• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara adversity quotient dan employability pada mahasiswa tingkat akhir.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara adversity quotient dan employability pada mahasiswa tingkat akhir."

Copied!
206
0
0

Teks penuh

(1)

Adhimulya Nugraha Putra

ABSTRACT

The purpose of this study was to understand the relation between Adversity Quotient and Employability on senior year student. Subjects of this study are students on 7th semester at minimum and also between 20 – 25 years old. There were 218 students participate in this study. There were 5 hypothesizes in this study which was: 1) There was a correlation between Adversity Quotient and Employability, if Adversity Quotient level is high, then Employability level will also high. 2) There was a correlation between Control dimension of Adversity Quotient and Employability. 3) There was a correlation between Origin and Ownership Dimension of Adversity Quotient and Employability. 4) There was a correlation between Reach dimension of Adversity Quotient and Employability. 5) There was a relation between Endurance level of Adversity Quotient and Employability. Data in this study collected using Employability Scale and Adversity Quotient with Likert technique. Data analyzed with Spearman Rho Correlation technique because distribution of data in this study was not normal, but there’s

a linear correlation between both variables. The result of this study showed that: 1) There’s a positive

correlation with high category between Adversity Quotient and Employability (0,695, p=0,000). 2) There’s a positive correlation with sufficient category between Control dimension and Employability (0,695, p=0,000). 3)

There’s a positive correlation with sufficient category between Origin dimension and Employability (0,544, p=0,000),there’s also a positive correlation with high category between Ownership dimension and

Employability (0,668, p=0,000). 4) There’s a positive correlation with low category between Reach dimension and Employability (0,357, p=0,000). 5) There’s a positive correlation with high category between Endurance dimension and Employability (0,648, p=0,000).

(2)

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN EMPLOYABILITY PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Adhimulya Nugraha Putra

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Adversity Quotient dan Employability pada mahasiswa tingkat akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada di semester 7 atau lebih dan berumur antara 20 – 25 tahun. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 218 orang. Terdapat 5 hipotesis di dalam penelitian ini yaitu:1) Terdapat hubungan yang positif antara Adversity Quotient dan Employability. 2) Terdapat hubungan positif antara dimensi Control dari Adversity Quotient dan Employability. 3) Terdapat hubungan positif antara dimensi Origin & Ownership dari Adversity Quotient dan Employability. 4) Terdapat hubungan positif antara dimensi Reach dari Adversity Quotient dan Employability. 5) Terdapat hubungan positif antara dimensi Endurance dari Adversity Quotient dan Employability. Data diambil dengan menggunakan Skala Employability dan Skala Adversity Quotient menggunakan teknik Likert. Analisis data menggunakan teknik Spearman Rho Correlation karena distribusi data tidak normal namun terdapat hubungan yang bersifat linear. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat hubungan positif dengan kategori kuat antara Adversity Quotient dan Employability (0,695, p=0,000). 2) Terdapat hubungan positif dengan kategori cukup antara dimensi Control dan Employability (0,594, p=0,000). 3) Terdapat hubungan positif dengan kategori cukup antara dimensi Origin dan Employability (0,544, p=0,00), terdapat hubungan positif dengan kategori tinggi antara dimensi Ownership dan Employability (0,668, p=0,00). 4) Terdapat korelasi positif dengan kategori lemah antara dimensi Reach dan Employability (0,357, p=0,000). 5) Terdapat hubungan positif dengan kategori kuat antara dimensi Endurance dan Employability (0,648, p=0,000).

(3)

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN EMPLOYABILITY PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

SKRIPSI

Diajukkan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun oleh:

Adhimulya Nugraha Putra

119114098

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA

(4)

SKRIPSI

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY OUOTIEN? DAN EMPLOYABILITY

PADA MAHASISWA TINGKAT

AKIIIR

Disusun Oleh:

ffi,L**"*-*.,sfu***"*4

Paulus Eddy ranggal:

-2

(5)

I' l.l t. fi li; f $ t" 'i, ! ;i. cl,' :', I i .t i

:i

---SKRIPSI

HUBUN GAN ANTARA A D VE R S I TY O A O TI E N T D AN E M P LO YA B IL ITY

PADA MAHASISWA TINGKAT

AKIIIR

Dipersiapkan dan ditulis oleh:

Adhimulya Nugraha Putra

itia Penguji

Penguji 1: Pau

Penguji 2:Dr.T. Penguji 3: Dewi S

Yogyakarta,

23

FEB 7016

Fakultas Psikolosi

s Sanata Dharma

lll I

I

I

ffiH:ffiffi,*.ffi

@*"r

a i'.,yu,

utffffan

-"*.n uffi,u*i

r0 {l

A!

|

T::-,

\\

3

p

//ryfff$ry,"

N

zffs

(6)

iv

HALAMAN MOTTO

Life isn’t about waiting the storm to pass.

It’s about learning to dance in the rain

-Anonymous-

A thousand miles journey begin with one step

-Lao Tzu-

As long as one keeps searching, the answer will come.

-Joan Baez-

The Lord is My Shepherd, I shall not Lack

Psalm 23:1

Why do we fall?

So we can learn to pick ourselves up.

(7)

v

KARYA INI KUPERSEMBAHKAN UNTUK

TUHAN YESUS KRISTUS,

KELUARGA

DAN SELURUH PIHAK YANG SUDAH TURUT MENDUKUNG DALAM

(8)

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya rnenyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis tnr

tidak rnen.ruat karya atau bagian kalya orang lain, kecuali yang telah clisebutkan

dalam daftar pustaka sebagaimaua layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Desember 2015

Adhimulya Nugraha Putra

(9)

vii

HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT DAN EMPLOYABILITY PADA MAHASISWA TINGKAT AKHIR

Adhimulya Nugraha Putra

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara Adversity Quotient dan Employability pada mahasiswa tingkat akhir. Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang berada di semester 7 atau lebih dan berumur antara 20 – 25 tahun. Subjek dalam penelitian ini berjumlah 218 orang. Terdapat 5 hipotesis di dalam penelitian ini yaitu:1) Terdapat hubungan yang positif antara Adversity Quotient dan Employability. 2) Terdapat hubungan positif antara dimensi Control dari Adversity Quotient dan Employability. 3) Terdapat hubungan positif antara dimensi Origin & Ownership dari Adversity Quotient dan Employability. 4) Terdapat hubungan positif antara dimensi Reach dari Adversity Quotient dan Employability. 5) Terdapat hubungan positif antara dimensi Endurance dari Adversity Quotient dan Employability. Data diambil dengan menggunakan Skala Employability dan Skala Adversity Quotient menggunakan teknik Likert. Analisis data menggunakan teknik Spearman Rho Correlation karena distribusi data tidak normal namun terdapat hubungan yang bersifat linear. Hasil penelitian menunjukkan: 1) Terdapat hubungan positif dengan kategori kuat antara Adversity Quotient dan Employability (0,695, p=0,000). 2) Terdapat hubungan positif dengan kategori cukup antara dimensi Control dan Employability (0,594, p=0,000). 3) Terdapat hubungan positif dengan kategori cukup antara dimensi Origin dan Employability (0,544, p=0,00), terdapat hubungan positif dengan kategori tinggi antara dimensi Ownership dan Employability (0,668, p=0,00). 4) Terdapat korelasi positif dengan kategori lemah antara dimensi Reach dan Employability (0,357, p=0,000). 5) Terdapat hubungan positif dengan kategori kuat antara dimensi Endurance dan Employability (0,648, p=0,000).

(10)

viii

THE RELATIONSHIP BETWEEN ADVERSITY QUOTIENT AND EMPLOYABILITY ON SENIOR YEAR STUDENT

Adhimulya Nugraha Putra

ABSTRACT

(11)

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma

Nama : Adhirnulya Nugraha Putra

NIM

: 119114098

Demi pembangunan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma Yogyakarta karya ilmiah saya yang berjudul:

"HUBUNGAN ANTARA ADVERSITY QUOTIENT D AN EMPLOYABILITY PADA MAHASISWA TINGKAT

AK[IIR''

Beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma

hak

untuk

menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikan

di

internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta

ijin

dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal.l7 Desember 2015

Yang menyatakan,

'Lt

7h,h

ix

(12)

x

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kepada Tuhan Yesus Kristus yang telah menyertai dan membimbing, sehingga proses penulisan skripsi dapat berjalan dengan lancer dan memberikan hasil yang baik. Skripsi yang telah disusun ini melalui banyak hambatan dan kesulitan, namun akhirnya penulis berhasil untuk menyelesaikannya dengan baik. Salah satu tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk memenuhi syarat memperoleh gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.).

