• Tidak ada hasil yang ditemukan

KODISI UIVERSITAS BADAR LAMPUG

Sejarah dan Letak Kampus

Universitas Bandar Lampung (UBL) merupakan salah satu lembaga pendidikan tinggi di Provinsi Lampung yang didirikan oleh Yayasan Administrasi Lampung (YAL) yang memulai kegiatannya sejak 1972, dengan mendirikan Akademi Administrasi Niaga. Universitas Bandar Lampung beroperasi sejak tahun 1984 dengan tiga fakultas yaitu Fakultas Teknik, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, dan Fakultas Ekonomi. Penambahan fakultas di UBL dilakukan secara bertahap, yaitu Fakultas Hukum pada tahun 1987, Program Pascasarjana pada tahun 1997, Fakultas Ilmu Komputer pada tahun 2000 dan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan pada tahun 2009. Program studi yang diselenggarakan UBL hingga saat ini terdiri atas 15 program studi dengan rincian 12 program studi jenjang S1 dan tiga program studi jenjang S2 (Tabel 6).

Tabel 6 Program studi yang diselenggarakan UBL

Fakultas/Program Program Studi Jenjang

Fakultas Ekonomi Manajemen S1

Akuntansi S1

Fakultas Teknik Sipil S1

Mesin S1

Arsitektur S1

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Ilmu Administrasi Negara S1

Ilmu Administrasi Niaga S1

Ilmu Komunikasi S1

Fakultas Hukum Ilmu Hukum S1

Fakultas Ilmu Komputer Sistem Informasi S1

Teknik Informatika S1

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Pendidikan Bahasa Inggris S1

Program Pascasarjana Manajemen S2

Ilmu Hukum S2

Teknik Sipil S2

Kampus tempat penyelenggaraan proses pembelajaran di Universitas Bandar Lampung terletak di dua lokasi, yaitu Kampus A dan Kampus B. Kampus A terletak di Jalan Z.A. Pagar Alam No. 26 Labuhan Ratu Bandar Lampung, sedangkan Kampus B terletak di Jalan Z.A. Pagar Alam No. 89 Labuhan Ratu Bandar Lampung.

Fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Perkembangan ICT secara nyata telah mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran di UBL. Perubahan nyata dari adanya perkembangan ICT dalam proses pembelajaran di UBL terlihat dari perubahan bentuk bahan ajar yang digunakan dosen dalam proses pembelajaran. Sebelum adanya ICT, bahan ajar dosen yang digunakan dalam proses pembelajaran berbentuk transparansi yang disampaikan dalam proses pembelajaran dengan bantuan alat Over Head Projector (OHP). Sejak UBL menerapkan kebijakan penggunaan LCD Projector sebagai pengganti OHP, maka secara otomatis bentuk bahan ajar transparansi mulai ditinggalkan dan berganti dalam bentuk softcopy dengan format power point.

Perolehan dana hibah untuk pengembangan management information system (MIS) yang diperoleh UBL dari Technological and Proffessional Development Sector Project (TPSDP) telah mempercepat pengembangan infrastruktur (hardware) ICT di UBL guna mendukung proses pembelajaran. Perangkat lunak yang mulai dikembangkan oleh UBL adalah digital library (digilib).

Teknologi internet yang berkembangan secara cepat dalam segala bidang kehidupan secara nyata telah dimanfaatkan UBL guna mendukung pelaksanaan proses belajar mengajar. Fasilitas internet guna mendukung proses pembelajaran di UBL disediakan di berbagai lokasi kampus khususnya perpustakaan dan laboratorium. Namun demikian, akses internet juga dapat dilakukan melalui fasilitas hot spot yang disediakan oleh pihak universitas dengan bandwidth yang sangat memadai yaitu 1 Mbps. Fasilitas internet ini dalam proses pembelajaran banyak digunakan oleh sivitas akademika guna mencari informasi guna mendukung proses pembelajaran. Bagi dosen fasilitas internet ini banyak digunakan sebagai media untuk mencari data dan informasi guna penyusunan

bahan ajar, bahkan ada juga yang menggunakannya untuk pencarian bahan ajar sebagai bahan pertimbangan dosen dalam melakukan pembelajaran.

