• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disain Organisasi bagi Pengembangan Profesionalitas JFP

Dalam dokumen Majalah Perencanaan Pembangunan (Halaman 77-80)

Melestarikan Pengelolaan Hutan Pada hakekatnya hutan memberikan pengaruh pada

V. Disain Organisasi bagi Pengembangan Profesionalitas JFP

Berdasarkan hasil penelitian disertasi tentang model pengembangan profesional salah satu jafung PNS 10 yaitu jabatan dosen, disimpulkan bahwa dua faktor pengaruh terhadap derajat profesionalitas dosen PNS dalam birokrasi perguruan tinggi, adalah variabel intensi berperilaku profesional dan variabel komitmen profesional. Variabel lainnya yang tidak berpengaruh tapi berhubungan, adalah tanggapan positif dosen terhadap disain organisasi. Dua variabel pengaruh tersebut merupakan faktor-faktor personal, sehingga suatu rekayasa model akan lebih banyak meningkatkan kenyamanan, motivasi dan komitmen dosen untuk menghasilkan kinerja yang memuaskan dan derajat profesionalitas yang tinggi.

Bertolak dari hasil penelitian tersebut, Bappenas perlu mengkaji ulang model pembinaan JFP yang digunakan. Bappenas dapat memulainya dengan merumuskan jawaban beberapa pertanyaan mendasar seperti: Benarkah JFP diperlukan agar terjadi peningkatan kualitas rencana pembangunan dan kapasitas instansi perencanaan? Mengapa diperlukan JFP? Mengapa pembinaan JFP tidak efektif? Bagaimana Bappenas mengatasi berbagai masalah pembinaan JFP? Bagaimanakah dinamika hubungan dan saling pengaruh diantara seluruh permasalahan pembinaan JFP? Jawaban terhadap semua pertanyaan di atas akan merupakan penjelasan retrospektif tentang fenomena pembinaan JFP yang telah terjadi dan hal-hal yang memerlukan

pengkajian ulang untuk peningkatan efektifitas. Selanjutnya Bappenas dapat merumuskan kembali model pembinaan JFP yang lebih bersifat preskriptif dan menggambarkan terjadinya sikronisasi koordinasi antar pengelola kebijakan, dalam mendisain organisasi yang kondusif dan mengatasi permasalahan pembinaan JFP.

VI. Kesimpulan

Belum efektifnya pembinaan JFP disebabkan antara lain oleh : (1) kelemahan kompetensi pemangku JFP yang tidak segera diatasi dengan pelatihan dan peningkatan kompetensi; (2) pimpinan tidak memahami ketentuan teknis JFP, sehingga belum tepat memperlakukan pemangku JFP sebagai expert; dan (3) belum adanya pedoman yang mengatur kedudukan dan hubungan kerja pemangku JFP di dalam instansi masing- masing. Masalah ini juga menimbulkan implikasi pemangku JFP yang : (1) tidak dapat menampilkan kinerja yang memadai, (2) tidak mampu menampilkan derajat profesionalitas yang tinggi, dan (3) dianggap tidak mampu memberikan kontribusi kepada pencapaian tujuan organisasi.

Sebagai instansi pembina JFP, Bappenas sudah melaksanakan berbagai upaya pembinaan JFP, namun dalam pelaksanaannya belum efektif karena ternyata Bappenas masih menemui dinamika pemasalahan yang sangat kompleks, dipengaruhi oleh banyak variabel yang saling berhubungan dan mempengaruhi. Besarnya tunjangan jabatan dan pemberian fasilitas bagi JFP masih diskriminatif, tidak konsisten dengan bunyi kebijakannya yang menyatakan bahwa jafung dan jabatan struktural sama- sama merupakan jabatan karir PNS.

Pokok permasalahan saat ini adalah mampukah Bappenas merumuskan kembali model pengembangan PNS yang cocok untuk pembinaan JFP? Model yang disusun melalui sintesa berbagai permasalahan JFP – di masa lalu dan saat ini secara retrospektif – seperti ini diperlukan untuk meretas jalan, memantapkan arah dan mengukuhkan tujuan menciptakan perencana pembangunan PNS yang profesional. Semoga Bappenas mampu melakukannya.

Guspika adalah Perencana Madya pada Direktorat Aparatur Negara, Bappenas.

76

E D I S I 0 1 / T A H U N X V I I / 2 0 1 1

Daftar Bacaan

Dwiyanto, A. (2002). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Diterbitkan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada. Guspika (2007). Perilaku Profesional Dosen Pegawai Negeri

Sipil Indonesia. Disertasi Psikologi Industri dan Organisasi. Yogyakarta. Universitas Gadjah Mada. Fakultas Psikologi. Program Pascasarjana.

