• Tidak ada hasil yang ditemukan

Dinas Pekerjaan Umum Kota Ambon

Instansi ini memiliki kewenangan pembangunan sarana prasarana di Kota Ambon, termasuk dalam menyusun Rencana Tata Ruang Wilayah Kota Ambon.

Crowd

Crowd adalah mereka yang mempunyai minat kecil dan wewenang yang kecil. Pada kotak ini dimasukan stakeholders masyarakat. pada suatu daerah ada masyarakat yang peduli terhadap pengelolaan DAS dan ada juga stakeholders yang tidak peduli. Masyarakat pada kotak crowd adalah mereka yang mempunyai

minat kecil terhadap pengelolaan DAS. Mereka ini enggan menjadi subjek dalam suatu kegiatan, dan mereka biasanya letaknya di daerah hulu DAS Kota Ambon.

Keterlibatan dan Hubungan antar Stakeholders dalam Pengelolaan DAS Peran stakeholders dalam pengelolaan DAS di Kota Ambon mengacu pada faktor pengungkit keberlanjutan (Tabel 33) baik untuk aspek ekologi, ekonomi maupun sosial. Peran stakeholders ini untuk menyelesaikan faktor pengungkit yang antara lain adalah menjaga debit aliran sungai mengalir sepanjang tahun, memenuhi kebutuhan air, dan partisipasi masyarakat tanpa mengurangi pendapatan masyarakat yang menggantungkan hidupnya di hutan.

Dari hasil penelitian yang dilakukan, lembaga yang paling mantap dalam pengelolaan DAS Kota Ambon adalah Balai Pengelolaan DAS Wae Hapu-Batu Merah Maluku. Hal ini disebabkan secara internal lembaga ini sudah sangat baik, yang dapat dibuktikan dengan sumberdaya manusia yang baik dan sumber pendanaan untuk pengelolaan DAS yang berasal dari APBN. Dengan adanya koordinasi dan kerjasama antara berbagai instansi yang ada di Kota Ambon maka kegiatan rehabilitasi kawasan DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik lewat kegiatan-kegiatan Gerhan. Namun kegiatan Gerhan ini hanya dilakukan sebatas penanaman anakan di lapangan, tanpa adanya kegiatan pemberdayaan dan pendampingan kepada masyarakat, sehingga hal ini menjadi kendala dalam keberlanjutan program rehabilitasi lahan. Forum DAS Maluku merupakan perpanjangan tangan dari BPDAS Wae Hapu-Batu Merah yang mempunyai peranan pemberdayaan dan pendampingan masyarakat dalam rangka rehabilitasi dan konservasi DAS. Hal ini terbukti dengan adanya pembentukan sekolah lapangan dan kelompok-kelompok tani hutan. Materi yang diajarkan pada sekolah lapangan antara lain cara menyediakan anakkan yang baik, pelatihan pembuatan sumur serasan di hutan, pembuatan biopori dan cara memelihara anakkan di lapangan.

Kelompok tani hutan (KBR-Kezia) yang terbentuk di hulu DAS Kota Ambon mempunyai peranan yang penting dalam hal pelaksanaan program-program kerja milik BPDAS Wae Hapu-Batu Merah dan Dinas Kehutanan serta Dinas Pertanian Kota Ambon dalam merehabilitasi lahan pada daerah konservasi

(DAS) Kota Ambon. KTH ini diberikan pelatihan tentang bagaimana cara menabung air lewat pelatihan dan kerjasama antara Forum DAS Maluku dengan USAID (United States Agency International Development) Tahun 2009 dengan materi pelatihan adalah rencana aksi perlindungan kawasan sumber air meliputi kesepakatan para pihak, zonasi perlindungan sumber air; analisis kecenderungan dan ancaman sumber mata air serta rencana aksi perlindungan.

