48 International Law Commission,
2 Dilakukan oleh pasukan yang berada dibawah komnado pengendaliannya yang
efektip atau dibawah Kekuasaan dan pengendalian yang efektif
38
39
a. Pasukan
40
Dalam hal ini dengan mudah diperoileh dari berbagai kesaksian bahwa aparat
41
keamanan yang dapat diidentifkasi dari kasus Petrus membawa sejumlah korban ke
42
kantor ataupun markas mereka, yang mengindikasikan bahwa mereka adalah aparat
43
aktif dan kegiatan mereka merupakan kegiatan yang terorganisasikan secara
44
institusi, atau setidaknya mendapatkan persetujuan dan bahkan dukungan dari
45
institusinya.53
Tidak ada keraguan bahwa dalam sejumlah kesaksian, atribut resmi sebagai aparat
47
pun dipergunakan, malahan untuk sejumlah kasus, eksekusi yang dilakukan
48
terhadap korban diketahui memang dilakukan oleh aparat berseragam dalam bentuk
49
46
51
Pasal 10 UUD 1945 menyatakan bahwa : Presiden memegang kekuasaan yang tertinggi atas angkatan darat, angkatan laut, dan angkatan udara.
52Bagir Manan,
Lembaga Kepresidenan, FH UII Press, Yogyakarta, 2003.
53
kesatuan dan bukan dilakukan oleh orang-perorangan, yang sekali lagi menunjukkan
1
adanya pergerakan sebagai pasukan .
2
b. Komando dan pengendalian yang efektif
3
Pasukan di bawah komando pengendalian yang bertanggungjawab adalah pasukan
4
yang berada di bawah komando baik dalam rantai komando secara de facto maupun
5
de jure di mana setiap komandannya berwenang untuk mengeluarkan perintah.
6
Perintah itu dari sejumlah kesaksian memang dijabarkan dijabarkan langsung atau
7
melalui komandan yang langsung berada di bawahnya melalui sejumlah rapat
8
koordinasi dan pemberian taklimat. Perlu dipertimbangkan bahwa pengertian “efektif”
9
di sini berarti “nyata/benar-benar" dalam arti bahasa Inggris. Mengingat Pasal 42
10
Undang-Undang ini adalah merupakan adopsi dari Statuta Roma dalam teks Inggris,
11
maka sudah selayaknya apabila “pengendalian efektif” dalam pasal ini diartikan
12
sebagai adanya tindakan pengendalian yang nyata atau dengan kata lain merupakan
13
pengendalian secara de facto.
14
Untuk mengetahui seseorang bertindak sebagai komandan de facto diperlukan
15
pengetahuan mengenai kebiasaan-kebiasaan serta kepatuhan-kepatuhan bawahan
16
terhadap komandan di lingkungan tersebut. Misalnya kebiasaan untuk memberikan
17
perintah-perintah lisan yang menggunakan peristilahan-peristilahan tertentu yang
18
melawan hukum yang dikembangkan dalam praktek di lingkungan militer (contoh:
19
“sekolahkan”, “sukabumikan”, “selesaikan”, dll). Hal ini diperlukan mengingat sulitnya
20
pembuktian di pengadilan mengenai adanya komandan de facto dalam bentuk
21
dokumen tertulis.
22
Persoalan yang seringkali timbul ketika doktrin ini diterapkan ke dalam kasus yang
23
melibatkan lebih dari satu rantai komando di luar situasi konflik bersenjata
24
sebagaimana terjadi dalam kasus Petrus adalah hadirnya sejumlah jalur komando
25
yang seakan merupakan jaring-jaring saluran, misalnya antara Laksusda, Garnisun,
26
Kodam dan sebagainya yang meskipun pada satu jalur dipegang oleh orang yang
27
sama, namun jalur kendali operasi di atas dan di bawahnya berbeda dan merupakan
28
jalinan yang rumit. Misalnya ketika satuan militer disisipkan (atau istilah yang biasa
29
digunakan di Indonesia adalah BKO : Bawah Kendali Operasi) kepada satuan polisi
30
maka yang memiliki kewenangan de jure sebagai komandan adalah komandan dari
31
satuan kepolisian.54
Dalam kasus Krnojelac di ICTY
Permasalahan timbul ketika komandan dari satuan militer yang
32
di-BKO-kan masih menerima pengendalian efektif dari atasan asalnya.