Penulis menyadari bahwa proses penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan tanpa adanya bantuan dari berbagai pihak yang terlibat. Oleh karena itu, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si., selaku Dekan Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si., selaku Kaprodi Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma.

3. Ibu Debri Pristinella M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik yang selalu membantu penulis dalam pengisian KRS di setiap awal semester, dan memberikan motivasi untuk menyelesaikan skripsi tepat waktu.

(13)

xi

bingung dan memberikan perspektif baru bagi penulis dalam pengerjaan skripsi.

5. Seluruh karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma, Mas Gandung, Mas Muji, Mas Doni, Pak Gie, Bu Nanik yang membantu penulis dalam setiap kegiatan administrasi

6. Keluarga di rumah, Mom & Dad yang selalu sabar menanti anaknya mendapatkan gelar S.Psi., Mbak Nadia, Mbak Dina, Mbak Anna, yang menjadi teman curhatan saat skripsi terasa berat.

7. Teman-teman yang membantu menyebar skala penelitian: Jevi, Dian, Rere, Elis, Chopi, Agatha, Martha, Dimas, Derry, Rosi, jenny, Ade, Paul, Leo, Julyan, Pak Chosa yang sangat membantu mencarikan subjek dan tetap sabar meski dikejar-kejar penulis.

8. Teman-teman yang selalu mendukung penulis sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik: Ghea, Pudar, Angga, Agnes, Bene, Bella, Manda, Saktya, Lala, Anton, Gunam, Reta, Ateng, Anoy, Anita, Helen, Lily.

9. DPMF Psikologi 2012 – 2013 mbak Mega, Mbak Dian, mbak Pudji, Mas Yovie, Mbak Sheila, Mbak Vica, Dedi, Icha, Kenang, Cia yang membantu penulis berkembang dalam berorganisasi dan memberikan pembelajaran.

(14)

xii

Morgan, Joey, John Chin, Shaira, Darlene, Barry, Francis, Ron, Ayang yang telah memberikan pengalaman luar biasa di Cagayan de Oro, Filipina.

11.Teman-teman staff Promosi dan PMB Humas Sanata Dharma yang selalu bekerja sama dengan penulis dalam tugas-tugas serta memacu penulis untuk menyelesaikan skripsi sesegera mungkin agar tidak disalip.

(15)

xiii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING ... ii

HALAMAN PENGESAHAN ... iii

HALAMAN MOTTO ... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ... vi

ABSTRAK ... vii

ABSTRACT ... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ... ix

KATA PENGANTAR ... x

DAFTAR ISI ... xiii

DAFTAR SKEMA ... xviii

DAFTAR TABEL ... xix

DAFTAR GAMBAR ... xxi

DAFTAR LAMPIRAN ... xxiii

(16)

xiv

A. Latar Belakang Masalah... 1

B. Rumusan Masalah ... 8

C. Tujuan Penelitian ... 8

D. Manfaat Penelitian ... 9

1. Manfaat Teoritis ... 9

2. Manfaat Praktis ... 9

BAB II LANDASAN TEORI ... 10

A. Employabiity ... 10

1. Definisi Employability ... 10

2. Dimensi Employability... 11

3. Faktor Employability ... 18

B. Adversity Quotient (AQ) ... 20

1. Definisi AQ ... 20

2. Dimensi AQ ... 21

3. Manfaat AQ ... 26

C. Mahasiswa Tingkat Akhir ... 29

(17)

xv

D. Dinamika Hubungan Antara Adversity Quotient dan

Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir ... 31

E. Kerangka Berpikir ... 38

F. Hipotesis Penelitian ... 40

BAB III METODOLOGI PENELITIAN... 42

A. Jenis Penelitian ... 42

B. Variabel Penelitian ... 42

C. Definisi Operasional ... 43

1. Employability ... 43

2. Adversity Quotient (AQ) ... 44

D. Subjek Penelitian ... 44

E. Metode & Pengumpulan Data ... 45

F. Validitas dan Reliabilitas ... 48

1. Validitas ... 48

2. Seleksi Item ... 48

a. Skala Employability ... 49

b. Skala Adversity Quotient (AQ) ... 51

(18)

xvi

a. Skala Employability ... 54

b. Skala Adversity Quotient (AQ) ... 54

G. Metode Analisis Data ... 55

1. Uji Asumsi ... 55

a. Uji Normalitas ... 55

b. Uji Linearitas ... 55

2. Uji Hipotesis ... 56

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 57

A. Pelaksanaan Penelitian ... 57

B. Deskripsi Subjek Penelitian ... 58

C. Deskripsi Data Penelitian ... 59

D. Hasil Penelitian ... 62

1. Uji Asumsi ... 62

a. Uji Normalitas ... 62

b. Uji Linearitas ... 68

a. Adversity Quotient (AQ) dan Employability ... 68

(19)

xvii

c. Dimensi Origin dan Employability ... 71

d. Dimensi Ownership dan Employability ... 72

e. Dimensi Reach dan Employability ... 74

f. Dimensi Endurance dan Employability ... 75

2. Uji Hipotesis ... 76

E. Analisis Tambahan ... 81

F. Pembahasan ... 83

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 96

A. Kesimpulan ... 96

B. Keterbatasan Penelitian ... 98

C. Saran ... 98

1. Bagi Subjek ... 99

2. Bagi Masyarakat Luas... 99

3. Bagi Penelitian Selanjutnya ... 100

DAFTAR PUSTAKA ... 101

(20)

xviii

DAFTAR SKEMA

Skema 1 Hubungan antara Adversity Quotient dan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir ... 38

Skema 2 Hubungan antara Dimensi Control dan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir ... 39

Skema 3 Hubungan antara Dimensi Origin & Ownership dan

Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir ... 39

Skema 4 Hubungan antara Dimensi Reach dan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir ... 39

(21)

xix

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Penilaian Skala Likert ... 46

Tabel 2 Blue Print Skala Employablity sebelum tryout ... 37

Tabel 3 Blue Print skala Adversity Quotient (AQ) sebelum tryout 37 Tabel 4 Blue print Employability sesudah try out ... 50

Tabel 5 Blue print Employability sesudah pengguguran manual .... 51

Tabel 6 Blue print Adversity Quotient (AQ) sesudah try out... 52

Tabel 7 Blue print Adversity Quotient (AQ) sesudah pengguguran manual ... 53

Tabel 8 Koefisien Cronbach Alpha dimensi AQ ... 54

Tabel 9 Deskripsi Data Subjek berdasarkan Jenis Kelamin ... 54

Tabel 10 Deskripsi Data Subjek berdasarkan Semester yang telah dilalui ... 58

Tabel 11 Deskripsi Data Subjek berdasarkan Fakultas ... 58

Tabel 12 Deskripsi Data Subjek dari Luar USD ... 59

Tabel 13 Hasil Pengukuran Deskriptif Variabel ... 59

Tabel 14 Hasil Uji Normalitas ... 63

(22)

xx

Tabel 16 Hasil Uji Linearitas antara Dimensi Control dan

Employabiity ... 70

Tabel 17 Hasil Uji Linearitas antara Dimensi Origin dan

Employability ... 71

Tabel 18 Hasil Uji Linearitas Antara Dimensi Ownership dan

Employability ... 72

Tabel 19 Hasil Uji Linearitas Antara Dimensi Reach dan

Employability ... 74

Tabel 20 Hasil Uji Linearitas Antara Dimensi Endurance dan

Employability ... 75

Tabel 21 Kriteria Koefisien Korelasi ... 77

Tabel 22 Korelasi AQ dan Employability ... 77

Tabel 23 Korelasi dimensi Control dan Employability ... 78

Tabel 24 Korelasi dimensi Origin dan Employability ... 79

Tabel 25 Korelasi dimensi Ownership dan Employability ... 79

Tabel 26 Korelasi dimensi Reach dan Employability ... 80

Tabel 27 Korelasi dimensi Endurance dan Employability ... 81

(23)

xxi

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Kurva Variabel AQ ... 61

Gambar 2 Kurva Distribusi Variabel Control ... 64

Gambar 3 Kurva Distribusi Variabel Origin ... 65

Gambar 4 Kurva DistribusiVariabel Ownership ... 65

Gambar 5 Kurva Distribusi Variabel Reach ... 66

Gambar 6 Kurva Distribusi Variabel Endurance ... 67

Gambar 7 Kurva Variabel Employability ... 67

Gambar 8 Scatter Plot Uji Linearitas AQ dan Employability ... 69

Gambar 9 Scatter Plot Uji Linearitas dimensi Control dan Employability ... 70

Gambar 10 Scatter Plot Uji Linearitas dimensi Origin dan

Employability ... 72

Gambar 11 Scatter plot Uji Linearitas dimensi Ownership dan

Employability ... 73

Gambar 12 Scatter Plot Uji Linearitas dimensi Reach dan

(24)

xxii

Gambar 13 Scatter Plot Uji Linearitas Employability dan dimensi

(25)

