• Tidak ada hasil yang ditemukan

Hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa."

Copied!
142
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

Maria Brighitta Corry Timmerman

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang berjumlah 100 mahasiswa. Data penelitian diungkap menggunakan Skala Kematangan Emosi dan Skala Prokrastinasi Akademik. Skala Kematangan Emosi memiliki reliabilitas 0,902 dan Skala Prokrastinasi Akademik memiliki reliabilitas 0,942. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil korelasi antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik sebesar -0,487 dengan p = 0,000 (p < 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif signifikan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik.

(2)

THE RELATION BETWEEN EMOTIONAL MATURITY AND ACADEMIC PROCRASTINATION OF COLLEGE STUDENTS

Maria Brighitta Corry Timmerman

ABSTRACT

This research aimed to know the relation between emotional maturity and academic procrastination of college students. The hypothesis in this research was a negatif corellation between emotional maturity and academic procrastination of college students. The subjects were 100 college students. The reability of emotional maturity scale was 0,902 and the reability of academic procrastination scale was 0,942. the data was analyzed using the Pearson product-moment correlation technique. Based on this correlation test, the result shows that the correlation between emotional maturity and academic procrastination was -0,487 with p = 0,000 (p < 0,01), which means there was a significant negative correlation between emotional maturity and academic procrastination.

(3)

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN

PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Nama : Maria Brighitta Corry Timmerman

NIM : 089114111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(4)

i

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN

PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi

Program Studi Psikologi

Disusun Oleh:

Nama : Maria Brighitta Corry Timmerman

NIM : 089114111

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI JURUSAN PSIKOLOGI

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

(5)
(6)
(7)

iv

HALAMAN MOTTO

“Ya Bapa

-Ku, jikalau Engkau mau,

ambilah cawan ini dari pada-Ku;

tetapi bukanlah kehendak-Ku,

melainkan kehendak-

Mulah yang terjadi”

Lukas 22:42

“Saudara

-saudara, janganlah sama

seperti anak-anak pemikiranmu.

Jadilan anak-anak dalam kejahatan,

tetapi orang dewasa dalam

pemikiranmu!”

(8)

v

HALAMAN PERSEMBAHAN

Dengan penuh kerendahan hati, skripsi ini kupersembahkan untuk:

 Allah Bapa Yang Maha Kuasa, yang memberikan komoditas paling

berharga di jagad raya ini, yaitu waktu, untukku. Semoga anugerah

terbesar dari Allah itu tidak lagi kusia-siakan.

 Orang tuaku tercinta, Bapak Alex Cornelis Timmerman dan Ibu Rosa

Rohyani Purwandari yang selalu membiarkan aku tumbuh dewasa

dengan caraku.

 Keluarga kecilku, suamiku Yustinus Budiono dan anakku Immanuela

(9)
(10)

vii

HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN EMOSI DENGAN PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

Maria Brighitta Corry Timmerman

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa yang berjumlah 100 mahasiswa. Data penelitian diungkap menggunakan Skala Kematangan Emosi dan Skala Prokrastinasi Akademik. Skala Kematangan Emosi memiliki reliabilitas 0,902 dan Skala Prokrastinasi Akademik memiliki reliabilitas 0,942. Analisis data penelitian dilakukan menggunakan korelasi Pearson Product Moment. Hasil korelasi antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik sebesar -0,487 dengan p = 0,000 (p < 0,01), yang berarti terdapat hubungan negatif signifikan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik.

(11)

viii

THE RELATION BETWEEN EMOTIONAL MATURITY AND ACADEMIC PROCRASTINATION OF COLLEGE STUDENTS

Maria Brighitta Corry Timmerman

ABSTRACT

This research aimed to know the relation between emotional maturity and academic procrastination of college students. The hypothesis in this research was a negatif corellation between emotional maturity and academic procrastination of college students. The subjects were 100 college students. The reability of emotional maturity scale was 0,902 and the reability of academic procrastination scale was 0,942. the data was analyzed using the Pearson product-moment correlation technique. Based on this correlation test, the result shows that the correlation between emotional maturity and academic procrastination was -0,487 with p = 0,000 (p < 0,01), which means there was a significant negative correlation between emotional maturity and academic procrastination.

(12)
(13)

x

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah Bapa di surga karena atas

limpahan kasih-Nya, penulis mampu menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan

lancar. Skripsi dengan judul “Hubungan antara Kematangan Emosi dengan

Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa“ ini diajukan sebagai salah satu syarat

untuk menyelesaikan pendidikan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma

Yogyakarta dan meraih gelar sarjana psikologi.

Proses penyelesaian skripsi ini melibatkan banyak pihak yang dengan tulus

hati memberikan bantuan dan dukungannya dalam berbagai bentuk. Oleh karena

itu, penulis bermaksud mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang

telah berkenan membantu selama proses penelitian dan penulisan skripsi ini.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Dr. T. Priyo Widiyanto, M.Si. selaku Dekan Fakultas Psikologi

Universitas Sanata Dharma yang memberikan kelancaran perijinan

perpanjangan studi dan penelitian skripsi sekaligus sebagai dosen penguji

skripsi yang telah memberikan saran dan pengetahuan baru bagi penulis.

2. Ibu Ratri Sunar Astuti, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus

selaku Kaprodi yang selalu memberikan motivasi untuk menyelesaikan

skripsi ini secepat mungkin.

3. Ibu Dr. Christina Siwi Handayani (R.I.P.) yang memberikan inspirasi dan

semangat untuk terus berjuang menyelesaikan studi S1 dengan penuh

(14)

xi

4. Ibu Sylvia Carolina Maria Yunita Murtisari, S.Psi., M.Si. selaku Dosen

Pembimbing Akademik yang selalu memberikan semangat dan kesempatan

untuk meraih gelar sarjana tepat waktu serta selaku dosen penguji skripsi

yang telah memberikan masukan dan saran sehingga menjadikan skripsi ini

semakin baik.

5. Romo Priyono Marwan yang selalu menyuguhkan senyum serta memberikan

rosario pembakar semangat dalam menuntaskan studi S1.

6. Bapak C. Siswo Widyatmoko dan Ibu Haksi Mayawati yang membuat saya

mencintai dunia riset dalam bidang psikologi, serta meminjamkan akun

Survey Monkey tanpa syarat.

7. Ibu M. B. Rohaniwati, Bapak Gandung Widiyantoro, Bapak Muji, Bapak

Doni, serta Bapak Gie, yang telah banyak membantu dalam segala hal terkait

administrasi, praktikum, dan sebagainya selama penulis menempuh

pendidikan sarjana.

8. Segenap dosen dan karyawan di Fakultas Psikologi Universitas Sanata

Dharma Yogyakarta yang telah membagi ilmu, inspirasi, dan karya.

9. Seluruh mahasiswa yang terlibat sebagai subjek dalam penelitian ini, terima

kasih banyak atas kesediaan kalian mengisi skala penelitian.

10.Kedua orang tua penulis, Bapak Alex Cornelis Timmerman, S.H., MH.Li.,

MBA, Ph.D. dan Ibu Rosa Rohyani Purwandari, S.H. yang telah merawat dan

membesarkan penulis dengan penuh cinta kasih serta selalu menagih ijasah

(15)

xii

11.Kakak saya, Romo Bobby Steven Octavianus Timmerman yang selalu

menanyakan “apa kabar skripsimu?” lewat sms, facebook, whatsapp, line, dan

skype.

12.Adik saya, Augustinus Glen Calvin Timmerman, S.H. dan istrinya Monica

Yustesia Nurcahyaningrum yang selalu mendoakan yang terbaik untuk saya.

13.Adik bungsu saya Valentina Marsellia Septy Claudia Timmerman yang selalu

mendoakan dan menyemangati serta membantu mengoreksi tata bahasa

dalam skripsi saya sehingga akhirnya skripsi ini dapat selesai dengan baik.

14.Pendamping hidup saya, Yustinus Budiono dan putri saya Immanuela

Nathania Pascanatalie Timmerman yang menjadi motivator utama penuntasan

skripsi ini.

15.Om David Kisito Timmerman yang menjadi saluran berkat dalam membiayai

kuliah S1 saya.

16.Segenap keluarga besar di Yogyakarta maupun di Jawa Barat yang selalu

memberi saya doa dan semangat untuk menyelesaikan studi sarjana.

17.Teman-teman Psikologi yang sudah lulus mendahului penulis, membuat

penulis semakin termotivasi untuk mengikuti jejak mereka, terutama

Bernadetta Ditia Kristiani, Nathalia Nindi Kristianingrum, dan Maria Dessy

Selviantari.

