, dengan membesar-besarkan sesuatu hal.

(25) Wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra

(12)

commit to user

„sudah pasti menjadikan terkenal kota Solo tak pernah tidur‟

Pada data (25) gaya bahasa yang ditemukan adalah gaya bahasa hiperbola, yaitu semacam gaya bahasa yang melebih-lebihkan suatu hal. Data tersebut menjelaskan bahwa kota Solo tak pernah tidur, padahal dalam kenyataannya mungkin ungkapan tersebut terlalu berlebihan untuk ukuran kota Solo.

b. Repetisi Anafora

Repetisi anafora yaitu perulangan berupa pengulangan kata pertama pada tiap baris atau kalimat berikutnya.

(26) Wus misuwur sedulur njaban rangkah

Wus genah ngondhangake kutha Sala tanpa nendra

(GgJP/81/SB/5-6)

„Sudah terkenal oleh saudara di luar daerah‟

„Sudah pasti menjadikan terkenal kota Solo tak pernah tidur‟ Pada data (26) merupakan bentuk dari gaya bahasa repetisi anafora, yaitu pengulangan satuan lingual di awal baris dan diulangi pada baris berikutnya, dalam data ini yang diulangan adalah satuan lingual berupa kata wus „sudah‟.

c. Asindenton

(27) Berseri berseri bersih sehat rapi indah

„Berseri berseri bersih sehat rapi indah‟

Pada data (27) terdapat gaya bahasa berupa gaya bahasa asindenton yaitu pengunaan kata atau frasa yang sederajat, tidak dihubungkan oleh tanda hubung yaitu kata bersih sehat rapi indah.

(13)

commit to user 4. Pencitraan

Pencitraan bisa diartikan bahwa memakai citra itu sebagai wujud dalam pikiran kemudian untuk menggambarkannya adalah bahasa. Citraan yang ditemukan dalam lagu “Solo Berseri” adalah citraan pengelihatan.

a. Citraan pengelihatan

Citraan pengelihatan adalah citraan yang memberi sensor kepada indra pengelihatan, sehingga hal-hal yang seharusnya tak terlihat seoalah-olah melihat.

(28) Wus genah ngondhangake Surakarta tanpa nendra

(GgJP/81/SB/6)

„sudah pasti menjadikan terkenal kota Solo tak pernah tidur‟

Pada data (28) merupakan contoh dari citraan pengelihatan, pengarang berusaha menyampaikan apa yang dilihat, memberikan pengalaman bahwa kota Solo masih berkegiatan meskipun di malam hari, maka disebut tanpa nendra „tanpa tidur‟.

B. ANALISIS STILISTIKA LIRIK LAGU BOYOLALI

TERSENYUM 1 2 3 4 5 6 7 8

Tertib Elok Rapi Sehat/ Nyaman untuk masyarakat/ Pembangunan boyolali/ Jero kutha lan ngadesa-desa/

Sesawangan wewangunan tumata katon endah/

Tentrem diudi mrih lestarine/

Jenjem ayem gotong royong lahir batin ing bebrayan/

Tersenyum pembangunan Boyolali

tersenyum/

„Tertib Elok Rapi Sehat‟ „Nyaman untuk masyarakat‟ „Pembangunan Boyolali‟ „Dalam kota dan di desa-desa‟

„Pemandangan dan bangunan tertata kelihatan indah‟

„Tenteram diusahakan agar lestari‟ „Hidup tenang gotong royong lahir batin dalam masyarakat‟

„Tersenyum pembangunan Boyolali tersenyum‟

(14)

commit to user 1 2 3 4 5 6 7 8

Pembangunan kang ginayuh/ Lahir batin dimen wutuh/ Bebrayan gung anyengkuyung/ Lancar rancak jumbuh lan tuwajuh/ Adil makmur rata, tata dhedhasar Pancasila/

Bangun jiwa, bangun raga manunggal lahir batine/

Adiguna lan adigung adiguna kabeh wus sirna/

Tersenyum pembangunan Boyolali

tersenyum/

„Pembangunan yang diraih‟ „Lahir batin agar utuh‟

„Masyarakat semua mendukung‟ „Lancar rancak satu tujuan dan mantab‟ „adil makmur rata, aturan berdasarkan Pancasila‟

„Membangun jiwa, membangun raga bersatu lahir dan batin‟

„Sifat-sifat kesombongan telah hilang‟ „Tersenyum pembangunan Boyolali tersenyum‟

1. Pemanfaatan aspek bunyi

a. Asonansi (purwakanthi swara)

Asonansi atau purwakanthi swara adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan vokal yang sama. Adapun asonansi yang ditemukan dalam LIDS lagu “Boyolali Tersenyum” adalah asonansi /a/,asonansi /ê/, asonansi /u/, asonansi /o/

1) Asonansi /a/

(29) Nyaman untuk masyarakat (GgJP/14/BT/2) „nyaman untuk masayarakat‟

(30) Sesawangan wewangunan tumata katon endah (GgJP/14/BT/5) „pemandangan bangungan tertata terlihat indah‟

(31) Pembangunan kang ginayuh (GgJP/14/BT/2/1) „pembangunan yang diraih‟

Pada data (29) merupakan data yang mengandung asonansi /a/. Terdapat pengulangan vokal /a/ sebanyak enam kali pada kata nyaman „nyaman‟ dan masyarakat „masyarakat‟. Pada data (30) terdapat asonansi /a/ sebanyak enam kali

(15)

commit to user

yang menambah kesan runtut dan indah, yaitu pada kata sesawangan „pemandangan‟, wewangunan „bangunan‟, katon „terlihat‟, dan endah „indah‟. Data (31) Pembangunan kang ginayuh „pembangunan yang diraih‟ tedapat perulangan vokal /a/ yang berurutan dalam baris tersebut yang menambah kemerduan suara.

2) Asonansi /ê/

(32) Jenjêm ayêm gotong royong ing bêbrayan (GgJP/14/BT/7)

„hidup tenang gotong royong dalam masyarakat‟

Data (32) merupakan bentuk asonansi vokal /ê/, pada awal baris vokal /ê/ diulang empat kali secara berurutan, hal ini akan menambah kesan ritmis dan memperindah saat dilafalkan.

3) Asonansi /u/ [U] kombinasi konsonan /h/

(33) Pembangunan kang ginayuh

Lahir batin dimen wutuh(GgJP/14/BT/2/1-2) „pembangunan yang diraih‟

„lahir batin agar utuh‟

(34) Lancar rancar jumbuh lan tuwajuh (GgJP/14/BT/2/4)

„lancar rancak satu tujuan dan mantab‟

Data (33) merupakan asonansi /u/ yang tertutup konsonan pada akhir baris yang berurutan. Kesamaan bunyi vokal yang tertutup konsonan tersebut akan memberikan dampak keindahan pada lagu, kata-kata tersebut yaitu ginayuh „diraih / dicapai‟ dan wutuh „utuh‟. Data (34) terdapat aliterasi /h/ pada kata jumbuh „satu tujuan‟ dan tuwajuh „mantab‟, kedua kata tersebut disusun secara berdekatan, sehingga aliterasi /h/ tersebut terdengar indah.

