• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

5.4. Pemodelan Daerah Aliran Sungai Kota Ambon Yang Berkelanjutan

5.4.4. Status Keberlanjutan Dimensi Sosial

Hasil analisis Rap-Insus DAS Kota Ambon terhadap 9 atribut dimensi sosial dan budaya diperoleh bahwa nilai indeks tingkat keberlanjutan pada dimensi sosial sebesar 60,15% (berada di antara 50,00–74,99%) berarti cukup berkelanjutan. Hasil analisis keberlanjutan dimensi sosial disajikan pada Gambar 52.

Berdasarkan hasil analisis leverage diperoleh 4 (lima) atribut yang sensitif terhadap indeks keberlanjutan sosial dan budaya yaitu (1) Ketergantungan masyarakat terhadap DAS sebagai sumber nafkah (RMS = 4,61); (2) Tingkat partisipasi masyarakat (RMS = 3,15); (3) Konflik Lahan (RMS = 3,03); (4) Aturan kelembagaan lokal (RMS = 2,90). Hasil leverage terhadap dimensi sosial disajikan pada Gambar 53.

Ketergantungan Masyarakat Kepada DAS. Ketergantungan masyarakat terhadap DAS sebagai sumber mencari nafkah dengan jumlah penduduk yang tergantung sebesar 33,20% (jika dibandingkan dengan total seluruh penduduk) maka dikatakan baik karena semakin sedikit orang yang ketergantungan hidup ekonominya kepada DAS maka peluang kelestarian DAS akan semakin baik. Secara ekonomi, jumlah 33,20% tersebut memang kecil nilainya sehingga masyarakat yang mendapat keuntungan ekonomi kecil. Sehingga diharapkan peningkatan sumber perekonomian dari alternatif yang lain.

Partisipasi masyarakat. Tingkat partisipasi masyarakat dalam upaya pengelolaan DAS berdasarkan hasil wawancara dengan aparat pemerintah Desa Soya dan Desa Urimesing yang merupakan wilayah di hulu DAS Kota Ambon adalah sebesar 25%. Artinya bahwa tingkat partisipasi ini dinilai sedang sehingga perlu di naikkan lagi tingkat partisipasi masyarakat. Partisipasi yang pernah dilakakukan antara lain penanaman pohon dalam bentuk program Gerhan yang dilakukan oleh Dinas Kehutanan Propinsi Maluku dan Dinas Kehutanan Kota Ambon. Kegiatan lintas alam yang dilakukan dalam rangka memperingati hari-hari besar keagamaan yang didalamnnya juga dilakukan kegiatan reboisasi. Kegiatan ini baik dalam hal pelestarian DAS Kota Ambon, namun tingkat keterlibatan masyarakat yang masih kurang sehingga diharapkan agar keterlibatan

masyarakat harus dimaksimalkan dalam rangka ikut bersama melestarikan DAS Kota Ambon.

Konflik Lahan. Konflik lahan yang terjadi pada DAS Kota Ambon bagian hulu memang pada skala jarang terjadi. Namun konflik ini terjadi karena masalah kepemilikan lahan antara Desa Batu Merah dan Desa Soya yang sampai dengan saat ini belum jelas sehingga terkadang ada konflik antara sesama pemilik lahan yang mengklaim bahwa mereka mempunyai lahan pada tempat yang sama. Apalagi pasca konflik sosial yang terjadi di Kota Ambon 10 tahun belakangan ini. Peran pemerintah sebagai pengambil kebijakan kiranya dapat sebagai jembatan dalam hal penyelesaian status kepemilikan lahan yang menjadi konflik supaya pihak-pihak yang saling konflik dapat berakhir.

Gambar 52. Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial DAS Kota Ambon Aturan kelembagaan lokal. Aturan kelembagaan lokal yang berlaku pada Kota Ambon umumnya dan wilayah DAS Kota Ambon khususnya masih berlangsung dengan baik dan ada aturan yang tidak tertulis serta ada kelembagaan adat yang mengurus tentang pelarangan atau penundaan panen pada jenis-jenis tanaman tertentu. Aturan kelembagaan ini masih berjalan sampai dengan saat ini sehingga perlu untuk dipertahankan dalam rangka pelestarian sumberdaya alam secara umum dan DAS khususnya.