18.Teman-teman seperjuangan, yang masih bergulat dengan skripsi. Semangat!!!

19.Direktur Gloria Edukasindo, Bapak Drs. Eko Cahyono Tjia, Psi., M.M. yang

memberikan fasilitas kredit dana tunai sehingga saya dapat membiayai

(16)

xiii

20.Teman-teman yang masih dan sempat bersama saya di Gloria Edukasindo,

Bapak Donni, Mas Sigma, Mas Andhi, Mbak Heni, Ibu Apri, Mas Tyo, Mbak

Desi, Mbak Sari, Mbak Ratna, Mas Bagus, Mbak Thea, Mas Weda, Mbak

Yoche, Tata, Tita, Fili, Ibu Pauline, Mbak Santi, Yossy, Sabhi, Ayu, Christi,

Laura, Lisa, Hardi, Gunawan, Satriya, Mbak Dika, Mbak Ferda, Mbak Niken,

Mbak Eli, Mbak Milka, Mbak Esthi yang selalu menghargai kinerja saya.

21.Phunsukh Wangdu melalui film 3 Idiots yang menginspirasi saya menjadi

“great teacher” seperti Sonam Wangchuk suatu saat nanti. Amin.

22.Semua pihak yang senantiasa menguatkan dalam doa dan dukungan demi

kesuksesan saya dalam menunaikan kewajiban sebagai mahasiswa. Terima

kasih.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak keterbatasan

maupun kekurangan. Oleh karenanya, saran dan kritik yang membangun dari para

pembaca sangat penulis harapkan guna menyempurnakan skripsi ini.

Semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca sekalian.

Yogyakarta, 29 Juni 2015

Penulis,

(17)

xiv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL... i

HALAMAN PERSETUJUAN DOSEN PEMBIMBING... ii

HALAMAN PENGESAHAN... iii

HALAMAN MOTTO... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN... v

HALAMAN PERNYATAAN KEASLIAN KARYA... vi

ABSTRAK... vii

ABSTRACT... viii

HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH... ix

KATA PENGANTAR... x

DAFTAR ISI... xiv

DAFTAR TABEL... xviii

DAFTAR LAMPIRAN... xix

BAB I. PENDAHULUAN... 1

A. Latar Belakang... 1

B. Rumusan Masalah... 9

C. Tujuan Penelitian... 9

D. Manfaat Penelitian... 10

BAB II. LANDASAN TEORI... 11

A. Prokrastinasi Akademik... 11

(18)

xv

2. Tipe Prokrastinasi Akademik... 14

3. Faktor- faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik... 15

B. Kematangan Emosi... 18

1. Pengertian Kematangan Emosi... 18

2. Aspek-aspek Kematangan Emosi... 19

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi... 21

C. Mahasiswa... 22

D. Dinamika Hubungan Kematangan Emosi dengan Prokrastinasi Akademik pada Mahasiswa... 23

E. Hipotesis... 29

F. Skema Dinamika Hubungan antara Kematangan Emosi dan Prokrastinasi Akademik... 30

BAB III. METODOLOGI PENELITIAN... 31

A. Jenis Penelitian... 31

B. Identifikasi Variabel... 31

C. Definisi Operasional... 31

1.Kematangan Emosi... 31

2.Prokrastinasi Akademik... 32

D. Subjek Penelitian... 33

E. Metode Pengambilan Data... 34

(19)

xvi

2.Skala Prokrastinasi Akademik... 36

F. Validitas, Reliabilitas, dan Analisis Aitem... 37

1.Validitas... 37

2.Reliabilitas... 38

3.Analisis Aitem... 39

G. Analisis Data... 40

1.Uji Asumsi... 40

a. Uji Normalitas... 40

b. Uji Linearitas... 40

2.Uji Hipotesis... 41

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN... 42

A. Persiapan Penelitian... 42

1.Pelaksanaan Uji Coba... 42

2.Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian... 44

a. Skala kematangan emosi... 44

b. Skala prokrastinasi akademik... 46

B. Deskripsi Data Penelitian... 47

C. Hasil Penelitian... 54

1.Uji Asumsi... 54

a. Uji Normalitas... 55

b. Uji Linearitas... 56

2.Uji Hipotesis... 57

(20)

xvii

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN... 68

A. Kesimpulan... 68

B. Saran... 68

1.Bagi Mahasiswa... 68

2.Bagi Universitas... 69

3.Bagi Penelitian Selanjutnya... 69

DAFTAR PUSTAKA... 70

(21)

xviii

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Kematangan Emosi

(sebelum uji coba)... 35

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Prokrastinasi Akademik (sebelum uji coba)... 37

Tabel 3. Deskripsi Responden... 43

Tabel 4. Distribusi Aitem Skala Kematangan Emosi (setelah uji coba)... 45

Tabel 5. Distribusi Aitem Skala Prokrastinasi Akademik (setelah uji coba)... 46

Tabel 6. Deskripsi Data Penelitian... 48

Tabel 7. Uji Signifikansi Perbedaan Mean Empiris dan Teoretis... 49

Tabel 8. Uji t Skala Kematangan Emosi... 49

Tabel 9. Uji t Skala Prokrastinasi Akademik... 50

Tabel 10. Norma Kategorisasi... 51

Tabel 11. Norma Kategorisasi Skor Kematangan Emosi... 51

Tabel 12. Norma Kategorisasi Skor Prokrastinasi Akademik... 52

Tabel 13. Kategorisasi Skor Kematangan Emosi dan Prokrastinasi Akademik Berdasarkan Angkatan/Semester... 52

Tabel 14. Kategorisasi Skor Kematangan Emosi dan Prokrastinasi Akademik Berdasarkan Usia... 53

(22)

xix

Akademik Berdasarkan Angkatan/Semester... 54

Tabel 16. Hasil Uji Normalitas ... 55

Tabel 17. Hasil Uji Linearitas... 56

Tabel 18. Hasil Uji Hipotesis... 57

Tabel 19. Uji Regresi... 58

Tabel 20. Koefisien Korelasi antara Aspek-aspek Kematangan Emosi

(23)

xx

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Skala Kematangan Emosi dan Prokrastinasi

Akademik... 75

Lampiran 2. Analisis Reliabilitas Skala Kematangan Emosi... 87

Lampiran 3. Analisis Reliabilitas Skala Prokrastinasi Akademik... 96

Lampiran 4. Hasil Uji t Skala Kematangan Emosi dan Skala

Prokrastinasi Akademik... 101

Lampiran 5. Hasil Uji Normalitas... 103

Lampiran 6. Hasil Uji Linearitas... 105

Lampiran 7. Hasil Uji Hipotesis... 115

(24)

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sarwono (1978) menyatakan bahwa mahasiswa adalah setiap orang

yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran-pelajaran di

perguruan tinggi dengan batas usia antara 18-30 tahun. Menurut Hurlock

(1994), rentang usia tersebut berada pada tahap perkembangan dewasa

awal. Beberapa tugas perkembangan masa dewasa awal adalah memilih

pasangan hidup, belajar hidup dengan suami/isteri, mulai membentuk

keluarga, mengasuh anak, mengelola/mengatur rumah tangga, memulai

pekerjaan, dan bertanggung jawab sebagai warga negara. Keberhasilan

dalam mencapai tugas perkembangan tersebut akan mengarahkan pada

kebahagiaan dan keberhasilan pada tugas perkembangan berikutnya.

Sebaliknya, kegagalan menyelesaikan tugas perkembangan tersebut, akan

membawa ketidakbahagiaan, celaan sosial, dan kesukaran menyelesaikan

tugas perkembangan berikutnya (Havinghurst & Neugarten, 1962).

Mahasiswa berupaya menyelesaikan tugas perkembangan tersebut

sambil menempuh studi akademis. Sementara itu, tugas dan tanggung

jawab akademis yang dihadapi tidaklah ringan. Sebagian mahasiswa dapat

menyelesaikan tugas perkembangan dan memenuhi tuntutan akademisnya

dengan baik. Namun, sebagian mahasiswa lainnya justru memilih

(25)

penyelesaian tugas akademik meskipun mereka sadar bahwa waktu yang

dimiliki terbatas. Perilaku menunda tugas tersebut dalam kajian ilmu

Psikologi sering disebut sebagai prokrastinasi.

Steel (2007) mendefinisikan prokrastinasi sebagai perilaku menunda

dengan sengaja kegiatan yang diinginkan meskipun individu mengetahui

bahwa penundaannya tersebut dapat menghasilkan dampak buruk.

