4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.3 Analisis Model Ekosistem Teluk Lampung
4.3.2 Dinamika Nutrien
Hasil simulasi dapat dengan kuat memberikan gambaran dinamika nutrien yang terjadi. Gambar 22(a) dan (c) menunjukkan hubungan antara NO3 dan NH4 dengan fitoplankton. Terdapat perbedaan pola antara NO3 dan NH4 dengan fitoplankton dimana pola variasi temporal fitoplankton cenderung mengikuti pola NH4. Hal ini berkaitan dengan kesukaan fitoplankton terhadap jenis nutrien. Nitrit memiliki tingkat oksidasi yang lebih rendah daripada nitrat, maka proses
perubahan menjadi bentuk organik membutuhkan energi yang lebih sedikit, bahkan untuk amonium dan urea energi yang diperlukan lebih sedikit lagi dibandingkan nitrit. Karena itu amonium dan urea terlarut dimanfaatkan terlebih dahulu dibandingkan nitrit dan nitrat dalam mekanisme pemanfaatan DIN oleh fitoplankton. Secara umum peningkatan nutrien baik NO3 dan NH4 dikuti oleh peningkatan fitoplankton. Perissinotto (1995) menjelaskan bahwa nitrat
bertanggung jawab pada laju produksi baru, sedangkan amonia dan urea bertanggung jawab untuk menyediakan bahan produksi regenerasi sehingga urutan preferensi penyerapan oleh fitoplankton berdasarkan tingkat kebutuhan energinya dari yang terrendah adalah amonia, urea, nitrit, dan nitrat.
Gambar 22 Hubungan antara nutrien dan fitoplankton. Gambar 22(e) menunjukan adanya hubungan antara pertumbuhan fitoplankton dengan PO4, dimana terlihat bahwa walaupun porsi ketersediaan unsur P diperairan relatif kecil tetapi pola hubungan yang terbentuk menunjukan adanya keterkaitan antara pertumbuhan fitoplankton dan fosfor. Spesies
fitoplankton seperti diatom akan megkonsumsi unsur P lebih banyak
dibandingkan dengan unsur N, sehingga dapat dikatakan bahwa terjadi dominasi spesies tertentu di perairan. Pola ini juga menggambarkan adanya pembatasan unsur N oleh unsur P sehingga terjadi adanya penurunan rasio N:P. Penurunan
(a) (b) (c) (d) (f) (e)
rasio N:P ini mengindikasikan bahwa pertumbuhan fitoplankton dibatasi oleh peningkatan unsur P di perairan. Hubungan antara nutrien dan fitoplankton
menunjukan adanya korelasi yang cukup erat (Gambar 21b, d, dan f) dengan nilai korelasi 0.8438 dan 0.9612 (NO3 dan NH4), 0.7987 (PO4).
Lima komponen utama yang berpengaruh terhadap fluks karbon telah diekstraksi dari model antara lain : (1) produktivitas primer kotor, (2) pemangsaan fitoplankton oleh zooplankton, (3) pemangsaan POC oleh zooplankton, (4) kontribusi dari ekskresi dan mortalitas fitoplankton terhadap POC, dan (5) kontribusi engesti dan mortalitas zooplankton terhadap POC. Fluks dihitung secara harian sebagai nilai volumetrik terintregrasi dari lapisan ELCOM dan kemudian dirata-rata secara bulanan.
Gambar 23 Fluks karbon (mgC/L/hari) untuk total produksi (Total Prod), Pemangsaan fitoplankton (Phy2Zoop) dan pemangsaan POC oleh zooplankton (POC2Zoop), engesti dan mortalitas fitoplankton (Phy2POC) dan ekskresi dan mortalitas zooplankton (Zoop2POC). Dalam Gambar 23 produktivitas primer diekspresikan sebagai fluks positif dan mewakili sumber dari karbon, sementara fluks yang lain diekspresikan sebagai negatif mewakili siklus internal karbon (tidak dianggap sebagai sink). Selama periode simulasi grazing fitoplankton oleh zooplankton diwakili 51 – 76% (rata-rata 65%) dari karbon yang diasimilasi bulanan dalam produktivitas primer, sementara pemangsaan POC oleh zooplankton rata-rata: 4%. Fluks karbon yang
-0.4 -0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
m gC /L/h ar i Bulan Zoop2POC Phy2POC POC2Zoop Phy2Zoop Total Prod
diasimilasi dari fitoplankton dan zooplankton pada total POC berturut turut berkisar antara 14 sampai 37% (rata-rata 22%) dan dari 6 sampai 12% (rata-rata 9%) dari karbon yang diasimilasi dari produktivitas primer.