Fasilitas ICT di UBL semakin lengkap dalam mendukung proses pembelajaran setelah UBL menjadi salah satu pemenang PHK TIK Komponen K3 pada tahun 2007. Perolehan hibah ini telah menjadikan UBL sebagai salah satu perguruan tinggi yang terhubung dengan inherent sehingga memiliki peluang yang besar guna memanfaatkan berbagai fasilitas yang tersedia di inherent guna mendukung peningkatan mutu proses pembelajaran. Berbagai fasilitas yang disediakan inherent dalam proses pembelajaran di antaranya adalah aplikasi pembelajaran jarak jauh dengan fasilitas video-conference, e-library, bahan ajar dan diseminasi hasil penelitian online.

Karakteristik Dosen

Proses pembelajaran di perguruan tinggi pada saat ini tidak dapat dilepaskan dari pemanfaatan ICT. Pemanfaatan teknologi internet (homepage) dan alat presentasi merupakan contoh pemanfaatan teknologi informasi yang sekarang ini sudah menjadi suatu hal yang sangat umum. Berkaitan dengan hal ini, banyak perguruan tinggi yang telah mengeluarkan investasi yang cukup besar guna memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi dalam proses pembelajaran. Pemanfaatan teknologi komputer dalam dunia pendidikan tidak akan berfungsi secara efektif apabila pengajar (dosen) sebagai peran kunci dalam pendidikan tinggi tidak dapat memanfaatkan ICT secara optimal (Marwan 2008) sehingga dapat dikatkan bahwa dosen merupakan salah satu faktor kunci yang sangat menentukan dalam proses adopsi inovasi pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi dalam pendidikan tinggi.

Inherent sebagai inovasi teknologi pembelajaran berbasis ICT memiliki berbagai aplikasi yang diharapkan mampu meningkatkan mutu proses pembelajaran. Namun demikian, berbagai aplikasi inherent tersebut tidak memiliki nilai guna bagi perguruan tinggi apabila dosen dosen sebagai aktor utama dalam proses pembelajaran tidak memahami dan menguasai pengetahuan dan keterampilan mengenai ICT. Chitanana et al. (2008) mengatakan bahwa dalam pengembangan proses pembelajaran berbasis ICT (e-learning) diperlukan dosen yang memiliki keterampilan menggunakan komputer dasar dan internet.

Selain itu, juga dituntut kesiapan dosen untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT.

Dua karakteristik dosen berkaitan dengan proses pembelajaran berbasis ICT seperti yang dikemukakan oleh Chitanana et al. (2008) diperkirakan sangat diperlukan dosen UBL guna memanfaatkan inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Berkaitan dengan hal ini, maka kondisi dua karakteristik dosen UBL tersebut perlu diketahui guna pemanfaatan inovasi inherent yang diperoleh UBL sejak tahun 2007. Selain itu, dengan mengetahui kondisi karakteristik dosen yang diperlukan dalam proses pembelajaran berbasis ICT, maka UBL diharapkan akan dapat mengembangkan karakteristik dosen yang diperlukan untuk pemanfaatan proses pembelajaran berbasis ICT khususnya pemanfaatan inovasi inherent.

Pengukuran kondisi dua karakteristik dosen UBL dilakukan dengan melihat persepsi dosen terhadap pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan dua karakteristik tersebut, yaitu sebanyak 11 pernyataan untuk keterampilan komputer dasar dan enam pernyataan untuk kesiapan dosen melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT. Hasil penghitungan rataan skor dosen terhadap dua karakteristik dosen UBL secara detil disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Rataan skor karakteristik dosen UBL

Karakteristik Dosen Rataan Skor*

Keterampilan komputer dasar 3,17

Kesiapan melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT 1,95

Total rataan skor 2,56

Keterangan:

* Rentang skor 1,00 – 1,75 = sangat rendah; 1,76 – 2,50 = rendah; 2,51 – 3,25 = tinggi; 3,26 – 4,00 = sangat tinggi

Keterampilan Komputer Dasar

Berdasarkan pendapat dosen UBL terhadap dua indikator utama yang mencerminkan keterampilan komputer dasar dosen (keterampilan menggunakan program MS Office dan internet) diketahui bahwa dosen UBL tidak ada yang memiliki keterampilan komputer dasar dengan kategori sangat rendah. Jumlah dosen UBL yang memiliki keterampilan komputer dasar dengan kategori rendah adalah sebanyak 21,15 persen, kategori tinggi sebanyak 26,92 persen dan kategori sangat tinggi sebanyak 51,92 persen. Hasil ini mengindikasikan bahwa dalam

pelaksanaan proses pembelajaran berbasis ICT, keterampilan komputer dasar dosen UBL perlu ditingkatkan lagi mengingat masih ada dosen yang tingkat keterampilan komputer dasarnya dalam kondisi rendah. Mengingat perkembangan teknologi komputer terjadi relatif cepat, maka kemampuan komputer dasar dosen UBL ini perlu selalu ditingkatkan sehingga kemampuan komputer dasar yang dimiliki dosen UBL selalu terkini dan sesuai dengan perkembangan teknologi komputer tersebut.