RAP Insus DAS Ordination

Gambar 53. Nilai indeks keberlanjutan dimensi sosial DAS Kota Ambon 5.4.5. Status Keberlanjutan Multidimensi Pengelolaan DAS Kota Ambon

Hasil analisis dengan menggunakan Rap-Insus DAS Kota Ambon diperoleh nilai indeks keberlanjutan untuk masing-masing dimensi sebagai berikut :

a. Dimensi ekologi sebesar 38,55% berarti kurang berkelanjutan (indeks terletak antara 25,01- 50,00%).

b. Dimensi ekonomi sebesar 56,28% berari cukup berkelanjutan (indeks di antara nilai 50,01-75,00%).

c. Dimensi sosial sebesar 60,15% berarti cukup berkelanjutan (indeks di antara nilai 50,01-75,00%).

Hasil analisis Rap-Insus DAS Kota Ambon disajikan pada Gambar 54 berikut:

Gambar 54. Indeks keberlanjutan parsial tiga dimensi keberlanjutan DAS Kota Ambon

DAS Kota Ambon merupakan bagian wilayah ekosistem yang berpengaruh terhadap kondisi ekosistem setempat maupun wilayah tengah dan hilir DAS. Masing-masing wilayah (hulu, tengah, dan hilir DAS) memiliki penekanan kepentingan dalam pengelolaannya disesuaikan dengan kondisi DAS yaitu karakteristik wilayah, ketergantungan dan pengaruhnya terhadap wilayah di sekitarnya. Memperhatikan kondisi DAS, maka masing-masing dalam pengelolaannya memiliki bobot kepentingan yang berbeda dalam pengelolaannya.

Berdasarkan pendapat beberapa pakar terkait diperoleh bahwa bobot tertimbang untuk masing-masing dimensi adalah dimensi ekologi 38,55%, ekonomi 56,28% dan sosial 60,15%. Berdasarkan hasil pembobotan dari ketiga dimensi ekonomi, ekologi dan sosial maka diperoleh nilai indeks keberlanjutan multidimensi sebesar 50,97% (terletak pada rentan 50,01%-75,00%) tergolong cukup berkelanjutan. Nilai indek keberlanjutan sebesar 50,97% ini memang dikatakan cukup berkelanjutan namun berada pada posisi yang sangat mudah terpengaruh ke arah kurang berkelanjutan. Sehingga status keberlanjutan ini sangat mudah berpengaruh karena hanya berada pada kisaran 0,97 saja. Nilai indeks hasil pembobotan disajikan pada Tabel 30.

Tabel 30. Nilai indeks keberlanjutan multi-dimensi DAS Kota Ambon No. Dimensi keberlanjutan Nilai indeks keberlanjutan Nilai bobot tertimbang (%) Nilai indeks hasil pembobotan 1 Ekologi 38,55 38,27 21,54 2 Ekonomi 56,28 35,64 13,74 3 Sosial 60,15 26,09 15,69 Jumlah 50,97

Hasil analisis ke-25 atribut dari ketiga dimensi (ekonomi, ekologi, sosial) diperoleh 13 atribut sensitif sebagai faktor pengungkit (leverage factor) terhadap masing-masing dimensi secara parsial. Sebagai faktor pengungkit, ada atribut yang perlu ditingkatkan kinerja dan sebagian yang lain perlu dijaga kinerja pengelolaan DAS Kota Ambon sehingga nilai indeks keberlanjutan ke depan menjadi lebih baik. Oleh sebab itu perlu intervensi dalam meningkatkan kinerja atribut untuk menaikkan status keberlanjutan pengembangan DAS Kota Ambon. Nilai indeks keberlanjutan multidimensi berdasarkan hasil pembobotan dalam diagram layang tertera pada Gambar 54 di atas.

5.4.5.1. Faktor Pengungkit.

Faktor pengungkit (leverage factor) yang perubahannya dapat mempengaruhi secara sensitif terhadap peningkatan indeks keberlanjutan dari ketiga dimensi sebanyak 13 faktor. Ke-13 faktor ini berasal dari dimensi ekologi 5 faktor, dimensi ekonomi 4, faktor dan dimensi sosial 4 faktor. Terhadap ke-13 faktor pengungkit tersebut dapat ditingkatkan kinerjanya dan atau dipertahankan kestabilannya guna meningkatkan indeks keberlanjutan DAS Kota Ambon. Faktor pengungkit tersebut antara lain disajikan pada Tabel 31 berikut.