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Skala Uji Coba ... 106

Lampiran 2 Hasil Reliabilitas dan Seleksi Item ... 122

Lampiran 3 Skala Final ... 136

Lampiran 4 Hasil Uji Beda Mean (Uji-t) ... 150

Lampiran 5 Hasil Uji Normalitas ... 153

Lampiran 6 Hasil Uji Linearitas ... 155

Lampiran 7 Hasil Uji Hipotesis ... 158

Lampiran 8 Hasil Analisis Tambahan ... 161

(26)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Pertumbuhan industri yang cukup pesat di Indonesia dapat mencapai 5-6% pertahun sehingga memunculkan kebutuhan yang tinggi dari pihak perusahaan terhadap karyawan baru yang kompeten. Pada tahun 2015, jumlah karyawan yang dibutuhkan oleh perusahaan dapat mencapai 600 ribu tenaga kerja. Dengan jumlah kebutuhan tenaga kerja yang cukup besar tersebut, masih terdapat hambatan dalam mencapainya berupa kesenjangan kompetensi pada tenaga kerja (tempo.co.id, diakses pada 8 Februari, 2016). Terkait dengan permasalahan kesenjangan kompetensi, Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Sosial Kabupaten Ciamis, Wawan S Arifin menyatakan bahwa masih banyak lulusan yang kurang berkompeten sehingga terjadi ketidakseimbangan kebutuhan tenaga kerja dengan kebutuhan dunia kerja (fokusjabar.com, diakses pada 8 Februari, 2016).

Kesenjangan kompetensi pada lulusan perguruan tinggi juga tergambarkan oleh adanya opini dari pihak perusahaaan perekrut. Pihak perusahaan yang akan merekrut mahasiswa lulusan perguruan tinggi berpendapat bahwa soft

skill yang dimiliki oleh lulusan perguruan tinggi kurang baik. Ade Wisnu

(27)

JobStreet.com, menyebutkan bahwa banyak perusahaan yang mengeluhkan

soft skill pelamar kerja seperti kemampuan komunikasi, kepercayaan diri, dan

tanggung jawab. Di sisi lain pelamar kerja mengharapkan punya fasilitas kerja dan jabatan yang baik (Kompas.com, diakses pada 15 Maret 2015).

Abdul Wachid Maktub, Staf Ahli Menteri Ketenagakerjaan dan Transmigrasi pada acara Seminar dan Workshop Graduates Employablity

Enhancement Program mengatakan bahwa tidak adanya kesesuaian antara

pendidikan dan kebutuhan dunia kerja terjadi karena tingkat kesiapan kerja mahasiswa lulusan perguruan tinggi sangat rendah (umy.ac.id, diakses pada Kamis, 12 Maret 2015). Bagi pihak perusahaan, kesiapan kerja memiliki arti transisi dari perguruan tinggi menuju dunia kerja atau mengacu pada

Employability. Employability dapat membantu lulusan perguruan tinggi untuk

memperpendek kurva belajar mereka dalam transisi ke dalam dunia kerja.

Pool dan Sewell (2007) secara ringkas mengatakan Employablity sebagai kepemilikan dari sejumlah kemampuan, pengetahuan, pemahaman, dan atribut personal yang dapat membuat individu untuk semakin mungkin untuk dapat memilih dan mengamankan pekerjaan yang dapat membuat mereka puas dan berhasil. Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004) menyebutkan bahwa

Employablity adalah konstruk psikososial berupa karakteristik individu yang

mendorong mereka agar secara kognisi, perilaku, afeksi menjadi lebih adaptif dan dapat meningkatkan kondisi individu di dunia kerja. Lebih lanjut,

(28)

beradaptasi secara aktif di dalam dunia kerja sehingga dapat membantu individu untuk mengidentifikasi dan memahami kesempatan kerja.

Employability pada mahasiswa tingkat akhir menjadi penting karena meskipun Employablity tidak menjamin kepastian individu untuk memperoleh pekerjaan secara nyata, namun Employablity yang tinggi dapat meningkatkan kesempatan individu untuk mendapatkan pekerjaan (Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004). Employablity merupakan tanggung jawab dari individu, baik mahasiswa maupun lulusan perguruan tinggi. Mahasiswa seharusnya memiliki tanggung jawab lebih dalam studi mereka, dalam memilih pelajaran apa yang mereka inginkan dan kegiatan ekstrakurikuler yang akan mereka ikuti. Untuk meningkatkan Employablity, mahasiswa dan lulusan perguruan tinggi perlu untuk lebih aktif dalam pembelajaran mereka agar mendapatkan pengetahuan yang lebih luas, meningkatkan kemampuan mereka sehingga dapat memperpendek kurva belajar saat memasuki dunia kerja (Tran, 2012).

(29)

untuk memasuki duni kerja merupakan adalah tugas perkembangan dari mahasiswa tingkat akhir (Santrock, 1997).

Mahasiswa tingkat akhir yang akan lulus dari perguruan tinggi berada dalam tahap perkembangan dewasa awal. Dalam teori konsep diri terkait karir oleh Super (dalam Santrock, 1997), konsep diri dari seorang individu memiliki peran yang penting dalam menentukan karir yang menjadi tujuannya. Super percaya bahwa terdapat beberapa tahapan perkembangan dalam menetukan karier di masa depan yang mulai muncul pada masa remaja dan dewasa awal. Berdasarkan teori konsep diri terkait karier oleh Super, mahasiswa yang berusia 20 hingga 25 tahun berada dalam tahap

implementation yaitu tahap dimana mereka mulai menyelesaikan pendidikan

dan juga pelatihan mereka dan mulai mempersiapkan diri untuk memasuki dunia kerja.

Holten, Juzoh, dan Chong (2011) menjelaskan bahwa karyawan

freshgraduate akan memiliki waktu yang sulit, mengecewakan, dan penuh

tekanan pada tahun pertama mereka bekerja. Individu membutuhkan kemampuan adaptasi dalam menghadapi transisi memasuki dunia kerja yang penuh tekanan, sehingga mereka perlu meningkatkan dirinya untuk masuk dalam dunia kerja.

(30)

Employability yang mereka miliki sebagai persiapan menghadapi dunia kerja.

Hasil dari kuisioner pra-penelitian menunjukkan bahwa 52,942 % responden dari 17 orang yang mengisi kuisioner tersebut masih cenderung ragu-ragu dan tidak siap dalam menghadapi dunia kerja. Mereka merasa bahwa mereka masih membutuhkan informasi dan juga meningkatkan kemampuan mereka dalam menghadapi dunia profesional. Sedangkan, 47,058 % responden lain menyatakan bahwa mereka cenderung merasa siap dalam menghadapi dunia kerja karena telah memiliki pengalaman bekerja. Meskipun cenderung merasa siap,mereka tetap masih membutuhkan kemampuan-kemampuan lain agar lebih siap bekerja.

70, 588 % responden pada kuisioner pra-penelitian ini menyatakan mampu untuk beradaptasi di lingkugan baru. Hal tersebut dikarenakan adaptasi merupakan kewajiban yang harus dilakukan ketika berada di lingkungan baru, mudah berkomunikasi dengan orang lain, terdapat atasan yang dapat membantu, dan karena sudah memahami pekerjaan yang diinginkan. Sebesar 29,412 % responden mengatakan bahwa mereka kurang dapat beradaptasi di lingkungan baru. Hal tersebut terjadi karena sifat responden yang kurang terbuka, pasif dalam pergaulan, dan tergantung dari jenis pekerjaan yang dipilih.

(31)

dengan adanya tujuan karir tersebut, mereka merasa termotivasi untuk mencapainya. 47,058 % responden mengatakan bahwa mereka belum memiliki tujuan karir yang ingin dituju, Hal tersebut dikarenakan berusaha mengindentifikasi tujuan yang ingin dicapai dan memiliki tujuan karir tidak dapat membantu dalam mempersiapkan.