Nilai rataan skor dosen UBL terkait dengan pernyataan mengenai keterampilan komputer dasar menunjukkan nilai sebesar 3,17 (Tabel 7) sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat keterampilan komputer dasar dosen UBL berdasarkan hasil penelitian ini adalah tergolong pada tingkat tinggi. Hasil ini mengindikasikan bahwa mayoritas dosen UBL menguasai keterampilan komputer dasar sebagai bekal untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT.

Rataan keterampilan komputer dasar dosen UBL yang tergolong tinggi tersebut pada dasarnya terjadi karena adanya perubahan pemanfaatan alat bantu pengajaran yang digunakan dosen dari OHP menjadi LCD projector sehingga menuntut dosen dengan sendirinya dituntut untuk menguasai keterampilan komputer dasar khususnya program MS Office (MS Word, MS Excel dan MS Power Point). Selain itu, penyediaan fasilitas internet guna mendukung proses pembelajaran di UBL di berbagai lokasi kampus khususnya perpustakaan dan laboratorium, serta pemasangan fasilitas hot spot telah merangsang dosen untuk mempelajari kemampuan internet secara lebih mendalam.

Peningkatan keterampilan komputer dasar dan internet dosen UBL secara kelembagaan dilakukan melalui pelatihan-pelatihan yang diselenggarakan oleh Pusat Komputer UBL sehingga dosen UBL memiliki kesempatan untuk belajar komputer dasar dan internet secara lebih mendalam sehingga diharapkan mampu mengusai keterampilan komputer dasar dan internet secara lebih baik. Selain itu, peningkatan keterampilan komputer dasar dan internet dosen UBL juga didukung dengan penyediaan fasilitas kredit pemilikan komputer (note book) oleh YAL sehingga diharapkan setiap dosen memiliki komputer sendiri dan pada akhirnya terbiasa dengan pemanfaatan ICT dalam proses pembelajaran.

Kesiapan Melaksanakan Proses Pembelajaran Berbasis ICT

Hasil penelitian untuk melihat pendapat dosen mengenai kesiapan dosen UBL melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT menunjukkan bahwa sebanyak 23,08 persen dosen memiliki tingkat kesiapan melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT yang sangat rendah dan 76,92 persen dalam kategori rendah. Tabel 5 memperlihatkan bahwa rataan skor tingkat kesiapan dosen UBL dalam melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT sebesar 1,95 sehingga dapat dikatakan bahwa kesiapan dosen UBL melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT adalah rendah. Kondisi ini mengindikasikan bahwa dosen UBL tidak siap untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk menaikkan tingkat kesiapan dosen tersebut.

Rendahnya tingkat kesiapan dosen UBL melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT pada dasarnya terjadi karena kemandirian dosen dalam memanfaatkan inovasi inherent dalam proses pembelajaran masih rendah. Hal ini terlihat dari mayoritas pendapat dosen yang mengatakan masih memerlukan pendampingan tenaga teknik untuk dapat memanfaatkan fasilitas inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Selain itu, mayoritas dosen juga mengatakan bahwa masih perlu mengikuti pelatihan mengenai pemanfaatan inovasi inherent khususnya dalam proses pembelajaran.

Pendampingan tenaga teknik yang masih diperlukan oleh mayoritas dosen UBL dalam memanfaatkan inovasi inherent pada dasarnya menunjukkan bahwa dosen belum memiliki kesiapan memanfaatkan inovasi inherent secara mandiri dalam proses pembelajaran. Hal ini berbeda apabila dibandingkan dengan pemanfaatan internet dimana mayoritas dosen UBL mampu memanfaatkan internet secara mandiri tanpa perlu pendampingan tenaga teknik. Berdasarkan hal ini, maka kemandirian dosen UBL dalam memanfaatkan inovasi inherent perlu ditingkatkan melalui berbagai pelatihan mengingat mayoritas dosen UBL mengatakan bahwa masih perlu pelatihan yang lebih mendalam mengenai pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Pelaksanaan pelatihan pemanfaatan inovasi inherent yang terstruktur dalam hal ini sangat diperlukan guna meningkatkan pemahaman dosen UBL mengenai teknik dan cara memanfaatkan inovasi inherent sehingga tingkat kesiapan dosen melaksanakan

proses pembelajaran berbasis ICT khususnya inovasi inherent dapat ditingkatkan dan pada akhirnya inovasi inherent yang berhasil diperoleh UBL dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.