Tabel 31.Faktor pengungkit per-dimensi keberlanjutan DAS Kota Ambon

No. Dimensi Faktor Pengungkit (leverage factor) RMS

1 Ekologi (5) 1. Debit aliran Sungai (KRS). 5,00

2. Indeks penggunaan air (IPA). 4,29

3. Indeks bervegetasi (IPL). 3,33

4. Pola Pertanian konservatif. 3,21

5. kecukupan luas tutupan hutan. 2,95

2 Ekonomi (4) 6. Penyerapan tenaga kerja agroforestri. 5,09

7. Tingkat ketergantungan konsumen terhadap

produk agroforestri. 2,88

8. Potensi objek wisata. 2,88

9. Pendapatan petani dari agroforestri. 2,82

3 Sosial (5) 10. Ketergantungan masyarakat terhadap DAS. 4,61

11. Tingkat partisipasi masyarakat. 3,15

12. Konflik lahan 3,03

13. Aturan kelembagaan lokal 2,90

5.4.5.2.Uji Validitas dan Uji Ketepatan MDS

Uji validitas dengan analisis Monte Carlo, memperhatikan hasil analisis Monte Carlo dan analisis MDS pada taraf kepercayaan 95% diperoleh bahwa nilai indeks keberlanjutan pengelolaan DAS Kota Ambon menunjukkan adanya selisih nilai rata-rata kedua analisis tersebut sangat kecil (0,72%). Ini berarti bahwa model analisis MDS yang dihasilkan memadai untuk menduga nilai indeks keberlanjutan DAS Kota Ambon. Perbedaan nilai yang sangat kecil ini menunjukkan bahwa kesalahan dalam proses analisis dapat diperkecil atau dihindari. Kesalahan yang disebabkan pemberian skoring pada setiap atribut. Variasi pemberian skoring yang bersifat multidimensi karena adanya opini yang berbeda relatif kecil, proses analisis data yang dilakukan secara berulang-ulang

relatif stabil, dan kesalahan dalam melakukan input data dan data yang hilang dapat dihindari (Fauzi dan Anna, 2005).

Analisis Monte Carlo ini juga dapat digunakan sebagai metoda simulasi untuk mengevaluasi dampak kesalahan acak/ galat (random error) dalam analisis statistik yang dilakukan terhadap seluruh dimensi (Kavanagh dan Pitcher, 2004). Hasil analisis analisis MDS dan Monte Carlo disajikan pada Tabel 32 berikut.

Tabel 32. Perbedaan nilai indeks keberlanjutan analisis Rap-DAS Kota Ambon dan analisis Monte Carlo

Dimensi

Nilai Indeks Keberlanjutan (%)

MDS Monte Carlo (MC) Perbedaan (MDS-MC) Perbedaan (MDS-MC)% Ekologi 38,55 38,48 0,07 0,18 Ekonomi 56,28 57,16 0,88 1,56 Sosial 60,15 60,30 0,15 0,25 Rata-rata 51,66 51,98 0,37 0,72

Uji Ketepatan Analisis MDS (goodness of fit). Dari hasil analisis Rap-Insus DAS Kota Ambon diperoleh koefisien determinasi (R2) antara 93,86%- 95,18 % atau lebih besar dari 80% atau mendekati 100% berarti model pendugaan indeks keberlanjutan baik dan memadai digunakan (Kavanagh, 2001). Nilai stress antara 0,14–0,16 atau selisih nilai stres sebesar 0,02. Nilai determinasi ini mendekati nilai 95-100% dan nilai stress 0,14-0,16 lebih kecil dari 0,25 atau 25% sehingga model analisis MDS yang diperoleh memiliki ketepatan yang tinggi (goodness of fit) untuk menilai indeks keberlanjutan DAS Kota Ambon (Fisheries, 1999). Koefisien determinasi hasil analisis Rap-Insus DAS Kota Ambon disajikan pada Tabel 33 berikut.

Tabel 33. Nilai stress dan nilai determinasi (R2) hasil Rap-DAS Kota Ambon

No. Parameter Dimensi

Ekologi

Dimensi Ekonomi Dimensi Sosial

1 Nilai Indeks 38,55 56,28 60,15

2 Nilai Stress 0,14 0,16 0,14

3 Nilai R2 95,18 93,86 95,12

Dokumen terkait