• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinamika Sistem Bunyi Prosodi/Suprasegmental Nada/Intonasi

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.3 Dinamika Sistem Bunyi Prosodi/Suprasegmental Nada/Intonasi

Sebuah tuturan bukanlah sekadar deretan bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan secara linear, melainkan sebuah kontinum (kelanjutan). Persepsi orang terhadap bunyi segmental yang dipadu menjadi satu kontinum sangat bervariasi bergantung pada unsur suprasegmental yang menyertai kontinum itu dan aspek sosio-pragmatis yang menyertai interaksi. Selain persyaratan keapikan struktur leksikal (well formed), dalam pendengaran normal sebuah tuturan dapat dipersepsi secara baik apabila persyaratan akustis tertentu – baik segmental maupun suprasegmental dapat dipenuhi. Dengan demikian, setiap tuturan merupakan paduan struktur leksikal dengan faktor segmental dan suprasegmental (Sugiyono, 2003: 2).

Intonasi sebagai bagian dari aspek suprasegmental secara umum dapat didefinisikan sebagai naik-turunnya suara (Moeliono, dkk. 1988: 72). Intonasi tersebut mengacu pada naik turunnya nada dalam kalimat, kendati ketepatan pengukuran skala ketinggian intonasi naik dan kerendahan intonasi turun yang signifikan membedakan makna kalimat masih tergantung pada persepsi pendengar (Suparwa, 2008: 509). Perubahan titinada dalam berbicara sebagai penggambaran intonasi sering dinyatakan dengan angka (1, 2, 3) yang melambangkan intonasi. Angka itu dapat disejajarkan dengan bulatan balok pada not musik. Dengan demikian, angka 1 melambangkan titinada paling rendah, angka 2 melambangkan titinada menengah, dan angka 3 melambangkan titinada tinggi. Sementara itu, angka 4 melambangkan titinada khusus yang berkaitan dengan ekspresi tertentu seperti terkejut, kegirangan, dan marah (Suparwa, 2008: 509).

36

Berbeda dengan penelitian Suparwa (2008), kajian mengenai aspek intonasi dalam bahasa Melayu Loloan Bali ini tidak hanya pada satuan kalimat, melainkan dimulai dari kata, frase, dan kalimat. Pada satuan kata, analisis akan dilakukan dari kata bersuku satu sampai empat. Sementara itu, pada tataran frase dipilah menjadi dua kelompok yakni frase endosentris dan eksosentris. Sedangkan pada bagian kalimat, akan difokuskan pada tiga tipe kalimat yaitu kalimat deklaratif, interogatif, dan imperatif. Tipe kalimat interogatif akan dirinci lagi menjadi kalimat interogatif informatif, konfirmatoris, dan ekoik. Dengan memperluas cakupan satuan bahasa yang menjadi tempat nada penelitian ini, diharapkan dapat melengkapi hasil deskripsi mengenai kajian fonologi segmental yang telah dilakukan terhadap bahasa ini.

4.3.1 Kata

Ditinjau dari banyaknya suku kata, dialek bahasa Melayu Loloan mempunyai beberapa macam bentuk kata dasar. Berikut ini akan diuraikan beberapa contoh bahasa Melayu Loloan dimulai dari kata dasar bersuku satu, dua, tiga, dan empat yang selanjutnya akan diberikan analisis nadanya.

4.3.1.1 Kata dasar bersuku satu

Kata dasar bersuku satu yang ditemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali tidak begitu produktif. Di bawah ini disajikan spektogram kata dasar bersuku satu untuk mengamati aspek intonasinya secara lebih konkret.

37

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku satu wak [waʔ]

‗ayah‘ dalam satu kelompok intonasi. Gambaran pola intonasi pada kata dasar

bersuku satu di atas dapat dirumuskan sebagai berikut. 1 2 1 #

wak

‗ayah‘

4.3.1.2 Kata dasar bersuku dua

Berbeda halnya dengan kata dasar bersuku satu yang jumlahnya terbatas, kosakata bersuku dua yang ditemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali cenderung melimpah. Berikut ini disajikan spektogram kata dasar bersuku dua ade [adǝ] ‗ada‘

untuk melihat penggambaran aspek intonasi kata itu secara lebih konkret.

