• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.3. Dilema Petani

Kalau kita perhatian dengan cara menganalisis isi dari berbagai tulisan kepustakaan mengenai deskripsi kehidupan petani di pedesaan, pengungkapan yang telah dibuat para ahli sebagai berikut :

Pertama, Petani adalah juga pelaku ekonomi (economic agent) dan kepala

rumah tangga. Tanahnya adalah salah satu unit ekonomi dan rumah tangga (Eric R. Wolf, 1983:19)..

Kedua. Ahli ekonomi Rusia A.V. Chainov ( dalam Eric R. Wolf, 1983 : 20 )

berbicara tentang ekonomi petani pedesaan, mengatakan sebagai berikut :

Petani adalah merupakan suatu perekonomian keluarga (family economy), seluruh organisasinya .ditentukan oleh ukuran dan komposisi keluarga petani itu dan oleh koordinasi tuntutan-tuntutan konsumsinya dengan jumlah tangan yang bekerja. Itulah sebabnya mengapa pengertian tentang laba dalam perekonomian petani berbeda dari pengertian di dalam perekonomian kapitalis dan mengapa pengertian kapitalistik tentang laba tidak dapat diterapkan pada pengertian petani. Laba kapitalistik merupakan laba bersih yang diperoleh dengan jalan mengurangi penghasilan total dengan semua biaya produksi, cara menghitung laba seperti itu tidak dapat diterapkan pada perekonomian petani, oleh karena di dalam perekonomian petani

unsur-unsur biaya produksi dinyatakan dalam unit-unit yang tidak dapat diperbandingkan dengan apa yang terdapat dalam perekonomian kapitalis.

Di dalam perekonomian petani, seperti di dalam perekonomian kapitalis, penghasilan kotor dan pengeluaran-pengeluaran material dapat dinyatakan dalam rubel, akan tetapi tenaga kerja yang telah dikeluarkan tidak dapat dinyatakan atau diukur dengan banyaknya rubel yang dikeluarkan untuk membayar upah, melainkan hanya dengan jerih payah yang dilakukan oleh keluarga petani itu sendiri. Jerih payah itu tidak dapat dikurangkan dari atau ditambahkan kepada unit-unit uang, jerih payah itu hanya dapat dikonfrontasikan dengan rubel.

Usaha untuk memperbandingkan nilai jerih payah tertentu yang dilakukan oleh keluarga dengan nilai rubel adalah subyektif; hal itu akan tergantung kepada tingkat pemuasan kebutuhan-kebutuhan keluarga itu dan kepada pengorbanan-pengorbanan yang terlibat dalam jerih payah itu sendiri. Oleh karena tujuan utama perekonomian petani adalah untuk memenuhi anggaran konsumsi tahunan keluarga, maka fakta yang yang paling menarik perhatian bukanlah hasil yang diperoleh dari unit kerja (hari kerja), melainkan hasil yang diperolah dari seluruh tahun kerja.

2.4. Gambir.

Tanaman gambir termasuk salah satu jenis tanaman yang masuk dalam suku kopi-kopian. Bentuk keseluruhan dari tanaman ini seperti pohon bogenvil, yaitu merambat dan berkayu. Ukuran lingkar batang pohon yang sudah tua bisa mencapai

Menurut Satrapradja (1980) tanaman ditemukan tumbuh liar di hutan-hutan di Sumatera, Kalimantan dan di semenanjung Malaysia. Disamping itu gambir juga ditanam di Jawa, Bali dan Maluku. Terdapat sekitar 34 spesies gambir

Gambir merupakan tanaman yang serba guna karena tidak hanya digunakan sebagai campuran pinang oleh sesorang penyirih tetapi digunakan juga pada industri seperti minuman, kosmetik, obat-obatan., batik dan lain-lain.

Gambir adalah ekstrak daun dari ranting tanaman gambir yang dikeringkan, tanaman ini umumnya tumbuh baik pada ketinggian 800 meter di atas permukaan laut.

Zat yang terkandung di dalam gambir diantaranya Katechine, tannin dan lain-lain. Zat Katechine sangat penting bagi pabrik pabrik obat-obatan. Kandungan zat tannin yang terdapat pada gambir berguna sekali sebagai bahan penyamak kulit, agar kulit tidak cepat busuk dan merubah kulit menjadi kenyal (tidak keras dan kaku). Pada industri batik, gambir digunakan sebagai bahan pembantu untuk pewarna coklat dan kemerah-merahan serta tahan terhadap pengaruh cahaya matahari. Sedangkan di Eropa digunakan sebagai bahan pewarna kain wol dan sutera (Nazir, 2000).