33
55
dinyatakan bahwa dua atau lebih atasan dapat
34
dikenakan pertanggungjawaban pidana atas kejahatan yang sama yang dilakukan
35
oleh pelaku yang sama apabila pelaku utama kejahatan tersebut berada di bawah
36
komando atasan-atasan yang sama dalam waktu yang bersangkutan (at the relevant
37
time). Selanjutnya dinyatakan pula dalam Keputusan Blaskic56
Dalam Kasus Petrus, maka dengan tidak melulu melihat jalin-menjalin sistem
42
komando semacam itu, maka yang ditarik untuk melakukan pertanggungjawaban
43
adalah pemagang komando resmi dari institusi militer dan kepolisian yang ada di
44
tempat tersebut, dengan tidak menutup kemungkinan bahwa akan diketemukan
45
komando satuan yang berbeda dengan struktur resmi yang dikenal masyarakat.
46
Konstruksi semacam ini diperlukan untuk tidak menghambat penyelidikan labih lanjut
47
mengingat sulitnya menembus dan mengurai benang kusut rantai komando yang
48
ada di Indonesia pada masa itu yang masih tetap tidak jelas dibukakan kepada
49
bahwa pengendalian
38
yang efektif dapat digunakan sebagai petunjuk untuk menentukan bahwa lebih dari
39
satu orang dapat dikenakan pertanggungjawaban atas kejahatan yang sama yang
40
dilakukan oleh seorang bawahannya.
41
54
Istilah BKO ini tidak hanya lazim digunakan jika ada satuan militer diperbantukan ke satuan polisi, namun juga digunakan apabila ada satuan militer yang diperbantukan ke satuan militer lain.
55
Prosecutor vs Krnojelac, Case IT-97-25 (Trial Chamber), March 15, 2002, para. 93.
56
publik hingga sekarang, terlebih ketika ada keenganan pihak militer untuk
1
membeirkan kesaksiannya di hadapan penyelidik dari Komnas HAM sebagaimana
2
terjadi dalam banyak kasus yang diselidiki oleh Komnas HAM.
3
4
Dalam kasus ini, terlihat bahwa aparat menjalankan sebuah pola operasi yang
5
hampir sama, dan menilik struktur pendekatan keamanan yang sangat kuat pada
6
masa itu, tidak bisa dipungkiri bahwa aparat keamanan bergerak karena adanya
7
dukungan dan bahkan arahan dari para komandan yang ada, baik yang digolongkan
8
sebagai atasan militer maupun sipil. Tidak terdengar adanya pembangkangan atau
9
keluhan mengenai pembangkangan pasukan dalam kasus Petrus. Dengan demikian,
10
komponen ini pun telah dipenuhi
11
12
3 Tidak melakukan tindakan pengendalian yang layak
13
Pengertian tindakan layak adalah tindakan berdasarkan kemampuan dalam batas-
14
batas kewenangan, kekuasaan, ketersediaan sarana dan kondisi yang
15
memungkinkan. Seperti yang telah dijelaskan dalam Pasal 87 Protokol Tambahan I
16
1977, bahwa seorang komandan memiliki tugas untuk mengambil langkah-langkah
17
untuk menjamin bahwa anak buahnya tahu dan memahami hukum humaniter
18
internasional. Khususnya, seorang komandan harus:
19
Menjamin bahwa anak buahnya telah mendapatkan pelatihan mengenai
20
hukum humaniter.
21
Menjamin bahwa hukum humaniter dihormati khususnya dalam
22
pembuatan rencana operasi.
23
Menjamin sistem pelaporan yang efektif sehingga ia selalu terinformasi
24
atas segala tindak pidana yang mungkin telah dilakukan oleh anak
25
buahnya.