(16)

commit to user 4) Asonansi /o/ [O]

(35) Jenjem ayem gotong royong lair batin ing bebrayan

(GgJP/14/BT/7)

„Hidup tenang goyong royong lahir batin dalam masyarakat‟

Data (35) merupakan data yang mengandung asonansi /o/, terlihat pada kata gotong royong „gotong royong‟, terdapat huruf vokal /o/ yang berurutan dan berdekatan sehingga terdengar ritmis ketika dinyanyikan.

b. Aliterasi (purwakanthi sastra)

Aliterasi adalah pengulangan konsonan atau kelompok konsonan yang berurutan. Dalam bahasa jawa aliterasi lebih dikenal dengan purwakanthi sastrai. Dalam lagu LIDS “Boyolali Tersenyum” adalah aliterasi /h/, aliterasi /n/, aliterasi /ng/, aliterasi /r/ dan aliterasi /w/.

1) Aliterasi /n/

(36) Sesawangan wewangunan tumata katon endah

Katentreman kasarasan diudi mrih lestarine (GgJP/14/BT/5-6) „pemandangan, bangunan tertata terlihat indah‟

„ketrentraman kesehatan diusahakan kelestariannya‟

Data (36) merupakan aliterasi /n/ yang terdapat pada suku kata terakhir, yaitu pada kata sesawangan „pemandangan‟, wewangunanbangunan‟, katon

„terlihat‟, katentreaman„ketenteraman‟, dan kasarasan„kesehatan‟.

2) Aliterasi [ŋ]

(37) Pembangunan kang ginayuh (GgJP/14/BT/2/1)

„pembangunan yang diraih‟

(38) Bebrayan gung anyengkuyung (GgJP/14/BT/2/3)

(17)

commit to user

Pada data (37) merupakan data yang mengandung aliterasi /ŋ/, terdapat pengulangan konsonan /ŋ/ sebanyak dua kali namun suara /ŋ/ terdengar sangat dominan. Data (38) terdapat aliterasi /ŋ/ sebanyak tiga kali pada kata guŋ „luas‟ dan anyeŋkuyuŋ „mendukung‟. Aliterasi /ŋ/ tersebut dapat menambah keindahan suara dengan bunyi sengau yang berurutan.

3) Aliterasi /r/

(39) Lancarrancak jumbuh lan tuwajuh (GgJP/14/BT/2/4)

„lancar rancak satu tujuan dan mantaba‟

(40) Adil makmurrata, tata dhedhasar Pancasila (GgJP/14/BT/2/5)

„Adil makmur rata, peraturan berdasarkan Pancasila‟

Pada data (39) terlihat konsonan terakhir dari kata lancar ‟lancar‟

kemudian disusul kata yang mempunyai konsonan /r/ di awal kata yaitu rancak „rancak‟ sehingga kedua kata tersebut ketika dinyanyikan seperti menyambung satu dengan yang lain. pada data (30) seperti halnya pada data (38) yaitu pada kata makmur„makmur‟ dengan kata rata „rata‟.

4) Aliterasi /w/

(41) Sesawangan wewangunan tumata katon endah (GgJP/14/BT/5)

„pemandangan bangunan tertata terlihat indah‟

Pada data (41) aliterasi /w/ terasa sangat dominan pada dua kata awal, yaitu pada kata sesawangan „pemandangan‟ dan wewangunan „bangunan‟, dalam data ini konsonan /w/ diulang sebanyak tiga kali yang letaknya berdekatan yang memberikan kesan yang ritmik.

(18)

commit to user

c. Purwakanthi lumaksita

(42) Tersenyum pembangunan Boyolali tersenyum (GgJP/14/BT/8)

„tersenyum pembangunan Boyolali tersenyum‟

(43) Bangun jiwa, bangun raga manunggal lair batine

(GgJP/14/BT/2/6)

„Membangun jiwa, membangun raga bersatu lahir dan batin‟

(44) Adiguna lan adigung adigang kabeh wus sirna (GgJP/14/BT/2/7)

„sifat-sifat kesombongan semua telah hilang‟

Pada data (42) merupakan bentuk purwakanthi lumaksita yaitu perulangan kata tersenyum „tersenyum‟, data (43) berupa perulangan kata bangun

„membangun‟ yang diulang sebanyak dua kali, data (44) yaitu berupa perulangan kata adi„lebih/kelebihan‟.

2. Diksi / pilihan kata

Diksi mencakup pengertian kata-kata yang dipakai untuk menyampaikan suatu gagasan, bagaimana membentk pengelompokan kata yang tepat atau menggunakan ungkapan yang tepat. Diksi yang ditemukan dalah dalam lagu “Boyolali Tersenyum” adalah kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa kawi, tembungsaroja, tembung plutan, sinonimi, antonimi, dan idiom.

a. Kosakata bahasa Indonesia

(45) Tertip Elok Rapi Sehat

Nyaman Untuk Masyarakat (GgJP/14/BT/1-2)

„Tertib Elok Rapi Sehat‟ „Nyaman Untuk Masyarakat‟

(19)

commit to user

Tersenyum pembangunan Boyolalo tersenyum‟

Pada data (45) merupakan data yang secara keseluruhan menggunakan pilihan kata berupa kosakata bahasa Indonesia, begitu juga pada data (46). Pemilihan kosakata bahasa Indonesia agar sesuai dengan akronim daerah tersebut yaitu Boyolali tersenyum. Alasan lain yaitu agar pesan mudah dimengerti oleh orang lain yang bukan berasal dari Boyolali.

b. Kosakata bahasa kawi

(47) Adiguna lan adigung adigang kabeh wus sirna (GgJP/14/BT/2/7)

„sifat-sifat kesombongan semua telah hilang‟

(48) Bebrayan gung anyengkuyung (GgJP/14/BT/2/3)

„Masyarakat semua mendukung‟

Pada data (47) terdapat kosakata bahasa kawi yaitu pada kata sirna „hilang‟. Kata ini sudah tidak digunakan dalam percakapan sehari-hari. Kata ini dipilih karena mengandung kesan indah jika digunakn dalam karya sastra. Pada data (48) kosakata dari bahasa kawi yang ditemukan ialah kata gung „besar‟, dalam baris ini dapat diartikan luas.

c. Tembung saroja

Tembung saroja ategese tembung rangkep, maksude tembung loro kang padha utawa meh padha tegese, dienggo bebarengan „kata Saroja adalah kata rangkap yang berarti dua kata yang sama atau hamper sama artinya dan dipakai bersamaan.