Tanaman gambir mulai bisa di panen pada saat tanaman berumur satu setengah tahun, maka tingkat pengembalian investasi usaha gambir ini tidak begitu lama dibandingkan dengan komoditi tanaman lain seperti cengkeh, kayu manis dan kemiri.

Disamping itu tanaman gambir memiliki sifat toleran terhadap tanah-tanah marginal dan berlereng, sehingga dengan memperhatikan teknologi pengelolaan lahan miring, maka tanaman gambir memiliki aspek konservasi yang baik

Gambir juga dapat bertahan lebih lama bila disimpan dan tidak cepat rusak dibandingkan dengan hasil-hasil tanaman hortikultura lainnya yang tidak bisa disimpan lebih lama. Faktor lainnya yang lebih penting adalah tanaman ini dapat dipanen secara berekelanjutan tergantung dari perawatan yang kita lakukan. Tanaman ini bias berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan getah dengan baik.

Disamping itu perlu dilakukan penelitian-penelitian tentang diversifikaksi pemanfaatan gambir. Hal ini sangat prospektif mengingat sampai saat ini Indonesia, sebagai satu-satunya eksportir gambir dunia, masih mengekspor gambir dalam bentuk mentah. Kalau Indonesia mampu mengolah gambir menjadi bentuk produk-produk lain tentu nilai tambah yang akan dinikmati oleh Indonesia akan meningkat. Sementara negara pengimpor gambir sudah mendapatkan nilai tambah yang sangat besar dengan melakukan proses ulang atau pemanfaatan lainnya

Ditinjau dari aspek lingkungan tidak ada kompetisi penggunaan lahan antara gambir dengan tanaman lainnya. Tanaman gambir yang berbentuk perdu dengan sistem perakaran yang kuat dan daun yang menutup tersebut, akan dapat dipergunakan sebagai tanaman produktif di lahan marginal yang datar maupun lereng. Di samping itu, aspek lain dari kelayakan lingkungan adalah lingkungan sosial budaya. Tanaman gambir merupakan tanaman yang punya nilai sosial yang tinggi,

karena luas tanaman yang diusahakan masing-masing keluarga merupakan tingkat status sosial keluarga ditengah-tengah masyarakat.

a. Sejarah Tanaman Gambir

Gambir merupakan komoditas tradisional Indonesia yang telah diusahakan sejak sebelum Perang Dunia II terutama di luar Jawa seperti Sumatera Barat dan Sumatera Utara. Ekstrak gambir telah menjadi perhatian pedagang Eropah sejak awal abad ke 17 dan dalam perdagangannya gambir dikenal dengan berbagai nama seperti Batak adalah Sontang, Minangkabau adalah Gambie, Jawa adalah Gambir..

b. Budidaya Tanaman Gambir

Gambir dapat dibudidayakan di areal yang curah hujannya tinggi selama setahun . Gambir tidak memerlukan sifat tanah yang khusus, tetapi biasanya dibudidayakan pada tanah-tanah yang kaya akan lapisan humusnya atau tanah yang mengandung lempung (Hambali, dkk 2000).

Tanaman gambir memiliki sifat toleran terhadap tanah-tanah marginal dan berlereng, sehingga dengan memperhatikan teknologi pengelolaan lahan miring maka tanaman gambir memiliki aspek konservasi yang baik. Gambir juga dapat bertahan lebih lama bila disimpan dan juga tidak cepat rusak (Nazir, 2000).

Menurut Hambali (2000), perbanyakan tanaman gambir dilakukan secara generatif (biji) dan vegetatif (stek, rundukan dan cangkok). Perbanyakan generatif merupakan

cara yang banyak dilakukan oleh petani gambir. Langkah-langkah yang dilakukan oleh petani untuk penyemaian benih dari biji adalah sebagai berikut :

1. Pengamatan benih.

2. Penjemuran benih dan pembersihan 3. Pembuatan tempat persemaian 4. Pelapisan dengan tanah liat 5. Pembuatan nauangan 6. Penaburan benih

7. Penyiraman dan pemeliharaan 8. Pengurangan naungan

9. Pemindahan bibit ke polybag 10. Pemindahan bibit ke lapangan

Biasanya petani gambir mengambil benih dari pohon gambir yang tumbuh dipinggir jalan atau di kebun sendiri. Benih diambil dari buah yang telah masak dan berwarna kuning. Pada benih gambir, karena ukuran bijinya sangat kecil maka sulit untuk membedakan biji yang normal dan yang cacat. Secara visual sekelompok biji yang normal berwarna coklat, sedangkan kelompok biji yang cacat berwarna hitam. Oleh karena itu untuk mendapatkan benih yang mempunyai daya kecambah yang tinggi, dapat dipilih sekumpulan benih yang berwarna coklat. Biasanya untuk penanaman seluas 1 ha diperlukan benih 1 kotak korek api dengan luas persemaian 7 m2 (Hambali, dkk, 2000).