Salah satu faktor yang dapat berpengaruh terhadap Employability adalah pihak perusahaan mengharapkan individu untuk memiliki motivasi tinggi, mau bekerja keras, dan memiliki daya juang (Hogan, Chamorro-Premuzic, dan Kaiser, 2013). Pihak perusahaan mengatakan banyak karyawan lulusan perguruan tinggi yang lebih memilih mundur dari tantangan yang sulit, padahal pihak perusahaan mencari individu yang memiliki daya juang tinggi (kompas.com, diakses pada 15 Maret 2015). Perusahaan juga menginginkan karyawan dengan kompetensi dan integritas yang tinggi dan juga memiliki kemampuan adaptasi serta berdaya juang tinggi. (jasaraharja-putra.co.id, diakses pada 7 Desember 2015).

(32)

memberikan pekerjaan kepada mahasiswa lulusan perguruan tinggi (komunikasi pribadi, 17 Maret 2015).

Kondisi nyata yang terjadi di lapangan juga mendukung hal tersebut. Hasil kuisioner pra-penelitian juga menemukan bahwa semua responden mahasiswa tingkat akhir memiliki pendapat bahwa agar mampu mendapatkan pekerjaan yang diinginkan, dibutuhkan daya juang yang tinggi. Daya juang dibutuhkan antara lain karena banyaknya pesaing dalam mencari pekerjaan, lebih banyak orang yang kreatif, tantangan yang lebih beragam, dan juga agar dapat diperhitungkan oleh pihak perusahaan. Untuk dapat bekerja dengan baik, seluruh responden juga setuju bahwa dibutuhkan daya juang yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan adanya tuntutan yang tinggi di dunia kerja, terdapat kesenjangan antara jumlah pekerjaan yang tersedia dengan pencari kerja yang menyebabkan persaingan yang ketat, dan agar dapat menyelesaikan tugas dengan baik.

Daya juang atau Adversity Quotient (AQ) adalah kemampuan seorang individu dalam mengatasi kesulitan dan hambatan dalam hidupnya (Stoltz, 2007; Phoolka dan Kaur, 2012). Terdapat 4 dimensi yang membentuk daya juang, yaitu: Control, Origin & Ownership, Reach, dan Endurance yang biasa disingkat dengan CO2RE. Menurut Stolz (2007) AQ dapat meramalkan

(33)

Tian dan Fan (2014) mengemukakan bahwa terdapat hubungan antara adaptasi karier dengan Adversity Quotient (AQ) pada siswa perawat. Lebih lanjut lagi menurut Tian dan Fan (2014), kemampuan untuk dapat mengatasi hambatan merupakan hal yang pokok bagi siswa perawat agar mampu memiliki adaptasi karir yang baik. AQ juga dapat membantu mengurangi kecemasan yang terjadi pada sales di Taiwan sehingga intensi turnover berkurang. Karyawan dengan tingkat AQ tinggi akan mampu bertahan di dalam organisasi dibandingkan karyawan dengan tingkat AQ rendah (Chin dan Hung, 2013).

Berdasarkan uraian tersebut, terdapat permasalahan Employability sehingga mahasiswa tingkat akhir kurang mampu untuk mempersiapkan diri mereka untuk memasuki dunia kerja. Salah satu hal yang menjadi faktor dari

Employability adalah daya juang, namun hubungan antara kedua variabel ini

masih jarang dikaji. Hal tersebut menyebabkan masih sangat terbatasnya referensi penelitian yang meneliti hubungan antara daya juang dan

Employability. Maka dari itu, peneliti tertarik untuk meneliti dan

membuktikan hubungan antara daya juang (Adversity Quotient) dan

Employability pada mahasiswa tingkat akhir.

B. RUMUSAN MASALAH

(34)

C. TUJUAN PENELITIAN

Untuk mengetahui adanya hubungan antara Adversity Quotient dan

Employablity pada mahasiswa tingkat akhir.

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini dapat digunakan untuk pengembangan ilmu Psikologi Industri dan Organisasi dan juga Psikologi Sumber Daya Manusia terutama dalam pembahasan tentang Adversity Quotient dan

Employability.

2. Manfaat Praktis

(35)

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Employability

1. Definisi Employability

Menurut Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004), Employability adalah konstruk psikososial yang mewujudkan karakteristik individu yang mendorong mereka agar secara kognisi, perilaku, afeksi menjadi lebih adaptif sehingga meningkatkan kondisi individu di dunia kerja. Lebih lanjut, Employability merupakan konsep yang dibentuk untuk membantu individu beradaptasi secara aktif di dalam dunia kerja sehingga dapat membantu individu untuk mengidentifikasi dan memahami kesempatan kerja. Employability dapat memfasilitasi pergerakan antar pekerjaan yang terjadi di luar maupun di dalam organisasi.

Fugate dan Kinicki (2008) mengemukakan bahwa individu yang memiliki Employability tinggi akan menguasai sejumlah sifat individual yang dibutuhkan untuk dapat beradaptasi secara lebih efektif. Career

Identity yang dimiliki oleh individu tersebut akan menyatukan semua

(36)

Employability seseorang terbatas pada bagaimana seseorang dapat

menegosiasikan faktor personal mereka dengan tuntutan dari lingkungan. Individu secara langsung tidak dapat mempengaruhi kriteria dari perusahaan yang merekrut mereka, namun mereka dapat menyesuaikan diri mereka terhadap tuntutan yang ada. Employability membantu agar karyawan dapat memiliki pengetahuan, ketrampilan, kemampuan, dan karakteristik lain sehingga mampu dihargai oleh calon atasan mereka (Fugate, Kincki, dan Ashforth, 2004).

Berdasarkan uraian mengenai Employabily yang telah dibahas sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa Employability adalah karakteristik individu seperti sifat-sifat individu dan faktor personal lainnya yang dapat membantu individu untuk mampu beradaptasi secara aktif terhadap tuntutan di lingkungannya sehingga ia dapat mengidentifikasi dan menyadari kesempatan kerja, serta memiliki pengetahuan, keterampilan, kemampuan, dan karakteristik lainnya yang dapat dihargai oleh calon atasan mereka.

2. Dimensi Employability

Employability menurut Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2004)

(37)

Employability merupakan perpotongan dari dimensi-dimensinya yaitu

Career Identity, Personal Adaptability, dan Human and Social Capital.

Masing-masing dari dimensi yang membentuk Employability tersebut memiliki fungsinya sendiri dan berdiri secara independen, namun mereka bergabung membentuk konsep employability. Kombinasi yang sinergis dari dimensi-dimensi ini yang mengangkat dan memberi nilai pada

employability. Fugate, Kinicki, dan Ashforth (2007) menyatakan bahwa

Employability adalah hasil agregat dari dimensi Career Identity, Personal

Adaptability, dan Social & Human Capital sehingga dimensi-dimensi

tersebut harus dipertimbangkan secara kolektif.

a. Career Identity

Representasi dari pengalaman kerja dan aspirasi individu. Career

Identity menjadi penunjuk arah bagi individu dan juga merupakan

dimensi pemberi motivasi dari Employability. Career Identity mencakup tujuan, harapan, ketakutan, sifat-sifat, nilai-nilai, kepercayaan, norma, dan gaya interaksi dari seorang individu. Secara singkat dapai disimpulkan bahwa Career Identity merupakan bagaimana seseorang mendefinisikan dirinya di dalam konteks dunia kerja

Career Identity memberikan tujuan pribadi dan aspirasi bagi

(38)

dan mempertahankan perilaku individu secara konsisten sesuai dengan

desired self mereka. Career Identity memiliki sifat kognisi-afeksi yang

menyebabkan Career Identity dapat mempengaruhi karakteristik individu lainnya secara kognisi dan afeksi untuk dapat memfasilitasi identifikasi kesempatan karir yang mereka lakukan.

b. Personal Adaptability

Dimensi Personal Adaptability adalah kemampuan individu untuk mengubah faktor personal dalam diri mereka untuk dapat menyesuaikan diri dengan tuntutan lingkungan. Kemampuan seseorang dalam beradaptasi ditentukan oleh perbedaan-perbedaan individu dan mempengaruhi bagaimana cara seseorang untuk mampu terlibat dalam usaha beradaptasi secara proaktif. Terdapat 5 komponen dari Personal

Adaptability yang secara kognitif dan afektif mampu mempengaruhi

dan mengarahkan individu dalam usaha mengidentifikasi kesempatan kerja:

1. Optimisme

(39)

Optimisme membantu individu untuk melihat lebih banyak kesempatan karena mereka melihat perubahan-perubahan yang terjadi sebagai tantangan. Hal ini juga membantu mereka untuk terus gigih dalam mengejar tujuan karir mereka. Kondisi tersebut membantu individu yang optimis dalam beradaptasi, sehingga individu yang optimis memiliki Employability yang lebih baik.