Grafik 4.15 Intonasi pada Kata Dasar Bersuku Dua

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku dua ade [adǝ] ‗ada‘

dalam dua kelompok intonasi, yaitu a dan . Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 – 1 # ade

38 4.3.1.3 Kata dasar bersuku tiga

Kata dasar bersuku tiga yang dittemukan dalam bahasa Melayu Loloan Bali juga cukup produktif. Berikut ini disajikan spektogram kata dasar bersuku tiga untuk melihat penggambaran aspek intonasi kata tersebut secara lebih konkret.

Grafik 4.16 Intonasi pada Kata Dasar Bersuku Tiga

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku dua kepale

[kǝpalǝ:] ‗kepala‘. Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di atas

dapat dirumuskan sebagai berikut. 2 1 3

kepale [kǝpalǝ] ‗kepala‘

4.3.1.4 Kata dasar bersuku empat

Kata dasar bersuku empat yang ditemuakan dalam bahasa Melayu Loloan Bali juga tidak terlalu banyak. Berikut ini disajikan spektogram kata dasar bersuku empat untuk melihat penggambaran aspek intonasi kata tersebut secara lebih konkret.

39

Grafik 4.17 Intonasi pada Kata Dasar Bersuku Empat

Gambar di atas menunjukkan intonasi kata dasar bersuku empat selorogan

[sǝlɔrɔgan] ‗laci‘. Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di atas

dapat dirumuskan sebagai berikut. 1 - 2 3

selorogan [sǝlɔrɔgan]

‗laci‘

4.3.2 Frase

Frase lazimnya diartikan kelompok kata yang tidak melebihi fungsi subjek dan predikat. Sementara itu, Kridalaksana mendefiniskan frase sebagai kelompok kata atau gabungan kata yang tidak predikatif (2008: 66). Nada dalam penelitian ini akan ditinjau dari dua jenisnya yakni frase endosentrik dan frase eksosentrik. Di bawah ini akan diuraikan beberapa contoh frase dalam bahasa Melayu yang kemudian dilanjutkan dengan analisis nadanya.

4.3.2.1 Frase Eksosentris

Frase eksosentris merupakan frase yang keseluruhannya tidak mempunyai perilaku sintaktis yang sama dengan salah satu konstituennya. Frase ini mempunyai dua bagian, yang pertama disebut perangkai berupa preposisi (dalam bahasa Indonesia antara lain partikel si atau yang), yang ke dua disebut sumbu berupa kata atau kelompok kata (Kridalaksana, 2008: 66). Di bawah ini akan disajikan spektogram frase eksosentris dalam bahasa Melayu Loloan Bali sehingga nada yang terdapat dalam frase tersebut dapat digambarkan secara visual.

40

Grafik 4.18 Intonasi pada Frasa Eksosentris

Gambaran pola intonasi kalimat berita di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

1 2 3

di kebon [di kɔbɔn] ‗di kebun‘

4.3.2.2 Frase Endosentris

Frase yang keseluruhannya mempunyai perilaku sintaktis yang sama dengan salah satu konstituennya (Kridalaksana, 2008: 66). Hasil spektogram terhadap frase endosentris bahasa Melayu Loloan tersebut akan disajikan di bawah ini.

41

Gambar di atas menunjukkan intonasi pada frase endsosentrik pokok jepun [pokɔʔ jǝpun] ‗pohon. Dengan demikian, gambaran pola intonasi kalimat berita di

atas dapat dirumuskan sebagai berikut. 2 - 1 3

pokok jepun [pokɔʔjǝpʊn] ‗pohon jepun‘

4. 3.3 Kalimat

Tinjauan nada dalam satuan kalimat pada penelitian ini akan dititikberatkan pada tiga tipe kalimat yakni (1) kalimat deklaratif, (2) kalimat interogatif, dan (3) kalimat imperatif. Secara lebih rinci akan dijelaskan di bawah ini.

4.3.3.1 Kalimat Deklaratif

Kalimat deklaratif atau disebut juga kalimat berita biasanya digunakan untuk membuat pernyataan sehingga isinya merupakan berita bagi pendengar/pembaca (Alwi, 1993: 398). Dalam penelitian ini digunakan kalimat deklaratif yang terdiri dari satu kata yaitu kata tidur [tedʊr] ‗tidur‘. Kata itu merupakan jawaban dari

pertanyaan Akila lagi dimane? [akila lagi dimanǝ] ‗Akila lagi dimana?‘, yang

kemudian mendapatkan jawaban tidur [tedʊr] ‗tidur‘. Di bawah ini disajikan intonasi

pada kalimat deklaratif tersebut.