26
Mengambil tindakan pencegahan ketika ia mulai mengetahui bahwa suatu
27
tindak pidana sedang atau akan dilakukan oleh anak buahnya.
28
Komandan tidak secara otomatis bertanggungjawab atas tindak pidana yang
29
dilakukan anak buahnya. Namun demikian, ia dapat diminta pertanggungjawabannya
30
apabila dalam situasi tertentu ia “seharusnya mengetahui” bahwa satuannya sedang
31
melakukan atau akan melakukan tindak pidana dan komandan tidak melakukan
32
tindakan yang layak untuk mencegah/menghentikan tindak pidana tersebut walaupun
33
pada saat dilakukannya tindak pidana komandan tidak mengetahuinya. Komandan
34
memiliki tugas untuk selalu mendapatkan informasi yang relevan dan
35
mengevaluasinya. Apabila komandan gagal untuk memperoleh informasi atau secara
36
sengaja mengabaikan informasi tersebut, maka syarat komandan “seharusnya
37
mengetahui” akan terpenuhi olehnya.
38
Dalam kasus Petrus, lagi-lagi komponen pembuktian ini terbukti telah dilanggar oleh
39
komandan yang bersangkutan. Oleh karena itu, dari sisi pertanggungjawaban, unsur
40
yang dimintakan dalam pasal 42 UU Pengadilan HAM ini pun telah terpenuhi.
41
42
4 Unsur Mental dan Unsur Material Pertanggungjawaban Komandan Militer
43
44
c. Unsur mental (mens rea) “mengetahui atau seharusnya mengetahui”
45
Beberapa hal/situasi dapat dijadikan pertimbangan untuk memutuskan bahwa
46
komandan mengetahui atau tidak tentang pelanggaran HAM Berat yang sedang
47
dikerjakan oleh aparat yang menjadi anak buahnya, seperti:
48
Jumlah dari tindak pidana yang dilakukan;
49
Tipe-tipe tindak pidana;
50
Lingkup tindak pidana;
51
Waktu ketika tindak pidana dilakukan;
52
Jumlah dan tipe dari pasukan yang terlibat;
53
Logistik yang terlibat, jika ada;
54
Lokasi geografis dari tindak pidana;
55
Tindak pidana yang meluas;
1
Waktu taktis operasi;
2
Modus operandi dari tindak pidana yang serupa;
3
Perwira dan staff yang terlibat;
4
Tempat komandan berada pada saat tindak pidana dilakukan.
5
Unsur niat (mens rea) mensyaratkan bahwa seorang komandan harus
6
bertanggungjawab atas perbuatan bawahannya karena ia ‘harus mengetahui’ atau
7
‘seharusnya mengetahui’ perbuatan-perbuatan pidana yang dilakukan oleh anak
8
buahnya.
9
Dalam kasus Petrus ini, terlihat bahwa dari sisi jumlah maupun jenis tindakan anak
10
buah sudah pasti diketahui atau seharusnya diketahui dengan baik oleh komandan
11
bersangkutan mengingat luasnya pemberitaan dan skala tindakan yang tentunya
12
menimbulkkan sorotan kepada institusinya.
13
Dalam banyak kesaksian, terlihat juga adanya dukungan operasional misalnya
14
berupa pemakaian seragam, penggunaan alat-alat dan kendaraan yang memerlukan
15
ijin pemakaian, termasuk juga penempatan dan proses "peminjaman" yang tentunya
16
tidak bisa dikerjakan begitu saja oleh bawahan tanpa adanya otorisasi dari
17
komandan-komandan yang berwenang.
18
Kembali dalam hal ini unsur niat dapat dikonstruksikan dan menunjukkan bahwa
19
setidaknbya dukungan komandan bersangkutan, memang ada.