2. Kecenderungan untuk belajar

Individu yang memiliki kecenderungan untuk belajar akan terdorong untuk belajar lebih banyak tentang lingkungan mereka seperti ancaman dan kesempatan yang ada sehingga membantu mereka untuk bertindak secara efektif. Kecenderungan untuk belajar juga membantu individu untuk mampu melihat pekerjaan apa yang tersedia di lingkungan mereka serta pengalaman dan kemampuan apa saja yang dibutuhkan. Hal tersebut membantu individu untuk dapat membandingkan profil diri mereka dengan kesempatan yang tersedia. Kecenderungan untuk belajar menjadi penting dalam Employability karena dibutuhkan sikap, motivasi, dan sifat yang mendorong belajar berkesinambungan sehingga mampu beradaptasi dalam menghadapi perubahan-perubahan.

3. Keterbukaan

(40)

tersebut membantu individu untuk dapat tetap merasa nyaman meskipun berada dalam situasi yang tidak nyaman dan tidak pasti. Keterbukaan terhadap pengalaman baru dan perubahan dapat membantu individu dalam mengidentifikasi kesempatan kerja. Hal tersebut dikarenakan individu yang terbuka pada pengalaman baru dan juga perubahan melihat perubahan sebagai tantangan. Costa dan McCrae, 1992 (dalam Fugate, Kinicki, danAshforth, 2004) mengungkakan bahwa individu yang terbuka mampu memiliki pelatihan keterampilan yang lebih baik dalam beragam jenis pekerjaan. Maka dari itu, individu yang terbuka pada pengalaman baru dan perubahan mampu beradaptasi dalam berbagai perubahan serta memiliki Employability yang lebih tinggi.

4. Internal Locus of Control

Internal Locus of Control juga merupakan salah satu komponen

penting dalam Personal Adaptability. Individu yang memiliki

Internal Locus of Control yakin bahwa mereka mempengaruhi

lingkungan di sekitar mereka, sedangkan individu dengan External

Locus of Control yakin bahwa mereka tidak memiliki kendali atas

(41)

tindakan mereka untuk dapat berusaha meningkatkan kondisi mereka.

5. Generalized Self-efficacy (GSE)

GSE mendukung Personal Adaptability pada individu. GSE merepresentasikan persepsi individu atas kemampuan mereka untuk dapat bekerja dengan optimal di dalam berbagai situasi dan keyakinan bahwa individu tersebut mampu dalam menghadapi situasi dan juga perubahan dalam hidup mereka. GSE mempengaruhi persepsi dan juga perilaku pada berbagai situasi, dan hal tersebut dapat membantu Personal Adaptability terlepas dari tingkatan pekerjaan (entry level atau executive level) atau jenis transisi yang terjadi (promosi dan perpindahan pekerjaan). Selain itu, GSE juga mampu memprediksi usaha inovasi peran pada 10 bulan pertama saat memasuki dunia kerja oleh lulusan universitas.

c. Social & Human Capital

Social & Human Capital diintegrasikan oleh Career Identity dari

(42)

kekuatan jaringan menentukan seberapa besar timbal balik dan juga solidaritas yang dimiliki individu tersebut dengan orang lain.

Dalam konteks dunia kerja, informasi dan pengaruh dari Social

Capital dapat memberikan akses bagi individu pada kesempatan karir.

Individu yang dapat mengembangkan Social Capital dengan baik dapat lebih memanfaatkan jaringan pencarian kerja secara informal atau melalui kenalan dan teman mereka. Sebagian besar manajer tingkat tinggi mendapatkan pekerjaannya lebih banyak melewati pencarian pekerjaan secara informal. Hal-hal yang mempengaruhi penyediaan informasi dan pengaruh yang diberikan adalah besarnya jaringan dan kekuatan dari jaringan tersebut.

Human Capital mengacu pada faktor-faktor yang mempengaruhi

(43)

3. Faktor Employability

Hogan, Chamorro-Premuzic, dan Kaiser (2013) menjelaskan bahwa

Employability adalah atribusi yang dilakukan pihak perusahaan terkait

kemungkinan bagaimana seorang calon karyawan dapat berkontribusi positif terhadap organisasi. Adapun terdapat 3 hal yang mempengaruhi

Employability yaitu:

1. Calon karyawan memiliki penghargaan yang baik terhadap pihak perusahaan. Hal ini dapat dilihat oleh pihak perusahaan berdasarkan kemampuan interpersonal dari calon karyawan dan juga kesesuaian individu dengan nilai-nilai perusahaan.

2. Calon karyawan mampu untuk belajar dan melaksanakan tugas dengan baik. Kondisi tersebut dapat dipengaruhi oleh kemampuan calon karyawan dalam mengerjakan tugas, pemahaman mengenai cara dan bagaimana melakukan tugas-tugasnya, dan keahlian khusus.

(44)

Pada model Employability tersebut, kemampuan interpersonal merupakan faktor utama dari Employability. Meski demikian, menurut Hogan, Chamorro-Premuzic, dan Kaiser (2013) ketiga hal tersebut bersifat saling mengimbangi. Individu yang memiliki kemampuan moderat dapat tetap berhasil apabila dirinya memiliki kemampuan interpersonal yang baik dan juga mau untuk bekerja keras. Individu yang memiliki kemampuan baik dan juga memiliki kemampuan interpersonal yang baik juga dapat berhasil di tempat kerjanya meskipun individu tersebut kurang bekerja keras, sedangkan individu yang memiliki kemampuan interpersonal terbatas namun mau bekerja keras dan memiliki kemampuan baik juga dapat dihargai oleh atasan mereka. Namun individu yang kuat pada ketiga areanya diyakini memiliki tingkat keberhasilan karir yang lebih baik. Individu yang kuat dalam dua atau tiga area saja dapat memiliki Employability yang baik, sedangkan individu yang hanya kuat di salah satu area saja diyakini terkadang dapat kehilangan pekerjaannya. Individu yang lemah dalam ketiga aspeknya dapat menyebabkan pengangguran.

(45)

tujuan karir yang individu tersebut inginkan, sehingga meningkatkan

Employability.

B. Adversity Quotient (AQ)

1. Definisi AQ

Dalam Kamus Inggris-Indonesia edisi ke-5, Adversity memiliki akar kata “adverse” yang memiliki arti kejadian yang memiliki efek merugikan, sedangkan adversity sendiri memiliki makna kesengsaraan atau kemalangan. Quotient memiliki definisi hasil bagi. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), daya memiliki definisi kemampuan melakukan sesuatu atau kemampuan untuk bertindak, kekuatan, tenaga, upaya. Sedangkan daya juang memiliki arti kemampuan untuk mempertahankan atau mencapai sesuatu yang dilakukan dengan gigih.

Adversity Quotient (AQ) atau daya juang menurut Stoltz (2007)

memiliki 3 bentuk, yaitu AQ sebagai sebuah kerangka kerja konseptual yang baru untuk memahami dan meningkatkan semua segi kesuksesan. Kedua, AQ adalah suatu ukuran untuk mengetahui respon individu dalam menghadapi suatu kesulitan. Sedangkan bentuk yang ketiga adalah serangkaian peralatan yang memiliki dasar ilmiah untuk memperbaiki respon individu terhadap kesulitan.

(46)

dalam menghadapi situasi sulit. AQ juga dapat memprediksi individu yang tahan banting dan tekun juga dapat meningkatkan efektivitas dalam tim, hubungan, keluarga, komunitas, budaya, masyarakat, dan juga dalam organisasi.

Berdasarkan beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa daya juang atau Adversity Quotient (AQ) adalah suatu ukuran dari kemampuan individu dalam merespon kesulitan dan hambatan yang terjadi di dalam hidupnya.

2. Dimensi AQ

Stoltz (2007) mengungkapkan bahwa Adversity Quotient (AQ) terbentuk dari 4 dimensi yaitu Control, Origin & Ownership, Reach, dan

Endurance yang biasa disingkat dengan CO2RE. Untuk memahami AQ,

masing-masing dimensi dari AQ harus dipelajari secara terpisah untuk melihat area yang menjadi kelebihan dan kekurangan pada AQ yang dimiliki seorang individu. Adapun, keempat dimensi tersebut dapat dijelaskan di bawah ini:

a. Control (Kendali)

(47)

menangani kesulitan. Dimensi Control berhubungan langsung dengan pemberdayaan dan pengaruh, dan mempengaruhi semua dimensi CO2RE lainnya.