Keterlibatan pihak tokoh agama dalam hal ini Sinode GPM Maluku sebenarnya sangat besar dalam hal pemberdayaan masyarakat dan pelibatan masyarakat (anggota jemaat) untuk kegiatan rehabilitasi DAS Kota Ambon. Mengingat bahwa Kota Ambon masih memegang teguh adat istiadat dan budaya yang masih kental menyebabkan rasa menghormati terhadap tokoh agama sangat tinggi. Dalam program kerja Sinode GPM Maluku juga mengangkat masalah bersih lingkungan dan pelestarian sumberdaya alam, yang mana jika dikolaborasikan dengan program-program instansi terkait sangatlah kuat. Hal ini dapat dibuktikan dengan peranan tokoh agama pada Jemaat GPM Kezia yang juga turut serta membina kerjasama dengan berbagai instansi dalam hal partisipasi anggota jemaat dalam program rehabilitasi DAS Batu Gantung.

Program-program pengelolaan kawasan DAS di Kota Ambon khususnya dan Maluku umumnya milik pemerintah, seharusnya dilakukan dengan adanya pelibatan antara instansi terkait dengan 3 pilar pemerintah desa. Tiga (3) pilar di desa-desa adat di Maluku umumnya di kenal dengan nama Tiga Tungku yang terdiri dari (a) Tokoh pemerintahan diwakili oleh Raja atau Kepala Desa; (b) Tokoh Agama diwakili oleh Pendeta/Ulama; (c) Tokoh Pendidik yang diwakili oleh Kepala Sekolah yang ada dalam desa tersebut. Jika ketiga tungku dalam desa ini dilibatkan oleh pemerintah dalam program apapun maka dipastikan bahwa tingkat keberhasilan program akan lebih baik. Hubungan antara lembaga pengelolaan DAS dapat digambarkan pada Gambar 75.

Gambar 75 menjelaskan bahwa BPDAS dan instansi terkait bersama Forum DAS menyusun rencana kerja pengelolaan DAS. Forum DAS juga menjembatani antara program pemerintah terhadap program konservasi hulu DAS Kota Ambon dengan KTH (KBR-Kezia) yang menjadi pelaksana lapangan, juga

mendapat dukungan dari Sinode GPM lewat partisipasi dan dukungan masyarakat sehingga program rehabilitasi DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik.

Propinsi, Kota

DAS

BPDAS

KOORDINATOR PENDAMPINGAN REGULASI PERENCANAAN PENYEDIA PENGGUNA

INSTANSI TERKAIT

PDAM DAN DSA

MASYARAKAT

KTH (KBR) KEWANG LH,

SINODE GPM. LSM

FUNGSI DAN PERAN STAKEHOLDER

AKADEMISI

FORUM DAS

Garis Koordinasi Garis Pembinaan Koordinasi & Pembinaan

Gambar 75. Bagan alir hubungan kolaboratif antar stakeholders pengelolaan DAS untuk menunjang ketersediaan air di Kota Ambon

Pihak PDAM dan PT. DSA bertugas untuk menyediakan air kepada masyarakat pengguna sehingga kebutuhan air tetap terpenuhi. PDAM Kota Ambon melakukan hubungan koordinasi dengan BPDAS dan instansi terkait serta masyarakat hulu dalam menjaga dan memelihara kawasan hulu DAS yang difungsikan PDAM sebagai daerah sumber air. PDAM Kota Ambon juga dapat melakukan evaluasi dan monitoring terhadap kebocoran yang terjadi pada jaringan perpipaan maupun pada instansi milik pemerintah. PDAM Kota Ambon sebisa mungkin memanfaatkan potensi aliran permukaan yang ada dengan menambah produksi air sehingga kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi. PDAM bersama masyarakat pengguna air dapat berkoordinasi tentang area layanan dan distribusi air bersih kepada masyarakat.

Implementasi program yang diusulkan kepada para stakeholders penggelolaan DAS di Kota Ambon adalah sebagai berikut seperti tertuang dalam Tabel 42 berikut ini.