Kondisi yang terjadi pada tingkat kesiapan dosen UBL dalam melaksanakan proses pemanfaatan berbasis ICT khususnya inovasi inherent dapat dipahami mengingat inovasi inherent merupakan inovasi teknologi pembelajaran berbasis ICT yang memiliki karakteristik yang berbeda dengan teknologi informasi yang telah digunakan UBL selama ini, yaitu internet. Internet merupakan teknologi ICT yang telah lama digunakan UBL dalam mendukung proses pembelajaran, sedangkan inherent merupakan teknologi pembelajaran berbasis ICT yang baru dikembangkan di UBL sejak diperolehnya hibah kompetisi teknologi informasi dan komunikasi yang diselenggarakan Ditjen Dikti pada tahun 2007. Namun demikian, infrastruktur inovasi inherent tersebut baru dapat digunakan dan dimanfaatkan pada tahun 2008 sehingga dapat dipahami apabila dosen UBL mayoritas belum siap melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT khususnya berbasis inovasi inherent.

Kontradiksi kondisi karakteristik dosen UBL seperti yang terlihat pada Tabel 7 menunjukkan bahwa penguasaan keterampilan komputer dasar dan internet belum menjamin adanya kesiapan dosen untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT. Hal ini tampak dari tingkat keterampilan komputer dasar dan internet dosen UBL yang tinggi namun memiliki tingkat kesiapan melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT yang rendah.

Hasil penelitian mengenai dua karakteristik dosen UBL terkait pemanfaatan ICT dalam proses pembelajaran ternyata memiliki kesesuaian dengan hasil penelitian yang dilakukan Chitanana et al. (2008) mengenai peluang dan tantangan pelaksanaan e-learning di Zimbabwe yang mengatakan bahwa meskipun mayoritas dosen (95%) memiliki keterampilan dasar komputer dan internet untuk pelaksanaan e-learning, namun hanya 30 persen dosen yang menyatakan sangat siap (very much prepared) untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT. Dosen yang menyatakan tidak siap (not prepared) untuk melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT sebanyak 38 persen dan sebanyak 32 persen menyatakan agak siap (somewhat prepared).

Berdasarkan hasil penelitian ini, dapat dikatakan bahwa pelatihan guna meningkatkan kemandirian dosen UBL dalam pemanfaatan inherent mutlak dilakukan sehingga tingkat kesiapan dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT meningkat. Peningkatan kesiapan dosen UBL dalam melakukan proses pembelajaran berbasis ICT di UBL dalam hal ini inherent diharapkan dapat meningkatkan dan mengoptimalkan pemanfaatan inovasi inherent yang telah tersedia di UBL guna terwujudnya pendidikan tinggi yang berkualitas.

Karakteristik Perguruan Tinggi

Penelitian yang dilakukan Teo et al. (2007) mengenai adopsi dan difusi sistem informasi sumberdaya manusia di Singapura mengatakan bahwa karakteristik organisasi memiliki peranan yang relatif penting dalam keputusan adopsi inovasi dibandingkan dengan karakteristik inovasi dan karakteristik lingkungan eksternal organisasi. Hasil ini menunjukkan bahwa karakteristik organisasi merupakan hal penting yang perlu diperhatikan organisasi dalam mengintroduksi inovasi dalam proses kegiatannya.

Karaktersitik perguruan tinggi dalam penelitian ini merupakan faktor eksternal dosen sebagai adopter inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Karakteristik perguruan tinggi yang dilihat dalam penelitian ini dibatasi pada lima karakteristik, yaitu dukungan pimpinan perguruan tinggi, sosialisasi keberadaan inherent, penyediaan sarana dan prasarana, pengadaan pelatihan dan penyediaan tenaga teknik.

Pengukuran kondisi karakteristik UBL terkait dengan pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran dilakukan dengan melihat pendapat dosen terhadap pernyataan mengenai lima karakteristik UBL tersebut. Dukungan pimpinan dan sosialisasi keberadaan masing-masing dilihat berdasarkan lima pernyataan. Penyediaan sarana dan prasarana, pengadaan pelatihan dan penyediaan tenaga teknik masing-masing diukur dengan menggunakan tiga pernyataan. Hasil pengukuran lima karakteristik UBL terkait pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran yang dinyatakan dalam rataan skor nilai jawaban atau pendapat dosen UBL disajikan pada Tabel 8.