Kendali diawali dengan pemahaman bahwa sesuatu, apapun itu, dapat dilakukan. Individu dengan Control tinggi akan merasakan kendali yang lebih besar pada saat peristiwa-peristiwa dalam hidup mereka dibandingkan dengan individu yang memiliki Control lebih rendah. Akibat dari rasa kendali yang besar, maka individu akan terdorong untuk melakukan pendakian, namun individu yang tidak memiliki rasa kendali akan cenderung berkemah atau berhenti.

b. Origin dan Ownership (Asal-usul dan Pengakuan)

1) Origin

(48)

menciptakan pembelajaran yang kritis dan menciptakan feedback yang dibutuhkan untuk perbaikan terus-menerus.

Semakin tinggi skor dimensi Origin yang seorang individu miliki maka ia akan menganggap bahwa sumber kesulitan tersebut berasal dari orang lain atau dari luar. Individu tersebut juga dapat menempatkan peran dirinya pada tempat yang sewajarnya. Sebaliknya, apabila individu memiliki skor rendah dalam dimensi Origin, maka ia akan cenderung menyalahkan diri sendiri melampaui titik batas konstruktif. Dalam banyak hal, individu dengan Origin yang rendah melihat dirinya sebagai satu-satunya penyebab atau asal-usul dari kesulitan.

2) Ownership

Ownership adalah bagaimana seseorang memiliki perasaan

bertanggung jawab atas kesulitan yang terjadi. Dalam AQ, dimensi Ownership menekankan pada pentingnya meningkatkan rasa bertanggung jawab sebagai salah satu cara untuk memperluas kendali. Hal ini dapat membantu individu dalam pemberdayaan dan juga motivasi dalam mengambil tindakan.

(49)

akibat-akibat dari sebuah kesulitan, apapun penyebabnya. Maka dari itu, orang dengan Ownership tinggi tidak akan mempersalahkan orang lain sambil mengelakkan tanggung jawabnya. Hal tersebut membantu individu dalam belajar dari kesalahan-kesalahan dan juga membantu mereka untuk bertindak, sehingga mereka merasa lebih berdaya.

c. Reach (Jangkauan)

Dimensi Reach menilai seberapa baik seorang individu mampu membatasi pengaruh dari suatu kesulitan di dalam kehidupannya. Sebagai contoh, bagaimana ia mampu membatasi permasalahannya pada satu aspek tertentu saja dimana permasalahan tersebut terjadi, atau apakah individu tersebut membiarkan permasalahan tersebut mempengaruhi area lain dari kehidupannya.

(50)

kehidupan sehingga menyedot kebahagiaan dan ketenangan pikirannya.

d. Endurance (Daya Tahan)

Dimensi Endrance mempertanyakan dua hal yaitu, Berapa lamakah suatu kesulitan akan berlangsung dan berapa lama penyebab dari kesulitan tersebut akan berlangsung. Dimensi Endurance adalah keyakinan dari individu bahwa penyebab dari suatu masalah yang terjadi hanya bersifat sementara. Begitu pula dengan permasalahan yang sedang terjadi hanya bersifat sementara dan akan segera selesai sehingga individu mampu untuk bertahan dalam waktu lama dalam menghadapi permasalahan tersebut.

Individu dengan Endurance tinggi akan menganggap bahwa suatu permasalahan hanya akan bertindak sementara. Individu dengan

Endurance tinggi akan cenderung yakin bahwa penyesuaian

(51)

3. Manfaat AQ

Stoltz (2007) menyatakan bahwa AQ memiliki banyak manfaat bagi berbagai aspek dalam kehidupan manusia. AQ dapat meramalkan siapa yang mampu mengatasi kesulitan dan siapa yang hancur. AQ juga mampu meramalkan siapa yang menyerah dan siapa yang bertahan. Selain itu AQ juga dapat meramalkan siapa yang melampaui harapan-harapan atas kinerja dan potensi mereka serta siapa yang akan gagal. Dalam kehidupan, AQ dapat meramalkan berbagai aspek dalam kehidupan seperti: kinerja, motivasi, pemberdayaan, kreativitas, produktivitas, pengetahuan, energi, pengharapan, kebahagiaan, kesehatan emosional, kesehatan jasmani, ketekunan, daya tahan, perbaikan dalam diri, tingkah laku, umur panjang, dan reson terhadap perubahan.

(52)

Phoolka dan Kaur (2012) mengelaborasi manfaat dari AQ berdasarkan teori dari Stoltz dan menjelaskan bahwa AQ memiliki manfaat di dalam organisasi terutama pada saat perubahan terjadi. Phoolka dan Kaur (2010) membagi proses perubahan menjadi tiga fase yaitu: “Akhir”, “Transisi”, dan “Awal yang Baru”. Pada fase “Akhir”,

individu mulai berhenti melakukan hal yang biasa mereka lakukan, sehingga keseimbangan dalam perusahaan terganggu karena semua teknik, perilaku, prosedur dan peraturan berubah. Pada fase “Transisi”,

individu mulai kehilangan harapan juga kehilangan motivasi karena kebingungan sehingga cenderung bersikap sinis mengenai proses perubahan yang terjadi. Fase yang terakhir adalah fase “Awal yang baru” dimana metode, strategi, prosedur, perilaku, atau peraturan baru

mulai diadaptasi. Individu dengan AQ yang tinggi mampu untuk lebih sedikit khawatir, bingung, serta tidak skeptik dalam menghadapi proses perubahan.

AQ juga berperan dalam membantu individu untuk terbuka terhadap pengalaman baru maupun terhadap suatu perubahan. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Langvardt (2007) menunjukkan bahwa individu dengan AQ yang lebih tinggi memiliki komitmen untuk berubah tinggi dibandingkan dengan individu dengan AQ yang lebih rendah.

(53)

memiliki visi yang ambisius. Individu yang memiliki AQ tinggi menyadari tujuan hidup mereka dan memiliki gairah dalam mengejarnya. Individu tersebut telah memiliki pengetahuan mengenai tujuan yang akan dicapainya, harapan yang dimilikinya, dan juga aspirasinya. Berbeda dengan individu yang memiliki tingkatan AQ rendah, mereka tidak memiliki keyakinan mengenai masa depan dan tidak memahami tujuan mereka di masa depan (Stoltz, 2007).

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tian dan Fan (2014), AQ memiliki hubungan positif antara adaptasi karir dan AQ pada siswa perawat di provinsi Shandong, China. Lebih lanjut, kemampuan untuk dapat mengatasi hambatan merupakan hal yang pokok bagi siswa perawat untuk dapat beradaptasi dengan baik. Chin dan Hung (2013) menjelaskan bahwa karyawan bagian agen asuransi di Taiwan akan menghadapi kecemasan yang cukup besar dari munculnya beban kerja yang tinggi dan hasil pekerjaan yang tidak menentu. Apabila karyawan tidak dapat berjuang untuk menyelesaikan permasalahan-permasalahan tersebut maka akan muncul intensi turnover. Karyawan dengan tingkat AQ yang tinggi cenderung lebih mampu bertahan di dalam organisasi dibandingkan dengan karyawan dengan tingkat AQ yang lebih rendah.

(54)

individu ketika menghadapi kesulitan. Sama seperti AQ, resilien juga melihat pentingnya memegang kendali dalam mengatasi masalah. Dalam penelitian yang dilakukan pada Angkatan Darat Kanada, Aitchson (2012) menyebutkan bahwa dalam organisasi yang terdiri dari individu yang resilien akan mampu untuk tangkas dan proaktif ketika menghadapi hal-hal yang tidak diinginkan serta perubahan yang drastis. Fresa dan Fay (dalam Parker, William, dan Turner, 2006) menyebutkan pentingnya memegang kendali. Melalui konsep Control Appraisal, ia menyatakan bahwa kendali dapat meningkatkan sikap proaktif pada individu. Control Apppraisal adalah bagaimana individu mampu merasakan kendali dalam situasi yang dihadapinya. Individu yang dapat merasakan kendali tinggi akan mampu untuk mencari kesempatan dalam bertindak dan juga aktif dalam mencari informasi.

C. Mahasiswa tingkat akhir

1. Definisi Mahasiswa Tingkat Akhir

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2011), mahasiswa memiliki definisi orang yang belajar di perguruan tinggi. Menurut Marseto, 2007 (dalam Alexander, 2015), mahasiswa di suatu universitas dapat digolongkan ke dalam 3 golongan:

(55)

b. Angkatan tengah merupakan mahasiswa yang mulai memasuki semester lima dan enam di dalam sebuah universitas dan terbebas dari drop out namun belum memiliki hak untuk mengambil mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan skripsi atau Tugas Akhir (TA).

c. Angkatan akhir adalah mahasiswa yang telah berada dalam semester 7 dan 8 atau lebih dan sudah dapat mengambil mata kuliah KKN dan skripsi atau TA.