Tabel 42. Peran stakeholders dalam pengelolaan DAS Kota Ambon

No. Stakeholder Peran dalam pengelolaan DAS Kota Ambon Kendala

1. BPDAS dan Instansi Terkait

1. Mengusulkan perda tentang luas kecukupan hutan di DAS Kota Ambon

2. Menghambat ijin pendirian bangunan baru di kawasan hulu DAS

3. Merencanakan program konservasi hulu DAS dengan melibatkan masyarakat sebagai bentuk kolaboratif.

4. Melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat hulu umumnya dan KTH (KBR) khususnya.

5. Pengembangan data dan informasi lingkungann

1. Perencanaan yang sifatnya sektoral. 2. penegakan aturan belum

maksimal.

3. dukungan politis dari legislatif kurang merespons.

2. Forum DAS 1. Menjembatani program pemerintah dengan KTH dalam bentuk penetapan rencana kerja kelompok dan penyaluran anggaran yang disiapkan oleh pemerintah

2. Melakukan pelatihan dan pendampingan kepada KTH

1. Kurangnya waktu pertemuan dan koordinasi. 2. Tergantung pada

anggaran yang ada 3. PDAM dan

DSA

1. Melakukan manajemen pemanfaatan air dan penyediaan infrastruktur untuk penyediaan air bersih domestik, industri dan pertanian. 2. Bersama masyarakat hulu dan KTH (KBR) melakukan konservasi sekitar sumber air. 3. Melakukan himbawan hemat air.

1. Menurunya debit pada sumber air sehingga distribusi air bersih menjadi menurun. 2. Kewenangan untuk

membatasi konversi lahan di sekitar Hulu DAS lemah.

3. Manajemen yang lemah 4. Kewang LH,

Sinode GPM, LSM.

1. Melakukan pembinaan dan pendampingan kepada masyarakat hulu dan KTH (KBR) tentang pentingnya konservasi DAS. 2. Menjaring aspirasi masyarakat terkait

konservasi DAS.

3. Terlibat secara langsung dalam program konservasi DAS.

Tidak mempunyai kewenangan dalam pengambilan keputusan.

5. KTH (KBR) 1. Menyediakan lahan untuk kegiatan RHL. 2. Menyediakan anggota kelompok,

menyediakan bibit, penanaman anakkan dan pemeliharaan.

3. Pengembangan rencana aksi untuk konservasi biodiversitas dan pemanfaatan fungsi hutan nonkayu dan pengembangan sistem pengamanan hutan.

4. Mengembangkan pola pertanian konservatif

1. Tergantung pada biaya dan dimanfaatkan untuk program rehabilitasi dan konservasi. 2. Kurangnya kesadaran, pelatihan dan pendampingan dari instansi terkait konservasi DAS. 6. Akademisi 1. Melakukan penelitian terkait kondisi

setempat sehingga menjadi dasar pertimbangan pelaksanaan program konservasi DAS.

2. Terlibat langsung dalam kegiatan konservasi hulu DAS

Keterbatasan dana untuk penelitian.

7. Masyarakat 1. Memanfaatkan air bersih sesuai dengan kebutuhan dan tidak boros air.

2. Patuh dan taat kepada kewajiban yang telah ditetapkan

1. Kurangnya kesadaran terhadap pentingnya konservasi

2. Tergantung pada penyedia jasa air.

Akademisi dapat terlibat langsung dalam pengelolaan DAS lewat koordinasi dengan stakeholders lain dalam hal penyediaan data-data hasil penelitian yang dilakukan pada DAS Kota Ambon sehingga pemilihan program untuk kegiatan konservasi DAS sesuai dengan kondisi setempat.