Fluktuasi dinamika karbon hasil simulai menunjukkan adanya variasi, dimana pada bulan Januari hingga Maret terjadi penurunan total produksi yang kemungkinan disebabkan tingkat radiasi yang rendah serta peningkatan tekanan pemangsaan oleh zooplankton. peningkatan terjadi pada bulan April - Juni yang berkaitan dengan peningkatan tingkat radiasi matahari, sehingga akan memicu peningkatan fotosintesis dan pengambilan karbon dari perairan. Penurunan total produksi terjadi kembali pada bulan Juli yang disebabkan adanya peningkatan tekanan pemangsaan oleh zooplankton.
Gambar 24 menjelaskan bahwa dari total karbon yang di-uptake oleh fitoplankton 2.2% ditransfer ke bentuk karbon organik terlarut melalui respirasi dan 8.7% ditransfer sebagai karbon organik partikulat ketika fitoplankton mengalami mortalitas. Total produksi primer dari karbon yang diasimilasi oleh fitoplankton melalui proses fotosintesis 72.6% ditransfer ke produksi sekuder melalui pemangsaan oleh zooplankton, dan sekitar 16.5% kemungkinan ditransfer melalui pemangsaan mikrozooplankton (mikroflagelata) atau organisme bentik filter feeder yang lain. Hasil produksi sekunder pada zooplankton 31.3% kemabli sebagai karbon partikulat pada saat zooplankton mengalami mortalitas, sedangkan 7.5% langsung tenggelam ke sedimen dalam bentuk faecal pellet, sisanya 61, 2% diduga ditransfer ke tingkat trofik yang lebih tinggi. Karbon partikulat yang berasal dari mortalitas fitoplankton, mortalitas zooplankton dan fluks dari sedimen 82.8% didekomposisi menjadi bentuk terlarut dan hanya 4.9% yang dimangsa kembali oleh zooplankton. Perbedaan pemangsaan zooplankton terhadap fitoplankton dan karbon organik partikulat adalah komponen karbon organik partikulat di dalamnya tidak termasuk fitoplankton, tetapi komponen yang lain seperti mikrozooplankton atau zooplankton lain, sehingga bisa disimpulkan zooplankton yang memangsa karbon organik partikulat didefinisikan sebagai zooplankton predator atau karnivora. Karbon organik partikulat yang kemudian didekomposisi menjadi bentuk terlarut kemudian mengalami mineralisasi menjadi bentuk anorganik dalam kisaran 95.5% dati keseluruhan karbon organik terlarut.
96 Gambar 24 Neraca fluks karbon (mgC/L/hari) di Teluk Lampung. Skema siklus nutrien diadaptasi dari Hipsey et al. (2009).
Empat fluks utama nitrogen dan fosfor dari nutrien terlarut telah diekstraksi dari model untuk memperoleh kontribusi dari zooplankton terhadap siklus nutrien. Fluks yang ditunjukkan dalam Gambar 25 dan 27 termasuk diantaranya adalah: (1) pengambilan oleh fitoplankton; (2) mortalitas fitoplankton; (3) ekskresi oleh zooplankton; (4) pertukaran sedimen dan air; dan (5) Perubahan karena pengaruh hidrodinamika (pertukaran antara kolom air dan atmosfer). Fluks digambarkan sebagai perubahan massa nutrien per hari dengan mempertimbangkan ke seluruh area. Fluks negatif (sink) diwakili oleh kehilangan nutrien terlarut dari kolom air (seperti uptake oleh fitoplankton) dan fluks positif (source) diwakili ekskresi zooplankton.
