• Tidak ada hasil yang ditemukan

ADOPSI I OVASI I HERE T DI U IVERSITAS BA DAR LAMPU G BUDHI WASKITO

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "ADOPSI I OVASI I HERE T DI U IVERSITAS BA DAR LAMPU G BUDHI WASKITO"

Copied!
119
0
0

Teks penuh

(1)

DI UIVERSITAS BADAR LAMPUG

BUDHI WASKITO

SEKOLAH PASCASARJAA

ISTITUT PERTAIA BOGOR

BOGOR

2010

(2)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul Adopsi Inovasi Inherent di Universitas Bandar Lampung adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2010 Budhi Waskito NIM I352080061

(3)

Lampung University. Under direction of AIDA VITAYALA S HUBEIS and AMIRUDDIN SALEH.

Indonesian Higher Education Network (inherent) was the innovation of learning technology based on information and communication technology that developed by the General Directorate of Higher Education since 2006. The objectives of this research were to analyze the innovation adoption level of inherent in Bandar Lampung University (UBL), to analyze the correlation between lecture characteristics and the innovation adoption level of inherent in UBL, to analyze the correlation between inherent innovation characteristics and the innovation adoption level of inherent in UBL and to analysis the correlation between the university characteristics and inherent innovation characteristics and the innovation adoption level of inherent in UBL. Data was analyzed by descriptive and inferential statistic with rank Spearman test for inferential statistic. The result of this research showed the innovation adoption level of inherent in UBL was very low for online learning material utilization and low for video-conference utilization. The correlation between independent variables (lecture, innovation and university characteristics) and dependent variables (online learning material and video-conference utilization) were positive, but on innovation complexity for video-conference utilization was negative. Increasing the innovation adoption level of inherent on learning process in UBL could not be done by the general policy because the independent variable that had significant correlation with the innovation adoption level of inherent in UBL were different between online learning material utilization and video-conference utilization.

(4)

Lampung. Di bawah bimbingan: AIDA VITAYALA S HUBEIS dan AMIRUDDIN SALEH.

Indonesian Higher Education etwork (Inherent) merupakan inovasi teknologi pembelajaran berbasis information and communication technology (ICT) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi sejak tahun 2006. Inovasi ini diharapkan mampu mentransformasi teknologi pembelajaran manual ke arah yang berbasis ICT. Aplikasi inherent yang menunjukkan bentuk transformasi proses pendidikan adalah aplikasi pembelajaran jarak jauh dengan memanfaatkan fasilitas video-conference, e-library, bahan ajar dan diseminasi hasil penelitian online.

Tujuan penelitian ini adalah untuk (1) menganalisis tingkat adopsi inovasi inherent di Universitas Bandar Lampung, (2) menganalisis hubungan antara karakteristik dosen dan tingkat adopsi inovasi inherent di Universitas Bandar Lampung, (3) menganalisis hubungan antara karakteristik inovasi inherent dan tingkat adopsi inovasi inherent di Universitas Bandar Lampung dan (4) menganalisis hubungan antara karakteristik perguruan tinggi dan tingkat adopsi inovasi inherent di Universitas Bandar Lampung. Adopsi inovasi inherent dalam penelitian ini dibatasi pada dua fasilitas inovasi inherent, yaitu bahan ajar online dan fasilitas video-conference.

Penelitian dilaksanakan di Universitas Bandar Lampung. Pengambilan dan analisis data dilaksanakan selama dua bulan, yaitu Mei hingga Juni 2010. Populasi penelitian ini dibatasi pada dosen tetap Universitas Bandar Lampung yang mengajar pada jenjang pendidikan strata satu. Penarikan sampel dilakukan secara acak sederhana dan ditentukan sebesar 50 persen dari populasi. Data penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer yang dikumpulkan dibuat dalam instrumen penelitian yang berbentuk kuesioner.

Pengumpulan data primer dilakukan melalui observasi langsung di lapangan, wawancara dan pengisian kuesioner. Data sekunder dikumpulkan dengan pengambilan basis data khususnya di UBL dan instansi lain yang relevan. Data penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis statistik deskriptif dan inferensial. Alat uji statistik inferensial yang digunakan adalah korelasi rank Spearman.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa (1) Tingkat adopsi inovasi inherent di UBL tergolong sangat rendah untuk pemanfaatan bahan ajar online dan tergolong rendah untuk pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent, (2) Karakteristik dosen memiliki hubungan positif dengan adopsi inovasi inherent di UBL. Hubungan nyata positif antara karakteristik dosen dan tingkat adopsi inovasi inherent di UBL terjadi dalam pemanfaatan bahan ajar online inovasi inherent, (3) Karakteristik inovasi inherent memiliki hubungan positif dengan adopsi inovasi inherent, kecuali karakteristik kerumitan dalam pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent. Karakteristik inovasi inherent yang memiliki hubungan nyata positif dengan pemanfaatan bahan ajar online adalah keuntungan relatif, kerumitan inovasi, kemudahan inovasi untuk dicoba dan kemudahan inovasi untuk dilihat. Karakteristik inovasi inherent yang memiliki

(5)

UBL yang memiliki hubungan nyata positif dengan pemanfaatan bahan ajar online adalah penyediaan sarana dan prasarana, sedangkan untuk pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent adalah dukungan pimpinan.

Saran yang dapat dirumuskan dari kesimpulan penelitian ini adalah (1) Tingkat pemanfaatan bahan ajar online dan fasilitas video-conference inovasi inherent di UBL perlu ditingkatkan, (2) Karakteristik dosen (keterampilan komputer dan kesiapan dosen melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT) perlu ditingkatkan guna mendorong peningkatan pemanfaatan bahan ajar online inovasi inherent di UBL, namun untuk peningkatan pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent kurang sehingga karakteristik internal dosen perlu dieksplorasi secara lebih mendalam khususnya yang memiliki hubungan nyata dengan pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent di UBL, (3) Tingkat pemanfaatan fasilitas bahan ajar online inovasi inherent di UBL perlu ditingkatkan melalui peningkatan kualitas keterampilan komputer dosen, kesiapan dosen melaksanakan pembelajaran berbasis ICT, keuntungan relatif inovasi inherent, kemudahan inovasi inherent untuk dicoba, kemudahan inovasi inherent untuk dilihat, serta penyediaan sarana dan prasarana dan (4) Tingkat pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent di UBL perlu ditingkatkan melalui peningkatan dukungan pimpinan UBL khususnya dalam pembuatan kebijakan dan peraturan yang mendorong pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent secara terintegrasi dengan proses pembelajaran yang dilaksanakan di UBL.

(6)

 Hak Cipta milik IPB, tahun 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruhnya karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin IPB

(7)

DI UIVERSITAS BADAR LAMPUG

BUDHI WASKITO

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

SEKOLAH PASCASARJAA

ISTITUT PERTAIA BOGOR

BOGOR

2010

(8)
(9)

NIM : I352080061

Program Studi : Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis Dr. Ir. Amiruddin Saleh, MS

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Komunikasi Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan

Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS

(10)

Nya sehingga karya ilmiah yang berjudul Adopsi Inovasi Inherent di Universitas Bandar Lampung ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Magister Sains pada Program Studi Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Institut Pertanian Bogor.

Penulis menyampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada Ibu Prof. Dr. Ir. Aida Vitayala S. Hubeis sebagai ketua komisi pembimbing, Bapak Dr. Ir. Amirudddin Saleh, MS sebagai anggota komisi pembimbing atas kesabaran, penyediaan waktu dan keikhlasan selama proses pembimbingan. Penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Richard W.E. Lumintang, MSEA sebagai dosen penguji luar komisi yang telah memberikan banyak masukan dan saran. Begitu pula, kepada Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS dan Ibu Dr. Ir. Sarwititi Sarwoprasodjo, MS sebagai dosen pengasuh mata kuliah Kolokium yang telah memberikan bimbingan kepada penulis pada saat penyusunan usulan penelitian.

Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri tercinta, Koriyati dan kedua anakku tersayang, Zidan Muktafa Kamal dan Zaida Nafilia atas kesabaran, keikhlasan dan dorongannnya yang senantiasa memberikan semangat kepada penulis. Begitupula untuk kedua orang tuaku serta keluarga besar yang telah memberi dukungan dan do’anya.

Tak lupa, penulis sampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Ir. Yusuf S. Barusman, MBA yang telah memberikan peluang dan ijin kepada penulis untuk melanjutkan studi, serta kepada Bapak Dr. Agus Wahyudi, MS dan Drs. Harpain, MAT yang telah memberikan dukungan moril kepada penulis untuk melanjutkan S2 di IPB. Demikian pula, kepada rekan-rekan KMP 2008 dan tempat kerja yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, penulis ucapkan terima kasih atas perhatian, pengertian dan bantuannya.

Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat khususnya bagi Universitas Bandar Lampung guna meningkatkan mutu proses pembelajaran dan bagi siapa saja yang membaca dan memerlukannya.

Bogor, Agustus 2010

(11)

kedua dari dua bersaudara dari pasangan Sudarmanto dan Umiyatin. Penulis menikah pada tahun 2002 dengan Koriyati dan dikaruniai dua orang anak yang diberi nama Zidan Muktafa Kamal yang lahir pada tahun 2003 dan Zaida Nafilia yang lahir pada tahun 2006.