Ismail Mohammad (2010). Kebijakan Nasional Pendayagunaan Aparatur Negara Dalam Kerangka Reformasi Birokrasi. Bahan Rapat Teknis Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Jakarta, 2 Maret 2010. Diakses dari sumber : www.menpan. go.id/index.php/download/16-ratekpan-2010. Kearney, R. C. & Sinha, S. (1988). Professionalism and

Bureaucratic Responsiveness: Conflic or Compatibility? Public Administration Review, 48, 571 – 579.

Lester, S. (1994). On professionalism and professionality. Unpublish Paper. Stan Lester Development Home Page. Sumber : http://www.devmts.demon.co.uk/profnal.htm. Lipsky, M. (1980). Street Level Bureaucracy : Dillemas of The

Individual in Public Services. New York, NY: Russel Sage Foundation.

Pellegrino, E. D. (2002). Professionalism, Profession and the Virtues of the Good Physician. The Mounth Sinai Journal of Medicine, 69, 378-384.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 1994 tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. Presiden Republik Indonesia.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2010 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 1994 Tentang Jabatan Fungsional Pegawai Negeri Sipil. Presiden Republik Indonesia. Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 Tentang Pokok-Pokok Kepegawaian.

Schein, E. H. & Kommers, D. W. (1972). Professional Education: Some New Directions. Tenth of a series of Profile Sponsored by the Carnegie Commission on Higher Education. New York. McGraw-Hill Book. Company. Snizek, W. E. & Crocker, K. E. (1985). Professionalism and

Attorney Attitudes Toward Legal Service Advertising. Journal of Academy of Marketing Science, 13, 101 – 118.

Note :

1 Lipsky. M. (1980). Street Level Bureaucracy : Dillemas of The Individual in Public Services. New York, NY: Russel Sage Foundation.

2 Dwiyanto. A. (2002). Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia. Diterbitkan oleh Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan. Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada.

3 Pasal 12 ayat 2 Undang-undang nomor 43 Tahun 1999 tentang perubahan atas Undang-undang nomor 8 Tahun 1974 tentang pokok-pokok kepegawaian menyatakan : Untuk mewujudkan penyelenggaraan tugas pemerintah dan pembangunan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diperlukan Pegawai Negeri Sipil yang profesional, bertanggung jawab, jujur, dan adil melalui pembinaan yang dilaksanakan berdasarkan sistem prestasi kerja dan sistem karier yang dititikberatkan pasa sistem prestasi kerja.

Undang-undang nomor 43 tahun 1999 bagian Penjelasan Pasal 17 ayat 1 : Jabatan karir dapat dibedakan dalam 2 (dua) jenis yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural adalah jabatan yang secara tegas ada dalam struktur organisasi. Jabatan fungsional adalah jabatan yang tidak secara tegas disebutkan dalam struktur organisasi, tetapi dari sudut fungsinya diperlukan oleh organisasi, seperti Peneliti, Dokter, Pustakawan, dan lain-lain yang serupa dengan itu.

4 Pasal 3 Peraturan Pemerintah nomor 16 Tahun 1994 : Jabatan fungsional keahlian dan jabatan fungsional ketrampilan ditetapkan dengan kriteria sebagai berikut : (a) Mempunyai metodologi, teknik analisis, teknik dan prosedur kerja yang didasarkan atas disiplin ilmu pengetahuan dan/ atau pelatihan teknis tertentu dengan sertifikasi; (b) Memiliki etika profesi yang ditetapkan oleh organisasi profesi; (c) Dapat disusun data suatu jenjang jabatan berdasarkan : 1) Tingkat keahlian bagi jabatan fungsional keahlian; 2) Tingkat ketrampilan bagi jabatan fungsional ketrampilan; (d) Pelaksanaan tugas bersifat mandiri; (e) Jabatan fungsional tersebut diperlukan dalam rangka pelaksanaan tugas pokok dan fungsi organisasi.

5 Menurut Snizek dan Crocker (1985) profesi adalah pekerjaan yang: (1) berdasarkan ilmu pengetahuan (knowledge based), (2) lebih berorientasi kepada komunitas publik daripada orientasi pribadi atau kelompok, (3) memiliki sistem regulasi-diri, dan (4) memiliki mekanisme penghargaan dan sanksi yang efektif.

6 Sementara itu beberapa ahli (Schein dan Kommers, 1972), Lester (1994) dan Pellegrino (2002) menyimpulkan bahwa sebuah profesi merupakan pekerjaan yang: (a) berdasarkan ilmu pengetahuan spesifik, (b) memiliki moralitas dan prinsip etika profesi, (c) memenuhi kebutuhan publik, dan d) memiliki kewenangan dan kebebasan yang dipercaya publik untuk memberi “rekomendasi” pemecahan masalah klien sesuai dengan bidang keahliannya.