(49) Jenjem ayem gotong royong lahir batin ing bebrayan

(20)

commit to user

„Hidup tenang goyong royong lahir batin dalam masyarakat‟

(50) Lancar rancak jumbuh lan tuwajuh (GgJP/14/BT/2/4)

„lancar rancak satu tujuan dan mantap‟

Data (49) terdapat tembung saroja yaitu dua kata yang maknanya hampir sama dan digunakan secara bersama-sama. Tembung saroja yang dipakai dalam data ini adalah jenjem ayem „hidup tenang‟, kudua kata tersebut mempunyai makna yang hampir sama yaitu “hidup tenang”. Data (50) terdapat kata yang termasuk tembungsaroja yaitu lancar rancak „lancar rancak‟. Selain makna yang hampir sama, pelafalan kedua kata tersebut juga memiliki kedekatan, sehingga membuat lagu tersebut menjadi dinamis.

d. Tembungplutan

(51) Pembangunan kang ginayuh (GgJP/14/BT/2/1)

„pembangunan yang diraih‟

(52) Bebrayan gung anyengkuyung (GgJP/14/BT/2/3)

„Masyarakat semua mendukung‟

(53) Tentrem diudi mrih lestarine (GgJP/14/BT/)

„Tenteram diusahakan agar lestari‟

Pada data (51) terdapat tembung plutan atau kata yang dikurangi jumlah suku katanya, kata yang dikurangu suku katanya yaitu kang „yang‟ yang berasal dari kata ingkang „yang‟. Pada data (52) kata yang dikurangi jumlah sukukantanya adalah kata gung yang berasal dari kata agung yang bisa berarti besar atau luas. Pada data (53) kata mrih merupakan kata yang berasal dari kata murih „agar/supaya‟.

(21)

commit to user

(54) Nyaman untuk masyarakat

...

Jenjem ayem gotong royong lahir batin ing

bebrayan(GgJP/14/BT/2-7)

„Nyaman untuk masyarakat‟ ...

„Hidup nyaman gotong royong lahir batin dalam masyarakat‟

(55) Katentreman diudi mrih lestarine

Jenjem ayem gotong royong lair batin ing bebrayan

(GgJP/14/BT/6-7)

„ketentreman diusahakan agar lestari‟

„hidup nyaman gotong royong lahir batin dalam masyarakat‟

(56) Tertib elok rapi sehat

...

Katentreman kasarasan diudi mrih lestarine (GgJP/14/BT/1-6) „tertib elok rapi sehat‟

...

„ketenteraman kesehatan diusahakan agar lestari‟

Data (54) terdapat kata yang bersinonimi, yaitu kata masyarakat „masyarakat‟ dengan kata bebrayan „masyarakat. Pada data (55) kata yang bersinonimi adalah tentraman „tenang‟ dengan ayem „tenang‟. Data (56) terdapat kata yang bersinonimi yaitu kata sehat „sehat‟ dan saras „sehat‟. Kata-kata yang bersinonim tersebut memberikan variasi dalam pemilihan kata, dengan begitu bisa menghindarkan kesan monoton dalam lagu tersebut.

f. Antonim

Antonim adalah kata yang berlawanan makna dengan kata lain. Antonimi dapat diartikan sebagai nama lain untuk benda atau atau hal yang lain; atau satuan lingual yang maknanya berlawanan/beroposisi dengan satuan lingual yang lain. antonimi juga sering disebut sebagai oposisi makna.

(22)

commit to user „Dalam kota dan desa-desa‟

(58) Lairbatin dimen wutuh (GgJP/14/BT/2/2)

„Lahir batin agar utuh‟

(59) Bangun jiwa, bangun raga(GgJP/14/BT/2/6)

„membangun jiwa, membangun raga‟

Pada data (57) terdapat kata-kata yang berantonim, yaitu kutha „kota >< desa „desa‟. Pada data (58) terdapat kata yang beroposisi yaitu lair „lahir‟ >< batin „batin‟, oposisi tersebut merupakan oposisi hubungan karena jika ada hal yang ada secara lahiriah pasti ada hal yang ada secara batin. Pada data (59) terdapat dua kata yang saling berantonim, yaitu kata jiwa „jiwa >< raga „raga‟.

g. Idiom atau Ungkapan

Idiom adalah konstruksi dari unsur-unsur yang memilih, masing-masing anggota mempunyai makna yang ada hanya bersama yang lain, 2) konstruksi yang maknanya tidak sama dengan gabungan makna anggota-anggotanya.

(60) Jenjem ayem gotongroyong ing bebrayan (GgJP/14/BT/7)

„hidup tenang gotong royong di dalam masyarakat‟

(61) Adiguna lan adigung adigang kabeh wus sirna (GgJP/14/BT/2/7)

„adiguna dan adigung adigang (sifat-sifat kesombongan) semua telah sirna‟

Pada data (60) merupakan ungkapan dari bahasa Jawa yang sekarang lazim dipakai dalam bahasa Indonesia, ungakapan tersebut yaitu gotong royong „gotong royong‟. Maksud dari ungkapan tersebut ialah bekerja bersama-sama agar pekerjaan terasa lebih ringan dan cepat terselesaikan. Pada data (61) terdapat

(23)

commit to user

ungkapan yang berbunyi adigang adigung adiguna maksud dari ungkapan tersebut ialah orang yang hanya mengandalkan atau berbuat semena-mena, menyombongkan diri lantaran kekuasaan, kekayaan atau karena kepandaianya.

h. Bentuk-bentuk literer

Kata-kata berbahasa Jawa dapat berbentuk morfem bebas dapat dibentuk dengan mengalami pengimbuhan (afiksasi). Disamping itu, bentuk literer yang memancarkan kesan indah meliputi afiks literer, reduplikasi, dan kata arkhais.

(1) Afiksasi

Afiksasi yaitu kata yang dibentuk dengan beberapa proses pengimbuhan, imbuhan yeng terdapat pada LIDS “Boyolali Tersenyum” berupa infiks {-um-} dan {-in-} dan prefiks {aN-}

(62) Sesawangan wewangunan tumata katon endah (GgJP/14/BT/5)

„sesawangan bangunan tertata terlihat indah‟

(63) Pembangunan kang ginayuh (GgJP/14/BT/1/1)

„pembangunan yang diraih‟

(64) Bebrayangunganyengkuyung

„Masyarakat semua mendukung‟

Pada data (62) terdapat afiksasi yang berupa infiks „imbuhan ditengah kata‟, yaitu {-um} pada kata tumata „tertata‟ dari kata tata „tata‟+{-um-} . Kata tumata lebih terdengar indah dibandingkan dengan bahasa sehari-hari seperti katata „tertata‟ atau ditata „ditata‟. Data (63) terdapat kata yang mengandung infiks yaitu {-in} pada kata ginayuh „diraih‟. Kata ini berasal dari kata gayuh

(24)

commit to user

„raih‟ mendapat infiks {-in-} yang menambah kesan indah pada lagu. Pada data (64) terdapat prefiks „imbuhan diawal kata‟ berupa awalan {aN-} pada kata

anyengkuyung „mendukung‟.