Pada tahun 1994 penulis lulus dari SMA 1 Ponorogo dan pada tahun yang sama diterima di Program Studi Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB. Penulis lulus dari Program Studi Manajemen Hutan Institut Pertanian Bogor pada tahun 1999. Pada tahun 2003 penulis mulai bekerja sebagai tenaga pengajar di Universitas Bandar Lampung. Melalui beasiswa BPPS, pada tahun 2008 penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan studi ke jenjang magister pada Program Pascasarjana, Program Mayor Komunikasi Pembangunan Pertanian dan Pedesaan, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

(12)

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Perumusan Masalah ... 4 Tujuan Penelitian ... 5 Manfaat Penelitian ... 5 TINJAUAN PUSTAKA ... 7

Jaringan Perguruan Tinggi Indonesia (Inherent) ... 7

Teori Adopsi Inovasi ... 9

Inherent dan Inovasi Pendidikan Tinggi ... 13

Hasil Penelitian yang Relevan dan State of the Art ... 16

KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS ... 21

Kerangka Pemikiran ... 21

Hipotesis Penelitian ... 22

METODE PENELITIAN ... 23

Desain Penelitian ... 23

Waktu dan Lokasi Penelitian ... 23

Populasi dan Sampel ... 23

Data dan Instrumentasi ... 24

Definisi Operasional ... 25

Validitas dan Reliabilitas Instrumentasi ... 27

Pengumpulan Data ... 29

Analisis Data ... 30

KONDISI UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ... 31

Sejarah dan Letak Kampus ... 31

Fasilitas Teknologi Informasi dan Komunikasi dalam Proses Pembelajaran ... 32

Karakteristik Dosen ... 33

Karakteristik Perguruan Tinggi ... 38

ADOPSI INOVASI INHERENT DI UNIVERSITAS BANDAR LAMPUNG ... 48

Karakteristik Inovasi Inherent ... 48

Adopsi Inovasi Inherent ... 57

Hubungan antara Karakteristik Dosen, Karakteristik Inovasi Inherent, Karakteristik Perguruan Tinggi dan Adopsi Inovasi Inherent ... 63

(13)

Saran ... 77 DAFTAR PUSTAKA ... 79 LAMPIRAN ... 82

(14)

1 Jenis keputusan adopsi inovasi ... 11

2 Klasifikasi pembelajaran jarak jauh ... 15

3 Pengambil keputusan adopsi inovasi inherent ... 16

4 Definisi operasional dan indikator pengukuran variabel penelitian. 25 5 Koefisien Cronbach alpha hasil uji coba kuesioner ... 29

6 Program studi yang diselenggarakan UBL ... 31

7 Rataan skor karakteristik dosen UBL ... 34

8 Rataan skor karakteristik perguruan tinggi UBL ... 39

9 Rataan skor karakteristik inovasi inherent ... 47

10 Rataan skor tingkat adopsi inovasi inherent di UBL ... 58

11 Hubungan antara karakteristik dosen, karakteristik perguruan tinggi, karakteristik inovasi dan adopsi inovasi inherent di UBL .. 63

(15)

1 Tahapan proses keputusan inovasi ... 12

2 Pembelajaran jarak jauh tradisional ... 14

3 Pembelajaran jarak jauh berbasis internet ... 14

(16)

1 Kuesioner penelitian ... 83 2 Hasil uji coba validitas dan reliabilitas kuesioner penelitian ... 91 3 Hasil analisis korelasi rank Spearman ... 103

(17)

PEDAHULUA

Latar Belakang

Indonesian Higher Education etwork (Inherent) merupakan inovasi teknologi pembelajaran berbasis teknologi informasi dan komunikasi atau information and communication technology (ICT) yang dikembangkan oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Ditjen Dikti) tahun 2006. Inovasi ini diharapkan mampu mentransformasi teknologi pembelajaran manual ke arah yang berbasis ICT. Inovasi ini dikembangkan untuk meningkatkan mutu pendidikan tinggi melalui peningkatan komunikasi antar perguruan tinggi sehingga ketimpangan antar perguruan tinggi tidak begitu jauh. Berbagai hal yang diijinkan untuk didistribusikan atau dikomunikasikan oleh perguruan tinggi melalui inherent adalah pendidikan, penelitian, pengabdian masyarakat, manajemen institusi perguruan tinggi dan news (Ditjen Dikti 2006).

Pengembangan inovasi inherent secara umum mencoba berbagai transformasi pelaksanaan kegiatan pendidikan tinggi yang berbasis pada ICT. Berbagai transformasi ini dapat dilihat pada berbagai kegunaan dari fasilitas inherent tersebut. Fasilitas jaringan inherent dapat dimanfaatkan oleh perguruan tinggi untuk keperluan pembelajaran jarak jauh (distance learning), khususnya

berbasis ICT dengan memanfaatkan fasilitas video‐conference atau

video‐streaming (Ditjen Dikti 2008b). Selain itu, pemanfaatan inherent akan menghemat waktu dan biaya yang dibutuhkan untuk berkomunikasi antarperguruan tinggi.

Pengembangan fasilitas inherent pada dasarnya merupakan rencana perubahan berencana terhadap proses pendidikan tinggi di Indonesia dengan tujuan meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia sehingga dapat sejajar dengan mutu pendidikan tinggi di dunia internasional. Proses pendidikan tinggi yang direncanakan mengalami perubahan akibat pengembangan inherent di antaranya adalah perkuliahan, penelusuran pustaka, pencarian bahan ajar online dan diseminasi hasil penelitian dan pengabdian pada masyarakat sivitas akademika. Aplikasi inherent yang dapat menunjukkan bentuk perubahan proses pendidikan tersebut adalah aplikasi pembelajaran jarak jauh, e-library, bahan ajar dan diseminasi hasil penelitian online.

(18)

Pengembangan inovasi inherent yang dilakukan oleh Ditjen Dikti hingga tahun 2008 belum sepenuhnya menyentuh seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia. Mengingat sangat banyaknya jumlah perguruan tinggi yang ada di Indonesia dan ketersediaan dana yang terbatas, Ditjen Dikti melakukan suatu program hibah kompetisi (PHK) untuk menentukan perguruan tinggi mana yang berhak lebih dahulu untuk mengembangkan inovasi inherent. Program Hibah Kompetisi yang diselenggarakan tersebut adalah PHK Teknologi Informasi dan Komunikasi (Ditjen Dikti 2007).

Program Hibah Kompetisi Teknologi Informasi dan Komunikasi yang diselenggarakan oleh Ditjen Dikti terkait dengan pengembangan inovasi inherent diselenggarakan sejak tahun 2006. Selama tiga tahun pelaksanaan program (2006-2008), jumlah perguruan tinggi di Indonesia yang telah terhubung dengan inherent adalah sebanyak 175 perguruan tinggi (Ditjen Dikti 2006, 2007, 2008a).

Universitas Bandar Lampung (UBL) merupakan salah satu perguruan tinggi swasta yang berhasil mendapatkan PHK Teknologi Informasi dan Komunikasi untuk komponen K3 pada tahun 2007 (Ditjen Dikti 2007) sehingga UBL memasuki era baru dalam proses pembelajaran mengingat telah tersedia berbagai peralatan ICT untuk melaksanakan berbagai aplikasi inherent. Mengingat inherent merupakan suatu terobosan baru dalam dunia pendidikan, maka inherent bagi UBL dapat dianggap sebagai suatu inovasi. Hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan Rogers (2003) bahwa inovasi adalah sebuah ide, hal yang praktis atau obyek yang dipersepsikan sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau unit adopsi lainnya.

Keberadaan inovasi inherent di UBL merupakan hal baru bagi kalangan sivitas akademika khususnya dalam pemanfaatan jaringan komputer. Inovasi inherent memberikan alternatif teknologi pembelajaran berbasis ICT bagi sivitas akademika untuk melakukan komunikasi elektronik khususnya dengan berbagai pihak yang terkait dengan bidang pendidikan, yaitu dengan menggunakan teknologi internet atau teknologi inherent. Ditjen Dikti (2008a) menyatakan komunikasi elektronik bagi perguruan tinggi yang telah terhubung dengan inherent dapat dilakukan dengan basis IP (IP based application) sehingga tidak

(19)

kepada UBL untuk mengembangkan dan melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT yang dapat meningkatkan mutu pendidikan tinggi.