Penaburan benih dilakukan dengan cara meletakkan benih pada telapak tangan, kemudian dihembuskan ke tempat persemaian. Dapat juga dilakukan dengan membuat adonan benih dan tanah liat, kemudian adonan tersebut dimasukkan ke dalam tempat persemaian (Hambali, dkk, 2000).

Cara penanam gambir agak unik, karena tidak tahan terhadap genangan air maupun kekeringan, gambir banyak ditanam pada tebing-tebing yang agak tegak dan dilapisi tanah liat di bagian atasnya. Penyiraman tanaman dan tebing-tebing diperlukn untuk meyalurkan kelebihan air hujan (Hambali, dkk 2000).

Penanaman gambir biasanya dilakukan pada awal musim hujan , bentuk lubang tanam seperti kerucut dengan lebar dan dalam 10 cm. Bibit yang ditanam dirapatkan ke tepi lubang dengan tujuan agar tanaman muda ini terlindung dari sengatan matahari yang berlebihan. Selaian itu dapat membuat akar tunggang tumbuh lurus ke bawah (Hambali, dkk, 2000).

Panen dilakukan setelah berumur 18 bulan, kadang dapat lebih cepat, tanaman gambir yang mendapat pemeliharaan layak dapat bertahan 15-20 tahun. Jumlah panen daun sebaiknya disesuaikan dengan kemampuan untuk mengolahnya agar hasil panen tidak terlantar terlalu lama. Hasil panen harus segera diolah, sebab jika terlambat lebih dari 24 jam, kandungan getahnya akan menurun. Selain itu pemetikan daun sebaiknya tidak lebih dari ¾ jumlah daun seluruhnya (Hambali, dkk, 2000)

c. Manfaat Gambir.

Gambir adalah komoditas yang banyak digunakan sebagai bahan baku industri seperti industri farmasi, kosmetik, makanan, kulit dan tekstil. Komoditas gambir banyak digunakan sebagai bahan baku industri berhubungan erat dengan zat yang dikandungnya.

Penggunaan Gambir Secara Tadisional

Secara tradisional gambir digunakan sebagai pelengkap makan sirih dan obat-obatan. Biasanya gambir digunakan untuk mengobati luka bakar, sakit kepala,.Rebusan daun muda dan tunasnya digunakan sebagai obat diare dan disentri serta obat kumur-kumur pada sakit tenggorokan. Gambir juga dapat digunakan untuk obat sakit sariawan, sakit kulit dan lain-lain (Nazir, 2000).

Gambir sebagai bahan baku dalam industri farmasi dan makanan.

Secara modern gambir dimanfaatkan oleh industri farmasi untuk penyakit hati, gambir juga dikembangkan sebagai permen pelega tenggorokan khusus untuk para perokok karena gambir mampu menetralisir nikotin.Gambir juga dikembangkan sebagai obat sakit perut (diare). Dan sakit gigi.

Gambir sebagai bahan baku industri kulit dan kosmetika.

Getah gambir dapat digunakan sebagai bahan atau zat penyamak kulit, agar kualitas kulit yang dihasilkan menjadi lemas/lembut, sehingga dengan penyamakan

Dalam industri kosmetika, gambir dapat digunakan untuk astringent yang berfungsi untuk melembutkan kulit dan menambah kelenturan serta daya regang kulit (Nazir, 2000).

Gambir sebagai bahan baku industri tekstil.

Dalam industri tekstil, gambir dapat digunakan sebagai zat pewarna yang tahan terhadap cahaya matahari, juga sebagai bahan pembantu untuk mendapatkan warna coklat dan kemerah-merahan pada kain batik. (Sutjipto, 2001)

d. Kondisi Tempat Tumbuh Gambir

Kesesuain tempat tumbuh tanaman gambir belum banyak diketahui, tetapi disebaran tanaman yang ada diperkirakan tanaman gambir dapat tumbuh baik pada daerah dengan ketinggian 200-800 meter di atas permukaan laut dengan berbagai bentuk tofografi terutama tofografi lereng dan berbukit, mempunyai pH antara 4,80 sampai 5,50, suhu 26 “ C sampai 28 “, kelembaban 70 % sampai 80 % dengan curah hujan 140 hari/tahun. Tanaman gambir merupakan tanaman yang tidak tahan pada kondisi tanah yang selalu tergenang, maka petani lebih memilih bertanam di tanah yang berlereng (Nazir, 2000)

e. Tipe Tanaman Gambir.