Sejatinya, prokrastinasi berpotensi menimbulkan kerugian dan bahaya.

Namun disayangkan sampai saat ini masih banyak hal yang belum

dipelajari sebagai faktor penyebab prokrastinasi. Oleh karena itu,

penelitian lanjutan mengenai prokrastinasi seharusnya tidak ditunda,

terutama karena prevalensinya yang semakin berkembang.

Prokrastinasi menjadi masalah yang serius dalam masyarakat yang

berorientasi pada prestasi karena individu diharapkan memenuhi

kewajiban di masa tertentu kehidupannya (Van Eerde, 2003). Fakta

penelitian yang ada menunjukkan bahwa prokrastinasi merupakan hal yang

biasa dilakukan mahasiswa (Solomon & Rothblum, 1984; Tice &

Baumiester, 1997). Hasil penelitian yang dilakukan Solomon dan

Rothblum (1984) pada 322 orang mahasiswa di Amerika Serikat

mengungkapkan bahwa 46% mahasiswa melakukan prokrastinasi

akademik. Selain itu, Rizvi, Prawitasari, dan Soetjipto (1997) meneliti

mengenai prokrastinasi akademik ditinjau dari pusat kendali eksternal dan

efikasi diri pada 111 mahasiswa dan menemukan bahwa 20,38% dari

(26)

melakukan prokrastinasi akademik. Gustina (2009) menemukan 34% dari

50 mahasiswa S1 di Yogyakarta memiliki prokrastinasi akademik tinggi.

Selanjutnya, Kurniawati (2010) mengungkapkan bahwa 40% mahasiswa

Fakultas Psikologi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta angkatan

2002-2006 tergolong memiliki prokrastinasi yang tinggi, bahkan 26,67%

mahasiswa melakukan prokrastinasi yang tergolong sangat tinggi dalam

penelitiannya mengenai hubungan self regulated learning dengan

prokrastinasi.

Hasil beberapa penelitian di atas membuktikan bahwa tingkat

prevalensi prokrastinasi akademik yang ditemukan pada mahasiswa

terbilang tinggi. Ellis dan Knaus (dalam Steel, 2007) bahkan

memperkirakan bahwa sekitar 95% mahasiswa melakukan prokrastinasi

akademik di Amerika Serikat. Tingginya tingkat prevalensi prokrastinasi

akademik tersebut merupakan prediktor dari buruknya prestasi akademik

mahasiswa (Balkis, Duru, & Bulus, 2013).

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Patrzek, Grunschel, dan Fries

(2012) menyebutkan bahwa konsekuensi negatif dari prokrastinasi jauh

lebih banyak daripada konsekuensi positif yang ditimbulkan. Konsekuensi

negatif tersebut meliputi rendahnya gambaran diri, rasa malu, cemas, tidak

puas, tertekan, kesukaran hidup, penyesalan atau kesedihan yang

mendalam, tidak adanya motivasi untuk berubah, stres, sakit,

berkurangnya relasi sosial, reaksi negatif dari orang lain, kerugian

(27)

pengulangan dalam mengerjakan tugas akademik, prestasi akademik yang

buruk, penambahan waktu studi, bahkan dropped out (DO).

Van Eerde (2003) menambahkan bahwa selain konsekuensi

psikologis seperti rasa bersalah dan penurunan hasil performansi,

prokrastinasi membawa konsekuensi sosial, yakni pandangan

ketidakmandirian. Sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh Kristiani

(2013) yang mengindikasikan adanya korelasi negatif antara kemandirian

dengan prokrastinasi pada mahasiswa. Perbedaan karakteristik tugas,

seperti ketidaksukaan dan kesukaran tugas telah dipelajari sebagai faktor

yang mendahului prokrastinasi (Steel, 2007). Tugas-tugas kuliah yang

membutuhkan kemandirian, menuntut penyediaan sumber daya (waktu,

tenaga, pikiran, dan mungkin juga uang), serta tidak memberikan imbalan

seketika merupakan tugas-tugas yang dengan mudah atau memiliki

kecenderungan tinggi untuk ditunda (Ursia, Siaputra, & Sutanto, 2013).

Sebagaimana halnya pendapat Solomon dan Rothblum (1984) bahwa

alasan mahasiswa melakukan prokrastinasi adalah tugas yang tidak

menyenangkan dan rasa takut gagal.

Penelitian Beswick, dkk (dalam Patrzek, Grunschel, & Fries 2012)

mengindikasikan bahwa mahasiswa yang prokrastinasi seringkali memiliki

harga diri yang rendah. Sebagaimana dikemukakan oleh Ferrari (dalam

Chow, 2011) bahwa harga diri yang rendah atau perasaan tidak berharga

mendorong ke arah menghindari tugas yang mungkin berujung pada

(28)

karena ketika mereka menghindari tugas, mereka juga menghindari banyak

pikiran, perasaan, dan memori yang berkaitan dengannya (Burka & Yuen,

1983).

Steel (2007) menyatakan bahwa kecenderungan menanggalkan

pekerjaan dengan tenggat waktu yang sudah dekat juga biasa dilakukan

oleh orang impulsif yang dapat dengan mudah merasa bosan. Ursia,

Siaputra, dan Sutanto (2013) menyatakan hal yang serupa, yakni

kecenderungan mahasiswa untuk bersikap impulsif selaras dengan

kecenderungan mahasiswa untuk menunda pengerjaan tugas. Blatt &

Quinn (dalam Steel, 2007) menerangkan bahwa individu yang impulsif

lebih cenderung melakukan prokrastinasi, sebagaimana mereka cenderung

dilanda dengan keinginan saat ini dan fokus perhatian pada keinginan

tersebut. Individu tersebut tidak mempertimbangkan dengan matang

keputusannya, sering mengejar gratifikasi segera, serta mengabaikan atau

tidak memperdulikan tanggung jawab jangka panjang.

Baumeister, Heatherton, dan Tice (dalam Tice & Baumiester, 1997)

menemukan fakta bahwa prokrastinasi telah diidentifikasi sebagai maksud

seseorang untuk meregulasi emosi negatif yang mungkin menyertai sebuah

tugas setidaknya dalam jangka pendek. Regulasi emosi tersebut biasanya

diwujudkan dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti

menonton TV, tidur, bermain game, makan, berbincang dengan anggota

keluarga atau teman-teman, serta berbicara melalui telepon (Pychyl, Lee,

(29)

Van Eerde (2003) mengemukakan bahwa seorang prokrastinator

tidak mampu untuk menunda kesenangan karena mempunyai kontrol

impuls yang kurang. Kontrol impuls berarti kemampuan untuk

mengorbankan hasil jangka pendek yang biasanya tampak lebih

menyenangkan demi hasil jangka panjang. Beberapa orang melakukan

prokrastinasi karena mereka tidak mampu mengontrol keinginan mereka

untuk melakukan aktivitas menyenangkan jangka pendek. Sebagaimana

hasil penelitian yang telah ditemukan oleh Ferrari dan Emmons (1995)

bahwa kontrol diri merupakan prediktor tunggal terbaik untuk setiap

metode prokrastinasi, yakni prokrastinasi decisional, behavioral, dan

dysfunctional. Penelitian lain yang dilakukan di Universitas Surabaya oleh

Ursia, Siaputra, dan Sutanto (2013) mengungkapkan adanya korelasi

negatif antara self control dan prokrastinasi pada mahasiswa skripsi.

Steel (2007) mendefinisikan kontrol diri sebagai pengendalian diri

individu terhadap waktu tunda penerimaan imbalan. Artinya, individu

yang dapat mengendalikan diri dengan baik mampu menunda gratifikasi

atau imbalan dari tindakan yang dilakukan. Selain itu, kemampuan

individu melakukan kontrol diri terkait erat dengan kematangan emosi

(Singh, Kaur, & Dureja, 2012).

Secara esensi, kematangan emosi berarti mengendalikan emosi,

bukan membiarkan emosi memegang kendali (Punithavathi, 2013). Tiwari

(2014) menambahkan bahwa kematangan emosi adalah kemampuan untuk

(30)

terhadap situasi frustrasi. Misalnya, ketika mendapatkan tugas yang tidak

disukai atau sukar diselesaikan.

Seperti halnya pendapat Hollingsworth dan Morgan (dalam Young,

1975) bahwa kematangan emosi merupakan perubahan respon emosi dari

anak-anak menuju dewasa yang ditandai dengan perubahan pada tingkat

toleransi terhadap frustrasi, penurunan dalam tingkat dan derajat emosi

yang tidak diharapkan, perbedaan dalam perilaku impulsif, perbedaan

sikap dalam memperhatikan diri sendiri, serta perbedaan dalam

menampakkan perilaku emosi secara terbuka.