Mahasiswa tingkat akhir berada pada rentang umur 20 hingga 25 tahun (Winkel dalam Alexander, 2015). Super memiliki Teori Konsep diri yang menyatakan bahwa konsep diri individu sangat penting dalam pilihan karir seseorang (Santrock,1997). Dalam teorinya tersebut, Super menjelaskan bahwa terdapat beberapa perubahan tahap perkembangan pada masa remaja dan dewasa yang menentukan karir seseorang. Individu yang berada dalam rentang umur 20 hingga 25 tahun berada dalam tahapan Spesification atau Implementation. Pada tahap

Spesification, individu mulai mempersempit pilihan karir yang akan

(56)

Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa tingkat akhir adalah orang yang kuliah di suatu perguruan tinggi, tengah berada dalam semester 7 atau lebih dan berada dalam rentang usia 20 hingga 25 tahun.

D. Dinamika Hubungan antara Adversity Quotient dan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir

Mahasiswa tingkat akhir adalah orang yang kuliah di suatu perguruan tinggi, tengah berada dalam semester 7 atau lebih serta sudah dapat mengambil mata kuliah Kuliah Kerja Nyata (KKN) dan sudah dapat mengambil mata kuliah Skripsi atau Tugas Akhir (TA). Berdasarkan teori perkembangan karir Super (dalam Santrock, 1997), mahasiswa tingkat akhir berada di antara tahap Spesification dan Implementation. Tugas perkembangan yang harus dilalui oleh mahasiswa tingkat akhir pada kedua tahapan perkembangan tersebut adalah menentukan karir yang akan mereka capai dan mempersiapkan diri mereka untuk menghadapi dunia kerja saat mereka menyelesaikan tugas pendidikan mereka.

(57)

untuk memiliki kompetensi yang tinggi serta tuntutan yang sangat nyata. Kondisi tersebut menyebabkan mahasiswa tingkat akhir akan menghadapi permasalahan dan kondisi yang tidak dapat diantisipasi oleh mereka. Hal tersebut semakin diperkuat oleh pernyataan dari Holton, Juzoh, Simun, dan Chong (2011) yang menyatakan bahwa karyawan freshgraduate memiliki waktu yang sulit, mengecewakan, dan penuh dengan tekanan pada tahun pertamanya bekerja di perusahaan. Selain itu, sebagian besar manajer menyatakan bahwa lulusan universitas tidak siap dalam menghadapi kehidupan profesional. Dalam mepersiapkan diri, Mahasiswa tingkat akhir membutuhkan kemampuan untuk mengatasi berbagai kesulitan dalam hidupnya. Kemampuan tersebut disebut juga sebagai Adversity Quotient (AQ).

AQ menurut Stoltz (2007) adalah ukuran kemampuan individu dalam merespon kesulitan dan hambatan yang terjadi di dalam hidupnya. Terdapat 4 dimensi yang menyusun AQ, yaitu Control, Origin & Ownership, Reach,

Endurance. Keempat dimensi tersebut menyusun AQ sehingga AQ dapat

(58)

Karakteristik Individu yang memiliki AQ tinggi ditunjukkan dengan adanya motivasi yang tinggi dalam bekerja, kemauan untuk bekerja keras, tekun dan ulet dalam menghadapi masalah (Stoltz, 2007). Hal tersebut menurut Hogan, Chammoro-Premuzic, dan Kaiser (2013) menunjukkan individu tersebut dapat bekerja keras, memiliki etos kerja tinggi, dan termotivasi serta berambisi tinggi sehingga dapat mempengaruhi

Employability mereka terhadap pihak perusahaan. Employability secara

singkat adalah karakteristik individu mencakup sifat dan faktor personal lain yang dapat membantu individu untuk mampu beradaptasi secara aktif dengan lingkungan sehingga mereka dapat mengidentifikasi kesempatan kerja serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dapat dihargai oleh calon atasan (Fugate, Kincki, dan Ashforth, 2004). Dinamika hubungan antara AQ dan Employability secara singkat akan dijelaskan melalui AQ dan juga dimensi-dimensi dari Employability.

Individu yang memiliki AQ tinggi menyadari tujuan hidup mereka dan memiliki gairah dalam mengejarnya (Stoltz, 2007). Individu tersebut telah memiliki pengetahuan mengenai tujuan yang akan dicapainya, harapan yang dimilikinya, dan juga aspirasinya. Dalam kaitannya dengan dimensi pertama dari Employability, individu tersebut menunjukkan bahwa ia memiliki Career

Identity. Dimensi Career Identity adalah bagaimana individu mendefinisikan

(59)

faktor pemberi motivasi dan pemberi arah dalam memahami dan mengidentifikasi kesempatan kerja serta pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan untuk mencapainya (Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004). Berbeda dengan individu yang memiliki tingkatan AQ rendah, mereka tidak memiliki keyakinan mengenai masa depan dan tidak memahami tujuan mereka di masa depan sehinggga mereka belum memiliki Carer Identity yang jelas sehingga memiliki kemampuan Employability yang lebih rendah dibandingkan individu dengan AQ tinggi.

AQ juga memiliki hubungan dengan dimensi Personal Adaptability dari

Employability. Dalam penelitian yang dilakukan oleh Tian dan Fan (2014),

(60)

dapat bertahan dan berusaha menyelesaikan kesulitan yang dihadapi. Hal tersebut menunjukkan bahwa AQ memiliki hubungan dengan kemampuan individu untuk beradaptasi di dunia kerja yang penuh dengan tekanan.

Individu yang memilik AQ tinggi akan bertindak secara lebih proaktif dibandingkan individu dengan AQ yang lebih rendah (Stoltz, 2007; Aitchson, 2012; Parker, William, Turner, 2006). Sifat proaktif membantu inividu untuk terus menerus mengembangkan Human Capital milik mereka (Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004). Hal tersebut mendorong mereka untuk mengembangkan pendidikan atau pelatihan agar mereka dapat menyesuaikan pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan yang mereka miliki untuk menyesuaikan diri mereka dengan tuntutan lingkungan. Individu yang terus menerus mengembangkan Human Capital miliknya mampu membantu mereka untuk dapat mengidentifikasi kesempatan karir sehingga memiliki

Employability yang lebih tinggi (Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2007). Sifat

proaktif yang dimiliki individu dengan AQ tinggi juga akan membantu mereka meningkatkan Social Capital yang mereka miliki. Individu yang proaktif akan lebih aktif mencari informasi dari sekitarnya dan lebih mampu untuk membina relasi formal maupun informal di dalam organisasi. Hal tersebut membuat individu dengan AQ tinggi mampu untuk meningkatkan

network size yang mereka miliki (Seibert dan Crant, 2001).

(61)

dimensi-dimensi ini yang mengangkat dan memberi nilai pada Employability. Individu yang memiliki Employability tinggi dapat mengidentifikasi kesempatan kerja serta memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dapat dihargai oleh calon atasan (Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004).

Masing-masing dimensi dari AQ yaitu Control, Origin & Ownership,

Reach, dan Endurance juga memiliki peran untuk meningkatkan

Employability. pada individu. Dimensi Control dalam AQ dapat membantu

individu untuk memiliki Employability yang lebih tinggi. Kendali (Control) yang besar terhadap kesulitan membantu individu untuk mampu bertindak secara proaktif dalam menghadapi kesulitan. Hal tersebut diyakini oleh Wanberg dan Banas (dalam Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004) mampu membantu individu dalam beradaptasi pada saat menghadapi transisi kerja. Keyakinan individu bahwa mereka mampu untuk mempengaruhi kondisi di lingkungan mereka atau Internal Locus of Control dapat meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dan membantu mempersiapkan diri dalam kondisi yang tidak jelas sehingga memiliki Employability yang lebih baik.

(62)

untuk memiliki self-efficacy yang lebih baik sehingga individu dapat mengatasi dampak dari kesulitan yang dihadapi. Generalized Self-Efficacy mempengaruhi persepsi dan perilaku individu dalam berbagai situasi dan dapat meningkaatkan kemampuan individu untuk beradaptasi terlepas dari jenis karir yang dipilih individu (Fugate, Kinicki, dan Ashforth, 2004)

Dimensi Reach memiliki definisi membatasi jangkauan kesulitan terhadap kehidupan individu (Stoltz, 2007). Agusta (2015) menemukan bahwa Reach yang tinggi pada mahasiswa tingkat akhir memiliki hubungan dengan kesiapan kerja (employability) yang tinggi juga. Hal tersebut disebabkan karena mahasiswa yang mampu membatasi kesulitan dalam hidupnya dapat lebih mampu untuk berpikir dan mengambil keputusan terkait kariernya. Individu yang tidak mampu membatasi kesulitan dalam hidupnya dan membiarkan kesulitan tersebut mempengaruhi aspek hidup yang lain akan menyebabkan individu merasa tidak berdaya, kehabisan energi, dan tidak dapat mengambil tindakan (Stoltz, 2007).