(2) Reduplikasi

Reduplikasi yaitu kata yang berubah dengan beberapa macam proses pengulangan dalam bahasa Jawa reduplikasi dikenal adanya dwilingga „pengulangan kata‟, dwipurwa „pengulangan suku kata depan‟, dwiwasana „pengulangan suku kata belakang‟, dan dwilingga salin swara „pengulangan kata berubah bunyi‟. Pada LIDS lirik lagu “Boyolali Tersenyum”terdapat reduplikasi berupa reduplikasi berimbuhan nasal dan reduplikasi suku kata awal atau dwipurwa.

(65) Jero kutha lan ngadesa-desa (GgJP/14/BT/4)

„Dalam kota dan desa-desa‟

(66) Sesawangan wewangunan tumata katon endah (GgJP/14/BT/4)

„pemandangan bangunan-bangunan tertata terlihat indah‟

(67) Sesawangan wewangunan tumata katon endah (GgJP/14/BT/4)

„pemandangan bangunan-bangunan tertata terlihat indah‟

Pada data (65) terdapat reduplikasi berupa reduplikasi berimbuhan nasal /{N} yaitu perulangan bunyi yang mengalami perubahan pada perulangannya, yaitu pada kata ngadesa-desa „di desa-desa‟. Data (66) dan (67) merupakan dwi purwa. Pada data (66) terdapat reduplikasi yaitu pada kata sesawangan „pemandangan-pemandangan‟, hal ini dilakukan penulis untuk menekankan apa yang disampaikan dan juga menambah kesan indah dibanding menggunakan kata sawangan-sawangan. Data (67) merupakan bentuk reduplikasi dwi purwa yang

(25)

commit to user

ditandai perulangan suku kata pertama dalam kata wewangunan „bangunan-bangunan‟. Reduplikasi di atas merupakan bagian dari bentuk akhais, sehingga sudah pasti akan memberikan kesan indah pada kata dalam lagu tersebut.

3. Gaya bahasa

Pada LIDS lirik lagu “Boyolali Tersenyum” ditemukan dua macam gaya bahasa yaitu asindenton dan repetisi tautotes.

a. Asindenton

Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma.

(68) Tertib elok rapi sehat untuk masyarakat (GgJP/14/BT/1)

„Tertib elok rapi sehat untuk masyarakat‟

Data (68) tersebut merupakan bentuk gaya bahasa asidenton yaitu gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung.

b. Antitesis

Antitesis adalah sebuah gaya bahasa yang mengandung gagasan yang bertentangan, dengan mempergunakan kata-kata atau kelompok kata yang berlawanan.

(69) Jero kutha lan ngadesa- desa (GgJP/14/BT/4)

(26)

commit to user

(70) Lair batin dimenwutuh (GgJP/14/BT/2/2)

„lahir batin agar utuh‟

(71) Bangun jiwa bangun raga manunggal lahir batine

(GgJP/14/BT/2/6)

„Membangun jiwa, membangun raga bersatu lahir dan batin‟ Data (69), (70), dan (71) merupakan data yang mengandung gaya bahasa antitesis, yaitu menggunakan kata-kata secara berlawanan. Pada data (69) kata yang berlawanan yaitu kutha „kota‟ dan desa „desa‟. Pada data (70) kata yang berlawanan yaitu kata lair „lahir‟ dan batin „batin‟. Pada data (71) kata yang berlawanan maknanya yaitu jiwa „jiwa‟ dan raga „raga‟.

4. Pencitraan

a. Pencitraan pengelihatan

(72) Tertib elok rapi sehat

Nyaman untuk masyarakat (GgJP/14/BT/1-2)

„tertib elok rapi sehat‟ „nyaman untuk masyarakat‟

(73) Sesawangan wewangunan tumata katon endah (GgJP/14/BT/5)

„Pemandangan bangunan-bangunan tertata terlihat indah‟

Data (72) merupakan pencitraan pengelihatan di mana pengarang berusaha membagikan pengalaman indra pengelihatan bahwa Boyolali tersebut terlihat tertib elok rapi dan sehat. Pada data (73) penulis menyampaikan pengalamannya dari indra pengelihatan bahwa di Boyolali mempunyai pemandangan dan tata kota yang indah.

(27)

commit to user

C. ANALISIS STILISTIKA LIRIK LAGU SUKOHARJO MAKMUR

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14

Sesantine Sukoharjo makmur/ Maju aman konstitusional/

Mantab unggul rapi iku dadi sarana/ Maju mbangun praja ambangun bebrayan/ Subur makmur gemah ripah loh jinawi/ Tulus kang tinandur murah kang tinuku/ Wimbuh kuncara negarane santosa/

Ngrungkebi saloka sedumuk bathuk senyari bumi/

Aman mring swasana kalis ing rubeda/ Konstitusional pranatan prayoga/ Mantebing tekad manunggal sedya/ Unggul martabat luhur kawibawane/ Rapi kang kadulu sengsem kang amulat/ Nyata mahanani Sukoharjo makmur/

„Harapan Sukoharjo‟ „Maju aman konstitusional‟

„Mantab unggul rapi itu jadi sarana‟

„Maju membangun negara membangun masyarakat‟ „Subur makmur ramai, kaya, kebutuhan terjangkau‟ „Berhasil yang ditaman murah yang dibeli‟

„Bertambah terkenal negara sentosa‟

„Sesuai saloka sedumuk bathuk senyari bumi‟ „Aman dalam suasana terhindar dari halangan‟ „Konstitusional peraturan yang baik‟

„Mantap dalam tekad siap bersatu‟ „Unggul martabat luhur wibawanya‟

„Rapi yang dilihat senang yang memandang‟ „Benar menandakan Sukoharjo makmur‟

1. Pemanfaatan aspek bunyi

a. Asonansi (purwakanthi suara)

Asonansi yang ditemukan pada lagu “Sukoharjo Makmur” adalah sebagai berikut: asonansi /a/, asonansi /ᴐ/, asonansi /i/, asonansi /u/

1) Asonansi /a/

(74) Maju aman konstitusional (GgJP/75/SM/2) „Maju aman konstitusional‟

Pada data (74) merupakan perulangan vokal /a/, terlihat pada kata maju,

aman, dan konstitusional yang terdengar urut dan runtut dalam pelafalannya. 2) Asonansi [ᴐ]

