• Tidak ada hasil yang ditemukan

Baumrind 1994 (dalam Santrock, 2003) menyatakan bahwa pola asuh terbentuk dari adanya dua dimensi pola asuh, yaitu :

1. Acceptance/Responsiveness yaitu menggambarkan bagaimana

orangtua berespons kepada anaknya, berkaitan dengan kehangatan dan dukungan orangtua.

Mengacu pada beberapa aspek, yakni sejauh mana orangtua mendukung dan sensitif pada kebutuhan anak-anaknya, sensitif terhadap emosi anak, memperhatikan kesejahteraan anak, bersedia meluangkan waktu dan melakukan kegiatan bersama, serta bersedia untuk memberikan kasih sayang dan pujian saat anak-anak mereka berprestasi atau memenuhi harapan mereka.

Dapat menerima kondisi anak, orangtua responsif penuh kasih sayang dan sering tersenyum, memeberi pujian, dan mendorong anak-anak mereka. Mereka juga membiarkan anak-anak mereka tahu ketika mereka nakal atau berbuat salah. Orangtua kurang menerima dan responsif sering kali cepat mengkritik, merendahkan, menghukum, atau mengabaikan anak-anak mereka dan jarang mengkomunikasikan kepada anak-anak bahwa mereka dicintai dan dihargai.

2. Demandingness/Control yaitu menggambarkan bagaimana standar

yang ditetapkan oleh orangtua bagi anak, berkaitan dengan kontrol perilaku dari orangtua. Mengacu pada beberapa aspek yakni:

a. Pembatasan, orangtua membatasi tingkah laku anak menunjukkan usaha orangtua menentukan hal-hal yang harus dilakukan anak dan memberikan batasan terhadap hal-hal yang ingin dilakukan anak.

b. Tuntutan, agar anak memenuhi aturan, sikap, tingkah laku dan tanggung jawab sosial sesuasi dengan standar yang berlaku sesuai keinginan orang tua.

c. Sikap ketat, berkaitan dengan sikap orang tua yang ketat dan tegas dalam menjaga agar anak memenuhi aturan dan tuntutan mereka. Orang tua tidak menghendaki anak membantah atau mengajukan keberatan terhadap peraturan yang telah ditentukan, d. Campur tangan, tidak adanya kebebasan bertingkah laku yang

diberikan orangtua kepada anaknnya. Orangtua selalu turut campur dalam keputusan, rencana anak, orangtua tidak melibatkan anak dalam membuat keputusan tersebut, orangtua beranggapan apa yang mereka putuskan untuk anak adalah yang terbaik dan benar untuk anak.

e. Kekuasaan sewenang-wenang menggambarkan bahwa orangtua menerapkan kendali yang ketat, kekuasaan terletak mutlak pada orangtua.

Mengendalikan atau menuntut aturan yang ditetapkan orangtua, mengharapkan anak-anak mereka untuk mengikuti mereka, dan memantau anak-anak mereka dengan ketat untuk memastikan bahwa aturan-aturan dipatuhi. Orangtua yang kurang dalam pengendalikan atau menuntut (sering disebut orangtua permisif) membuat tuntutan yang lebih sedikit dan memungkinkan anak-anak mereka memiliki banyak kebebasan dalam

mengeksplorasi lingkungan, mengungkapkan pendapat mereka dan emosi, dan membuat keputusan tentang kegiatan mereka sendiri. 1.4 Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan psikososial

remaja

Menurut Gerungan, (2000) ada beberapa faktor-faktor keluarga yang memungkinkan mempengaruhi perkembangan psikososial remaja antara lain :

a. Status sosial ekonomi

Keadaan sosial ekonomi mempunyai peranan terhadap perkembanga psikososial anak. Apabila perekonoian keluarga cukup, maka lingkungan material yang dihadapi remaja di dalam keluarganya itu lebih luas. Remaja mendapat kesempatan yang lebih luas untuk mengembangakan bermacam-macam kecakapan yang tidak dapat dicapai apabila tidak ada alat-alatnya. Orangtua dapat mencurahkan perhatian yang lebih mendalam kepada pendidikan anaknya apabila ia tidak disulitkan dengan perkara kebutuhan-kebutuhan primer kehidupan manusia.