Tabel 8 Rataan skor karakteristik perguruan tinggi UBL

Karakteristik Perguruan Tinggi Rataan Skor*

Dukungan pimpinan 1,93

Sosialisasi keberadaan inherent 2,67

Penyediaan sarana dan prasarana 3,17

Pengadaan pelatihan 1,46

Penyediaan tenaga teknik 3,21

Total rataan skor 2,49

Keterangan:

* Rentang skor 1,00 – 1,75 = sangat rendah; 1,76 – 2,50 = rendah; 2,51 – 3,25 = tinggi; 3,26 – 4,00 = sangat tinggi

Dukungan Pimpinan

Berdasarkan pendapat dosen mengenai dukungan pimpinan UBL dalam pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran diketahui bahwa sebanyak 26,92 persen dosen menyatakan bahwa dukungan pimpinan UBL sangat rendah, 61,54 persen menyatakan rendah dan sebanyak 11,54 persen menyatakan tinggi. Rataan skor dukungan pimpinan UBL seperti disajikan pada Tabel 8 menunjukkan bahwa nilai sebesar 1,93 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat dukungan pimpinan UBL dalam proses adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL tergolong rendah.

Rendahnya tingkat dukungan pimpinan UBL dalam proses adopsi inovasi inherent di UBL dapat dijelaskan oleh tiga indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat dukungan pimpinan tersebut, yaitu antusias pimpinan puncak dalam pemanfaatan inovasi (Premkumar & Roberts 1999 dalam Teo et al. 2007), kesadaran pimpinan puncak akan keuntungan dari inovasi (Teo et al. 2007) dan peraturan pemanfaatan inovasi yang dibuat oleh pimpinan puncak.

Rendahnya tingkat dukungan pimpinan UBL dalam pemanfaatan inovasi inherent dalam hal ini terjadi karena pimpinan UBL terlihat kurang antusias dalam mendorong pemanfaatan inovasi inherent tersebut. Hal ini dibuktikan dengan belum adanya kebijakan atau peraturan yang mengatur pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Keberadaan inovasi inherent di UBL belum dimanfaatkan secara optimal oleh pimpinan UBL dalam mendukung berbagai proses pembelajaran melalui berbagai kebijakan terkait dengan proses pembelajaran.

Kondisi rendahnya tingkat dukungan pimpinan UBL dalam pemanfaatan inovasi inherent tersebut berpotensi menghambat pemanfaatan inovasi inherent tersebut. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Yap (1989) dalam Teo et al. (2007) bahwa pimpinan puncak organisasi yang memiliki perspektif lebih luas memiliki kemampuan untuk mengidentifikasi peluang pemanfaatan ICT serta mendukung adopsi inovasi dengan visi yang strategis sehingga keberadaan pimpinan yang visioner sangat penting guna mendukung pemanfaatan inovasi khususnya ICT.

Mengingat dukungan pimpinan merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi dalam organisasi (Teo et al. 2007), maka pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL berpotensi untuk tidak berkembang dengan baik di masa mendatang apabila kondisi dukungan pimpinan tidak mengalami perubahan. Hal ini diperkuat oleh Godschalk dan Lacey (2001) mengatakan bahwa faktor kepemimpinan yang profesional dari sebuah lembaga merupakan suatu faktor yang sangat menentukan kecepatan adopsi teknologi pembelajaran dalam sebuah perguruan tinggi. Dampak akhir apabila dukungan pimpinan UBL dalam pemanfaatan inovasi inherent di UBL tidak berubah adalah inovasi inherent tidak akan mampu dimanfaatkan sesuai dengan peruntukannya dan kemungkinan akan menjadi suatu hal yang tidak berguna khususnya dalam mendukung peningkatan mutu pendidikan tinggi.

Berdasarkan hasi penelitian ini, maka di masa mendatang dukungan pimpinan UBL khususnya yang terkait dengan pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran harus ditingkatkan sehingga berbagai peralatan ICT inovasi inherent yang ada di UBL dapat dimanfaatkan secara optimal guna mendukung proses pembelajaran yang lebih bermutu di masa depan.