Kerjasama antara para stakeholders dalam pengelolaan DAS ini jika dapat dilakukan dengan baik maka faktor pengungkit dalam keberlanjutan pengelolaan DAS Kota Ambon dapat berjalan dengan baik. Hal ini di yakini dapat mengurangi kerusakan pada kawasan hulu DAS lewat kegiatan penanaman oleh kelompok tani hutan yang bekerjasama dengan Sinode GPM melalui pendampingan dan pendanaan dari instansi terkait. Selanjutnya lewat kegiatan pertanian yang konservatif dengan pola ekstensifikasi lahan pertanian dan kegiatan RHL maka dapat mengurangi debit aliran permukaan pada musim hujan, air tetap mengalir pada musim kemarau dan meningkatkan pendapatan masyarakat yang berinteraksi pada daerah hulu DAS Kota Ambon.

Stakeholders yang diyakini mempunyai peranan penting dalam menunjang keberlanjutan sumberdaya air di Kota Ambon adalah masyarakat hulu umumnya dan diwakili oleh kelompok tani hutan (KBR) khususnya yang mempunyai peran menyelamatkan DAS bagian hulu agar fungsi hidrologi tetap terjaga, serta PDAM dan PT. DSA sebagai penyedia air untuk masyarakat. Kedua stakeholders ini adalah stakeholders yang dapat bekerja dengan baik jika mendapat dukungan dari stakeholders lainnya seperti tertera pada Tabel 42 dan Gambar 75.

Dalam melakukan peran dalam pengelolaaan DAS maka pasti ada kendala oleh masing-masing stakeholders sehingga masalah tersebut sebisa mungkin di hindari, jika tidak dapat terhindari maka harus dikurangi masalah tersebut, tetapi jika tidak dapat dikurangi maka masalah tersebut harus dikelola. Dalam mengelola kendala yang ada maka setiap stakeholder perlu bekerja sama dan saling berkoordinasi.

BPDAS dan instansi terkait dapat merencanakan program pengelolaan DAS yang sifatnya terpadu (bukan bersifat sektoral) sehingga mempunyai satu tujuan dan masyarakat hulu dapat menerima program tersebut dan mau terlibat secara bersama-sama dalam rencana kegiatan yang akan dilaksanakan. Perlu menegakan aturan secara maksimal karena lewat penegakan aturan maka

konservasi hulu DAS akan terjaga, selain itu melengkapi peraturan daerah yang sifatnya mengarah pada konservasi hulu DAS dengan selalu berkoordinasi dengan pihak legislatif supaya mendapat dukungan dari pihak legislatif lewat pengesahan terhadap rancangan peraturan daerah tersebut maupun dukungan anggaran oleh pihak legislatif. Dukungan anggaran ini juga harus mempersiapkan sebagian anggaran untuk kegiatan penelitian yang akan dilakukan oleh instansi terkait maupun akademisi yang berhubungan dengan DAS di Kota Ambon karena hasil penelitian dapat dijadikan landasan untuk kegiatan apa yang layak dilakukan. Forum DAS perlu melakuakan pertemuan secara intensif antara sesama anggota sehingga peran sebagai koordinator dapat berjalan dengan baik. Selain itu Forum DAS dapat merencanakan dan berkoordinasi dengan KTH dan BPDAS tentang rencana kegiatan yang akan dilakukan serta besar anggaran yang tersedia. PDAM dan DSA sebagai penyedia jasa air dapat memanfaatkan aliran air sungai sebagai sumber air untuk memenuhi kebutuhan air masyarakat, karena ketersediaan air di sungai msh dapat digunakan untuk kebutuhan masyarakat. sebagai penyedia jasa air, maka PDAM dan DSA dapat secara rutin melakukan himbawan dan sosialisasi tentang pentingnya konservasi daerah sumber air dan menghimbau masyarakat yang ada di hulu DAS untuk tidak mengkonversi daerah sumber air dari hutan menjadi penggunaan lain.