Peluang pengembangan proses pembelajaran berbasis ICT yang dimiliki UBL dengan memanfaatkan infrastruktur inovasi inherent pada prinsipnya dapat meningkatkan mutu pendidikan tinggi di UBL apabila inovasi inherent tersebut dimanfaatkan UBL sesuai dengan peruntukannya. Hasil penelitian mengenai proses pembelajaran berbasis ICT (pembelajaran jarak jauh) sebagai dampak teknologi terhadap perencanaan pendidikan yang dilakukan Godschalk dan Lacey (2001) menyimpulkan pembelajaran jarak jauh akan menjadi suatu hal yang sangat penting di masa depan walaupun dalam pengembangannya terdapat berbagai hambatan. Berdasarkan hal ini, maka sangat menarik untuk diteliti sejauh mana tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL mengingat berbagai sumberdaya atau fasilitas inovasi inherent telah tersedia di UBL. Informasi mengenai tingkat adopsi inovasi inherent di UBL merupakan suatu hal yang sangat penting guna melihat seberapa jauh pemanfaatan inovasi inherent di UBL sehingga dapat dijadikan dasar pertimbangan dalam pengembangan proses pembelajaran berbasis ICT di UBL secara lebih terstruktur khususnya dalam pemanfaatan fasilitas inovasi inherent guna mendukung peningkatan mutu pendidikan tinggi di UBL secara berkelanjutan.

Sooknanan et al. (2002) mengatakan faktor kunci yang dapat dilakukan untuk mempercepat implementasi atau proses adopsi teknologi komputer dalam kegiatan pendidikan adalah dengan mengikutsertakan guru (dosen) yang berkompeten dalam proses perencanaan pendidikan. Berdasarkan hal ini, maka dapat dikatakan bahwa tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL sangat ditentukan keputusan dosen. Keputusan dosen untuk mengadopsi inovasi inherent guna mendukung proses pembelajaran merupakan indikator penting yang dapat mendukung peningkatan mutu pendidikan tinggi di UBL. Faktor-faktor penting yang menentukan keputusan dosen dalam mengadopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran perlu diketahui secara baik sehingga dapat dijadikan informasi guna memanfaatkan inovasi inherent secara lebih baik sesuai dengan peruntukannya.

(20)

Berdasarkan hasil penelitian terkait dengan pemanfaatan ICT diketahui bahwa keputusan adopsi inovasi oleh individu (dosen) terhadap suatu inovasi ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (Marwan 2008, Chitanana et al. 2008) dan eksternal (Teo et al. 2007, Marwan 2008, Godschalk & Lacey 2001). Faktor internal yang dimaksud di sini adalah karakteristik adopter dalam hal ini adalah dosen, sedangkan yang dimaksud dengan faktor eksternal adalah karakteristik inovasi dan karakteristik perguruan tinggi. Sesuai dengan tahapan keputusan inovasi yang dikemukakan oleh Rogers (2003), faktor internal dan eksternal pengambil keputusan memiliki hubungan terhadap keputusan inovasi adopter. Tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL memiliki hubungan dengan faktor internal dan eksternal dosen sebagai unit yang mengadopsi. Berkaitan dengan hal tersebut sangat menarik untuk diteliti sejauh mana tingkat hubungan yang terjadi antara faktor internal dan eksternal dosen dengan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Hal ini akan bermanfaat bagi UBL untuk menentukan langkah-langkah strategis guna mengembangkan pemanfaatan inovasi inherent khususnya dalam proses pembelajaran di masa depan.

Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dapat dirumuskan beberapa permasalahan berkaitan dengan adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL, yaitu:

1. Sejauh mana tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL?

2. Sejauh mana hubungan antara karakteristik dosen dan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL?

3. Sejauh mana hubungan antara karakteristik inovasi inherent dan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL?

4. Sejauh mana hubungan antara karakteristik perguruan tinggi dan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL?

(21)

Tujuan Penelitian

Permasalahan yang dihadapi UBL terkait dengan adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran secara ilmiah dapat diatasi melalui kegiatan penelitian sehingga penelitian mengenai adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL perlu untuk dilakukan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk: 1. Menganalisis tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di

UBL.

2. Menganalisis hubungan antara karakteristik dosen dan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL.

3. Menganalisis hubungan antara karakteristik inovasi inherent dan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL.

4. Menganalisis hubungan antara karakteristik perguruan tinggi dan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL.

Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL dapat dilihat dari dua hal, yaitu manfaat secara teori dan manfaat secara praktis. Adapun manfaat penelitian ini adalah:

1. Secara teori mampu memberikan tambahan informasi mengenai adopsi inovasi, khususnya adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Selain itu, dapat digunakan sebagai bahan rujukan bagi kegiatan penelitian lanjutan yang lebih luas dan lebih mendalam mengenai adopsi inovasi inherent di Indonesia.

2. Secara praktis mampu memberikan masukan kepada pimpinan UBL mengenai tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran berikut faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat dijadikan dasar dalam pembuatan kebijakan bagi peningkatan mutu proses pembelajaran.

(22)
(23)

TIJAUA PUSTAKA

Jaringan Perguruan Tinggi Indonesia (Inherent)

Sejalan dengan kebijakan pengembangan pendidikan tinggi yang tertuang dalam dokumen Higher Education Long Term Strategy 2003-2010, pada tahun 2006 Ditjen Dikti meluncurkan program pengembangan sistem dan jaringan informasi pendidikan tinggi yang direncanakan secara bertahap akan menghubungkan seluruh perguruan tinggi di Indonesia, yaitu dengan pengembangan inherent (Ditjen Dikti 2006).

Inherent dirancang untuk menghubungkan seluruh perguruan tinggi yang ada di Indonesia pada masa yang akan datang. Pada awalnya, jaringan ini dimulai dengan menghubungkan tiga puluh dua perguruan tinggi yang berlokasi di setiap provinsi di Indonesia dan Ditjen Dikti Jakarta. Tiga puluh tiga simpul tersebut berfungsi sebagai simpul lokal pada tingkat provinsi. Simpul-simpul lokal tersebut diharapkan dapat memfasilitasi sambungan untuk universitas-universitas di sekitar lokasi dalam daerahnya masing-masing (Ditjen Dikti 2006).

Simpul lokal sebagai tahap pengembangan inherent yang dilakukan Ditjen Dikti terbagi menjadi tiga kategori, yaitu advanced networks, medium networks dan basic networks. Advanced etwork mengelola IP address sebesar 384 Kelas C dan 128 kelas C untuk cadangan. Advanced network terdiri atas delapan simpul, yaitu Ditjen Dikti, UI, ITB, UNDIP, UGM, UNIBRAW, ITS dan UT. Medium etwork mengelola IP Address sebesar dua puluh empat Kelas C. Medium etwork ini terdiri atas dua puluh satu simpul, yaitu Universitas Syiahkuala, Universitas Sumatera Utara, Universitas Andalas, Universitas Jambi, Universitas Bengkulu, Universitas Sriwijaya, Universitas Riau, Universitas Lampung, Untirta, Untan, Unmul, Unpar, Unlam, Unhas, Univ Taduloko, Univ Haluoleo, Unsrat, Univ Negeri Gorontalo, Unud, Unram dan Undana. Basic etwork mengelola IP address sebesar delapan kelas C. Basic network ini terdiri atas empat simpul, yaitu Uncen, Unpatti, UnKhair dan Unipa.

Koneksi ke inherent dapat dilakukan dengan menghubungkan perguruan tinggi asal (kota/provinsi) ke simpul lokal terdekat, yaitu dekat secara geografis. Koneksi ke inherent dilakukan melalui tiga tahapan yaitu koneksi fisik (layer satu dan layer dua), koneksi logik (layer tiga dan empat) dan layer lima (aplikasi).

(24)

Koneksi fisik ke inherent dapat dilakukan sesuai dengan lokasi perguruan tinggi yang akan bergabung, yaitu satu kota dengan simpul lokal dan antarkota dengan simpul lokal. Koneksi ke inherent bagi perguruan tinggi yang terletak satu kota dengan simpul lokal dapat dilakukan dengan beberapa cara, yaitu wireless, multi protocol layer switch (MPLS), leased line atau fiber optics. Koneksi bagi perguruan tinggi yang terletak di luar kota dengan simpul lokal dapat dilakukan dengan cara wireless, MPLS, leased line, fiber optic atau satelit (Dirjen Dikti 2008b).

Setelah terhubungkan secara fisik dengan jaringan inherent, maka dibuat penyesuaian untuk interkoneksi antara jaringan perguruan tinggi yang akan menyambung ke inherent dengan jaringan di dalam inherent yang akan mengalokasikan IP address dan membuat kebijakan routing (routing policy). Alokasi masing masing perguruan tinggi yang terhubung ke inherent sangat bergantung dengan kondisi jaringan setempat. Inherent dibuat untuk dapat mengakomodasi keperluan dunia pendidikan, khususnya pendidikan tinggi. Transaksi elektronik seperti e-mail, web dan aplikasi lainnya yang berbasis IP (IP based application) bagi perguruan tinggi yang telah terhubung dengan inherent dapat dan harus dilakukan melalui inherent (tidak melalui internet).

Ditjen Dikti (2006) menyatakan bahwa dalam pengembangan inherent tidak hanya perguruan tinggi saja yang dapat bergabung dan memanfaatkan jaringan inherent. Pihak yang dapat bergabung dengan inherent tersebut terbagi menjadi dua, yaitu pihak internal (Perguruan Tinggi dan Ditjen Dikti/Depdiknas) dan pihak eksternal (pemkab/pemkot/pemprov, internet atau lembaga pemerintah lainnya).

