• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Hubungan Kematangan Emosi dengan

BAB II. LANDASAN TEORI

D. Dinamika Hubungan Kematangan Emosi dengan

PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

Mahasiswa dalam masa studinya menghadapi berbagai tuntutan

belajar menghadapi ujian, menghadiri kuliah, dan tugas administratif lainnya.

Tidak semua tugas tersebut dipenuhi dengan baik oleh mahasiswa karena

berbagai hal, salah satunya adalah penundaan atau prokrastinasi akademik.

Prokrastinasi akademik merupakan permasalahan yang penting untuk

ditangani karena jumlah prevalensinya semakin meningkat dari hari ke hari.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran karena konsekuensi negatif yang

dihasilkan oleh perilaku prokrastinasi akademik jauh lebih besar daripada

konsekuensi positifnya. Bahkan, konsekuensi negatif yang dihasilkan dari

prokrastinasi akademik dapat mengarah pada kegagalan studi mahasiswa atau

dropped out.

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai prokrastinasi akademik

sehingga terungkap berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya

prokrastinasi akademik di kalangan mahasiswa. Perbedaan karakteristik

tugas, seperti ketidaksukaan dan kesukaran tugas telah dipelajari sebagai

faktor yang mendahului prokrastinasi (Steel, 2007). Tugas-tugas kuliah yang

membutuhkan kemandirian, menuntut penyediaan sumber daya (waktu,

tenaga, pikiran, dan mungkin juga uang), serta tidak memberikan imbalan

seketika merupakan tugas-tugas yang dengan mudah atau memiliki

kecenderungan tinggi untuk ditunda (Ursia, Siaputra, & Sutanto, 2013).

Harga diri yang rendah juga disinyalir sebagai penyebab mahasiswa

melakukan prokrastinasi sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh

Beswick, dkk (dalam Patrzek, Grunschel, & Fries 2012). Ferrari (dalam

tidak berharga mendorong ke arah menghindari tugas yang mungkin berujung

pada kegagalan.

Steel (2007) mengemukakan bahwa orang impulsif biasa menanggalkan

pekerjaan dengan tenggat waktu yang sudah dekat karena mudah merasa

bosan. Ursia, Siaputra, dan Sutanto (2013) menyatakan hal yang serupa,

yakni kecenderungan mahasiswa untuk bersikap impulsif selaras dengan

kecenderungan mahasiswa untuk menunda pengerjaan tugas. Blatt & Quinn

(dalam Steel, 2007) juga menegaskan hal yang sama bahwa individu yang

impulsif lebih cenderung melakukan prokrastinasi. Individu tersebut tidak

mempertimbangkan dengan matang keputusannya, sering mengejar gratifikasi

segera, serta mengabaikan atau tidak memperdulikan tanggung jawab jangka

panjang.

Baumeister, Heatherton, dan Tice (dalam Tice & Baumiester, 1997)

menemukan fakta bahwa prokrastinasi dilakukan karena seseorang

bermaksud untuk meregulasi emosi negatif yang mungkin menyertai sebuah

tugas setidaknya dalam jangka pendek. Regulasi emosi tersebut biasanya

diwujudkan dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti

menonton TV, tidur, bermain game, makan, berbincang dengan anggota

keluarga atau teman-teman, serta berbicara melalui telepon (Pychyl, dkk.,

2000).

Faktor penting lain yang ditemukan melatarbelakangi prokrastinasi

adalah kontrol diri. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli

kontrol diri (Ferrari dan Emmons, 1995; Steel 2007; Ursia, Siaputra, &

Sutanto 2013). Kontrol diri dipahami sebagai pengendalian diri individu

terhadap waktu tunda imbalan.

Selain itu, ketidakmampuan menunda kesenangan tersebut terkait erat

dengan kematangan emosi yang dimiliki mahasiswa. Beberapa peneliti

mengartikan kematangan emosi sebagai kemampuan individu untuk dapat

mengendalikan diri (Andrieş, 2009; Yusuf, 2011; Arumugam, 2014). Artinya, mahasiswa yang memiliki kematangan emosi tinggi tidak akan mudah

terganggu atau teralihkan oleh rangsang-rangsang yang bersifat emosional

sesaat, baik yang berasal dari dalam maupun luar dirinya.