Gambar 25 Fluks Nitrogen (mgN/L/hari) untuk total uptake fitoplankton (PhyUp), Fluks sedimen (SedFlux), mortalitas fitoplankton
(PhyMor), mortalitas dan ekskresi zooplankton (ZoopEX) dan total perubahan karena faktor hidrodinamika (HydroFlux).
Pola siklus nutrien eksternal dan internal untuk fluks nitrogen dari hasil simulasi secara umum menunjukkan pengaruh perubahan musiman. Kontribusi remineralisasi material partikulat dari mortalitas fitoplankton memberi kontribusi terendah dari total sumber (source) nitrogen dengan kisaran 2.93 – 14.76% (Gambar 25). Fluks nitrogen dari hasil perubahan faktor hidrodinamika memiliki kisaran nilai yang berbanding terbalik dengan nilai fluks sedimen terhadap keseluruhan fluks nitrogen dalam kolom air. Kontribusi dari perubahan faktor hidrodinamika memiliki nilai maksimum pada bulan Januari (69.59%) dan nilai minimum pada bulan Agustus (15.51%), sebaliknya fluks nitrogen dari pertukaran
-0.08 -0.06 -0.04 -0.02 0 0.02 0.04 0.06 0.08
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
m gN /L/h ar i Bulan HydroFlux SedRes ZoopEx PhyMor PhyUp
sedimen dan kolom air memiliki nilai maksimum pada bulan Agustus (54.27%) dan nilai minimum pada bulan Januari (20.37%). Zooplankton berperan dalam menyumbang fluks nitrogen di kolom air dari hasil ekskresinya dalam kisaran 7.1
– 30.34% terhadap total sumber nitrogen di kolom air.
Pola dinamika nitrogen menunjukan adanya kemiripan dengan pola
dinamika karbon, hal ini disebabkan laju pengambilan nitrogen oleh fitoplankton akan mengikuti pola intensitas fotosintesis yang sangat dipengaruhi oleh
ketersediaan cahaya. Intensitas cahaya akan berubah seiring dengan perubahan musim, dimana pada bulan Januari-April cenderung lebih rendah dibandingkan bulan Mei-Agustus. Eksresi N oleh zooplankton mengikuti pola pemangsaan terhadap fitoplankton.
Neraca aliran nitrogen di Teluk Lampung hasil simulasi disajikan pada Gambar 26, dengan asumsi nilai perubahan antar kompartemen yang berbeda tidak mempertimbangkan volume domain model karena adanya perbedaan nilai antara lapisan kedalaman yang berbeda. Total NH4 dalam bentuk anorganik yang di-uptake oleh fitoplankton berada dalam kisaran 30 kali dari konsentrasi NO3 anorganik, hal ini menunjukkan bahwa fitoplankton cenderung menkonsumsi NH4 yang memiliki tingkat kebutuhan energi yang rendah untuk mengasimilasinya dibanding NO3. Mortalitas fitoplankton memberikan sumbangan 8.08% terhadap nitrogen organik terlarut jika dibandingkan dengan total uptake nitrogen,
sedangkan mortalitas zooplankton menyumbang 7.40% terhadap nitrogen organik terlarut melalui eksresinya dan 32.03% terhadap nitrogen organik partikulat ketika mengalami mortalitas.
NH4 yang dinitrifikasi menjadi NO3 berada dalama kisaran 53,6% jika dibandingkan dengan mineralisasi NH4 dari nitrogen organik terlarut diduga sebagai faktor yang mempercepat penurunan kadar oksigen terlarut diperairan, sedangkan proses mineralisasi memerlukan 96.64% nitrogen organik terlarut dari total hasil dekompisisi nutrien organik partikulat. Walaupun laju uptake NH4 lebih tinggi dari NO3 dan lebih dari setengahnya dinitrifikasi tetapi sumber asupan NH4 tetap tinggi bahkan meningkat terus yang diduga berasal dari asupan dari daratan yang telah mengalami mineralisasi telebih dahulu sebelum mencapai laut atau berasal dari limbah pertanian sisa pemakaian pupuk anorganik.