20
21
(ii) Unsur materiil (actus reus) “tidak mengambil tindakan yang perlu dan langkah-
22
langkah yang layak berdasarkan kewenangannya”
23
Komandan dapat dikenakan pertanggungjawaban akibat kegagalannya untuk
24
mengambil tindakan dalam lingkup kewenangannya. Apabila tindak pidana belum
25
dilakukan, komandan yang ada dalam rantai komando harus mengeluarkan perintah
26
untuk menjamin bahwa tindak pidana tidak dilakukan dan menjamin bahwa perintah
27
tersebut dilaksanakan. Langkah-langkah pencegahan yang dilakukan oleh
28
komandan bisa tergantung kepada posisinya dalam suatu rantai komando. Setiap
29
komandan harus menjamin bahwa penyelidikan dan penyidikan telah dilakukan
30
untuk menentukan fakta-fakta, dan laporan tentang tindak pidana yang dilakukan
31
bawahannya tersebut telah diteruskan kepada komandan diatasnya. Jika tindak
32
pidana telah terjadi, maka memberikan hukuman disiplin militer adalah hal yang
33
penting. Komandan senior dapat mengajukan ke pengadilan militer, namun
34
komandan junior hanya dapat memberikan rekomendasi kepada komandan atas
35
mengenai tindakan hukum disiplin yang dapat diberlakukan.
36
Komandan memiliki tugas untuk mengambil segala tindakan yang perlu dan yang
37
layak untuk mencegah terjadinya tindak pidana. Jika tindak pidana telah terjadi,
38
komandan memiliki tanggung jawab untuk mengambil segala tindakan yang perlu
39
dan yang layak dalam lingkup kewenangannya untuk dilakukan penyelidikan dan
40
penyidikan terhadap kejahatan tersebut dan untuk membawa pelaku yang diduga
41
melakukannya ke pengadilan. Dalam beberapa sistem kemiliteran, komandan tingkat
42
atas harus memerintahkan dilakukannya penyelidikan dan diadilinya pelaku, namun
43
demikian dalam sistem militer ini pun para pelaku berhak untuk mendapatkan
44
pengadilan yang adil dan tidak memihak (imparsial). Seorang komandan tidak dapat
45
memerintahkan bahwa pelaku bersalah dan harus dihukum. Komandan harus
46
memenuhi tanggung jawabnya untuk menjamin bahwa pelaku yang diduga
47
melakukan tindak pidana diperiksa secara layak dan mendapatkan pengadilan yang
48
adil (fair trial). Dalam hal tindak pidana yang dilakukan anak buahnya merupakan
49
pelanggaran HAM Berat maka merupakan kewajiban komandan militer untuk
50
meneruskan perkara tersebut ke Komnas HAM.
51
Ternyata ketentuan-ketentuan normatif sebagaimana dimaksud, tidak dipenuhi
52
dalam kasus Petrus ini. Menilik berbagai kesaksian yang diberikan kepada Tim
53
Penytelidik, tindakan yang perlu dan sepatutnya diambil untuk mencegah terjadinya
54
Petrus atau mencegah terulangnya melalui berbagai proses penindakan tidaklah
55
terjadi. Bahkan dalam banyak kasus, pelaksanaan operasi tersebut yang termasuk
1
pelanggaran serius HAM justru diarahkan dan setidaknya didukung oleh para
2
komandan bersangkutan, mulai dari atasan langsung hingga kepada atasan dari
3
atasan tadi yang seharusnya menjadi pihak yang mengawasi dan mengendalikan
4
keterlibatan pasukan di lapangan.
5
Menilik itu semua, nampak secara gamblang bahwa selain tidak melakukan
6
pengendalian secara efektif untuk mencegah pelanggaran HAM, keseluruhan jejang
7
komando dan rantai komando yang seharusnya bekerja, ternyata tidak menjalankan
8
mekanisme penegakan HAM dalam aspek tindakan keseluruhan, malahan justru
9
menjadi pelaksana dan pendukung operasi-operasi yang masuk dalam kategori
10
pelanggaran HAM Beart tersebut. Tidak mengherankan apabila untuk
11
keseluruhannya, pasal 42 (1) ini memberatkan seluruh rantai komando yang ada dan
12
memastikan bahwa mereka semua ikut bertanggung jawab.
13
14
5 hubungan atsan dan bawahan berdasarkan ketentuan psl 42 ( 2 ).