(28)

commit to user „Bertambah terkenal negara sentosa‟

(76) Aman mring swasana kalis ing rubeda (GgJP/75/SM/9)

„Aman dalam suasana terhindar dari halangan‟

(77) Aman mring swasana kalis ing rubeda

Konstitusional pranatan prayoga

Mantabinging tekad manunggal sedya (GgJP/75/SM/9-11)

„aman dalam suasana terhindar dari halangan‟ „konstitusional peraturan yang baik‟

„mantab dalam tekat siap bersatu‟

Pada data (75) terdapat perulangan vokal [ᴐ] ada kata kuncara „terkenal‟,

dan santosa „santosa‟. Pada data (76) terdapat asonansi /ᴐ/ pada kata swasana

„suasana‟ dan rubeda „halangan/masalah‟. Data (77) merupakan asonansi /a/ [ᴐ] pada akhir baris, terlihat dari suku kata terakir dari rubeda „halangan / bahaya‟, prayoga „baik‟, dan sedya „sedia/siap‟. Adanya perulangan tersebut akan

menambah keindahan dan kemerduan lagu.

3) Asonansi /i/

(78) Mantab unggul rapiiku dadi sarana (GgJP/75/BT/3)

„Mantap unggul rapi itu jadi sarana‟

Pada data (78) terdapat asonansi /i/ yang berurutan, pada kata yang sebelumnya yaitu rapi „rapi‟ yang terdapat vokal /i/ pada akhir kata kemudian disusul oleh kata yang diawali dengan vokal /i/ sehingga vokal /i/ pada kata-kata tersebut menjadi merdu dan enak didengarkan.

4) Asonansi /u/

(79) Tulus kang tinandur murah kang tinuku (GgJP/75/SM/6) „Berhasil yang ditanam murah yang dibeli‟

(29)

commit to user

Data (79) merupakan asonansi /u/ yang ditandai dengan perulangan vokal /u/ pada kata tulus „selamat‟, murah „murah‟, dan tinuku „dibeli‟.

5) Asonansi /u/ [U] kombinasi konsonan [?]

(80) Ngrungkebi saloka sedumuk bathuk senyari bumi (GgJP/75/SM/8)

„Merangkul saloka sedumuk bathuk senyari bumi‟

Pada data (80) asonansi [U] ditemukan pada kata sedumuk „satu

sentuhan‟, dan athuk „dahi‟. Baris data-data di atas merupakan perulangan bunyi

/u/ yang berdekatan sehingga menambah keindahan lagu.

b. Aliterasi (purwakanthi sastra)

Pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” aliterasi yang ditemukan adalah aliterasi /b/, aliterasi /h/, aliterasi /m/, aliterasi /n/, aliterasi /ŋ/, dan aliterasi /s/.

1) Aliterasi /b/

(81) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/74 „Maju membangun negara membangun masyarakat‟

Pada data (81) merupakan bentuk purwakanthi sastra, terlihat pada perulangan konsonan /b/ pada kata mbangun „membangun‟, ambangun „membangun‟, dan juga pada kata bebrayan „masyarakat‟.

2) Aliterasi /h/

(82) Subur makmur gemah ripah loh jinawi

(30)

commit to user

Data (82) merupakan aliterasi /h/, terlihat pada konsonan /h/ pada akhir kata yang berurutan yaitu pada baris subur makmur gemah ripah loh jinawi „subur makmur tanpa kurang suatu apapun‟

3) Aliterasi /m/

(83) Mantabing tekad manunggal sedya (GgJP/SM/75/11)

„tekat yang mantab siap bersatu‟

Pada data (83) terdapat asonansi /m/ yang ditemukan pada awal kata mantebing „mantabnya‟ dan manunggal „bersatu‟. Kedua kata tersebut diawali konsonan /m/ sehingga terdengar runtut dan indah saat dilafalkan.

4) Aliterasi /n/

(84) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/SM/75/4)

„maju membangun negara membangun rakyat‟

Data (84) merupakan data yang mengandung unsur aliterasi /n/ yang ditandai pada kata mbangun „membangun‟, ambangun „membangun‟ dan kata bebrayan „masyarakat‟.

5) Aliterasi /ŋ/

(85) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/SM/75/13) „Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Pada data di atas merupakan data yang mempunyai unsur aliterasi /ŋ/ yang terlihat pada kata kang „yang‟ yang diulang dua kali dan konsonan /ŋ/ pada kata sengseng „senang‟

6) Aliterasi /s/

(31)

commit to user „Harapan Sukoharjo makmur‟

(87) Ngrungkebi saloka sedumuk bathuk senyari bumi (GgJP/75/SM/7)

„Merangkul saloka sedumuk bathuk senyari bumi‟

Data (86) dan (87) merupakan data yang mengandung aliterasi konsonan /s/ yang dapat dilihat pada data di atas, yaitu terletak pada suku kata pertama. Data (86) sesantine „harapan‟, Sukoharjo „sukoharjo‟. Data (87) saloka „suatu jenis ungkapan‟ sedumuk „satusentuhan‟, dansenyari „satu jengkal‟.

c. Purwakanthi lumaksita

(88) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4)

„maju membangun negara, membangun masyarakat‟

(89) Subur makmur gemah ripah loh jinawi

Tulus kang tinandur murah kang tinuku (GgJP/75/SM/5-6) „subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

„berhasil yang ditanam murah yang dibeli

Pada data (88) penulis menggunakan purwakanthi lumaksita yang ditendai dengan ditemukannya perulangan kata bangun „membangun‟ pada satu baris. Data (89) mengandung perulangan kata kang „yang‟ yang memperindah lagu pada saat pelafalan.

2. Diksi/Pilihan kata

Diksi yang ditemukan pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” yaitu kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa kawi, tembung saroja, tembung plutan, sinonim, antonim, idiom atau ungkapan, dan bentuk-bentuk literer.

a. Kosakata Bahasa Indonesia

(32)

commit to user

Majuamankonstitisonal

Mantabunggulrapi iku dadi sarana (GgJP/75/SM/1-3)

„harapan Sukoharjo makmur‟ „Maju aman konstitusional‟

„Mantab unggul rapi iku dadi sarana‟

(91) Aman mring swasana kalis ing rubeda

Konstitusional pranatan prayoga (GgJP/75/SM/9-10)

„Aman dalam suasana terhindar dari bahaya‟ „Konstitusional peraturan yang baik‟

Data (90) merupakan data yang mengandung diksi bahasa Indonesia, yaitu ditemukannya kata „maju‟, „amam‟, „konstitusional‟, „mantab‟, „unggul‟, dan „rapi‟. Pada data (91) ditemukan kosakata bahasa Indonesia yang sama pada data sebelumnya yaitu kata konstitusional „konstitusional‟.