Chaturvedi dan Kumari (2012) menambahkan bahwa seseorang yang

matang secara emosi dapat menyesuaikan diri secara efektif dengan

realitas kehidupan yang dihadapi. Swamy, Rao, Ancheril, Vegas, &

Balasubramanian (2014) juga menyampaikan hal yang senada, yaitu agar

dapat menuju ke arah kehidupan yang sukses dengan memuaskan,

seseorang perlu memiliki perilaku kematangan emosi yang tinggi. Oleh

karena itu, mahasiswa yang tidak mampu menangani emosi dan perasaan

mereka akan mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan hidup,

termasuk tantangan menyelesaikan tugas-tugas akademik.

Swamy, dkk. (2014) menyatakan lebih lanjut bahwa tidak ada satu

orang pun yang lahir dengan kematangan emosi karena hal itu dibentuk

oleh pengasuhan dan pengalaman hidup. Artinya, kematangan emosi tidak

didapatkan begitu saja, melainkan perlu dicapai dengan upaya yang

(31)

dibentuk melalui pelatihan, disiplin, dan pengalaman langsung berbagai

peristiwa yang merangsang bangkitnya emosi. Jogsan (2013)

mengungkapkan bahwa kematangan emosi pada individu normal akan

tercapai pada usia 21 tahun sampai awal 30 dan akan terus berkembang

sampai usia sekitar 35 tahun sehingga dengan bertambahnya usia,

kematangan emosi individu diperkirakan dapat bertambah pula.

Sebaliknya, Hawadi dan Reni (2004) menegaskan bahwa mahasiswa

yang tidak berhasil mencapai kematangan emosi akan merasa tertekan

dengan tuntutan yang ada dan bisa menjadi mahasiswa underachiever atau

bahkan memilih drop out. Individu tersebut akan merasa terisolasi atau

bersifat agresif terhadap orang lain. Selain itu, individu tersebut akan

mengalami kesulitan dalam menyesuaikan diri serta tidak dapat

mengembangkan kreativitas dan potensi yang dimiliki.

Dengan demikian, individu dengan tingkat kematangan emosi yang

rendah kemungkinan akan melakukan prokrastinasi akademik untuk

menghindari berbagai tugas akademik yang menjadi tanggung jawabnya.

Hal itu disebabkan karena individu tersebut cenderung bertindak

selayaknya anak-anak yang secara impulsif akan memilih aktivitas lain

yang lebih menyenangkan daripada mengerjakan tugas. Individu merasa

kesulitan menyesuaikan diri dengan realitas tanggung jawab yang

dimilikinya serta tidak dapat mengembangkan kreativitas dan potensi yang

(32)

Sedangkan, individu yang memiliki tingkat kematangan emosi tinggi

kemungkinan tidak akan melakukan prokrastinasi akademik karena

memiliki kendali diri yang kuat untuk mengelola emosi dan perasaan

frustrasi menghadapi tanggung jawab dan tugas akademik yang dimiliki.

Sampai saat ini penelitian mengenai kematangan emosi dan

prokrastinasi akademik belum pernah dilakukan. Berdasarkan latar

belakang yang telah peneliti kemukakan di atas, peneliti tertarik untuk

mengetahui ada tidaknya hubungan antara kematangan emosi dengan

prokrastinasi akademik.

B. RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dapat dirumuskan

masalah pokok penelitian ini adalah apakah ada hubungan antara

kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa?

C. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji secara empiris tentang ada

tidaknya hubungan antara kematangan emosi dengan prokrastinasi

(33)

D. MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoretis

a. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai

latihan pengembangan berpikir ilmiah dan mengembangkan ilmu

pengetahuan yang didapatkan selama kuliah.

b. Bagi ilmu pengetahuan, penelitian ini bertujuan untuk menambah

kajian teori di bidang ilmu psikologi pendidikan dan perkembangan

khususnya mengenai kematangan emosi dan prokrastinasi

akademik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Mahasiswa

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi bagi

para mahasiswa, terutama terkait dengan kematangan emosi dan

prokrastinasi akademik.

b. Bagi Universitas

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi wacana untuk

meningkatkan peran universitas dalam menanggulangi

prokrastinasi akademik yang dilakukan mahasiswa.

c. Bagi Peneliti Selanjutnya

Hasil penelitian ini dapat menjadi salah satu bahan referensi atau

informasi dalam mengembangkan penelitian selanjutnya tentang

(34)

11

BAB II

LANDASAN TEORI

A. PROKRASTINASI AKADEMIK

1. Pengertian Prokrastinasi Akademik

Menurut sejarah , kata prokrastinasi diperkirakan sudah ada sejak

lama. Pada abad ke-17 kata ini telah dituliskan oleh Anthony Walker

dalam kotbahnya di dalam salah satu prasasti di Universitas Ottawa,

Canada. Prokrastinasi dianggap sebagai salah satu dosa serta kejahatan

manusia. Dengan menunda-nunda pekerjaan, manusia akan kehilangan

kesempatan dan dianggap telah menyia-nyiakan karunia Tuhan (Ferrari,

Johnson, & McCown, 1995).

Secara etimologis, DeSimone (dalam Ferrari, Johnson, &

McCown, 1995) menjelaskan bahwa prokrastinasi berasal dari bahasa

Latin “procrastinare” dengan awalan „pro‟ yang berarti bergerak maju

(forward) dan akhiran „crastinus‟ yang berarti milik hari esok (belonging

to tomorrow). Jika digabungkan, maka artinya menjadi “menangguhkan

atau menunda hingga hari berikutnya”. Penjelasan yang serupa juga dapat

ditemukan dalam The new shorter oxford English dictionary (Burka &

Yuen, 1983) yang menjelaskan bahwa prokrastinasi berasal dari kata

procrastinate yang berarti menunda, menghentikan, menangguhkan,

(35)

Schouwenburg (dalam Ferrari, Johnson, & McCown, 1995) juga

menyatakan bahwa perilaku menunda tugas disebut sebagai prokrastinasi.

Steel (2007) mendefinisikan prokrastinasi sebagai perilaku menunda

dengan sengaja kegiatan yang diinginkan meskipun individu tersebut

mengetahui bahwa penundaan dapat menghasilkan dampak buruk. Lebih

lanjut, Solomon dan Rothblum (1984) mengemukakan bahwa prokrastinasi

lebih dari sekadar lamanya waktu dalam penyelesaian suatu tugas, tetapi

juga meliputi penundaan yang dilakukan secara konsisten dan terus

terulang. Sebenarnya prokrastinasi biasa terjadi setiap waktu dan

merupakan masalah yang sangat serius (Burka & Yuen, 1983).

Solomon dan Rothblum (1984) mengungkapkan bahwa prokrastinasi

adalah penundaan yang tidak berguna dalam menyelesaikan tugas.

Seorang prokrastinator sadar jika dirinya menunda tugas yang penting dan

bermanfaat baginya dengan melakukan sesuatu yang tidak perlu dan

nantinya mengakibatkan perasaan yang tidak menyenangkan.

Prokrastinator sering melakukan penundaan dan menggantinya dengan

melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti menonton TV, tidur,

bermain game, makan, berbincang dengan anggota keluarga atau

teman-teman, dan berbicara melalui telepon (Pychyl, dkk., 2000). Tice dan

Baumiester (1997) menegaskan bahwa prokrastinasi merupakan kebiasaan

diri menyerah pada rasa malas yang mengakibatkan pada penundaan

(36)

Ferrari, Johnson dan McCown (1995) membagi prokrastinasi

menjadi dua berdasarkan jenis tugasnya, yaitu prokrastinasi akademik dan

non-akademik. Prokrastinasi akademik merupakan jenis penundaan yang

dilakukan pada jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas

akademik. Misalnya, penundaan terhadap tugas sekolah, tugas kuliah, atau

tugas kursus. Sedangkan, prokrastinasi non-akademik adalah jenis

penundaan yang dilakukan pada jenis tugas non-formal atau tugas yang

berhubungan dengan kehidupan sehari-hari. Contohnya, tugas

membersihkan rumah.

Solomon dan Rothblum (1984) menyatakan bahwa mahasiswa yang

sering melakukan prokrastinasi percaya bahwa kecenderungan mereka

untuk prokrastinasi secara signifikan berdampak pada bidang akademis

mereka, yakni kemampuan untuk menguasai materi kuliah hingga kualitas

hidup mereka. Balkis, Duru, dan Bulus, (2013) mendukung pernyataan

tersebut dengan menyimpulkan bahwa prokrastinasi akademis merupakan

faktor penting dalam prestasi akademis di lingkup akademis.