Ditjen Dikti/Depdiknas dan Perguruan Tinggi baik PTN maupun PTS sebagai pihak internal dapat memanfaatkan jaringan inherent ini untuk keperluan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat. Simpul lokal ataupun simpul lain yang terhubung melalui simpul lokal dilarang menjual koneksi inherent kepada institusi yang bukan lembaga pendidikan. Pihak eksternal yang terdiri dari pemkab/pemkot/pemprov, internet atau lembaga pemerintah lainnya di luar perguruan tinggi dapat memanfaatkan bandwidth inherent untuk tujuan pendidikan, penelitian dan pengabdian pada masyarakat.

(25)

Selain kedua pihak tersebut, lembaga penelitian khususnya yang berada di dalam Kementerian Riset dan Teknologi atau lembaga penelitian yang berada pada sekretariat negara dapat juga tergabung dan memanfaatkan inherent. Lembaga penelitian yang dimaksud, misalnya LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia), BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi), BATAN (Badan Tenaga Atom Nasional), LAPAN (Lembaga Penerbangan dan Antariksa), Lembaga Eikman dan lembaga-lembaga penelitian lainnya yang sejenis.

Ditjen Dikti menerapkan empat kebijakan routing IP (IP Routing Policy) dalam inherent, yaitu routing antar inherent, routing antar inherent dengan NREN (National Research and Education Network) di luar negeri, routing antara inherent dengan internet, dan routing antara inherent dengan ISP Indonesia (Ditjen Dikti 2006).

Routing antar anggota inherent terbuka tidak ada filter, kecuali ada satu network yang membebani jalur, misalnya karena ada virus atau worm. Routing antar inherent dengan NREN di luar negeri dimungkinkan apabila ada salah satu anggota inherent mempunyai kerjasama dengan NREN di luar negeri, misalnya Internet2 (jaringan antar universitas di Amerika), GEANT (jaringan antar universitas di Eropa), Singaren (jaringan antar universitas di Singapore) dan AARnet (jaringan antar universitas di Australia). Routing inherent dengan internet tidak diperkenankan secara langsung, akan tetapi perguruan tinggi dapat menggunakan jalur internetnya sendiri atau sharing dengan yang lain melalui sharing bandwidth via proxy server. Routing antara inherent dengan ISP Indonesia dapat dilakukan melalui IIX (Indonesia Internet eXchange).

Teori Adopsi Inovasi

Inovasi adalah sebuah ide, hal yang praktis, atau obyek yang dipersepsikan sebagai suatu hal yang baru bagi seseorang atau unit adopsi lainnya. Persepsi mengenai kebaharuan dari ide tersebut ditentukan oleh reaksi individu atau unit adopsi lainnya terhadap ide tersebut. Sebuah ide yang terlihat baru bagi seseorang, maka ide tersebut merupakan sebuah inovasi (Rogers 2003). Tingkat kebaharuan dari sebuah inovasi (innovativeness) tersebut diekspresikan dalam beberapa hal, yaitu pengetahuan (knowledge), persuasi (persuation) dan keputusan untuk mengadopsi (a decision to adopt).

(26)

Perbedaan kecepatan adopsi seseorang terhadap sebuah inovasi dapat dipengaruhi oleh persepsi seseorang terhadap karakteristik dari inovasi tersebut. Rogers (2003) menyatakan bahwa terdapat lima karakteristik inovasi yang dapat mempengaruhi kecepatan adopsi seseorang terhadap suatu inovasi. Lima karakteristik tersebut adalah keuntungan relatif, kesesuaian, kerumitan, kemudahan untuk dicoba, dan kemudahan dilihat hasilnya. Sebuah inovasi yang dipersepsikan seseorang memiliki kelebihan dalam hal relative advantage, compatibility, trialability, observability serta lebih sederhana (less complexity) akan diadopsi lebih cepat dibandingkan dengan inovasi lainnya. Definisi lima karakteristik inovasi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Keuntungan relatif (Relative Advantage) adalah derajat dimana inovasi dirasakan lebih baik dari pada ide lain yang menggantikannya. Derajat keuntungan tersebut dapat diukur secara ekonomis, tetapi faktor prestise sosial, kenyamanan dan kepuasan juga merupakan faktor penting. Semakin besar keuntungan relatif inovasi yang dapat dirasakan, tingkat adopsi inovasi juga akan menjadi lebih cepat.

2. Kesesuaian (Compatibility) adalah derajat dimana inovasi dirasakan sebagai sesuatu yang konsisten dengan nilai–nilai yang berlaku, pengalaman-pengalaman terakhir dan kebutuhan adopter. Ide yang tidak sesuai dengan nilai dan norma sistem sosial tidak akan diadopsi secara cepat sebagaimana inovasi yang sesuai.

3. Kerumitan (Complexity) adalah derajat kerumitan inovasi untuk dipahami dan digunakan. Ide-ide baru yang lebih sederhana untuk dipahami akan lebih cepat diadopsi daripada inovasi yang mengharuskan adopter mengembangkan keahlian dan pemahaman baru.

4. Kemudahan untuk dicoba (Trialability) adalah derajat kemudahan inovasi untuk dicoba pada keadaan sumberdaya yang terbatas. Ide-ide baru yang dapat dicoba pada sebagian tahapan penanaman secara umum akan lebih mudah dan cepat diadopsi daripada inovasi yang tidak dapat diujicobakan dalam skala yang lebih kecil.

(27)

5. Kemudahan untuk dilihat (Observability) adalah derajat kemudahan inovasi untuk dilihat dan disaksikan hasilnya oleh orang lain. Kemudahan dalam melihat hasil inovasi oleh seseorang akan memudahkannya dalam mengadopsi inovasi.

Sistem sosial belum memiliki pengaruh penting lainnya dalam difusi ide-ide baru. Inovasi dapat diadopsi (adopted) atau ditolak (rejected) oleh seseorang sebagai anggota dari sebuah sistem atau keseluruhan sistem sosial, dimana keputusan adopsi ditentukan oleh keputusan bersama atau oleh kekuasaan. Dari dua hal tersebut, Rogers (2003) membagi keputusan inovasi menjadi tiga jenis, yaitu optional innovation-decisions, collective innovation-decisions dan authority innovation-decisions (Tabel 1).

Tabel 1 Jenis keputusan adopsi inovasi

Keputusan Adopsi Inovasi Keterangan

Optional innovation-decisions

Pilihan untuk mengadopsi atau menolak sebuah inovasi yang dilakukan oleh seseorang secara bebas terhadap keputusan anggota lainnya dalam sebuah sistem sosial. Keputusan individu kemungkinan dipengaruhi oleh norma dan jaringan komunikasi antar individu.

Collective innovation-decisions

Pilihan untuk mengadopsi atau menolak sebuah inovasi yang dilakukan oleh konsensus antara anggota sebuah sistem sosial. Seluruh unit dalam sistem sosial biasanya harus mengkonfirmasi terhadap keputusan yang dibuat oleh sistem sosial tersebut.

Authority innovation-decisions

Pilihan untuk mengadopsi atau menolak sebuah inovasi yang dilakukan oleh beberapa orang yang relatif sedikit dari sebuah sistem yang memiliki kekuasaan, status atau keahlian teknik.

Sumber: Rogers (2003)

Proses keputusan inovasi adalah proses yang dilakukan oleh seseorang atau unit pengambil keputusan lainnya mulai dari pencarian informasi awal dari sebuah inovasi, penentuan sikap terhadap inovasi, pembuatan keputusan untuk mengadopsi atau menolak, penerapan ide baru, dan pengkonfirmation keputusan. Rogers (2003) menggambarkan bahwa proses keputusan inovasi terjadi dalam lima tahapan (Gambar 1).

(28)

Gambar 1 Tahapan proses keputusan inovasi

Kelima tahapan proses keputusan inovasi seperti tersaji pada Gambar 1 memiliki ciri yang khusus. Tahap pertama, Pengetahuan-Knowledge terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya diterpa informasi mengenai keberadaan sebuah inovasi dan memperoleh pemahaman mengenai bagaimana inovasi tersebut berfungsi. Tahap kedua, Bujukan-Persuation terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya merasakan kenyamanan atau ketidaknyamanan terhadap inovasi. Tahap ketiga, Keputusan-Decisions terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya melakukan kegiatan yang mengarah pada sebuah pilihan untuk mengadopsi atau menolak inovasi. Tahap keempat, Penggunaan-Implementation terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan lainnya menentukan untuk menggunakan ide baru tersebut. Tahap yang kelima, Konfirmasi-Confirmation terjadi pada saat seseorang atau pengambil keputusan mencari penegasan kembali terhadap keputusan inovasi yang telah dibuat yang kemungkinannya dapat mengubah keputusan yang telah dibuat jika diterpa informasi yang berlawanan terhadap inovasi.