b. Keutuhan keluarga

Salah satu faktor utama lain yang mempengaruhi perkembangan sosial anak-anak ialah faktor keutuhan keluarga. Yang dimaksud dengan keutuhan keluarga ialah, pertama-tama keutuhan dalam struktur keluarga yaitu bahwa didalam keluarga itu

Apabila tidak ada ayah atau ibunya atau kedua-duanya, maka struktur keluarga sudah tidak utuh lagi. Selain keutuhan dalam struktur keluarga, dimaksudkan pula keutuhan dalam interaksi keluarga, jadi bahwa di dalam keluarga berlangsung interaksi sosial yang wajar (harmonis).

c. Sikap dan kebiasaan orang tua

Cara-cara dan sikap-sikap yang ditanamkan orangtua di rumah memegang peranan yang penting dalam pergaulan anak. Hal ini disebakan oleh karena keluarga merupakan sebab kelompok sosial dengan tujuan-tujuan, struktur, norma-norma dinamika kelompok, termasuk cara-cara kepemimpinannya yang sangat mempengaruhi kehidupan individu yang menjadi anggota kelompok tersebut. Cara-cara bertingkah laku orangtua yang dalam hal ini menjadi pimpinan kelompoknya, sangat mempengaruhi suasana interaksi keluarga, dan dapat merangsang perkembangan ciri-ciri tertentu pribadi anaknya.

d. Status anak

Status anak juga berperan sebagai suatu faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan psikososialnya di dalam keluarga seperti anak tunggal, anak sulung, atau anak bungsu diantara saudara sekandung.

e. Peranan dan fungsi keluarga

Keluarga memiliki peranan yang sangat penting dalam upaya mengembangkan pribadi anak. Perawatan orangtua yang penuh kasih sayang dan pendidikan tentangan nilai-nilai kehidupan, baik agama maupun sosial budaya yang diberikannya merupakan faktor yang penting untuk mempersiapkan anak menjadi pribadi dan anggota masyarakat yang sehat.

Keluarga juga dipandang sebagai institusi (lembaga) yang dapat memenuhi kebutuhan insan (manusiawi), terutama kebutuhan bagi pengembangan kepribadiannya dan pengembangan ras manusia. Apabila mengaitkan peranan keluarga dengan upaya memenuhi kebutuhan individu dari Maslow, maka keluarga merupakan lembaga pertama yang dapat memenuhi kebutuhan tersebut. Melalui perawatan dan perlakuan yang baik dari orang tua, anak dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasarnya, baik fisik-biologis maupun sosiopsikologisnya. Apabila anak telah memperoleh rasa aman, penerimaan sosial dan harga dirinya, maka anak dapat memenuhi kebutuhan tertingginya, yaitu perwujudan diri (self-actualization). Iklim keluarga yang sehat atau perhatian orangtua yang penuh kasih sayang mempunyai faktor esensial yang memfasilitasi perkembangan psikologis anak tersebut.

Mengkaji lebih jauh tentang fungsi keluarga ini dapat dikemukakan bahwa secara psikososiologis keluarga berfungsi sebagai pemberi rasa aman bagi anak dan anggota keluarga lainnya, sebagai pemenuhan kebutuhan baik fisik maupun psikis, sumber kasih sayang dan penerimaan model pola prilaku yang tepat bagi anak untuk belajar menjadi anggota masyarakat yang baik, pemberi bimbingan bagi pengembangan prilaku yang sosial dianggap tepat, pembentukan anak dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dalam rangka menyesuaikan dirinya terhadap kehidupan, pemberi bimbingan dalam belajar ketrampilan motorik verbal dan sosial yang dibutuhkan untuk penyesuaian diri, stimulator bagi pengembangan kemampuan anak untuk mencapai prestasi, baik di sekolah maupun di masyarakat, pembimbing dalam mengembangkan apirasi dan sumber persahabatan/ teman bermain bagi anak sampai cukup usia untuk mendapatkan teman di luar rumah, atau apabila persahabatan di luar rumah tidak memungkinkan.

2. Konsep Remaja

Dokumen terkait