Bentuk aplikasi dari program kolaborasi antara para stakeholders adalah pemilihan jenis yang cocok untuk ditanam di lapangan lewat program perencanaan bersama antara BPDAS dan Instansi terkait juga melibatkan Forum DAS dalam perencanaan, yang mana Forum DAS sebagai jembatan antara kelompok tani hutan dan BPDAS. Keterlibatan Forum DAS ini diharapkan menyampaikan keinginan kelompok tani hutan dalam menetapkan jenis bibit yang akan ditanam dengan pertimbangan bahwa jenis yang dipilih adalah jenis lokal yang mudah menyesuaikan dengan lingkungan dan atas keinginan masyarakat serta sejalan dengan fungsi untuk konservasi. Pentingnya koordinasi adalah bagaimana melibatkan komponen dalam menjaring aspirasi antara para stakeholders pengelolaan DAS, artinya dalam melakukan perencanaan kiranya BPDAS dan instansi terkait dapat melibatkan perwakilan dari Forum DAS untuk sama-sama melakukan perencanaan, terkait lokasi penanaman yang tepat sesuai

dengan lahan yang tersedia berdasarkan kepemilikan kelompok tani hutan. Hal lain adalah lewat kegiatan yang dilaksanakan kiranya dapat membuka akses penelitian untuk akademisi sehingga dengan sendirinya dapat mengurangi kendala pada akademisi. Akses yang dimaksud adalah bagaimana akademi melakukan pendataan dan pengamatan terhadap kegiatan yang terkait dalam program antara sektor yang terlibat dalam pengelolaan DAS. Harapannya lewat hasil penelitian tersebut kiranya dapat digunakan sebagai pertimbangan dalam pengelolaan DAS yang lebih baik.

Pendampingan kepada masyarakat hulu merupakan tanggungjawab bersama antara stakeholders pengelolaan DAS yang ada karena proses pendampingan yang dilakukan secara intensif dapat menyadarkan dan membuat masyarakat hulu umumnya dan kelompok tani hutan menjadi sadar dan mandiri, serta dapat menjadi masyarakat yang konservatif. Untuk itu perlu adanya pendampingan bersama antara BPDAS dan instansi terkait, Forum DAS, akademisi, penyedia jasa air, kewang lingkungan hidung, LSM dan Sinode GPM kepada masyarakat hulu. Dalam melakukan pendampingan kiranya dilakukan dengan tujuan yang sama walaupun lintas sektor sehingga hulu DAS tetap berfungsi sebagai kawasan konservasi.

Program konservasi terhadap hulu DAS yang dilakukan secara kolaboratif oleh berbagai stakeholders pengelolaan DAS maka diyakini akan membuat kawasan hulu DAS Kota Ambon menjadi baik. Dengan baiknya hulu DAS kota Ambon maka akan berdampak pada stabilnya atau tersediaan air di sungai yang dapat dimanfaatkan oleh PDAM sebagai sumber air bersih ataupun digunakan oleh masyarakat untuk mandi, cuci dan kakus.

Konsumsi air di Kota Ambon akan meningkat seiring dengan tingkat pertumbuhan berbagai sektor. Pertumbuhan berbagai sektor tidak dapat mengikuti kondisi pertumbuhan saat ini, tetapi harus di kurangi tingkat pertumbuhan khususnya pada lokasi penelitian di DAS Kota Ambon dengan pertimbangan bahwa pertumbuhan secara umum yang terjadi di Kota Ambon akan berjalan semestinya namun namun disebar untuk lokasi lain di Kota Ambon. Sebagai contoh bahwa pertumbuhan industri 13,66% di Kota Ambon saat ini, namun untuk lokasi DAS Kota Ambon untuk tahun 2013 kedepannya diasumsikan

sebesar 3,66% sedangkan 10% sisanya pada lokasi lain di Kota Ambon, hal inipun berlaku untuk pertumbuhan penduduk, hotel, rumah sakit. Dengan pertimbangan ini maka dapat mengurangi kebutuhan air terhadap berbagai karena terkait dengan indeks penggunaan air.