b. Kosakata bahasa kawi

(92) Sesantine Sukoharjo makmur (GgJP/75/SM/1)

„Harapan Sukoharjo makmur‟

(93) Maju bangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4)

„Maju membangun negara membangun masyarakat‟

(94) Wimbuh kuncara negarane santosa (GgJP/75/SM/7)

„bertambah terkenal negara sentosa‟

(95) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat(GgJP/75/SM/13)

„rapi yang dilihat senang yang memandang‟

(96) Nyata mahanani Sukoharjo makmur (GgJP/75/SM/14)

„Nyata menandakan Sukoharjo makmur‟

(97) Ngrungkebi saloka sedumuk bathuk senyari bumi (GgJP/75/SM/8)

„Merangkul saloka sedumuk bathuk senyari bumi‟

(98) Aman mring swasana kalis ing rubeda (GgJP/75/SM/9)

(33)

commit to user

Pada data (92) terdapat kosakata bahasa kawi yaitu sesanti „harapan / doa‟, kata tersebut sudah jarang digunakan, bahkan dalam pergaulan umum banyak masyarakat yang tidak mengetahui makna kata tersebut. Data (93) mengandung kosakata bahasa kawi yaitu praja „negara‟ dan bebrayan „masyarakat‟. Pada data (94) kosakata bahasa kawi yang ditemukan adalah kata kuncara „sangat terkenal‟, bahasa ini digunakan karena lebih indah dari bahasa sehari-hari dan mengandung unsur arkhais. Data (95) ditemukan dua kata yang merupakan bahasa kawi, yaitu kadulu „dilihat‟ dan amulat „melihat, kedua kata ini lebih terkesan arkhais jika dibanding bahasa sehari-hari. Data (96) kata yang berupa kata kawi adalah mahanani „menandakan‟, kata tersebut terdengan lebih memiliki nilai keindahan. Pada data (97) ditemukan kosakata bahasa kawi yaitu kata saloka yaitu ungkapan seperti peribahasa akan tetapi mengandung makna kiasan. Pada data (98) ditemukan kosakata bahasa kawi yaitu kata kalis yang mempunyai makna terhindar dari (penyakit, kecelakaan dst).

c. TembungSaroja

(99) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5)

„Subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

pada (99) terdapat dua kata yang maknanya hampir sama dan dipakai secara berdampingan yaitu kata subur „subur‟ dan makmur „makmur‟.

d. Tembung plutan

(100) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13) „rapi yang dilihat senang yang memandang‟

(34)

commit to user

Data (100) mengandung tembungplutan „kata yang dikurangi jumlah suku katanya, kata yang berupa tembung plutan yaitu kata kang „yang‟ yang berasal dari kata ingkang „yang‟. Pengurangan tersebut bertujuan untuk menyelaraskan lirik dengan dongding lagu.

e. Sinonim

(101) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13) „Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Pada data (101) merupakan bentuk sinonim kata dengan kata, kata yang besinonimi yaitu kata dulu „lihat‟ dengan mulat „melihat‟. Dengan adanya sinonim tersebut membuat kata-kata dalam lirik tersebut lebih variatif dan tidak membosankan.

f. Antonimi

(102) Aman mring swasana kalis ing rubeda (GgJP/75/SM/9) „Aman dalam swasana terhindar dari bahaya‟

Pada data (102) terdapat kata yang berantonimi yaitu antara kata aman „aman‟ dengan kata rubeda „halangan/bahaya‟. Kedua kata tersebut merupakan oposisi kutub karena tidak bersifat mutlak melainkan ada tingkatannya.

g. Idiom atau ungkapan

(103) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5) „Tanpa kekurangan suatu apapun‟

Data (103) merupakan ungkapan Jawa yang sekarang masih digunakan gemah ripah loh jinawi yang bermakna negeri yang ramai tanahnya subur dan kebutuhan terjangka. Ungkapan ini biasanya digunakan untuk menggambarkan

(35)

commit to user

suatu daerah yang subur sehingga apapun yang ditanam bisa menghasilkan dan bermanfaat, aman sehingga banyak orang yang datang, tanahnya subur, dan semua kebutuhan terjangkau.

(104) Ngrungkebi saloka Sedumuk bathuk senyari bumi (GgJP/75/SM/ „kewajiban mempertahankan apa yang kita miliki‟

Maksud dari data (104) sedumuk bathuk senyari bumi „meskipun hanya satu sentuhan oleh orang lain jika yang disentuh adalah bathuk atau tubuh keluarga kita, kita wajib menjaga dan mempertahankannya, dan meskipun yang diusik hanya sejengkal tetapi jika itu adalah tanah kita, maka kewajiban kita membela meskipun sampai berkorban jiwa.

h. Bentuk-bentuk literer 1) Afiksasi

Pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” ditemukan afiksasi berupa prefiks {aN-}, prefiks {ka-}, prefiks {a-}, dan infiks {-in-}

(105) Tulus kang tinandur murah kang tinuku (GgJP/75/SM/6) „berhasil yang ditanam murah yang dibeli‟

Pada data (105) terdapat dua kata yang mengalami afiksasi literer, yang pertama tinandur „ditanam‟ kata ini berasal dari kata dasar tandur „tanam‟ +{- in -}. Kata yang kedua adalah tinuku „dibeli‟, kata ini berasal dari kata dasar tuku „beli‟ + {-in-}, dengan adanya sisipan {-in-} mengubah kata kerja aktif menjadi kata kerja pasif.

(36)

commit to user

„Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Data (106) terdapat dua kata yang mengalami afiksasi literer yaitu kadulu „dilihat‟ dan amulat „memandang‟. Kadulu berasal dari kata {ka-}+ dulu. Amulat merupakan perubahan dari kata {a-}+ mulat.

(107) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangun negara membangun masyarakat‟

Pada data (107) terdapat prefiks {aN-} pada kata ambangun „membangun‟, kata tersebut terbentuk oleh {aN-}+bangun yang mengubah kata dasar bangun menjadi kata kerja aktif.

2) Reduplikasi

(108) Sesantine Sukoharjo makmur (GgJP/75/SM/1) „Harapan Sukoharjo makmur‟

Pada data (108) terdapat reduplikasi berupa dwipurwa „perulangan pada suku kata pertama yaitu kata sesanti „harapan, doa‟, reduplikasi berfungsi untuk mempertegas makna suatu kata dalam karya sastra, memberikan tekanan yang terdengar ritmik atau runtut.

(109) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangun negara membangun masyarakat‟

Pada data (109) terdapat kata yang mengalami reduplikasi yaitu bebrayan „masyarakat luas‟, reduplikasi tersebut merupakan dwipurwa „pengulangan pada suku kata awal‟ dari kata dasar brayan „masyarakat‟.