99 Gambar 26 Neraca fluks Nitrogen (mgN/L/hari) di Teluk Lampung. Skema siklus nutrien diadaptasi dari Hipsey et al. (2009). 99
Hasil Gambar 27 menunjukkan bahwa kontribusi yang terhadap fluks fosfor melalui proses remineralisasi dan daur ulang ekskresi zooplankton (kisaran 7.08 – 38.48%, rata-rata 20.52%). Proses remineralisasi partikel tersuspensi dari sisa mortalitas fitoplankton memiliki kontribusi minimum pada bulan Januari (5.63%) dan maksimum 26.08% pada bulan Mei. Kontribusi pertukaran sedimen dan kolom air rata-rata 21.42% yang lebih rendah dibandingkan kontribusi faktor hidrodinamika yang memiliki kisaran antara 11.33 - 72.75%, dengan nilai maksimum pada bulan Januari.
Gambar 27 Fluks Fosfor (PO4) (mgP/L/hari) untuk total uptake fitoplankton (PhyUp), Fluks sedimen (SedFlux), mortalitas fitoplankton (PhyMor), mortalitas dan ekskresi zooplankton (ZoopEX) dan total perubahan karena faktor hidrodinamika (HydroFlux)
Rasio N:P pada penelitian ini dari rata-rata simulasi diperoleh 13.93 dan rasio N:P pada ekskresi zooplankton adalah 26.21. Hal ini menunjukan bahwa di perairan Teluk Lampung terjadi pembatasan unsur N pada fitoplankton atau terjadi peningkatan unsur P dan penurunan unsur N di perairan, sehingga pertumbuhan fitoplankton kemungkinan sangat kuat dibatasi oleh unsur P.
Hasil studi Urabe et al. (1995) menemukan bahwa rata-rata fraksi nitrogen yang diregenerasikan oleh zooplankton selama proses stratifikasi adalah 50% dari total produktivitas primer, dan 15% untuk fosfor, perbandingan yang rendah dari kontribusi zooplankton dikarenakan pembatasan oleh fosfor. Hasil studi yang lain yang dilakukan oleh Damar (2003) juga menunjukan adanya rasio yang rendah
-0.003 -0.002 -0.001 0 0.001 0.002 0.003
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus
m gP/L/h ar i Bulan HydroFlux SedRes ZoopEx PhyMor PhyUp
antara DIN dan P yang mengindikasikan adanya pembatasan N terhadap pertumbuhan fitoplankton. Alasan utama nilai ekskresi diekspresikan sebagai persentasi dari uptake fitoplankton adalah karena tidak ada perbedaan yang besar antara kenyataan bahwa percampuran N yang diregenerasikan tidak memberikan perbandingan kontribusi yang lebih besar terhadap ketersediaan nitrogen di perairan. Sebagai kesimpulan bahwa pengaruh grazing dan ekskresi zooplankton tidak terlihat secara signifikan mengubah keseimbangan elemen nutrien di perairan.
Gambar 28 merupakan ringkasan neraca harian fosfor hasil simulasi model yang terjadi di Teluk Lampung. Fosfor yang dikembalikan ke kolom air dari hasil mortalitas fitoplankton berada dalam kisaran 5.69% jika dibandingkan fosfor yang di uptake, sedangkan perubahan dari mortalitas fitoplankton ke fosfor organik partikulat sebesar 27.69% serta jumlah fosfor yang diasimilasi zooplankton dari proses pemangsaan sebesar 52.30%. Mortalitas dan eksresi zooplankton
menyumbang 38.46% fosfor dalam bentuk organik partikulat jika dibandingkan dengan total fosfor yang diuptake fitoplankton.