Solomon dan Rothblum (1984) menyebutkan bahwa prokrastinasi

akademik sering dilakukan dalam lima area akademik, yaitu: a) tugas

menulis/mengarang; b) tugas membaca mingguan; c) belajar menghadapi

ujian; d) kewajiban dalam hal kehadiran; dan e) tugas-tugas administratif.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi

akademik adalah perilaku penundaan yang dilakukan pada jenis tugas

(37)

menulis/mengarang, tugas membaca mingguan, belajar menghadapi ujian,

kewajiban dalam hal kehadiran, serta tugas-tugas administratif.

2. Tipe Prokrastinasi Akademik

Schouwenburg (dalam Ferrari, Johnson, dan McCown, 1995)

mengatakan bahwa pola prokrastinasi akademik dapat termanifestasi

dalam beberapa tipe sebagai berikut:

a. Kehendak untuk menunda memulai maupun menyelesaikan tugas yang

sedang dihadapi (intention delay).

Intention delay disebabkan oleh gangguan emosional yang

dimiliki prokrastinator. Gangguan emosional yang dimaksud adalah

prokrastinator memiliki kesadaran bahwa dirinya melakukan

penundaan, namun tidak berusaha menghentikan hal tersebut.

b. Perilaku menunda memulai maupun menyelesaikan tugas yang sedang

dihadapi (behavior delay).

Prokrastinator memiliki ketakutan untuk gagal (fear of failure)

yang menghasilkan perilaku menghindar, yakni mengulur-ulur waktu

dalam mengerjakan tugas sehingga prokrastinator membutuhkan waktu

lebih lama untuk mengerjakan tugas atau terkesan lamban.

Prokrastinator menghabiskan waktu yang dimilikinya untuk

mempersiapkan diri secara berlebihan, maupun melakukan hal-hal yang

tidak dibutuhkan dalam penyelesaian suatu tugas, tanpa

(38)

c. Kesenjangan antara kehendak dan tindakan (intention-behavior

discrepancy)

Prokrastinator melakukan tindakan yang tidak sesuai dengan

kehendaknya. Misalnya, mahasiswa mendapatkan tugas beserta

deadline pengumpulan tugas dari dosen. Kemudian ia merancang

jadwal untuk mengerjakan tugas tersebut. Akan tetapi pada akhirnya ia

tidak dapat memenuhi jadwal tersebut.

d. Melakukan aktivitas lain (shift to other activities)

Prokrastinator memilih menghindar untuk mengurangi kecemasan

dan ketakutan yang dimilikinya. Hal itu menyebabkan prokrastinator

dengan sengaja tidak segera melakukan tugasnya. Ia menggunakan

waktu yang dimiliki untuk melakukan aktivitas lain yang dipandang

lebih menyenangkan, seperti menonton TV, tidur, bermain game, dan

sebagainya sehingga menyita waktu yang ia miliki untuk mengerjakan

tugas yang harus diselesaikannya.

Dapat disimpulkan bahwa prokrastinasi akademik termanifestasi

pada beberapa tipe, yaitu kehendak untuk menunda memulai maupun

menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, perilaku menunda memulai

maupun menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, kesenjangan antara

kehendak dan tindakan, dan melakukan aktivitas lain.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prokrastinasi Akademik

Berdasarkan beberapa kajian teoritis, ada dua faktor utama yang

(39)

a. Faktor Internal (dari dalam diri individu), meliputi:

1) Faktor Fisik, yaitu kondisi fisiologis seseorang yang mendorong ke

arah prokrastinasi, seperti rasa lelah (Strongman & Burt, dalam

Steel, 2007). Seseorang yang merasa lelah berlebihan akan memiliki

kecenderungan yang lebih tinggi untuk melakukan prokrastinasi.

2) Faktor Psikologis, antara lain:

a) Harga diri

Penelitian Beswick, dkk (dalam Patrzek, Grunschel, & Fries

2012) mengindikasikan bahwa mahasiswa yang prokrastinasi

seringkali memiliki harga diri yang rendah. Sebagaimana

dikemukakan oleh Ferrari (dalam Chow, 2011) bahwa harga diri

yang rendah atau perasaan tidak berharga mendorong ke arah

menghindari tugas yang mungkin berujung pada kegagalan.

b) Impusivitas

Steel (2007) menyatakan bahwa kecenderungan menanggalkan

pekerjaan dengan tenggat waktu yang sudah dekat juga biasa

dilakukan oleh orang impulsif yang dapat dengan mudah merasa

bosan. Ursia, Siaputra, dan Sutanto (2013) menyatakan hal yang

serupa, yakni kecenderungan mahasiswa untuk bersikap impulsif

selaras dengan kecenderungan mahasiswa untuk menunda

pengerjaan tugas. Blatt & Quinn (dalam Steel, 2007)

menerangkan bahwa individu yang impulsif lebih cenderung

(40)

dilanda dengan keinginan saat ini dan fokus perhatian pada

keinginan tersebut.

c) Kontrol diri

Steel (2007) menegaskan bahwa prokrastinasi akademik

memiliki korelasi negatif yang kuat dengan kontrol diri. Hal

senada diungkapkan oleh Ferrari dan Emmons (1995) bahwa

kontrol diri merupakan prediktor tunggal terbaik untuk setiap

metode prokrastinasi, yakni prokrastinasi decisional, behavioral,

dan dysfunctional.

b. Faktor Eksternal (dari luar diri individu), contohnya perbedaan

karakteristik tugas, seperti ketidaksukaan dan kesukaran tugas (Steel,

2007). Tugas-tugas kuliah yang membutuhkan kemandirian, menuntut

penyediaan sumber daya (waktu, tenaga, pikiran, dan mungkin juga

uang), serta tidak memberikan imbalan seketika merupakan tugas-tugas

yang dengan mudah atau memiliki kecenderungan tinggi untuk ditunda

(Ursia, Siaputra, & Sutanto, 2013).

Dari uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa faktor yang

mempengaruhi prokrastinasi akademik terdiri dari faktor internal, yakni

fisik (rasa lelah) dan psikologis (harga diri, impulsivitas, dan kontrol diri)

(41)

B. KEMATANGAN EMOSI

1. Pengertian Kematangan Emosi

Gunarsa (1986) menyatakan bahwa kematangan emosi merupakan

dasar perkembangan individu dan sangat mempengaruhi tingkah laku.

Dengan kata lain, kematangan emosi merupakan bagian penting dalam

kehidupan individu (Punithavathi, 2013). Hal itu dapat terjadi karena

kematangan emosi memampukan individu untuk membuat keputusan yang

lebih baik dalam hidup (Singh, Pant, & Valentina, 2014). Selain itu,

kematangan emosi memungkinkan individu untuk menahan tekanan

sehingga individu yang emosinya matang dapat bertahan terhadap situasi

frustrasi. Oleh karenanya, individu yang memiliki kematangan emosi yang

tinggi mampu mengarah pada kehidupan yang efektif dan berhasil,

(Tiwari, 2014).

Kematangan emosi dapat dipahami sebagai kemampuan kontrol diri

yang pada gilirannya merupakan sebuah hasil pemikiran dan pembelajaran

(Pastey & Aminbhavi, 2006). Lebih lanjut, menurut Aashra dan Jogsan

(2013), kematangan emosi adalah ukuran kapasitas seseorang dalam

menciptakan sebuah sikap mental positif. Secara esensi, kematangan

emosi berarti mengendalikan emosi, bukan membiarkan emosi memegang

kendali (Punithavathi, 2013). Jogsan (2013) mengungkapkan bahwa

kematangan emosi pada individu normal akan tercapai pada usia 21 tahun

(42)

sehingga dengan bertambahnya usia, kematangan emosi individu

diperkirakan dapat bertambah pula.

Lebih lanjut, Yusuf (2011) menyatakan bahwa kematangan emosi

merupakan kemampuan individu untuk dapat bersikap toleran, merasa

nyaman, mempunyai kontrol diri, menerima diri sendiri dan orang lain,

serta mampu menyatakan emosinya secara konstruktif dan kreatif.

Individu yang memiliki kematangan emosi mampu bereaksi sesuai dengan

tuntutan yang ada dalam situasi tersebut. Akibatnya, respon yang tidak

sesuai dengan tuntutan yang dihadapi akan dihilangkan (Sari & Nuryoto,

2002).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan

emosi adalah kemampuan individu bersikap toleran, merasa nyaman,

mempunyai kontrol diri, menerima diri sendiri dan orang lain, serta

mampu menyatakan emosi secara kontruktif dan kreatif.