(37)

commit to user 3. Gaya bahasa

Pada LIDS lagu “Sukoharjo Makmur” ditemukan beberapa gaya bahasa, yaitu asindenton dan repetisi tautotes. Gaya bahasa tersebut berrujuan untuk menambah variasi-variasi kebahasaan.

a. Asindeton

Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan yang bersifat padat dan mampat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Bentuk-bentuk itu biasanya dipisahkan saja dengan koma.

(110) Sesantine Sukoharjo makmur

Maju aman konstitusional

Mantab unggul rapi iku dadi sarana (GgJP/75/SM/3)

„Harapan Sukoharjo makmur‟ „Maju aman konstitusional‟

„Mantab unggul rapi itu jadi sarana‟

(111) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5) „Subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

Pada data (110) merupakan bentuk gaya bahasa yang memberikan acuan secara padat dimana beberapa kata yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambaung, yaitu kata maju, aman, konstitusional, mantab, unggul, dan rapi. Pada data (111) terdapat gaya bahasa dengan menggunakan kata-kata yang sederajat tanpa tanda hubung yaitu subur makmur gemah ripah loh jinawi „Subur makmur, ramai, semua yang ditanam subur, dan bahan pokok terjangkau‟

(38)

commit to user b. Repetisi tautotes

Repetisi tautotes adalah pengulangan satuan lingual beberapa kali dalam sebuah konstruksi.

(112) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangu negara membangun masyarakat‟

Pada data (112) merupakan bentuk gaya bahasa tautotes yaitu kata bangun „membangun‟ diulang sebanyak dua kali dalam satu konstruksi. Hal ini tentu akan menambah penekanan pada kata yang diulang sehingga maksud dari penulis lebih mudah diterima oleh masyarakat.

4. Pencitraan

Pada LIDS lirik lagu “Sukoharjo Makmur” terdapat dua macam pencitraan yaitu citraan pengelihatan dan citraan gekak.

a. Citraan pengelihatan

(113) Subur makmur gemah ripah loh jinawi (GgJP/75/SM/5) „Subur makmur tanpa kekurangan suatu apapun‟

Dari data (113) dapat kita lihat adanya citraan yang membuat imaji kita terusik untuk ikut membayangkan suatu tempat yang subur makmur, pengarang mencoba membawa kita pada suatu pengalaman indrawi yaitu indra pengelihatan.

(114) Rapi kang kadulu sengsem kang amulat (GgJP/75/SM/13) „Rapi yang dilihat senang yang memandang‟

Pada data (114) merupakan pencitraan pengelihatan, di mana pengarang mencoba mengajak pendengar untuk ikut membayangkan dan seolah-olah ikut

(39)

commit to user

melihat apa yang dilihat oleh pengarang. Pengarang menjelaskan bahwa Sukoharjo kota yang rapi dan menyenangkan jika diperhatikan.

b. Citraan gerak

(115) Maju mbangun praja ambangun bebrayan (GgJP/75/SM/4) „Maju membangu negara membangu masyarakat‟

Pada data (115) merupakan bentuk dari citraan gerak di mana seolah-olah orang yang membaca juga bisa mengetahui bahwa kota Sukoharjo melakukan pembangunan baik pembangunan fisik maupun pembangunan masyarakat.

D. ANALISIS STILISTIKA LIRIK LAGU KARANGANYAR

TENTERAM 1 2 3 4 5 6 7 8

Tenteram tenteram Karanganyar tenteram/ Iku tenang teduh rapi aman makmur/

Cancut tali wanda gumregut bareng makarya/ Narapraja tamtama klawan kawula/

Wus gumolong nunggal cipta budi karsa/ Sesanti datan ana dina kang tanpa makarya/ Datan ana dina kang tanpa seni budaya/

Ya kanca mujudake kutha Karanganyar tenteram/

„Tenteram tenteram Karanganyar tenteram‟ „Itu tenang teduh rapi aman makmur‟

„Singsingkan lengan bekerja bersama-sama‟ „Pejabat negara, prajurit dan rakyat jelata‟

„Sudah bersatu satu gagasan pikiran dan keinginan‟ „Harapan tiada hari tanpa berkarya‟

„Tiada hari tanpa seni budaya‟

„Mari teman mewujudkan Karanganyar tenteram‟

1. Pemanfaatan aspek bunyi a. Asonansi ( purwakanthi swara)

Asonansi merupakan perulangan vokal yang mampu menambah keindahan lagu, pada LIDS lirik lagu “Karanganyar Tenteram” ditemukan asonansi /ᴐ/, asonansi /ê/, dan asonansi /u/.

(40)

commit to user

(116) Nara praja tamtama klawan kawula (CD/KT/4) „Pejabat negara, prajurit dan rakyat jelata‟

(117) Sesanti datan ana dina kang tanpa makarya(CD/KT/6) „Harapan tiada hari tanpa bekerja‟

(118) Datan ana dina kang tanpa seni budaya (CD/KT/7) „Tiada hari tanpa seni budaya‟

(119) Cancut tali wanda gumregut bareng makarya/

Nara praja tamtama klawan kawula/

Wus gumolong nunggal cipta budi karsa/

Sesanti datan ana dina kang tanpa makarya/

Datan ana dina kang tanpa seni budaya/ (CD/KT/3-7) „Singsingkan lengan bekerja bersama-sama‟

„Pejabat negara, prajurit dan rakyat jelata‟

„Sudah bersatu satu gagasan pikiran dan keinginan‟ „Harapan tiada hari tanpa berkarya‟

„Tiada hari tanpa seni budaya‟

(120) Tenteram tenteram Karanganyar tenteram (CD/KT/1) „Tenteram tenteram Karanganyar tenteram‟

Data (116) terdapat asonansi /a/ [ᴐ] yang berurutan pada setiap katanya, yaitu pada kata narapraja „priyayi, tamtama „prajurit, dan kawula „rakyat jelata‟. Asonansi /a/ memberikan penekanan suara yang indah karena disusun secara berurutan dalam satu baris. Pada data (117) terdapat perulangan vokal [ᴐ] pada kata ana „ada‟, dina „hari‟, tanpa „tanpa‟ makarya „bekerja‟, asonansi /a/ pada baris tersebut memberikan kesan runtut dan indah ketika dilafalkan. Pada data (118) datan ana dina kang tanpa seni budaya„tiada hari tanpa seni budaya‟, pada

data tersebut asonansi /a/ menjadi vokal yang dominan sehingga baris tersebut memberikan penekanan pada pendengar mengenai apa yang disampaikan dalam lirik tersebut. Data (119) merupakan asonansi /a/ pada akhir baris, yaitu pada kata makarya „bekerja‟, kawula „rakyat jelata‟ karsa „keinginan‟, dan budaya

(41)

commit to user

„budaya‟. Adanya kesamaan vokal pada akhir baris akan menambah kemerduan suara, dan terdengar enak ketika dilafalkan. Pada data (120) terdapat asonansi /a/ yang tertutup konsionan /m/ yaitu pada setiap akhir kata tenteram„tenteram‟ yang

diulang sebanyak tiga kali. Pengulangan tersebut membuat lagu yang dinyanyikan terdengar padu dan memberikan penekanan tentang makna tenteram„tenteram‟.