Grafik 4.20 Intonasi pada Kalimat Deklaratif

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat tidur [tedʊr] ‗tidur‘ dimulai

dengan frekuensi sekitar 280 Hz pada suku te, yang kemudian mengalami penurunan sekitar 230 Hz. Selanjutnya, suku kata kan terbentuk dari alunan titinada yang

42

semula naik sampai sekitar 300 Hz, yang disusul dengan penurunan sampai pada 270 Hz. Dengan demikian pola intonasi kalimat deklaratif tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 1 2 1 tidur [tedʊr] ‗tidur‘

4.3.3.2 Kalimat Interogatif

Kalimat interogatif yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi dua tipe yaitu kalimat interogatif informatif dan kalimat interogatif ekoik. Kalimat interogatif informatif ditandai dengan kata tanya yang berposisi di awal klausa. Sementara itu, kalimat interogatif ekoik adalah kalimat interogatif yang tidak menggunakan pemarkah leksikal berupa kata tanya. Berikut ini akan disajikan data intonasi yang terkandung dalam kedua tipe kalimat interogatif tersebut dengan contoh masing-masing (1) siape yang berangkat sekarang? ‘siapa yang berangkat

sekarang‘ dan (2) di dapur Bu? ‗di dapur ibu?‘

Grafik 4.21 Intonasi pada Kalimat Interogatif W/H

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat siape yang berangkat

sekarang? ‘siapa yang berangkat sekarang‘ dimulai dengan frekuensi sekitar 180 Hz pada suku si, yang kemudian mengalami penaikan sekitar 390 Hz pada suku kata yang. Serta berangsur-angsur mengalami penurunan tajam hingga mencapai sekitar 170 Hz pada suku kata ang.

43

Dengan demikian pola intonasi kalimat interogatif tersebut dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 2 3 2- 2- 2 2- 2- 1 siape yang berangkat sekarang?

siapa yang berangkat sekarang‘

Di samping menggunakan data kalimat interogatif informatif, penelitian ini juga menggunakan kalimat interogatif ekoik. Berikut ini disajikan data kalimat interogatif ekoik tersebut dalam bentuk spektogram.

Grafik 4.22 Intonasi pada Kalimat Interogatif Ekoik

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat di dapur? ‘di dapur‘ dimulai dengan śfrekuensi sekitar 210 Hz pada suku di, yang kemudian mengalami penaikan sekitar 280 Hz pada suku kata da. Serta mengalami penaikan secara tajam hingga mencapai sekitar 380 Hz pada suku kata ur. Dengan demikian, pola intonasi kalimat interogatif ekoik itu dapat dirumuskan seperti di bawah ini.

1 2 3 di dapur?

‗di dapur?‘

Data dan rumusan kalimat interogatif ekoik di atas menunjukkan perbedaan dengan kalimat kalimat interogatif informatif pada contoh analisis sebelumnya. Pada kalimat interogatif konfirmatoris, nada pada akhir kalimat cenderung mengalami

44

penurunan. Sementara itu, analisis data pada kalimat interogatif ekoik menunjukkan penaikan.

4.3.3.3 Kalimat Imperatif

Kalimat imperatif adalah kalimat yang mengandung intonasi imperatif dan pada umumnya mengandung makna perintah atau larangan. Dalam kaitannya dengan ragam bahasa tulis, kalimat imperatif ditandai oleh tanda (.) atau (!) (Kridalaksana, 2008: 104). Penelitian intonasi yang terdapat dalam kalimat ini digunakan dua tipe kalimat yakni kalimat imperatif yang terdiri dari satu kata sesuai dengan contoh di atas, dan kalimat deklaratif yang terdiri atas kalimat tunggal sebagai penguat generalisasi.

Grafik 4.23 Intonasi pada Kalimat Imperatif

Gambar di atas menunjukkan intonasi kalimat dengeri kate orang tue tu

‗dengarkan kata orang tua itu‘ dimulai dengan frekuensi sekitar 170 Hz pada suku

de, yang kemudian mengalami penaikan sekitar 210 Hz pada silabel ri. Selanjutnya, mengalami penurunan yang cukup tajam pada silabel tu sekitar 90 Hz. Dengan demikian, pola intonasi pada kalimat di atas dapat dirumuskan sebagai berikut.

2 2 3 2 - 2 2 2 1

dengeri kate orang tue tu [dǝŋǝri katǝ oraŋ tue tu] ‗Dengarkan kata orang tua itu‘

45

BAB V

Dokumen terkait