I. KNOW-LEDGE II. PERSUA-TION III. DECISION IV. IMPLEMEN-TATION V. CONFIR-MATION Kondisi Awal: 1. Kegiatan sebelumnya 2. Kebutuhan yang dirasakan/masalah 3. Kebaharuan ide (innovativeness) 4. Norma sistem sosial

Saluran-Saluran Komunikasi 1. Mengadopsi 2. Menolak Melanjutkan adopsi Mengadopsi kemudian Tidak melanjutkan Melanjutkan menolak Karakteristik Pengambil Keputusan: 1. Karakteristik sosial ekonomi 2. Variabel individu 3. Perilaku komunikasi Persepsi mengenai karakteristik inovasi: 1. Relative advantage 2. Complexity 3. Compatibility 4. Trialability 5. Observability

(29)

Hasil review teori difusi inovasi yang dilakukan Straub (2009) mengatakan bahwa dalam proses introduksi teknologi, teori difusi inovasi secara khusus dapat mempengaruhinya dalam tiga proses. Pertama, mengingat adopsi merupakan hal yang kompleks, maka proses pembangunan sosial merupakan hal yang pertama harus dilakukan. Kedua, setiap individu memiliki persepsi yang berbeda-beda berkaitan dengan teknologi yang dapat mempengaruhi proses adopsi. Ketiga/terakhir, keberhasilan pelaksanaan adopsi teknologi harus memperhatikan dengan serius berbagai hal yang berkaitan dengan aspek kognitif, emosi dan konteks.

Inherent dan Inovasi Pendidikan Tinggi

Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional mendefinisikan pendidikan jarak jauh sebagai pendidikan yang peserta didiknya terpisah dari pendidik dan pembelajarannya menggunakan berbagai sumber belajar melalui teknologi komunikasi, informasi dan media lain.

Pembelajaran jarak jauh adalah proses pendidikan formal dimana mayoritas proses pembelajaran yang dilakukan oleh dosen dan mahasiswa terjadi pada tempat yang berbeda. Proses pembelajaran dalam hal ini dapat terjadi secara langsung (synchronous) maupun tidak langsung (asynchronous). Pertukaran informasi dan proses komunikasi melalui berbagai media (Proctor 2005).

Pembelajaran jarah jauh adalah proses pembelajaran yang dihasilkan dari penggunaan teknologi dimana pengajar dan yang diajar tidak perlu pergi ke suatu tempat untuk melaksanakan proses pembelajaran. Pengertian ini meliputi proses pembelajaran tidak bersamaan antara pengajar dan yang diajar baik tempat maupun waktu (asynchronous learning) dan pembelajaran yang terjadi pada waktu yang bersamaan namun pada tempat yang berbeda (synchronous learning) (Negash et al. 2008).

Perkembangan teknologi internet telah mengakibatkan perubahan yang sangat besar dalam metode pembelajaran khususnya dalam penyampaian materi dengan memanfaatkan teknologi internet. Pemanfaatan teknologi internet dalam proses pembelajaran telah memunculkan model baru proses pembelajaran yang berbentuk pembelajaran jarak jauh. Berdasarkan teknologi yang digunakan dalam

(30)

pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, Singh (2008) mengklasifikasi dua model pembelajaran jarah jauh yang dilakukan di India, yakni pembelajaran jarah jauh tradisional (Gambar 2) dan pembelajaran jarak jauh berbasis internet (Gambar 3).

Gambar 2 Pembelajaran jarak jauh tradisional

Gambar 3 Pembelajaran jarak jauh berbasis internet

Wilcox (2008) mengklasifikasikan model pembelajaran jarak jauh berdasarkan dua faktor, yaitu kehadiran (presence) dan proses komunikasi elektronik (e-communication) yang terjadi antara pendidik dan peserta didik. Kehadiran menerangkan bahwa antara dosen dan mahasiswa hadir secara fisik maupun maya (virtual) dalam suatu proses pembelajaran dalam waktu yang bersamaan. Komunikasi elektronik merupakan proses komunikasi antara dosen dan mahasiswa dalam suatu proses pembelajaran yang menggunakan media komunikasi elektronik atau tidak. Berdasarkan dua faktor tersebut, Negash dan Wilcox (2008) mengklasifikasikan pembelajaran jarak jauh menjadi enam tipe (Tabel 2).

Akses utama melalui Pos

Kebebasan dari konvensional Interaksi terbatas pada pusat studi atau

pusat pembelajaran jarak jauh Pelajaran (Materi pembelajaran dicetak terlebih dahulu) Pelajar pasif mempelajari materi yang diterima

Akses utama melalui Internet

Fleksibilitas waktu, tempat, dan frekwensi

dalam belajar

Interaksi tidak terbatas pada isi, pengajar, maupun kelompok pelajar Pelajaran (Materi pembelajaran yang dihasilkan dihubungkan melalui hyper links) Pembelajaran oleh pelajar aktif

(31)

Tabel 2 Klasifikasi pembelajaran jarak jauh

Tipe Kehadiran Komunikasi Elektronik Nama

I Ya Tidak Tatap muka (Face to face)

II Tidak Tidak Belajar sendiri

(Self-Learning)

III Tidak Ya Pembelajaran dalam waktu

yang tidak sama (Asynchronous)

IV Ya Ya Pembelajaran dalam waktu

yang sama (Synchronous)

V

Kadang-kadang

Ya Campuran/Turunan dari

Tipe III (Blended/Hybrid-asynchronous)

VI Ya Ya Campuran/Turunan dari

Tipe IV (Blended/Hybrid-synchronous)

Sumber: Negash dan Wilcox (2008)

Pemerintah Republik Indonesia melalui Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (pasal 31 ayat 3) menjelaskan bahwa pendidikan jarak jauh diselenggarakan dalam berbagai bentuk, modus dan cakupan yang didukung oleh sarana dan layanan belajar serta sistem penilaian yang menjamin mutu lulusan sesuai dengan standar nasional pendidikan. Bentuk pendidikan jarak jauh yang dimaksud mencakup program pendidikan tertulis (korespondensi), radio, audio/video, TV dan/atau berbasis jaringan komputer.

Perkembangan pemanfaatan ICT dalam pendidikan tinggi di Indonesia telah menimbulkan berbagai tantangan dan persoalan dalam pendidikan tinggi di Indonesia. Pemecahan berbagai tantangan dan persoalan pendidikan tinggi memerlukan pemikiran yang mendalam dan pendekatan baru yang progresif. Gagasan baru sebagai hasil pemikiran kembali haruslah mampu memecahkan persoalan yang tidak terpecahkan hanya dengan cara yang tradisional atau komersial. Gagasan dan pendekatan baru yang memenuhi ketentuan inilah yang dinamakan dengan inovasi pendidikan. Inovasi pendidikan adalah suatu perubahan baru, dan secara kualitatif berbeda dari hal yang ada sebelumnya, serta sengaja diusahakan untuk meningkatkan kemampuan guna mencapai tujuan tertentu dalam pendidikan (Sa’ud 2008).

(32)

Merujuk pemikiran Rogers (2003) dan Sa’ud (2008), meskipun teknologi pembelajaran berbasis ICT sejenis inherent telah lama dikembangkan di negara lain, namun bagi dunia pendidikan tinggi di Indonesia inherent dapat dianggap suatu inovasi karena merupakan suatu hal yang baru dikembangkan, khususnya dalam kegiatan pendidikan tinggi. Inherent merupakan suatu inovasi pendidikan tinggi berbasis ICT yang sengaja diciptakan untuk mengatasi berbagai persoalan guna meningkatkan mutu pendidikan tinggi di Indonesia.

Inovasi inherent di UBL yang menjadi kajian penelitian ini apabila dilihat dari keputusan adopsi inovasi (Rogers 2003) merupakan inovasi yang diputuskan atau diadopsi tidak secara langsung oleh individu dosen UBL (optional innovation-decisions), namun keputusan adopsi inovasi inherent ini pertama kali dibuat berdasarkan otoritas dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (authority innovation-decisions) yang berlanjut pada keputusan adopsi inovasi oleh pimpinan UBL (collective innovation-decisions) (Tabel 3).

Tabel 3 Pengambil keputusan adopsi inovasi inherent Keputusan

Adopsi Inovasi

Pengambil Keputusan Adopsi Inovasi Inherent

Authority innovation-decisions Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi

Collective innovation-decisions Pimpinan Universitas Bandar Lampung

Optional innovation-decisions Dosen Universitas Bandar Lampung

Hasil Penelitian yang Relevan dan State of the Art

Berkaitan dengan pemanfaatan ICT dalam pendidikan tinggi, secara umum dosen dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu dosen yang memanfaatkan ICT dan dosen yang belum memanfaatkan ICT dalam proses pendidikan tinggi. Marwan (2008) mengungkapkan bahwa kasus dosen di Politeknik Negeri Pontianak yang memanfaatkan ICT dalam proses pembelajaran karena berbagai alasan, di antaranya adalah ketersediaan fasilitas ICT, dapat mengakses bahan ajar online secara lebih mudah, dapat meningkatkan kualitas komunikasi dengan mahasiswa dan dapat mengembangkan jejaring dengan rekan sejawat. Dosen yang belum memanfaatkan ICT memiliki berbagai alasan, yaitu kurang memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam memanfaatkan ICT, kurangnya tenaga

(33)

teknis ICT di perguruan tinggi, kurangnya insentif yang diberikan oleh perguruan tinggi apabila memanfaatkan ICT dalam proses pembelajaran. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa belum semua dosen (100%) dapat mengadopsi teknologi informasi dan komunikasi untuk keperluan proses pembelajaran di perguruan tinggi. Dosen yang mengadopsi teknologi informasi secara umum melakukan hal tersebut karena dorongan pribadi (faktor internal dosen), sedangkan dosen yang tidak mengadopsi disebabkan karena kebijakan lembaga pendidikan tinggi yang tidak mendukung (faktor eksternal dosen).