Tanaman gambir yang dikembangkan masyarkat pada umumnya terdiri dari 3 (tiga) tipe, yaitu : tipe udang, tipe cubadak serta tipe Riau. Yang paling diminati dan dikembangkan masyarakat yaitu gambir tipe udang. Gambir tipe udang memiliki

produksi daun dan rendemen getah lebih tinggi dibandingkan dengan tipe gambir lainnya. Hal ini disebabkan karena jenis ini memiliki ukuran daun yang lebar/luas dibandingkan dengan tipe lainnya, sehingga bobot basanya lebih tinggi (Hasan, 2001).

f. Prospek Tanaman Gambir.

Peluang pasar internasional cukup besar untuk komoditas perkebunan, perikanan dan sebagian produk hortikultura Produk-produk agroindustri kita sejauh ini punya peluang cukup besar untuk memasuki kawasan Eropa, Amerika Serikat, Jepang. India dan sebagainya

Mengingat prospek pemasaran komoditi gambir cukup cerah yang ditandai dengan relatif stabilnya angka ekspor tahunan dan sejalan dengan berkembangnya jenis-jenis industri yang memerlukan bahan baku atau bahan penolong dari gambir dalam teknologi industri maka perlu dilakukan upaya-upaya untuk memperbaiki teknik budidaya, pengolahan hasil, perbaikan mutu dan strategi pemasaran gambir. Perbaikan ini sangat penting dilakukan agar komoditi gambir memiliki keunggulan komparatif di dalam perdagangan internasional

Pengembangan tanaman gambir di Indonesia pada prinsipnya sangat prospektif, meningkatnya ekspor gambir tersebut menunjukkan adanya peningkatan pemakaian gambir. Dengan berkembangnya jenis-jenis barang industri yang memerlukan bahan baku ataupun bahan penolong dari gambir, maka kebutuhan akan gambir dalam industri akan semakin meningkat. Pada umur 1,5 tahun gambir sudah

bila dibandingkan dengan komoditi tanaman tahunan lain seperti cengkeh, kayu manis, kemiri.

Faktor lain yang lebih penting adalah bahwa tanaman ini dapat dipanen secara berkelanjutan tergantung dari perawatan yang dilakukan. Tanaman ini bisa berumur puluhan tahun dan tetap bisa menghasilkan getah yang baik. Mengingat prospek pemasaran komoditi gambir cukup cerah, yang ditandai dengan relatif stabilnya angka ekspor tahunan dan sejalan dengan berkembang nya jenis-jenis industri yang memerlukan bahan baku atau bahan penolong dari gambir dalam teknologi industri, maka perlu dilakukan upaya untuk memperbaiki teknik budi daya, pengolahan hasil, perbaikan mutu dan strategi pemasaran gambir.

Tingkat kehidupan ekonomi masyarakat didasari atas kebutuhan masyarakat untuk memperoleh dan mengkonsumsi suatu barang dan jasa. Sehingga dengan kebutuhan tersebut memaksa masyarakat berusaha untuk memenuhi kebutuhan ekonomi mereka. Faktor-faktor produksi juga menjadi salah satu faktor penting untuk menunjang kehidupan ekonomi masyarakat. Faktor-faktor produksi adakalanya dinyatakan dengan istilah lain yaitu sumber daya.

Faktor-faktor produksi yang tersedia dalam perekonomian dibedakan ke dalam 4 (empat) golongan yaitu :

- Tanah dan Sumber Alam.

Ini merupakan faktor produksi yang disediakan oleh alam, faktor- faktor ini meliputi tanah, hasil hutan dan lain-lain.

Tenaga Kerja bukan saja berarti jumlah buruh yang terdapat dalam perekonomian. Arti tenaga kerja meliputi juga keahlian dan keterampilan dalam mengelola dan memproduksi hasil yang baik dari gambir.

- Modal

Faktor produksi ini meliputi benda yang diciptakan oleh manusia dan digunakan untuk memproduksi barang-barang dan jasa yang diperlukan dalam menunjang produksi gambir.

- Keahlian Kewirausahaan.