Professions profess. They profess to know better than others the nature of certain matters, and to know better than their clients what ails them or their affair. (Hughes dalam Schein & Kommers, 1972). 7 Penjelasan umum Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 2010 tentang perubahan atas Peraturan

Pemerintah nomor 16 tahun 1994 tentang jabatan fungsional pegawai negeri sipil menyatakan : (1) Dalam rangka mencapai tujuan nasional, dibutuhkan adanya Pegawai Negeri Sipil yang memiliki profesionalisme dan kompetensi yang memadai, berdayaguna, dan berhasilguna dalam melaksanakan tugas umum pemerintahan dan pembangunan; (2) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 menyatakan bahwa dalam rangka pengembangan karier, profesionalisme, dan kompetensi, diatur tentang kemungkinan bagi Pegawai Negeri Sipil untuk menduduki jabatan fungsional.

8 Kearney, R. C. & Sinha, S. (1988). Professionalism and Bureaucratic Responsiveness: Conflic or Compatibility? Public Administration Review, 48, 571 – 579.

9 Penjelasan umum Peraturan Pemerintah nomor 40 Tahun 2010 menyatakan bahwa Penetapan Instansi Pembina Jabatan Fungsional diperlukan dalam rangka melakukan penetapan dan pengendalian terhadap standar profesi yang antara lain: (a) penyusunan pedoman formasi Jabatan Fungsional; (b) penetapan standar kompetensi Jabatan Fungsional; (c) pengusulan tunjangan Jabatan Fungsional; (d) sosialisasi Jabatan Fungsional serta petunjuk pelaksanaannya; (e) penyusunan kurikulum dan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan fungsional/teknis fungsional; dan (f) pengembangan sistem informasi Jabatan Fungsional.

10 Hasil Penelitian dalam disertasi Guspika (2007) menyimpulkan bahwa hasil pengujian model perilaku profesional dosen menunjukkan kecocokan dengan data empiris. Diantara empat variabel independen : komitmen pekerjaan, intensi berperilaku profesional, komitmen organisasi, dan tanggapan terhadap desain organisasi, variabel yang paling berpengaruh terhadap profesionalitas dosen hanya dua variabel, yaitu intensi berperilaku profesional dan komitmen pekerjaan.

I. PENDAHULUAN

Sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia berhasil melewati berbagai ancaman dan gangguan yang senantiasa membahayakan persatuan dan kesatuan bangsa, antara lain sentimen suku agama, ras, dan antar golongan (SARA), primordialisme, dan ketimpangan pembangunan. Namun bangsa Indonesia wajib bersyukur karena masih memiliki konsep dasar falsafah Pancasila yang dilandasi nilai-nilai sejarah, cita-cita dan ideologi, sebagai pemandu untuk mencapai tujuan negara. Falsafah Pancasila memandu bangsa Indonesia memandang dinamika kehidupan dan menentukan arah pemecahan perihal politik, ekonomi, sosial dan lingkungan menuju masyarakat yang mandiri,

maju,adil, dan makmur.

Fenomena globalisasi berpengaruh kepada pergeseran atau perubahan tata nilai, sikap dan perilaku pada semua aspek kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (Pokja Pimnas, 2010). Perubahan yang positif dapat memantapkan nilai-nilai Pancasila sebagai falsafah hidup bangsa dan mengembangkan kehidupan nasional yang lebih berkualitas. Tuntutan dan aspirasi masyarakat terakomodasi secara positif disertai upaya-upaya pengembangan, peningkatan pemahaman, penjabaran, pemasyarakatan, dan implementasi Pancasila dalam semua aspek kehidupan (Pokja Ideologi, 2010).

Memperhatikan keadaan dan permasalahan saat ini maupun akan datang, maka posisi dan eksistensi seorang pemimpin sangatlah penting. Pemimpin merupakan penggerak dan motivator seluruh komponen bangsa untuk menjalankan kehidupan nasional dalam rangka pencapaian tujuan nasional. Bagi bangsa Indonesia, yang dibutuhkan adalah sistem kepemimpin nasional yang dapat menjalankan visi

Iwan Nugroho

www. lecturer.ukdw.ac.id

78

E D I S I 0 1 / T A H U N X V I I / 2 0 1 1

pembangunan nasional dilandasi nilai-nilai falsafah Pancasila. Kepemimpinan nasional harus dapat berfungsi mengawal proses pembangunan dan hasil-hasilnya dapat dirasakan oleh warga bangsa di seluruh wilayah Nusantara.

Dalam dokumen Majalah Perencanaan Pembangunan (Halaman 77-80)

Dokumen terkait