Universitas Terbuka di Hongkong telah mengembangkan proses pembelajaran online (Online Learning Environment – OLE) untuk menyampaikan berbagai mata kuliah kepada mahasiswa secara online dengan sistem asynchrounously. Sistem pembelajaran online ini memuat lima bidang utama yang disampaikan dalam berbagai mata kuliah, yaitu berita, jadwal, alat interaksi, bahan ajar dan tugas. Hasil penelitian mengenai persepsi mahasiswa terhadap keberadaan pembelajaran online (OLE) di Universitas Terbuka di Hongkong (Yang & Lau 2006) menunjukkan bahwa mayoritas mahasiswa menerima secara positif dan dapat menggunakan secara nyaman sistem pembelajaran online (OLE) yang dilakukan oleh Universitas Terbuka di Hongkong.

Pembelajaran jarak jauh merupakan salah satu alternatif proses pembelajaran yang sangat menarik dan dapat menggantikan proses pembelajaran yang ada saat ini (traditional face-to-face instruction). Hasil penelitian terkait transformasi model pembelajaran yang dilakukan Holbein (2008) mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembelajaran jarak jauh kemungkinan tidak diperlukan oleh semua mahasiswa. Pelaksanaan pembelajaran jarak jauh yang efektif memerlukan tahapan pemikiran antara dosen dan mahasiswa. Bagi mahasiswa yang masih memerlukan pertemuan tatap muka, struktur dan model pembelajaran yang disertai dengan interaksi baik verbal maupun nonverbal kemungkinan tidak nyaman dengan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh tersebut. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan pembelajaran jarak jauh belum sepenuhnya (100%) dapat menggantikan model pembelajaran yang ada saat ini (traditional face-to-face instruction). Kompromi antara dosen dan mahasiswa

(34)

merupakan hal yang sangat penting untuk dapat diterapkannya proses pembelajaran jarak jauh di suatu perguruan tinggi.

Hasil penelitian yang dilakukan oleh Sooknanan et al. (2002) mengenai difusi inovasi dalam bidang pendidikan yang dilakukan di Trinidad dan Tobago menjelaskan bahwa pendidik (guru) yang memiliki kompetensi secara teknologi dapat dimanfaatkan sebagai sumberdaya dalam pembuatan keputusan pemerintah. Faktor kunci yang dapat dilakukan untuk mempercepat implementasi atau proses adopsi teknologi komputer dalam kegiatan pendidikan adalah dengan mengikutsertakan guru yang berkompeten dalam proses perencanaan pendidikan.

Hodge et al. (2006) mengatakan bahwa faktor yang berperan penting dalam pelaksanaan proses pembelajaran jarak jauh adalah mahasiswa dan lingkungan sosial. Berkaitan dengan hal ini maka terdapat komponen penting yang dapat mempengaruhi keberhasilan pelaksanaan pembelajaran jarak jauh, yaitu konsep kepercayaan, pengembangan kelompok masyarakat, kemahasiswaan dan sosialisasi.

Hasil penelitian mengenai adopsi dan difusi sistem informasi sumberdaya manusia di Singapura yang dilakukan Teo et al. (2007) mengatakan bahwa karakteristik organisasi memiliki peranan yang relatif penting dalam keputusan adopsi dibandingkan dengan dua variabel lainnya. Salah satu karakteristik organisasi yang paling dominan adalah dukungan pimpinan puncak (top management). Dua variabel selain karakteristik organisasi adalah karakteristik inovasi dan karakteristik lingkungan. Berkaitan dengan hasil penelitian tersebut maka secara garis besar inisiatif organisasi merupakan hal yang sangat diperlukan untuk mempercepat proses adopsi teknologi baru.

Berkaitan dengan adopsi pembelajaran jarak jauh dalam kegiatan pendidikan tinggi, Godschalk dan Lacey (2001) mengatakan bahwa mayoritas responden yakin bahwa pembelajaran jarak jauh akan menjadi suatu hal yang penting, namun hanya sedikit mata kuliah yang dapat dijalankannya. Hambatan penting yang terjadi dalam adopsi pembelajaran jarak jauh adalah kebutuhan fakultas yang sangat tinggi, kurangnya kompensasi untuk pengembangan mata kuliah, rendahnya daya tarik fakultas, ketidaksesuaian dengan isi mata kuliah dan kurang memadainya dukungan teknik yang diberikan. Peningkatan tingkat adopsi

(35)

pembelajaran jarak jauh perlu memperhatikan empat faktor, yaitu perubahan

kepemimpinan (generational change), program survival, penyesuaian

kelembagaan (institutional conformity) dan tuntutan kepraktisan (practice demand). Berkaitan dengan hasil penelitian ini, Godschalk dan Lacey (2001) mengatakan bahwa penerapan teknologi untuk memperbaiki pendidikan harus dimulai dan direncanakan oleh profesional yang berorietasi pada masa depan. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa faktor kepemimpinan yang profesional dari sebuah lembaga merupakan suatu faktor yang sangat menentukan kecepatan adopsi teknologi pembelajaran dalam sebuah perguruan tinggi.

Berdasarkan analisis berbagai hasil penelitian yang terkait dengan adopsi inovasi dalam kegiatan pembelajaran jarak jauh, dapat disimpulkan bahwa dalam membuat keputusan mengenai adopsi suatu inovasi (mengadopsi atau tidak) banyak faktor yang menjadi pertimbangan oleh pengambil keputusan. Berdasarkan hasil telaah berbagai hasil penelitian diketahui bahwa secara umum keputusan adopsi inovasi oleh individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (Marwan 2008, Chitanana et al. 2008) dan eksternal (Teo et al. 2007, Marwan 2008, Godschalk & Lacey 2001). Faktor-faktor yang menjadi hambatan dalam adopsi inovasi pada umumnya diteliti sendiri-sendiri baik faktor internal maupun eksternal sehingga sangat sulit untuk menentukan faktor manakah sebenarnya yang menjadi kunci utama yang dapat mempengaruhi adopsi inovasi.

Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya, penelitian ini menganalisis secara simultan faktor internal dan eksternal dosen sebagai pengambil keputusan adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran. Hubungan berbagai faktor dan dominasi setiap faktor dalam mempengaruhi keputusan adopsi inovasi diharapkan dapat ditemukan dalam penelitian ini sehingga memudahkan dalam perumusan kebijakan guna meningkatkan dan mempercepat adopsi inovasi, khususnya adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran.

(36)
(37)

KERAGKA PEMIKIRA DA HIPOTESIS

Kerangka Pemikiran

Hasil penelitian Marwan (2008) dan Sooknanan et al. (2002) menunjukkan bahwa dosen perguruan tinggi merupakan aktor (pengambil keputusan) utama yang sangat berpengaruh terhadap pemanfaatan ICT dalam proses pendidikan. Dosen dalam adopsi inovasi inherent layak dijadikan sebagai aktor utama pengambil keputusan untuk meningkatkan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran.

Berdasarkan telaah berbagai hasil penelitian terkait dengan pemanfaatan ICT dalam dunia pendidikan diketahui bahwa keputusan adopsi inovasi oleh individu ditentukan oleh dua faktor, yaitu faktor internal (Marwan 2008, Chitanana et al. 2008) dan eksternal (Teo et al. 2007, Marwan 2008, Godschalk & Lacey 2001). Faktor internal dosen terdiri atas keterampilan komputer dan kesiapan dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT. Faktor eksternal dosen dijelaskan dengan dua kriteria, yaitu karakteristik inovasi dan karakteristik perguruan tinggi. Sesuai tahapan keputusan inovasi yang dikemukakan oleh Rogers (2003), faktor internal dan eksternal pengambil keputusan memiliki hubungan terhadap keputusan inovasi. Tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran dijadikan sebagai variabel terikat, sedangkan faktor internal dan eksternal dosen merupakan variabel bebas.

Faktor internal yang dijadikan variabel dalam penelitian ini adalah karakteristik dosen yang dibatasi pada dua indikator, yaitu keterampilan komputer dan kesiapan dosen dalam melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT. Faktor eksternal yang dijadikan sebagai variabel penelitian adalah karakteristik inovasi dan karakteristik perguruan tinggi. Variabel karakteristik inovasi dalam penelitian ini adalah lima karakteristik inovasi yang dikemukakan oleh Rogers (2003), yaitu keuntungan relatif, kerumitan, kesesuaian, kemudahan untuk dicoba dan kemudahan untuk dilihat. Variabel karakteristik perguruan tinggi dijelaskan oleh tiga indikator, yaitu dukungan pimpinan, sosialisasi keberadaan inherent, serta dukungan penyediaan sarana dan prasarana, pelatihan dan tenaga teknik. Variabel tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran dilihat dari dua indikator, yaitu pemanfaatan fasilitas bahan ajar online dalam proses

(38)

pembelajaran dan pemanfaatan fasilitas video-conference dalam proses pembelajaran. Hasil akhir yang diharapkan dari adanya adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran adalah terwujudnya kegiatan pendidikan tinggi yang berkualitas. Namun demikian, penelitian ini tidak melihat sampai ke dampak akhir tersebut. Penelitian dibatasi atau hanya dilakukan sampai batas diketahuinya tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran khususnya di UBL. Hubungan antar variabel dan dampak akhir dari proses adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL dapat dilihat pada Gambar 4.