Apabila kelembagaan pengelolaan DAS di Kota Ambon ini (Gambar 74) dapat berfungsi dengan baik dan model dinamik yang direncanakan berjalan dengan baik maka dipastikan bahwa keberlanjutan DAS dalam menyediakan air dapat berkelanjutan. Hal ini terlihat dari keberlanjutan multidimensi DAS secara eksisting sebesar 50,98% yang tergolong cukup berkelanjutan akan berubah menjadi berkelanjutan sebesar 75,23% (Gambar 76). Hal ini dapat terjadi bila peran stakeholders berjalan dengan baik dalam mengelola kawasan DAS di Kota Ambon sehingga hutan menjadi lebih baik, serta penyedia jasa air dapat memasok kebutuhan air untuk masyarakat secara berkesinambungan.

Faktor pengungkit yang diyakini akan meningkatkan keberlanjutan dari DAS Kota Ambon untuk dimensi ekologi adalah alih fungsi lahan pada kawasan lindung menjadi permukiman yang semula berjalan dengan cepat akan berubah menjadi lambah karena kawasan hulu DAS menjadi area konservasi, adanya kinerja dari stakeholders yang berjalan dengan baik, serta mendapat dukungan dari pihak legislasi dengan adanya aturan-aturan yang lebih bersifat konservasi; dengan adanya kegiatan ekstensifikasi lahan pertanian berbasis agroforestri pada lahan semak dan luasan hutan sekunder yang tetap terjaga maka akan menaikan luasan bervegetasi menjadi lebih dari 75% dengan pertimbangan bahwa lahan PLK dan PLKC dimanfaatkan oleh petani sebagai peningkatan ekonomi masyarakat; pola pertanian yang dilaksanakan oleh petani adalah pola pertanian konservatif; koefisien resim sungai yang merupakan perbandingan antara debit maksimum dibagi debit minimum setidaknya tidak melebihi 120%; keberhasilan program rehabilitasi DAS Kota Ambon yang direncanakan dapat mencapai lebih dari 80%.

Atribut dari dimensi sosial yang meningkatkan keberlanjutan DAS setelah semua stakeholders bekerja dengan baik adalah persepsi dan pengetahuan lingkungan dari masyarakat tentang upaya pengelolaan lingkungan akan menjadi tinggi, hal ini terjadi karena masyarakat terlibat langsung dan juga peran

stakeholders sebagai pendampingan berjalan dengan baik; partisipasi masyarakat dalam pengelolaan DAS akan menjadi tinggi dengan pertimbangan bahwa masyarakat yang diberi kesempatan untuk menyusun program dan masyarakat yang diberi kesempatan untuk mengelola DAS bersama-sama dengan stakeholders lokal lainnya; penyuluhan tentang kelestarian DAS akan sering dilakukan oleh stakeholders yang mempunyai peran yaitu LSM, Sinode GPM, Kewang Lingkungan Hidup bekerja dengan baik sesuai tugas dan tanggungjawabnya.

Atribut dari dimensi ekonomi yang meningkatkan keberlanjutan DAS setelah semua stakeholders bekerja dengan baik adalah pendapatan petani dari pertanian agroforestri menjadi sangat tinggi karena lahan yang dapat dimanfaatkan untuk pertanian selain PLK dan PLKC juga termasuk lahan semak; dan potensi objek wisata yang ada dapat di manfaatkan lewat pengelolaan yang baik oleh instansi terkait dengan melibatkan masyarakat menjadi tenaga kerja dan terutama peningkatan ekonomi masyarakat sekitar kawasan wisata.

Gambar 76. Diagram layang-layang multidimensi pengelolaan DAS Kota Ambon hasil modifikasi

Status Keberlanjutan DAS Kota Ambon

82,02 75,39 70 0 20 40 60 80 100 Dimensi Ekologi Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial

Dokumen terkait