2) Asonansi /ê/

(121) Têntêram têntêram Karanganyar têntêram

Iku tênang têdhuh rapi aman makmur (CD/KT/1-2) „Tenteram tenteram Karanganyar tenteram‟

„Iku tenang teduh rapi aman makmur‟

Pada data (121) merupakan bentuk asonansi /ê/, yaitu pada kata Têntêram „tenteram‟, tênang „tenang‟, têdhuh „teduh‟. Vokal /ê/ pada data tersebut membuat lagu yang dinyanyikan terdengar selaras karena vokal /ê/ tersebut terdengar dominan.

3) Asonansi /u/

(122) Wus gumolong nunggal cipta budi karsa (CD/KT/5) „Sudah bersatu satu gagasan pikiran dan keinginan‟

Pada data (122) terdapat asonansi /u/, vokal /u/ diulang sebanyak empat kali dalam satu baris dan semuanya terdapat pada suku kata pertama, yaitu pada kata gumolong „menyatu‟, nunggal „bersatu‟, dan budi „gagasan‟.

b. Aliterasi (purwakanthi sastra)

Pada LIDS lagu “karanganyar Tenteram” ditemukan aliterasi berupa perulangan /m/, /n/, dan /t/.

(42)

commit to user 1) Aliterasi /n/

(123) Sesanti datan ana dina kang tanpa makarya (CD/KT/6) „Harapan tiada hari tanpa berkarya‟

(124) Datan ana dina kang tanpa seni budaya (CD/KT/7) „tiada hari tanpa seni budaya‟

Pada data (123) merupakan data yang mengandung aliterasi /n/, terlihat pada kata sesanti „harapan‟, datan ana „tidak ada‟, dina „hari‟, dan tanpa „tanpa‟. Konsonan /n/ yang dominan dan diulang beberapa kali dalam satu baris menimbulkan suara yang dinamis dan merdu. Data (124) merupakan data yang di dalamnya terdapat aliterasi /n/, konsonan /n/ secara berulang terdapat pada kata datan„tidak‟, ana „ada‟, dina „hari‟, tanpa, „tanpa, seni „seni‟.

2) Aliterasi /t/

(125) Tenteram tenteram Karanganyar tenteram (CD/KT/1) „Tenteram tenteram Karanganyar tenteram‟

(126) Cancuttali wanda gumregut bareng makarya (CD/KT/3) „Singsingkan lengan bekerja bersama-sama‟

Data (125) merupakan data yang mengandung aliterasi /t/, dalam data tersebut konsonan /t/ menjadi konsonan yang terdengar dominan, secara umum akan mempertegas apa yang disampaikan oleh pengarang. Pada data (126) terdapat aliterasi /t/ sebanyak tiga kali, namun yang terlihat sangat padu adalah pada kata cancut „semacam jarit‟ dan tali „tali‟. Pada kata cancut diakhiri konsonan /t/, kemudian disusul kata tali yang diawali konsonan /t/ juga sehingga seola-olah kedua kata tersebut tanpa jeda ketika diucapkan.

(43)

commit to user c. Purwakanthi lumaksita

(127) Tenteram tenteram Karanganyar tenteram (CD/KT/1) „Tenteram tenteram Karanganyar tenteram‟

(128) Sesanti datan ana dina kang tanpa makarya

Datan ana dina kang tanpa seni budaya (CD/KT/6-7)

„Harapan tiada hari tanpa bekerja‟ „tiada hari tanpa seni budaya‟

Data (127) dan (128) merupakan data yang mengandung purwakanthi lumaksita. Pada data (127) kata tenteram „tenteram‟ diulang sebanyak tiga kali,

hal ini dilakukan pengarang untuk menekankan bahwa semboyan Karanganyar adalah tenteram. Pada data (128) merupakan aliterasi dengan pengulangan beberapa kata sekaligus yaitu datan ana dina kang tanpa„tiada hari yang tanpa‟.

Kedua baris tersebut menjadi terdengar sangat rapat karena hampir sebagian besar kata dalam kedua baris tersebut diulang .

2. Diksi / pilihan kata

Diksi yang ditemukan pada LIDS lirik lagu “Klaten Bersinar” yaitu kosakata bahasa Indonesia, kosakata bahasa kawi, tembung saroja, tembung plutan, idiom dan bentuk-bentuk literer.

a. Kosakata bahasa Indonesia

(129) Tenteram tenteram Karanganyar tenteram

Iku tenangteduh rapi aman makmur (CD/KT/1-2)

„Tenteram tenteram Karananyar tenteram‟ „Itu tenang teduh rapi aman makmur‟

Pada data (129) terdapat pemilihan kata berupa kata-kata yang diambil dari bahasa Indonesia. Kata-kata tersebut adalah „tenang‟, „teduh‟, „rapi‟, „aman‟,

Gambar

TABEL DOMINASI
TABEL DOMINASI MASING-MASING UNSUR STILISTIKA

Referensi

Dokumen terkait

Nila Hapsari. Perbandingan Novel Hujan Karya Tere Liye dan Novel tentang Rasa yang Ingin Mencari Jawab Karya Ratna Dks. Skripsi.Program Studi Pendidikan Bahasa dan

Long before Jerry Seinfeld and Samuel Beckett, there was Ivan Goncharov, a minor government official in czarist Russia, and his classic novel about an ordinary Russian aristocrat

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas bimbingan kelompok untuk meningkatkan pemahaman diri siswa dengan motivasi belajar rendah kelas IV SDN Kalegen

Model yang digunakan untuk melihat besarnya dampak total kebijakan injeksi remitansi pada sektor pemerintahan terhadap distribusi pendapatan golongan rumah tangga

[r]

Tanggapan wisatawan domestik yang berkunjung di Wisata Kebun Teh Malabar Pangalengan Kabupaten Bandung terhadap atribut tea tourism sangat tinggi, dimensi aksesibilitas dan

Dalam penelitian digunakan 3 (tiga) tahap alternatif bahan bangunan ( material properties ), yakni tahap 1 mengukur termal dengan bahan bangunan eksisting, tahap 2

Dari permasalahan-permasalahan yang telah dikemukakan di atas, sesuai dengan kesanggupan peneliti maka penelitian ini hanya akan membahas tentang hubungan antara kinerja