BAB II LANDASAN TEORI
A. Employabiity
2. Dimensi Employability
Employability menurut Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004)
merupakan konstruk yang bersifat person-centered yang berarti konstruk ini berfokus pada sifat-sifat atau karakteristik personal. Maka dari itu, dimensi-dimensi yang mendasari Employability juga bersifat personal.
Employability merupakan perpotongan dari dimensi-dimensinya yaitu
Career Identity, Personal Adaptability, dan Human and Social Capital.
Masing-masing dari dimensi yang membentuk Employability tersebut memiliki fungsinya sendiri dan berdiri secara independen, namun mereka bergabung membentuk konsep employability. Kombinasi yang sinergis dari dimensi-dimensi ini yang mengangkat dan memberi nilai pada
employability. Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2007) menyatakan bahwa
Employability adalah hasil agregat dari dimensi Career Identity, Personal
Adaptability, dan Social & Human Capital sehingga dimensi-dimensi
tersebut harus dipertimbangkan secara kolektif.
a. Career Identity
Representasi dari pengalaman kerja dan aspirasi individu. Career
Identity menjadi penunjuk arah bagi individu dan juga merupakan
dimensi pemberi motivasi dari Employability. Career Identity mencakup tujuan, harapan, ketakutan, sifat-sifat, nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan gaya interaksi dari seorang individu. Secara singkat dapai disimpulkan bahwa Career Identity merupakan bagaimana seseorang mendefinisikan dirinya di dalam konteks dunia kerja
Career Identity memberikan tujuan pribadi dan aspirasi bagi
individu sehingga membentuk skema diri yang mereka harapkan (desired self). Skema tersebut membantu menyesuaikan, mengarahkan,
dan mempertahankan perilaku individu secara konsisten sesuai dengan
desired self mereka. Career Identity memiliki sifat kognisi-afeksi yang
menyebabkan Career Identity dapat mempengaruhi karakteristik individu lainnya secara kognisi dan afeksi untuk dapat memfasilitasi identifikasi kesempatan karir yang mereka lakukan.
b. Personal Adaptability
Dimensi Personal Adaptability adalah kemampuan individu untuk mengubah faktor personal dalam diri mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi ditentukan oleh perbedaan-perbedaan individu dan mempengaruhi bagaimana cara seseorang untuk mampu terlibat dalam usaha beradaptasi secara proaktif. Terdapat 5 komponen dari Personal
Adaptability yang secara kognitif dan afektif mampu mempengaruhi
dan mengarahkan individu dalam usaha mengidentifikasi kesempatan kerja:
1. Optimisme
Sifat optimis di dunia kerja membuat individu melihat perubahan sebagai tantangan. Individu yang memiliki sifat optimis memiliki harapan yang positif mengenai apa yang akan terjadi di masa depan dan menunjukkan sifat percaya diri yang tinggi. Individu yang optimis memiliki keyakinan bahwa mereka mampu menyelesaikan tugas dan tantangan dalam pekerjaan mereka.
Optimisme membantu individu untuk melihat lebih banyak kesempatan karena mereka melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai tantangan. Hal ini juga membantu mereka untuk terus gigih dalam mengejar tujuan karir mereka. Kondisi tersebut membantu individu yang optimis dalam beradaptasi, sehingga individu yang optimis memiliki Employability yang lebih baik.
2. Kecenderungan untuk belajar
Individu yang memiliki kecenderungan untuk belajar akan terdorong untuk belajar lebih banyak tentang lingkungan mereka seperti ancaman dan kesempatan yang ada sehingga membantu mereka untuk bertindak secara efektif. Kecenderungan untuk belajar juga membantu individu untuk mampu melihat pekerjaan apa yang tersedia di lingkungan mereka serta pengalaman dan kemampuan apa saja yang dibutuhkan. Hal tersebut membantu individu untuk dapat membandingkan profil diri mereka dengan kesempatan yang tersedia. Kecenderungan untuk belajar menjadi penting dalam Employability karena dibutuhkan sikap, motivasi, dan sifat yang mendorong belajar berkesinambungan sehingga mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan-perubahan.