Gambar 4 Kerangka pemikiran penelitian Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran penelitian (Gtambar 4), penelitian ini menguji tiga hipotesis mengenai hubungan antara variabel yang mempengaruhi tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL, yaitu:

H1 : Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik dosen dan tingkat

adopsi inovasi inherent di UBL.

H2 : Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik inovasi inherent dan

tingkat adopsi inovasi inherent di UBL.

H3 : Terdapat hubungan nyata positif antara karakteristik perguruan tinggi dan

tingkat adopsi inovasi inherent di UBL.

Karakteristik Dosen (X1)

X1.1. Keterampilan komputer

X1.2. Kesiapan melaksanakan proses

pembelajaran berbasis ICT

Karakteristik Inovasi (X2)

X2.1. Keuntungan relatif

X2.2. Kerumitan

X2.3. Kesesuaian

X2.4. Kemudahan untuk dicoba

X2.5. Kemudahan untuk dilihat

Karakteristik Perguruan Tinggi (X3)

X3.1. Dukungan pimpinan

X3.2. Sosialisasi keberadaan inherent

X3.3. Penyediaan sarana dan prasarana

X3.4. Pengadaan pelatihan

X3.5. Penyediaan tenaga teknik

Adopsi Inovasi Inherent (Y) Y1. Pemanfaatan bahan ajar online Y2. Pemanfaatan fasilitas video-conference Pendidikan Tinggi yang Berkualitas H1 H2 H3

(39)

METODE PEELITIA

Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menguji hipotesis tentang hubungan tiga variabel (karakteristik dosen, karakteristik inovasi dan karakteristik perguruan tinggi) dengan tingkat adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran di UBL. Ruslan (2008) menyatakan bahwa penelitian deskriptif dapat dilakukan guna meneliti gejala atau hubungan antara dua gejala atau lebih. Artherton dan Klemmack (1982) dalam Ruslan (2008) mengatakan bahwa penelitian deskriptif dengan menggunakan metode survei dapat dilakukan untuk mencari hubungan dua variabel atau lebih. Nasution (2003) mengatakan bahwa penelitian survei dapat digunakan dalam penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif maupun eksplanatori. Berdasarkan hal tersebut di atas, maka penelitian didesain sebagai survei deskriptif eksplanatori.

Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian dilaksanakan sejak September 2009 yang dimulai dari tahap penyusunan proposal. Pengambilan dan analisis data dilakukan selama dua bulan, yaitu pada Bulan Mei hingga Juni 2010. Pengambilan data penelitian dilaksanakan di UBL.

Populasi dan Sampel

Populasi adalah kumpulan semua hal (orang, perusahaan dan sebagainya) yang dipertimbangkan dengan baik. Karakteristik penting dari populasi adalah berisi semua elemen yang menarik perhatian. Populasi dapat dibatasi atau tidak dalam hal ukuran (Ashenfelter et al. 2003). Berdasarkan pengertian ini, maka populasi penelitian ini dibatasi pada dosen tetap Universitas Bandar Lampung yang mengajar pada jenjang pendidikan strata satu dan pernah memanfaatkan inovasi inherent.

Berdasarkan data Laporan Evaluasi Diri Berbasis Program Studi (EPSBED) yang dimuat dalam situs http://www.evaluasi.or.id diketahui bahwa jumlah dosen tetap yang mengajar di Program Studi Jenjang S1 UBL adalah sebanyak 103 orang yang mengajar pada 12 program studi jenjang S1. Dua program studi jenjang S1 UBL meliputi Program Studi Manajemen, Program

(40)

Studi Akuntansi, Program Studi Teknik Sipil, Program Studi Teknik Mesin, Program Studi Teknik Arsitektur, Program Studi Ilmu Hukum, Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Program Studi Ilmu Administrasi Niaga, Program Studi Teknik Informatika, Program Studi Sistem Informasi, Program Studi Ilmu Komunikasi dan Program Studi Pendidikan Bahasa Inggris (Perencanaan dan Pengembangan Pengembangan UBL 2010). Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah sebanyak 103 orang.

Sampel adalah sebagian dari populasi yang dipilih untuk dianalisis. Pemilihan sampel ini merupakan suatu hal yang sangat penting. Berbagai metode pengambilan sampel tersedia namun hal kunci yang harus diingat bahwa sampel dari sebuah populasi dapat menggambarkan tentang populasi tersebut (Ashenfelter et al. 2003). Berdasarkan hal ini, maka sampel penelitian adalah sebagian dari dosen tetap Universitas Bandar Lampung yang mengajar pada jenjang pendidikan strata satu dan pernah memanfaatkan inovasi inherent. Penarikan sampel dilakukan secara acak sederhana dan ditentukan sebesar 50 persen dari populasi sehingga jumlah sampel yang diambil adalah sebanyak 52 orang. Pengambilan sampel dilakukan sebesar 50 persen dengan maksud agar diperoleh data yang mendekati dengan kondisi yang sebenarnya.

Data dan Instrumentasi

Berdasarkan cara perolehannya, data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder, yaitu:

1. Data primer, yaitu berupa pendapat dosen mengenai variabel penelitian yang diduga memiliki hubungan dengan adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran, termasuk data mengenai adopsi inovasi inherent dalam proses pembelajaran seperti yang tersaji pada Gambar 4. Data primer yang dikumpulkan dalam penelitian ini dibuat dalam instrumen penelitian yang berbentuk kuesioner (Lampiran 1).

2. Data sekunder, yaitu berupa profil UBL dan data lain yang relevan dengan penelitian. Data sekunder ini akan diambil dari dokumen yang dikeluarkan oleh UBL maupun instansi lainnya yang relevan.

(41)

Definisi Operasional

Jogiyanto (2008) mengatakan bahwa variabel penelitian harus didefinisikan agar jelas makna dan pengukurannya. Definisi operasional dan indikator pengukuran dari variabel penelitian ini disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4 Definisi operasional dan indikator pengukuran variabel penelitian

Variabel Definisi Operasional Indikator Pengukuran

Keterampilan komputer

Tingkat keterampilan dosen UBL menggunakan komputer untuk proses pembelajaran

1. Kemampuan dosen menggunakan komputer dasar (Chitanana et al. 2008) 2. Kemampuan dosen menggunakan

internet (Chitanana et al. 2008) Kesiapan

melaksanakan pembelajaran berbasis ICT

Tingkat kesiapan dosen UBL dalam melaksanakan proses pembelajaran yang berbasis ICT dengan memanfaatkan inovasi inherent

1. Keperluan dosen mengikuti pelatihan pemanfaatan inovasi inherent 2. Keperluan dosen terhadap dukungan

tenaga teknik untuk memanfaatkan inovasi inherent

Keuntungan relatif

Tingkat inovasi inherent dirasakan lebih baik

dibandingkan dengan ide lain yang digantikannya

1. Peningkatan mutu proses pembelajaran (Premkumar dan Roberts 1999 dalam Teo et al. 2007)

2. Kemudahan pelaksanaan proses pembelajaran (Teo et al. 2007) 3. Peningkatan efektivitas proses

pembelajaran (Teo et al. 2007) 4. Pengurangan biaya operasional proses

pembelajaran (Teo et al. 2007) Kerumitan Tingkat kerumitan inovasi

inherent untuk dipahami dan digunakan dibandingkan dengan teknologi yang digantikannya

1. Kerumitan penggunaan (Grover 1993 dalam Teo et al. 2007)

2. Kerumitan pengembangan (Parthasarathy & Bhattacherjee 1998 dalam Teo et al. 2007)

3. Kerumitan untuk dipelajari

(Parthasarathy & Bhattacherjee 1998 dalam Teo et al. 2007)

Kesesuaian Tingkat inovasi inherent dirasakan sebagai sesuatu yang konsisten dengan nilai– nilai yang berlaku di UBL, pengalaman-pengalaman terakhir dan kebutuhan adopter

1. Nilai dan kepercayaan organisasi (Premkumar & Ramamurthy 1995 dalam Teo et al. 2007)

2. Infrastruktur teknologi informasi yang telah tersedia (Teo & Wong 1997 dalam Teo et al. 2007)

Kemudahan untuk dicoba

Tingkat kemudahan inovasi inherent untuk dicoba pada keadaan sumberdaya yang terbatas

1. Kemudahan inovasi inherent dicoba dengan menggunakan peralatan teknologi informasi yang telah tersedia di UBL 2. Keperluan peralatan tambahan untuk

(42)

Tabel 4 Lanjutan

Variabel Definisi operasional Indikator Pengukuran

Kemudahan untuk dilihat

Tingkat kemudahan inovasi inherent untuk dilihat dan disaksikan hasilnya oleh orang lain.