2. Aspek-aspek Kematangan Emosi

Walgito (2004) mengemukakan lima aspek kematangan emosi,

yaitu:

a. Dapat menerima keadaan diri maupun orang lain apa adanya.

Individu mampu menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri

sehingga berani menjadi pribadi apa adanya. Selain itu, mudah

(43)

orang lain. Hal ini disebabkan karena seseorang yang matang emosinya

dapat berpikir secara lebih objektif.

b. Tidak impulsif.

Individu merespon stimulus dengan cara berpikir rasional tidak hanya

berdasarkan pemikiran emosional dan menyadari akibat dari tindakan

yang emosional. Mampu menilai situasi secara kritis terlebih dahulu

sebelum bereaksi terhadap situasi tersebut sehingga cenderung

memikirkan ulang tindakan emosional yang hendak dilakukan serta

memilih ungkapan emosi yang tidak bersifat menyerang.

c. Dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik.

Individu yang mampu mengontrol emosi cenderung akan mempunyai

emosi yang stabil, tidak berubah-ubah seperti yang terjadi pada masa

perkembangan anak-anak, mampu mengekspresikan emosi tersebut

secara wajar dengan mengelola emosi agar tidak mengarah pada

tindakan destruktif. Selain itu, mampu menanggapi emosi orang lain

dengan konstruktif dan mengekspresikan emosi pada orang lain dengan

asertif.

d. Bersifat sabar, penuh pengertian, dan memiliki toleransi yang baik.

Individu dapat berpikir secara objektif dan realistis sehingga mampu

menghadapi perlakuan maupun perkataan negatif dari orang lain dengan

bijaksana. Selain itu, mampu menghargai ekspresi emosi orang lain

(44)

e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, dan tidak

mudah mengalami frustrasi.

Individu mampu bertanggung jawab terhadap reaksi emosional yang

dilakukan. Di samping itu, mampu mengubah emosi yang tidak

menyenangkan menjadi pendorong melakukan tindakan konstruktif

serta mampu mengelola tekanan emosi agar tidak melemahkan diri

karena sifat mandiri dan tahan terhadap tekanan yang dimilikinya.

Bersedia menerima saran dan kritik dari individu lain dengan sikap

terbuka.

Dapat disimpulkan bahwa aspek-aspek kematangan emosi adalah

dapat menerima keadaan diri sendiri dan orang lain apa adanya, tidak

impulsif, dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik, sabar

penuh pengertian dan memiliki toleransi yang baik, serta mempunyai

tanggung jawab, dapat berdiri sendiri, dan tidak mudah frustrasi.

3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kematangan Emosi

Beberapa penelitian mengungkapkan bahwa hal-hal berikut ini

mempengaruhi kematangan emosi:

a. Kesehatan Fisik

Sari & Nuryoto (2002) mengungkapkan bahwa kematangan emosi

(45)

b. Jenis Kelamin

Beberapa penelitian mengungkapkan korelasi positif yang signifikan

antara jenis kelamin dengan kematangan emosi (Roja, Sasikumar, &

Fathima, 2013; Mallick, Singh, Chaturvedi, & Kumar, 2014).

c. Tempat tinggal

Mallick, dkk., (2014) mengungkapkan bahwa terdapat perbedaan

signifikan pada kematangan emosi mahasiswa yang tinggal di asrama

dan non asrama. Lebih lanjut, penelitian yang dilakukan oleh

Punithavathi (2013) mengungkapkan bahwa mahasiswi non asrama

memiliki kematangan emosi yang lebih tinggi daripada mahasiswi

yang tinggal di asrama.

d. Struktur keluarga

Sigh, Pant, dan Valentina, (2014) melakukan studi mengenai dampak

struktur keluarga pada kematangan emosi remaja. Mereka menemukan

bahwa kematangan emosi berkorelasi positif secara signifikan

terhadap struktur keluarga.

Dapat diambil kesimpulan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

kematangan emosi antara lain, kesehatan fisik, jenis kelamin, tempat

tinggal, dan struktur keluarga.

C. MAHASISWA

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 60 Tahun 1999

(46)

dinyatakan bahwa mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar

pada perguruan tinggi tertentu. Sarwono (1978) memperinci bahwa

mahasiswa adalah setiap orang yang secara resmi terdaftar untuk mengikuti

pelajaran-pelajaran di perguruan tinggi dengan batas usia antara 18-30 tahun.

Menurut Hurlock (1994) rentang usia 18-40 tahun merupakan tahap

perkembangan dewasa awal. Beberapa tugas perkembangan masa dewasa

awal adalah memilih pasangan hidup, mengelola/mengatur rumah tangga,

memulai pekerjaan, dan bertanggung jawab sebagai warga negara.

Mahasiswa yang berhasil mencapai tugas perkembangan tersebut akan meraih

kebahagiaan dan keberhasilan pada tugas perkembangan berikutnya.

Sebaliknya, mahasiswa yang gagal menyelesaikan tugas perkembangan

tersebut, akan mengalami ketidakbahagiaan, celaan sosial, dan kesukaran

menyelesaikan tugas perkembangan berikutnya (Havinghurst & Neugarten,

1962). Di samping harus menyelesaikan tugas perkembangan, mahasiswa

juga dihadapkan pada berbagai tugas akademik. Mahasiswa dituntut untuk

menyelesaikan berbagai tugas akademik, seperti tugas menulis/mengarang,

tugas membaca mingguan, belajar menghadapi ujian, kewajiban dalam hal

kehadiran, serta tugas-tugas administratif.

D. DINAMIKA HUBUNGAN KEMATANGAN EMOSI DENGAN

PROKRASTINASI AKADEMIK PADA MAHASISWA

Mahasiswa dalam masa studinya menghadapi berbagai tuntutan

(47)

belajar menghadapi ujian, menghadiri kuliah, dan tugas administratif lainnya.

Tidak semua tugas tersebut dipenuhi dengan baik oleh mahasiswa karena

berbagai hal, salah satunya adalah penundaan atau prokrastinasi akademik.

Prokrastinasi akademik merupakan permasalahan yang penting untuk

ditangani karena jumlah prevalensinya semakin meningkat dari hari ke hari.

Hal tersebut menimbulkan kekhawatiran karena konsekuensi negatif yang

dihasilkan oleh perilaku prokrastinasi akademik jauh lebih besar daripada

konsekuensi positifnya. Bahkan, konsekuensi negatif yang dihasilkan dari

prokrastinasi akademik dapat mengarah pada kegagalan studi mahasiswa atau

dropped out.

Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai prokrastinasi akademik

sehingga terungkap berbagai faktor yang mempengaruhi terjadinya

prokrastinasi akademik di kalangan mahasiswa. Perbedaan karakteristik

tugas, seperti ketidaksukaan dan kesukaran tugas telah dipelajari sebagai

faktor yang mendahului prokrastinasi (Steel, 2007). Tugas-tugas kuliah yang

membutuhkan kemandirian, menuntut penyediaan sumber daya (waktu,

tenaga, pikiran, dan mungkin juga uang), serta tidak memberikan imbalan

seketika merupakan tugas-tugas yang dengan mudah atau memiliki

kecenderungan tinggi untuk ditunda (Ursia, Siaputra, & Sutanto, 2013).

Harga diri yang rendah juga disinyalir sebagai penyebab mahasiswa

melakukan prokrastinasi sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh

Beswick, dkk (dalam Patrzek, Grunschel, & Fries 2012). Ferrari (dalam

(48)

tidak berharga mendorong ke arah menghindari tugas yang mungkin berujung

pada kegagalan.

Steel (2007) mengemukakan bahwa orang impulsif biasa menanggalkan

pekerjaan dengan tenggat waktu yang sudah dekat karena mudah merasa

bosan. Ursia, Siaputra, dan Sutanto (2013) menyatakan hal yang serupa,

yakni kecenderungan mahasiswa untuk bersikap impulsif selaras dengan

kecenderungan mahasiswa untuk menunda pengerjaan tugas. Blatt & Quinn

(dalam Steel, 2007) juga menegaskan hal yang sama bahwa individu yang

impulsif lebih cenderung melakukan prokrastinasi. Individu tersebut tidak

mempertimbangkan dengan matang keputusannya, sering mengejar gratifikasi

segera, serta mengabaikan atau tidak memperdulikan tanggung jawab jangka

panjang.