Sosialisasi Keberadaan Inherent

Rogers (2003) menggambarkan bahwa dalam lima tahapan proses keputusan inovasi, saluran-saluran komunikasi memiliki pengaruh terhadap lima tahapan proses keputusan inovasi mulai dari pencarian informasi awal dari sebuah inovasi, penentuan sikap terhadap inovasi, pembuatan keputusan untuk mengadopsi atau menolak, penerapan ide baru, dan pengkonfirmation keputusan. Sosialisasi keberadaan inovasi inherent di UBL merupakan saluran komunikasi

yang sangat penting dalam proses adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan pendapat dosen terhadap pernyataan-pernyataan terkait dengan sosialisasi keberadaan inherent di UBL diketahui bahwa 36,54 persen dosen menyatakan bahwa tingkat sosialisasi inherent di UBL tergolong rendah, 50 persen dosen menyatakan tinggi dan sebanyak 13,46 persen menyatakan sangat tinggi. Jika dilihat dari nilai rata-rata pendapat dosen (Tabel 8), terlihat bahwa rataan skor tingkat sosialisasi keberadaan inherent menunjukkan nilai sebesar 2,67 sehingga dapat dikatakan bahwa tingkat sosialisasi keberadaan inherent di UBL adalah tergolong tinggi. Tingginya tingkat sosialisasi keberadaan inherent di UBL dalam penelitian ini dapat dijelaskan oleh pelaku sosialisasi yang dilakukan oleh elemen perguruan tinggi, yaitu pimpinan puncak (Teo et al. 2007), pengelola inherent di UBL (Pusat Komputer) dan dosen.

Tingginya tingkat sosialisasi keberadaan inherent di UBL tersebut dapat terjadi karena sosialisasi keberadaan inherent di UBL tidak hanya dilakukan oleh satu pelaku saja. Pelaku yang menjadi aktor dalam sosialisasi inovasi inherent di UBL dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu pimpinan UBL, Pusat Komputer UBL dan dosen yang sudah mengetahui keberadaan inovasi inherent terlebih dahulu. Hal lain yang mendorong tingginya tingkat sosialisasi keberadaan inovasi inherent ini adalah adanya program sosialisasi inovasi inherent yang wajib dilakukan oleh UBL dalam hal ini Pusat Komputer sebagai UPT pelaksana hibah PHK TIK K3 yang diperoleh UBL sebagai bagian kegiatan hibah yang telah menjadi kesepakata antara UBL dan Ditjen Dikti sebagai pemberi dana hibah. Program sosialisasi yang menjadi kewajiban Pusat Komputer ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap pertama untuk para pimpinan UBL dan tahap kedua untuk dosen dan karyawan.

Saluran komunikasi yang digunakan dalam sosialisasi keberadaan inovasi inherent di UBL dilakukan secara lisan dan tertulis. Sosialisasi secara lisan dilakukan dalam berbagai kesempatan seperti dalam lokakarya sosialisasi inherent, rapat, diskusi dan berbagai kesempatan yang memungkinkan oleh tiga aktor tersebut. Sosialisasi secara tertulis dilakukan oleh Pusat Komputer UBL melalui surat pemberitahuan kepada pimpinan program studi khususnya

mengenai pelaksanaan kuliah umum atau seminar yang dilakukan pihak lain di luar UBL melalui fasilitas video-conference inovasi inherent.

Sosialisasi keberadaan inherent di UBL yang tergolong tinggi mengindikasikan bahwa keberadaan inovasi inherent di UBL telah diketahui oleh dosen UBL yang merupakan faktor kunci pelaksanaan proses pembelajaran berbasis ICT. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa inovasi inherent telah tersosialisasi di kalangan dosen UBL dengan baik sehingga dimungkinkan dosen UBL untuk mengadopsi inovasi inherent guna mendukung peningkatan mutu proses pembelajaran.

Penyediaan Sarana dan Prasarana

Ketersediaan sarana dan prasarana inherent merupakan syarat mutlak yang harus dipenuhi oleh perguruan tinggi untuk dapat memanfaatkan inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Berdasarkan pendapat dosen UBL mengenai ketersediaan sarana dan prasarana inherent di UBL diketahui bahwa sebanyak 1,92 persen dosen menyatakan bahwa tingkat penyediaan sarana dan prasarana inherent di UBL tergolong rendah, sebanyak 59,62 persen menyatakan tinggi dan 38,46 menyatakan sangat tinggi.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai rata-rata skor jawaban untuk masing-masing responden terkait dengan tingkat penyediaan sarana dan prasarana

Dokumen terkait