Proses adsorpsi desorpsi dari fosfor anorganik terlarut menjadi fosfor terfilter yang mudah diserap oleh fitoplankton sebanyak 94.71% dari hasil mineralisasi fosfor organik partikulat yang 87.14% merupakan dekomposisi dari fosfor organik partikulat menjadi terlarut. Jika dibandingkan dengan dekomposisi fosfor organik partikulat maka proses adsorpsi desorpsi fosfor reaktif sebesar 82.52%, hal ini menunjukan bahwa sebagian besar fosfor yang digunakan oleh fitoplankton merupakan forfor hasil regenerasi. Kontribusi fluks hidrodinamik yang membawa asupan fosfor dari daratan dengan konsentrasi yang tinggi lebih banyak menyumbang pada fosfor organik baik terlarut atau partikulat.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa neraca aliran nutrien (C, N dan P) lebih besar peran fluks hidrodinamik dalam bentuk terlarut maupun partikulat dibandingkan peran zooplankton melalui ekskresi maupun mortalitasnya, tetapi sumbangan terbesar nutrien yang dimanfaatkan oleh fitoplankton adalah nutrien regenerasi yang berasal dari ekskresi dan mortalitas fitoplankton maupun zooplankton.
102 Gambar 28 Neraca fluks fosfor (mgP/L/hari) di Teluk Lampung. Skema siklus nutrien diadaptasi dari Hipsey et al. (2009).
Kontribusi asupan nutrien dari daratan yang dibawa aliran Sungai Way Kahuripan, Way Lunik dan Way Ratai ke Teluk Lampung menunjukkan bahwa kontribusi terbesar berasal dari sungai Way Lunik, hal ini disebabkan selain faktor debit sungai yang lebih besar juga dsebabkan konsentrasi nutrien dari sungai juga cenderung lebih besar, karena selain melintasi daerah padat penduduk juga
melewati daerah kawasan industri. Sungai Way Ratai memiliki kontribusi terkecil terhadap asupan nutrien ke teluk yang disebabkan faktor debit sungai yang relatif kecil, juga konsentrasi nutrien yang kecil yang lebih banyak didominasi dari hasil limbah pertanian. Konsentrasi nutrien yang tinggi terutama di bagian kepala teluk tidak hanya bersumber dari sungai saja, keberadaan pelabuhan, kawasan industri, daerah pertanian, tambak udang yang tersebar sepanjang garis pantai juga
memiliki kontribusi terhadap dinamika nutrien di Teluk Lampung. Nilai asupan nutrien dari daratan disajikan pada Tabel 14.
Table 14. Nilai asupan nutrien dari daratan
Bulan Total Asupan Nutrien (Ton/Bulan)
NO3 NH4 PO4
Sungai Way Kahuripan
Januari 94.09 52.90 23.34 Februari 89.52 48.91 22.89 April 101.22 55.86 31.96 Mei 86.64 48.51 29.84 Juli 91.39 48.21 28.71 Agustus 93.77 56.73 26.51 Rata-Rata 92.77 51.85 27.21
Sungai Way Lunik
Januari 121.71 65.14 27.68 Februari 111.72 60.02 26.21 April 102.91 50.08 30.47 Mei 105.30 51.81 30.51 Juli 98.33 49.66 29.17 Agustus 105.69 59.81 27.47 Rata-Rata 107.61 56.09 28.59
Sungai Way Ratai
Januari 44.25 32.31 12.79 Februari 44.62 28.01 13.28 April 40.56 28.02 15.78 Mei 29.64 19.17 11.62 Juli 21.75 16.09 9.69 Agustus 22.16 17.36 8.35 Rata-Rata 33.83 23.49 11.92
Asupan nutrien yang masuk ke teluk melalui ketiga sungai menunjukkan bahwa NH4 dan NO3 merupakan nutrien yang paling penting yang dihasilkan dari limbah perkotaan. Sumber NH4 diduga berasal dari emisi limbah domestik yang terbawa aliran sungai. Limbah domestik ini mengandung banyak bahan organik yang dekomposisinya akan menghasilkan pengurangan oksigen terlarut terutama jika terjadi pada musim kemarau. Permukiman penduduk yang berada di bantaran sungai juga berkontribusi terhadap sumber limbah domestik. Sebaliknya NO3 lebih banyak bersumber dari limbah pertanian. Jika dibandingkan ketiga jenis nutrien yang masuk ke teluk maka PO4 memiliki nilai terrendah, hal ini berkaitan dengan sumber PO4 yang terbatas dari limbah rumah tangga terutama deterjen dan limbah pertanian.