1. Kemudahan inovasi inherent dilihat dan diakses di seluruh ruang kampus 2. Kemudahan inovasi inherent dilihat

dan diakses di luar kampus Dukungan

pimpinan

Tingkat dukungan pimpinan puncak (top management) perguruan tinggi dalam pemanfaatan inherent untuk kepentingan proses

pembelajaran

1. Antusias pimpinan puncak dalam pemanfaatan inovasi inherent (Premkumar & Roberts 1999 dalam Teo et al. 2007)

2. Kesadaran pimpinan puncak akan keuntungan dari inovasi inherent (Teo et al. 2007)

3. Ketersediaan peraturan pemanfaatan inovasi inherent yang dibuat oleh pimpinan puncak

Sosialisasi keberadaan inherent

Tingkat sosialisasi keberadaan inovasi inherent di UBL

1. Sosialisasi inovasi inherent oleh pimpinan puncak

2. Sosialisasi inovasi inherent oleh pengelola inherent di UBL (Pusat Komputer)

3. Sosialisasi inovasi inherent oleh dosen Penyediaan

sarana dan prasarana

Tingkat penyediaan sarana dan prasarana yang dilakukan perguruan tinggi untuk mendukung pemanfaatan inovasi inherent

Ketersediaan sarana dan prasarana untuk mendukung pemanfaatan inovasi inherent

Pengadaan pelatihan

Tingkat pengadaan pelatihan yang diselenggarakan UBL untuk mendukung pemanfaatan inovasi inherent dalam proses pembelajaran

Ketersediaan pelatihan bagi dosen untuk memanfaatkan inovasi inherent

Penyediaan tenaga teknik

Tingkat penyediaan tenaga teknik yang dilakukan oleh perguruan tinggi untuk mendukung pemanfaatan inovasi inherent

Ketersediaan tenaga teknik untuk membantu dosen dalam pemanfaatan inovasi inherent

Pemanfaatan bahan ajar online

Tingkat pemanfaatan fasilitas bahan ajar online inovasi inherent oleh dosen UBL dalam proses pembelajaran

1. Frekwensi dosen UBL mencari ide pembuatan bahan ajar

2. Frekwensi dosen UBL men-download bahan ajar

3. Frekwensi dosen UBL mengunggah bahan ajar

Pemanfaatan fasilitas video-conference

Tingkat pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent oleh dosen UBL dalam proses pembelajaran

1. Frekwensi dosen UBL mengikuti kuliah umum melalui fasilitas video-conference inovasi inherent 2. Frekwensi dosen UBL mengikuti

seminar melalui fasilitas video-conference inovasi inherent

(43)

Pengukuran variabel penelitian yang disajikan pada Tabel 4 dilakukan dengan menggunakan skala ordinal. Variabel keterampilan komputer, kesiapan dosen melaksanakan proses pembelajaran berbasis ICT, keuntungan relatif, kerumitan, kesesuaian, kemudahan untuk dicoba, kemudahan untuk dilihat, dukungan pimpinan, sosialisasi keberadaan inherent, penyediaan sarana dan prasarana, pengadaan pelatihan serta penyediaan tenaga teknik diukur dengan menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu skor 1 = sangat tidak setuju, skor 2 = tidak setuju, skor 3 = setuju dan skor 4 = sangat setuju. Variabel pemanfaatan bahan ajar online dan pemanfaatan fasilitas video-conference inovasi inherent diukur dengan menggunakan empat alternatif jawaban, yaitu skor 1 = tidak pernah, skor 2 = kadang-kadang, skor 3 = sering dan skor 4 = selalu. Kategori pengukuran variabel penelitian ini terdiri dari empat kategori, yaitu sangat rendah, rendah, tinggi dan sangat tinggi.

Validitas dan Reliabilitas Instrumen

Nasution (2003) mengatakan bahwa alat ukur atau kuesioner penelitian pada umumnya harus memenuhi dua syarat utama, yaitu alat ukur tersebut harus valid (sahih) dan harus reliable (dapat dipercaya). Suatu alat pengukur dikatakan valid jika alat itu mengukur apa yang harus diukur oleh alat itu. Alat pengukur dikatakan reliable jika alat itu dalam mengukur suatu gejala pada waktu yang berlainan senantiasa menunjukkan hasil yang sama. Jadi alat yang reliable secara konsisten akan memberikan hasil ukuran yang sama.

Salah satu ukuran validitas untuk sebuah kuesioner adalah apa yang disebut sebagai validitas konstruk (construct validity). Kuesioner yang berisi beberapa pertanyaan untuk mengukur suatu hal, dikatakan valid jika setiap butir pertanyaan yang menyusun kuesioner tersebut memiliki keterkaitan yang tinggi. Ukuran keterkaitan antar butir pertanyaan ini umumnya dicerminkan oleh keajegan korelasi jawaban antar pertanyaan. Pertanyaan yang memiliki korelasi rendah dengan butir pertanyaan yang lain, dinyatakan sebagai pertanyaan yang tidak valid. Metode yang sering digunakan untuk memberikan penilaian terhadap validitas kuesioner adalah korelasi produk momen (moment product correlation, Pearson correlation) antara skor setiap butir pertanyaan dengan skor total, sehingga sering disebut sebagai inter item-total correlation. Formula yang

(44)

digunakan untuk menghitung korelasi produk momen tersebut adalah sebagai berikut:

Berdasarkan hasil uji kuesioner terhadap 10 orang, diketahui bahwa korelasi antar butir pertanyaan dengan skor total dari masing-masing variabel penelitian bernilai lebih besar dari 0,5 (Lampiran 2) sehingga instrumen penelitian ini dinyatakan sudah valid.

Jogiyanto (2008) mengatakan bahwa reliabilitas suatu alat ukur (kuesioner) menunjukkan akurasi dan ketepatan dari pengukurnya. Reliabilitas berhubungan dengan akurasi (accurately) dari pengukurnya. Suatu pengukur dikatakan reliabel jika dapat dipercaya. Supaya dapat dipercaya, maka hasil dari pengukuran harus akurat, presisi dan konsisten. Dikatakan konsisten jika beberapa pengukuran terhadap subyek yang sama diperoleh hasil yang tidak berbeda. Besarnya tingkat reliabilitas dalam hal ini ditunjukkan oleh nilai koefisien reliabilitas.

Salah satu metode yang dapat digunakan untuk mengukur koefisien reliabilitas dari suatu alat ukur adalah melalui pendekatan koefisien konsistensi internal (coeficient of internal consistency) dari alat ukur. Koefisien korelasi yang tinggi menunjukkan konsistensi internal item-item di alat ukur. Ukuran koefisien konsistensi internal diukur dengan menggunakan koefisien Cronbach alpha. Formula untuk menghitung koefisien Cronbach alpha adalah sebagai berikut:

ri=

∑ nj=1 xij- xi tj- t

∑ nj=1 xij- xi 2 ∑ nj=1 tj- t2

keterangan:

ri = korelasi antara butir pertanyaan ke-i dengan total

skor

xij = skor responden ke-j pada butir pertanyaan i

xi = rata-rata skor butir pertanyaan i

tj = total skor seluruh pertanyaan untuk responden ke-j

t = rata-rata total skor

r = k k - 1 1 - ∑ki=1Si2 ST2 keterangan:

r = koefisien Cronbach alpha k = banyaknya butir pertanyaan

Si2 = ragam skor butir pertanyaan ke-i

Gambar

Gambar 1  Tahapan proses keputusan inovasi
Gambar 2   Pembelajaran jarak jauh tradisional
Gambar 4  Kerangka pemikiran penelitian  Hipotesis Penelitian
Tabel 4   Definisi  operasional  dan  indikator  pengukuran  variabel  penelitian
+4

Referensi

Dokumen terkait

Fermat tidak hanya memiliki metode untuk mencari kemiringan garis singgung dari kurva , ia juga setelah tahun 1629 mendapat suatu teorema luas daerah yang dibatasi oleh suatu

Rencana produksi dan penjualan bisa direncanakan dengan menggunakan konsep Break Event Point (BEP) atau Titik impas. Penjualan yang direncanakan petani tentunya disertai

Peradaban ini terletak di India bagian utara yang memiliki kondisi alam yang subur karena dilewati oleh banyak sungai besar.. Letak

Turunan kaliks[ n ]arena diperoleh dengan cara mensubstitusi atom H pada gugus OH di bagian bawah cincin anulus atau mengganti gugus tert- butil di bagian

22 Saya puas dengan nilai yang diberikan guru karena guru menggunakan standar nilai sesuai dengan yang sudah dicantumkan dalam RPP.. SL SR JR

Untuk mengetahui pengaruh nilai religius yang diintegrasikan dalam pembelajaran biologi melalui pendekatan SETS terhadap hasil belajar siswa pada pokok bahasan

(2) Mengetahui hasil belajar siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran GI (Group Investigation) pada materi pencemaran lingkungan kelas X MA Madani Pao-pao, (3)

Berdasarkan penelurusan yang dilakukan terhadap hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan secara khusus di Universitas Sumatera Utara, maka penelitian dengan judul “Hak