Kematangan emosi mencakup lima aspek, yakni dapat menerima

keadaan diri sendiri dan orang lain apa adanya, tidak impulsif, dapat

mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik, sabar penuh pengertian

dan memiliki toleransi yang baik, serta mempunyai tanggung jawab, dapat

berdiri sendiri, dan tidak mudah frustrasi.

Individu yang mampu menerima keadaan diri secara apa adanya, baik

kelebihan maupun kekurangan akan lebih peka untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan kemampuannya. Kaitannya dengan prokrastinasi akademik

adalah individu mampu menyesuaikan kemampuan diri sendiri dengan tugas-

tugas yang didapatkan. Ketika individu tersebut menyadari bahwa tugas yang

dimiliki banyak dan waktu pengumpulannya terbatas maka tugas tersebut

Individu yang memiliki kematangan emosi rendah akan bertindak

impulsif dalam menghadapi rangsangan stimulus. Dalam kaitannya dengan

prokrastinasi akademik, Blatt & Quinn (dalam Steel, 2007) menyatakan

bahwa individu yang impulsif lebih cenderung melakukan prokrastinasi,

sebagaimana mereka cenderung dilanda dengan keinginan saat ini dan fokus

perhatian pada keinginan tersebut. Sebaliknya, jika individu yang memiliki

kematangan emosi tinggi dihadapkan pada suatu tugas akademik, ia akan

sukar teralihkan pada hal lain yang bersifat sesaat sehingga mampu

memfokuskan perhatian pada tugas yang seharusnya dikerjakan.

Selanjutnya, kemampuan untuk mengendalikan emosi dan ekspresi

emosi dapat memperkecil kesenjangan antara kehendak dengan tindakan.

Artinya, individu yang mampu mengendalikan emosi cenderung untuk

melakukan tindakan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya

meskipun banyak tawaran kegiatan lain yang lebih menyenangkan untuk

dilakukan. Selain itu, kontrol emosi yang lemah menghasilkan prokrastinasi

yang tinggi karena mahasiswa cenderung memilih untuk melakukan aktivitas

menyenangkan dengan imbalan jangka pendek daripada mengerjakan tugas

akademik yang memberikan imbalan jangka panjang. Sebaliknya, kontrol

emosi yang kuat mengurangi tingkat prokrastinasi karena mahasiswa

cenderung memilih menyelesaikan tugas akademik daripada melakukan

aktivitas menyenangkan sesaat.

Kesabaran, sifat penuh pengertian, dan toleransi yang baik juga terkait

akademiknya dengan tekun meskipun tugas tersebut dinilai sukar untuk

dikerjakan.

Selain itu, mahasiswa yang memiliki kematangan emosi yang tinggi

mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mandiri serta tidak

mudah frustrasi ketika menghadapi permasalahan dalam hidup. Oleh

karenanya, berbagai kewajiban dapat diselesaikan secara mandiri dengan

penuh tanggung jawab tanpa menyebabkan frustrasi. Kemandirian yang

dimiliki individu membuatnya mampu mengerjakan tugas tanpa tergantung

pada orang lain. Apabila dikaitkan dengan prokrastinasi akademik, individu

yang bertanggung jawab akan memiliki kecenderungan untuk tidak menunda

memulai maupun menyelesaikan tugas akademik yang sedang dihadapi.

Selain itu, individu tersebut tidak mudah menyerah saat menghadapi tugas

yang banyak ataupun tugas dengan tenggat waktu pengerjaan yang terbatas.

Pada akhirnya, berbagai jenis tugas akademik yang dihadapi dapat

diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki

kematangan emosi yang tinggi akan memiliki prokrastinasi akademik yang

rendah. Sedangkan, mahasiswa yang memiliki kematangan emosi yang

rendah akan memiliki prokrastinasi akademik yang tinggi. Ketika mahasiswa

yang memiliki kematangan emosi tinggi dihadapkan pada tuntutan kewajiban

tugas akademik yang menantang, ia dapat memfokuskan diri dan energinya

untuk mencari solusi menyelesaikan kewajibannya, bukan justru melakukan

mahasiswa yang memiliki kematangan emosi yang rendah dapat dengan

mudah menghindar dari tugas tersebut dengan cara prokrastinasi atau

menundanya tanpa perlu.

Dokumen terkait