3. Keterbukaan
Keterbukaan membantu individu untuk menjadi fleksibel dalam menghadapi tantangan dan juga situasi yang tidak jelas. Hal
tersebut membantu individu untuk dapat tetap merasa nyaman meskipun berada dalam situasi yang tidak nyaman dan tidak pasti. Keterbukaan terhadap pengalaman baru dan perubahan dapat membantu individu dalam mengidentifikasi kesempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan individu yang terbuka pada pengalaman baru dan juga perubahan melihat perubahan sebagai tantangan. Costa dan McCrae, 1992 (dalam Fugate, Kinicki, danAshforth, 2004) mengungkakan bahwa individu yang terbuka mampu memiliki pelatihan keterampilan yang lebih baik dalam beragam jenis pekerjaan. Maka dari itu, individu yang terbuka pada pengalaman baru dan perubahan mampu beradaptasi dalam berbagai perubahan serta memiliki Employability yang lebih tinggi.
4. Internal Locus of Control
Internal Locus of Control juga merupakan salah satu komponen
penting dalam Personal Adaptability. Individu yang memiliki
Internal Locus of Control yakin bahwa mereka mempengaruhi
lingkungan di sekitar mereka, sedangkan individu dengan External
Locus of Control yakin bahwa mereka tidak memiliki kendali atas
kejadian-kejadian yang terjadi di sekitar mereka. Orang yang memiliki Internal Locus of Control akan lebih mudah beradaptasi karena mereka lebih terlibat secara proaktif dalam proses transisi kerja. Orang dengan Internal Locus of Control akan mengarahkan
tindakan mereka untuk dapat berusaha meningkatkan kondisi mereka.
5. Generalized Self-efficacy (GSE)
GSE mendukung Personal Adaptability pada individu. GSE merepresentasikan persepsi individu atas kemampuan mereka untuk dapat bekerja dengan optimal di dalam berbagai situasi dan keyakinan bahwa individu tersebut mampu dalam menghadapi situasi dan juga perubahan dalam hidup mereka. GSE mempengaruhi persepsi dan juga perilaku pada berbagai situasi, dan hal tersebut dapat membantu Personal Adaptability terlepas dari tingkatan pekerjaan (entry level atau executive level) atau jenis transisi yang terjadi (promosi dan perpindahan pekerjaan). Selain itu, GSE juga mampu memprediksi usaha inovasi peran pada 10 bulan pertama saat memasuki dunia kerja oleh lulusan universitas.
c. Social & Human Capital
Social & Human Capital diintegrasikan oleh Career Identity dari
individu sehingga melekat dengan Employability. Social Capital adalah niat baik yang terkandung dalam relasi Social. Social Capital seorang individu ditentukan oleh besar jaringan dan juga kekuatan jaringan yang individu tersebut miliki. Besar jaringan yang dimiliki oleh individu dapat menentukan seberapa besar informasi dan pengaruh yang ia miliki dalam menyadari dan memahami kesempatan kerja. Sedangkan
kekuatan jaringan menentukan seberapa besar timbal balik dan juga solidaritas yang dimiliki individu tersebut dengan orang lain.
Dalam konteks dunia kerja, informasi dan pengaruh dari Social
Capital dapat memberikan akses bagi individu pada kesempatan karir.
Individu yang dapat mengembangkan Social Capital dengan baik dapat lebih memanfaatkan jaringan pencarian kerja secara informal atau melalui kenalan dan teman mereka. Sebagian besar manajer tingkat tinggi mendapatkan pekerjaannya lebih banyak melewati pencarian pekerjaan secara informal. Hal-hal yang mempengaruhi penyediaan informasi dan pengaruh yang diberikan adalah besarnya jaringan dan kekuatan dari jaringan tersebut.
Human Capital mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan karir seseorang seperti umur, pendidikan, pengalaman kerja, pengalaman pelatihan, performa kerja, masa kerja di suatu perusahaan, kecerdasan emosi dan kemampuan kognisi. Human Capital merepresentasikan kemampuan individu untuk dapat mencapai kinerja yang diharapkan oleh perusahaan dalam pekerjaan yang terkait. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, Human Capital yang memiliki pengaruh paling kuat sebagai prediktor perkembangan karir adalah pengalaman kerja dan pendidikan. Hal tersebut dikarenakan beberapa jabatan pekerjaan membutuhkan jenjang pendidikan tertentu dan juga pengalaman tertentu agar lebih menarik calon majikan.