Kemampuan dari pada produsen untuk menjual hasil gambir yang dihasilkan dengan harga yang sangat menunjang bagi kehidupan ekonomi masyarakat (Sukirno, 1997).

g. Cara Pengolahan Produk

Ada dua cara pengolahan gambir yaitu cara pribumi dan cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa. Pengolahan cara pribumi dilakukan oleh petani-petani pribumi, sedangkan pengolahan cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa dilakukan oleh orang-orang keturunan Tionghoa yang ada di Indonesia pada waktu dulu. Namun demikian pengolahan yang berkembang saat ini adalah pengolahan cara pribumi.

Adapun perbedaan antara ke dua cara pengolahan adalah : - Pengolahan cara Tradisional atau Pribumi.

diendapkan dan ditiriskan hingga membentuk pasta, kemudian pasta tersebut dicetak dengan cetakan bambu lalu dikeringkan.

- Pengolahan cara yang biasa dilakukan oleh masyarakat keturunan Tionghoa Daun gambir dipisahkan dari rantingnya lalu dicuci terlebih dahuilu sebelum direbus. Lalu daun direbus selama setengah jam, selama perebusan daun diaduk dengan kayu. Ekstrak yang ada dipisahkan dan duan direbus kembali. Ekstrak yang diperoleh tersebut dipanaskan untuk menguapkan airnya, sehingga lebih kental. Ekstak kental tersebut disaring dengan kain halus, kemudian ditaruh ditempat teduh sampai suhunya turun menjadi sekitar 35 ‘ C

Peralatan yang dibutuhkan untuk pengolahan gambir yaitu (Nazir, 2000)

a) Pisau pemotong, yang digunakan untuk memotong ranting serta daun gambir. b) Keranjang, yang berguna sebagai alat pembawa daun dan ranting yang telah

dipetik.

c) Rajut (jala) berguna untuk mengumpulkan daun gambir yang akan direbus.. d) Kancah (kuali besar) sebagai tempat perebusan.

e) Keranjang bambu yang berguna untuk perebusan daun gambir. f) Ember, untuk membawa air serta cairan hasil pengolahan. g) Tali, untuk mengikat daun gambir setelah perebusan. h) Martil dari kayu, untuk penumbukan/pengempaan.

j) Kain penapis, untuk menapis getah gambir. k) Cetakan

l) Alat kempa

m) Samia, tempat penjemuran gambir.

Berdasarkan hasil penelitian Direktorat Jenderal Kebudayaan, Museum Sumatera Barat Tahun 2000, untuk luas 1 Ha lahan gambir akan menghasilkan 1 ton gambir kering, panen dilakukan 1 kali dalam enam bulan dan lamanya memanen dua bulan, jadi dalam satu tahun dapat dilakukan 2 kali panen.. Untuk pengolahannya dilakukan di lingkungan keluarga tanpa melibatkan orang lain. Hal ini memungkinkan karena para petani tidak terikat pinjaman modal dari pedagang pengumpul.

Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Siregar, Fakultas Pertanian USU 2004, tentang Pola Budidaya dan Pengusahaan Gambir, Studi Kasus Kabupaten Dairi menyimpulkan bahwa terjadi peningkatan pendapatan masyarakat dengan mengembangkan sistem pola tanam tumpang sari.

Pada umumnya bentuk keluarga para petani adalah keluarga inti. Keluarga inti merupakan suatu unit sosial terkecil yang beranggotakan ayah, ibu dan anak-anaknya yang belum menikah (Koentjaraningrat, 1981 : 104). Setiap anggota keluarga disadari atau tidak, akan menempatkan dirinya secara pribadi pada suatu posisi atau status tertentu. Adanya kedudukan atau statusnya dalam keluarga membuat setiap anggota memiliki serangkaian hak dan kewajiban yang harus dipenuhi dan diwujudkan dalam

bentuk peranannya dalam berbagai kegiatan keluarganya. Sebagai keluarga yang ekonominya lemah atau miskin, keluarga petani mempunyai cara hidup atau kebudayaan yang berbeda dengan cara hidup atau kebudayaan keluarga yang kehidupan ekonominya menengah ataupun tinggi. Oscar Lewis (dalam Menno, 1994:60-61) yang melakukan penelitian terhadap masyarakat miskin diperkampungan kumuh Kota Mexico, mengemukakan beberapa ciri dari kebudayaan kemiskinan misalnya saja, tingkat pendidikan yang rendah, upah yang rendah dan keamanan kerja yang rendah, tingkat keterampilan kerja yang rendah, tidak memiliki tabungan dan sebagainya. Ciri-ciri tersebut ada dimiliki atau dijumpai dalam keluarga petani gambir di Kabupaten Pakpak Bharat.

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

Dokumen terkait