(63)

juga mampu untuk terus menerus mengejar hasil sesuai dengan tujuan yang diinginkanya. Hal tersebut mendukung orientasi adaptasi karir yang aktif sehingga mampu meningkatkan employability.

Berdasarkan penjabaran mengenai hubungan antara Adversity Quotient (AQ) dan Employability di atas, peneliti bermaksud untuk membuktikan hubungan antara Adversity Quotient (AQ) dan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir.

E. Kerangka Berpikir

Skema 1: Hubungan antara Adversity Quotient dengan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir

Adversity Quotient

(AQ)

Memiliki tujuan yang jelas beserta gairah dan ambisi yang tinggi dalam

mengejarnya

Memegang kendali pada saat menghadapi masalah sehingga mampu beradaptasi

Perilaku proaktif membantu individu

meningkatkan

Social & Human Capital

Personal Adaptability

Career Identity Social & Human

Capital

(64)

Skema 2: Hubungan antara dimensi Control pada Adversity Quotient dengan

Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir

Skema 3: Hubungan antara dimensi Origin & Ownership pada Adversity

Quotient dengan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir

Skema 4: Hubungan antara dimensi Reach pada Adversity Quotient dengan

Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir Dimensi Control dari AQ yang Tinggi Mampu bertindak secara proaktif dalam menghadapi kesulitan Mahasiswa Tingkat Akhir Kemampuan Adaptasi Employability Tinggi Dimensi Origin & Ownership dari AQ yang

(65)

Skema 5: Hubungan antara dimensi Endurance pada Adversity Quotient dengan Employability pada Mahasiswa Tingkat Akhir

F. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, hipotesis penelitian yang dimiliki oleh peneliti adalah sebagai berikut:

a. Terdapat hubungan yang positif antara Adversity Quotient (AQ) dan

Employability. Semakin tinggi Adversity Quotient maka semakin tinggi

Employability.

b. Terdapat hubungan yang positif antara dimensi Control dari Adversity

Quotient (AQ) dan Employability. Semakin tinggi dimensi Control dari

Adversity Quotient (AQ) maka semakin tinggi Employability.

c. Terdapat hubungan yang positif antara dimensi Origin & Ownership dari

Adversity Quotient (AQ) dan Employability. Semakin tinggi dimensi

Origin & Ownership dari Adversity Quotient (AQ) maka semakin tinggi

Employability

Dimensi Endurance dari AQ yang

(66)

d. Terdapat hubungan yang positif antara dimensi Reach dari Adversity

Quotient (AQ) dan Employability. Semakin tinggi dimensi Reach dari

Adversity Quotient (AQ) maka semakin tinggi Employability.

e. Terdapat hubungan yang positif antara dimensi Endurance dari Adversity

Quotient (AQ) dan Employability. Semakin tinggi dimensi Endurance

(67)

42

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan pendekatan kuantitatif. Dalam pendekatan kuantitatif, peneliti akan menggunakan data-data numerik yang akan dianalisis dengan metode statistika. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk menguji hipotesis penelitian (Azwar, 2010). Selanjutnya, penelitian ini merupakan penelitian korelasional yang bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada suatu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi. Dengan studi korelasional, peneliti dapat memperoleh informasi mengenai taraf hubungan yang terjadi, bukan mengenai ada-tiadanya efek variabel satu terhadap variabel yang lain (Azwar, 2010). Penelitian ini bermaksud untuk melihat adanya hubungan antara variabel Adversity Quotient (AQ) dan variabel Employability.

B. Variabel Penelitian

(68)

1. Variabel Bebas : Adversity quotient (AQ)

2. Variabel Tergantung : Employability

C. Definisi Operasional

1. Employability

Employability adalah karakteristik dari mahasiswa tingkat akhir,

meliputi sifat dan karakteristik personal yang membantu mereka agar dapat mengidentifikasi kesempatan kerja dan beradaptasi secara aktif di lingkungan kerja. Employability juga membantu mahasiswa tingkat akhir untuk memiliki pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang dapat dihargai oleh calon atasan mereka. Employabilty tersusun dari 3 dimensi, yaitu Career Identity, Personal Adaptability, dan Social & Human

Capital.

Employability pada mahasiswa tingkat akhir diukur dengan skala

Employability. Semakin tinggi skor mahasiswa tingkat akhir pada skala

Employablity maka akan semakin tinggi juga Employability yang

(69)

2. Adversity quotient (AQ)

Adversity quotient (AQ) adalah kemampuan mahasiswa tingkat akhir

dalam merespon kesulitan dan hambatan yang terjadi. Adversity quotient

(AQ) meliputi 4 dimensi yaitu Control, Origin & Ownership, Reach, dan

Endurance yang biasa disingkat dengan CO2RE.

AQ dapat diukur dengan skala Adversity Quotient yang disusun oleh peneliti. Skor AQ yang tinggi pada skala AQ menunjukkan semakin tinggi yang mahasiswa tingkat akhir miliki. Sebalikya, perolehan skor pada skala AQ yang rendah menunjukkan tingkatan AQ yang rendah pada mahasiswa tingkat akhir.

D. Subjek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah mahasiswa yang sudah memasuki semester akhir. Mahasiswa tingkat akhir disini memiliki definisi berada di dalam semester 7 dan 8 atau lebih. Mahasiswa tingkat akhir juga berada dalam rentang umur 20 tahun hingga 25 tahun.

Teknik sampling yang digunakan oleh peneliti dalam menentukan subjek penelitian adalah dengan metode coovenience sampling. Teknik convenience

sampling adalah teknik sampling dengan cara mencari subjek berdasarkan

ketersediaannya. Individ yang bersedia menjadi subjek dan memiliki karakteristik yang sesuai dapat dijadikan sampel (Noor, 2011). Convenience

sampling dilaksanakan oleh peneliti dengan cara bertanya lebih dahulu

(70)

akhir yang menjadi populasi dalam penelitian ini lalu meminta mereka untuk. Selain itu, peneliti juga menitipkan skala penelitian kepada teman peneliti serta memberikan instruksi yang jelas mengenai subjek penelitian.

E. Metode dan Alat Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan menyebarkan skala penelitian kepada subjek yang telah ditentukan sebelumnya. Skala penelitian yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah dua skala yaitu skala Employability dan skala Adversity Quotient (AQ). Kedua skala ini disusun menggunakan model skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang digunakan untuk mengukur sikap individu terhadap objek psikologis atau tentang taraf kepemilikan individu atas suatu atribut psikologis tertentu (Supratiknya, 2014).

Skala dalam penelitian ini terdiri dari 4 respon jawaban yaitu Sangat Tidak

Gambar

Tabel 1.  Penilaian Skala Likert
Tabel 3.  Blue Print skala Adversity Quotient (AQ) sebelum tryout
Tabel 4.
Tabel 5.  Blue print Employability sesudah pengguguran manual
+7

Referensi

Dokumen terkait

tidak terdapat hubungan yang signifikan antara Adversity Quotient dengan.. prokrastinasi dalam mengerjakan skripsi

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan positif dan signifikan antara frekuensi berdoa dengan Adversity Quotient pada karyawan.. Subjek

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat korelasional dan bertujuan untuk mengetahui hubungan antara adversity quotient dengan prestasi akademik pada

Penelitian sebelumnya membuktikan bahwa Adversity Quotient dapat mempengaruhi keberhasilan seseorang dalam menghadapi suatu masalah berkaitan dengan tantangan dan

Sehingga, peneliti dapat menyelesaikan penelitian dengan Judul “Hubungan Adversity Quotient dan Emotional Intelligence dengan Prokrastinasi Mengerjakan Tugas Akhir

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan positif yang signifikan antara optimisme dengan adversity quotient pada mahasiswa Prodi

Bagi Mahasiswa Penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi pengetahuan bagi mahasiswa mengenai hubungan antara self efficacy dengan adversity quotient pada mahasiswa yang

Hipotesis yang diajukan adalah terdapat hubungan negatif antara adversity quotient dengan intensi turnover pada karyawan perbankan di wilayah Semarang.. Subjek pada penelitian ini