Baumeister, Heatherton, dan Tice (dalam Tice & Baumiester, 1997)

menemukan fakta bahwa prokrastinasi dilakukan karena seseorang

bermaksud untuk meregulasi emosi negatif yang mungkin menyertai sebuah

tugas setidaknya dalam jangka pendek. Regulasi emosi tersebut biasanya

diwujudkan dengan melakukan aktivitas yang menyenangkan seperti

menonton TV, tidur, bermain game, makan, berbincang dengan anggota

keluarga atau teman-teman, serta berbicara melalui telepon (Pychyl, dkk.,

2000).

Faktor penting lain yang ditemukan melatarbelakangi prokrastinasi

adalah kontrol diri. Beberapa penelitian yang dilakukan oleh para ahli

(49)

kontrol diri (Ferrari dan Emmons, 1995; Steel 2007; Ursia, Siaputra, &

Sutanto 2013). Kontrol diri dipahami sebagai pengendalian diri individu

terhadap waktu tunda imbalan.

Selain itu, ketidakmampuan menunda kesenangan tersebut terkait erat

dengan kematangan emosi yang dimiliki mahasiswa. Beberapa peneliti

mengartikan kematangan emosi sebagai kemampuan individu untuk dapat

mengendalikan diri (Andrieş, 2009; Yusuf, 2011; Arumugam, 2014). Artinya,

mahasiswa yang memiliki kematangan emosi tinggi tidak akan mudah

terganggu atau teralihkan oleh rangsang-rangsang yang bersifat emosional

sesaat, baik yang berasal dari dalam maupun luar dirinya.

Kematangan emosi mencakup lima aspek, yakni dapat menerima

keadaan diri sendiri dan orang lain apa adanya, tidak impulsif, dapat

mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik, sabar penuh pengertian

dan memiliki toleransi yang baik, serta mempunyai tanggung jawab, dapat

berdiri sendiri, dan tidak mudah frustrasi.

Individu yang mampu menerima keadaan diri secara apa adanya, baik

kelebihan maupun kekurangan akan lebih peka untuk melakukan sesuatu

sesuai dengan kemampuannya. Kaitannya dengan prokrastinasi akademik

adalah individu mampu menyesuaikan kemampuan diri sendiri dengan

tugas-tugas yang didapatkan. Ketika individu tersebut menyadari bahwa tugas-tugas yang

dimiliki banyak dan waktu pengumpulannya terbatas maka tugas tersebut

(50)

Individu yang memiliki kematangan emosi rendah akan bertindak

impulsif dalam menghadapi rangsangan stimulus. Dalam kaitannya dengan

prokrastinasi akademik, Blatt & Quinn (dalam Steel, 2007) menyatakan

bahwa individu yang impulsif lebih cenderung melakukan prokrastinasi,

sebagaimana mereka cenderung dilanda dengan keinginan saat ini dan fokus

perhatian pada keinginan tersebut. Sebaliknya, jika individu yang memiliki

kematangan emosi tinggi dihadapkan pada suatu tugas akademik, ia akan

sukar teralihkan pada hal lain yang bersifat sesaat sehingga mampu

memfokuskan perhatian pada tugas yang seharusnya dikerjakan.

Selanjutnya, kemampuan untuk mengendalikan emosi dan ekspresi

emosi dapat memperkecil kesenjangan antara kehendak dengan tindakan.

Artinya, individu yang mampu mengendalikan emosi cenderung untuk

melakukan tindakan sesuai dengan apa yang sudah direncanakan sebelumnya

meskipun banyak tawaran kegiatan lain yang lebih menyenangkan untuk

dilakukan. Selain itu, kontrol emosi yang lemah menghasilkan prokrastinasi

yang tinggi karena mahasiswa cenderung memilih untuk melakukan aktivitas

menyenangkan dengan imbalan jangka pendek daripada mengerjakan tugas

akademik yang memberikan imbalan jangka panjang. Sebaliknya, kontrol

emosi yang kuat mengurangi tingkat prokrastinasi karena mahasiswa

cenderung memilih menyelesaikan tugas akademik daripada melakukan

aktivitas menyenangkan sesaat.

Kesabaran, sifat penuh pengertian, dan toleransi yang baik juga terkait

(51)

akademiknya dengan tekun meskipun tugas tersebut dinilai sukar untuk

dikerjakan.

Selain itu, mahasiswa yang memiliki kematangan emosi yang tinggi

mampu bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri dan mandiri serta tidak

mudah frustrasi ketika menghadapi permasalahan dalam hidup. Oleh

karenanya, berbagai kewajiban dapat diselesaikan secara mandiri dengan

penuh tanggung jawab tanpa menyebabkan frustrasi. Kemandirian yang

dimiliki individu membuatnya mampu mengerjakan tugas tanpa tergantung

pada orang lain. Apabila dikaitkan dengan prokrastinasi akademik, individu

yang bertanggung jawab akan memiliki kecenderungan untuk tidak menunda

memulai maupun menyelesaikan tugas akademik yang sedang dihadapi.

Selain itu, individu tersebut tidak mudah menyerah saat menghadapi tugas

yang banyak ataupun tugas dengan tenggat waktu pengerjaan yang terbatas.

Pada akhirnya, berbagai jenis tugas akademik yang dihadapi dapat

diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa mahasiswa yang memiliki

kematangan emosi yang tinggi akan memiliki prokrastinasi akademik yang

rendah. Sedangkan, mahasiswa yang memiliki kematangan emosi yang

rendah akan memiliki prokrastinasi akademik yang tinggi. Ketika mahasiswa

yang memiliki kematangan emosi tinggi dihadapkan pada tuntutan kewajiban

tugas akademik yang menantang, ia dapat memfokuskan diri dan energinya

untuk mencari solusi menyelesaikan kewajibannya, bukan justru melakukan

(52)

mahasiswa yang memiliki kematangan emosi yang rendah dapat dengan

mudah menghindar dari tugas tersebut dengan cara prokrastinasi atau

menundanya tanpa perlu.

E. HIPOTESIS

Dari penjelasan di atas, maka dapat diambil suatu hipotesis penelitian

ada hubungan negatif antara kematangan emosi dengan prokrastinasi

akademik pada mahasiswa. Semakin tinggi tingkat kematangan emosi, maka

akan semakin rendah tingkat prokrastinasi akademik pada mahasiswa.

Sebaliknya, semakin rendah tingkat kematangan emosi, maka akan semakin

(53)

F. SKEMA DINAMIKA HUBUNGAN ANTARA KEMATANGAN

EMOSI DAN PROKRASTINASI AKADEMIK

Tugas Akademik:

-menulis/mengarang

-membaca

-belajar untuk ujian

-menghadiri kuliah

-tugas administratif

Deadline/ Batas Pengumpulan Tugas

Prokrastinasi Akademik

Dapat dicegah/

dikurangi Emosi negatif

Kematangan Emosi:

-Menerima keadaan diri maupun orang lain apa adanya.

-Tidak impulsif

-Mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik.

-Sabar, penuh pengertian, dan memiliki toleransi yang baik.

-Bertanggung jawab, dapat berdiri sendiri, dan tidak mudah frustrasi.

(54)

31

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. JENIS PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif korelasional yang

bertujuan untuk menyelidiki hubungan antara dua variabel (Azwar, 2005).

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui ada tidaknya hubungan antara

variabel kematangan emosi dengan prokrastinasi akademik.

B. IDENTIFIKASI VARIABEL

Menurut Arikunto (2002), variabel merupakan objek penelitian atau

suatu hal yang menjadi titik perhatian suatu penelitian. Terdapat dua variabel

yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu:

1. Variabel bebas : kematangan emosi

2. Variabel tergantung : prokrastinasi akademik

C. DEFINISI OPERASIONAL

1. Kematangan Emosi

Kematangan emosi adalah kemampuan individu bersikap toleran,

merasa nyaman, mempunyai kontrol diri, menerima diri sendiri dan orang

(55)

Kematangan emosi akan diungkap dengan menggunakan skala

kematangan emosi yang mengacu pada aspek kematangan emosi dari

Walgito (2004), yaitu:

a. Dapat menerima keadaan diri maupun orang lain apa adanya.

b. Tidak impulsif.

c. Dapat mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik.

d. Dapat berpikir secara objektif dan realistis, sehingga bersifat sabar,

penuh pengertian, dan memiliki toleransi yang baik.

e. Mempunyai tanggung jawab yang baik, dapat berdiri sendiri, dan tidak

mudah mengalami frustrasi.

Hasil skala kematangan emosi tersebut akan menunjukkan tingkat

kematangan emosi subjek. Semakin tinggi skor total yang diperoleh

subjek, maka semakin tinggi tingkat kematangan emosi subjek.

Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek, maka tingkat

kematangan emosi subjek semakin rendah.

2. Prokrastinasi Akademik

Prokrastinasi akademik adalah prokrastinasi yang dilakukan pada

jenis tugas formal yang berhubungan dengan tugas akademik, seperti tugas

menulis/mengarang, tugas membaca mingguan, belajar menghadapi ujian,

(56)

Prokrastinasi akademik akan diungkap dengan menggunakan skala

prokrastinasi akademik berdasarkan teori tipe prokrastinasi menurut

Schouwenburg (dalam Ferrari, Johnson, dan McCown, 1995), yaitu:

a. Kehendak untuk menunda memulai maupun menyelesaikan tugas yang

sedang dihadapi.

b. Perilaku menunda memulai maupun menyelesaikan tugas yang sedang

dihadapi.

c. Kesenjangan antara kehendak dan tindakan.

d. Melakukan aktivitas lain.

Hasil skala prokrastinasi akademik tersebut akan menunjukkan

tingkat prokrastinasi akademik subjek. Semakin tinggi skor total yang

diperoleh subjek, maka semakin tinggi pula prokrastinasi akademik subjek.

Sebaliknya, semakin rendah skor total yang diperoleh subjek, maka

prokrastinasi akademik subjek semakin rendah.

D. SUBJEK PENELITIAN

Subjek penelitian adalah sumber utama data penelitian, yakni yang

mempunyai data mengenai variabel yang diteliti pada dirinya. Subjek

penelitian akan dikenai kesimpulan hasil penelitian (Azwar, 2005).

Karakteristik subjek yang digunakan dalam penelitian ini adalah mahasiswa

laki-laki dan perempuan berusia 18-25 tahun. Subjek penelitian dipilih

dengan menggunakan teknik non random sampling, yaitu pertama

(57)

skala online menggunakan website Survey Monkey sehingga mahasiswa

dapat mengakses di https://www.surveymonkey.com/s/keloladiridantugas

secara sukarela. Kedua, menggunakan accidental sampling dengan

memberikan skala kepada mahasiswayang bertemu dengan peneliti pada saat

pengambilan data, bersedia berpartisipasi, dan memenuhi kriteria.

E. METODE PENGAMBILAN DATA

Metode pengambilan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan menggunakan skala. Skala adalah alat ukur psikologi yang dapat

mengungkap atribut tertentu (Azwar, 2008). Skala dibuat menggunakan

modifikasi penskalaan model Likert yang terdiri dari 4 respon jawaban.

Modifikasi yang dimaksud adalah peniadaan alternatif jawaban tengah untuk

menghindari subjek memberikan jawaban netral atau tidak bisa menentukan

pilihan dan adanya central tendency effect, terutama bagi respon ragu-ragu

dalam menentukan jawaban. Jawaban netral bagi orang Indonesia lebih

mengarah pada tidak ada jawaban sehingga tidak perlu dinilai (Hadi, 2000).

Di bawah ini akan diuraikan penyusunan aitem, pemberian skor, serta

distribusi aitem sebelum uji coba.

1. Skala Kematangan Emosi

Skala kematangan emosi dibuat oleh peneliti berdasarkan

aspek-aspek kematangan emosi menurut Walgito (2004), yaitu dapat menerima

(58)

mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan baik, bersifat sabar penuh

pengertian dan memiliki toleransi yang baik, serta mempunyai tanggung

jawab, dapat berdiri sendiri, dan tidak mudah frustrasi.

Skala kematangan emosi ini terdiri dari 4 respon jawaban, yaitu

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak

Sesuai (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favorable

adalah nilai 4 untuk Sangat Sesuai (SS), nilai 3 untuk Sesuai (S), nilai 2

untuk Tidak Sesuai (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS).

Sebaliknya, kategori nilai untuk aitem unfavorable, yaitu nilai 1 untuk

Sangat Sesuai (SS), nilai 2 untuk Sesuai (S), nilai 3 untuk Tidak Sesuai

(TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Berikut ini diuraikan

penyusunan aitem skala kematangan emosi dan distribusi aitem sebelum

uji coba.

Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Kematangan Emosi (sebelum uji coba)

No. Aspek No. Aitem Jumlah

favorable unfavorable

1. Menerima keadaan diri maupun orang lain apa adanya.

3. Mengontrol emosi dan ekspresi emosi dengan

4. Sabar, penuh pengertian, dan memiliki toleransi

(59)

2. Skala Prokrastinasi Akademik

Skala prokrastinasi akademik dibuat oleh peneliti berdasarkan

aspek-aspek prokrastinasi akademik menurut Schouwenburg (dalam Ferrari,

Johnson, dan McCown, 1995), yakni kehendak untuk menunda memulai

maupun menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, perilaku menunda

memulai maupun menyelesaikan tugas yang sedang dihadapi, kesenjangan

antara kehendak dan tindakan, serta melakukan aktivitas lain. Skala yang

digunakan untuk mengukur prokrastinasi akademik adalah modifikasi

penskalaan model Likert.

Skala prokrastinasi akademik ini terdiri dari 4 respon jawaban, yaitu

Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), dan Sangat Tidak

Sesuai (STS). Kategori penilaian untuk masing-masing aitem favorable

adalah nilai 4 untuk Sangat Sesuai (SS), nilai 3 untuk Sesuai (S), nilai 2

untuk Tidak Sesuai (TS), dan nilai 1 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS).

Sebaliknya, kategori nilai untuk aitem unfavorable, yaitu nilai 1 untuk

Sangat Sesuai (SS), nilai 2 untuk Sesuai (S), nilai 3 untuk Tidak Sesuai

(TS), dan nilai 4 untuk Sangat Tidak Sesuai (STS). Berikut ini diuraikan

penyusunan aitem skala prokrastinasi akademik dan distribusi aitem

(60)

Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Prokrastinasi Akademik

2. Perilaku menunda memulai maupun

3. Kesenjangan antara

kehendak dan tindakan. 23, 55, 27, 61 57, 46, 19, 17 45, 47, 48, 53 20, 1, 3, 24 16

4. Melakukan aktivitas

lain. 63, 60, 40, 16 11, 8, 64, 12 21, 22, 50, 59 34, 52, 9, 33 16

Jumlah 64

F. VALIDITAS, RELIABILITAS, DAN ANALISIS AITEM

1. Validitas

Azwar (2008) mengatakan bahwa validitas berarti sejauhmana

ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi

ukurnya. Suatu instrumen dikatakan mempunyai validitas tinggi jika

instrumen tersebut mampu menjalankan fungsi ukurnya atau sesuai dengan

maksud dilakukannya pengukuran.

Pada penelitian ini, skala kematangan emosi dan prokrastinasi

akademik akan diuji validitas isinya melalui analisis rasional terhadap isi

alat ukur, yang penilaiannya berdasarkan atas pertimbangan subjektif

individual. Validitas isi ini bertujuan untuk mengungkap sejauh mana

Gambar

Tabel 16. Hasil Uji Normalitas .............................................................
Tabel 1. Distribusi Aitem Skala Kematangan Emosi (sebelum uji coba) No.
Tabel 2. Distribusi Aitem Skala Prokrastinasi Akademik
Tabel 3. Deskripsi Responden Keterangan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Mahasiswa dengan tingkat kematangan emosi yang rendah cenderung melakukan prokrastinasi dalam mengerjakan tugas akademik maupun skripsi, sedangkan mahasiswa dengan

Hipotesis yang diajukan yaitu terdapat hubungan negatif antara kedisiplinan melaksanakan shalat subuh dengan prokrastinasi akademik pada mahasiswa Fakultas Agama

BAB I PENDAHULUAN ... Latar Belakang ... Tujuan Penelitian ... Manfaat Penelitian ... Prokrastinasi Akademik ... Pengertian Prokrastinasi Akademik ... Aspek Aspek Prokrastinasi

Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara efikasi diri dengan prokrastinasi akademik pada

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah ada hubungan negatif antara kemandirian dengan prokrastinasi pada mahasiswa.. Subjek penelitian ini adalah mahasiswa

Kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian ini adalah ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara keaktifan berorganisasi dengan prokrastinasi akademik. Semakin

Tujuan penelitian ini adalah untuk untuk mengetahui hubungan antara Kematangan Emosi dengan Prokrastinasi Dalam Penyusunan Skripsi Mahasiswa Fakultas Psikologi

Penelitian ini bertujuan ingin mengetahui : Hubungan Self Regulated Learning Dan Kematangan Emosi Dengan Prokrastinasi Akademik Pada Siswa SMK Negeri 1