BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
5.2 Diskusi
Ketangguhan mental merupakan konstruk psikologi yang integral dengan performance excellence seorang atlet (Gould, Hodge, Peterson, & Petlichkoff
dalam Gucciardi et.al., 2009a). Performance excellence yang diraih atlet dalam berbagai tingkat khususnya kategori elit, merupakan hasil dari proses pengembangan ketangguhan mental atlet yang panjang melibatkan berbagai faktor, salah satu diantaranya yaitu faktor pelatih (Connaughton,Wadey, Hanton, & Jones, 2008). Connaughton et.al. (2008) mejelaskan efektifitas kepemimpinan seorang pelatih berpengaruh pada tahap awal pengembangan ketangguhan mental atlet.
Penelitian yang dilakukan oleh Bull et.al. (2005) dan Thewell et.al. (2005) menjelaskan perilaku pelatih yang muncul merupakan pendekatan secara tidak langsung dalam proses pengembangan ketangguhan mental atlet. Pendekatan ini dilakukan dengan menciptakan lingkungan latihan yang penuh dengan peluang untuk berkembang bagi atlet dari sisi karakter, sikap dan pemikiran. Meski terdapat perbedaan pendekatan, hasil penelitian ini mengkonfirmasi bahwa perilaku kepemimpinan pelatih memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mentalatlet.
Perbedaan penelitian terletak pada pendekatan perilaku pelatih. Dalam penelitian ini perilaku pelatih yang dikaji merupakan perilaku seorang pelatih yang secara konsisten muncul dalam latihan atau pertandingan (Cox, 2012). Sementara penelitian Bull et.al (2005) dan Thewell et.al (2005) merupakan perilaku pelatih yang bersifat situasional yang disesuaikan dengan program. Dimana berhasil atau tidaknya sebuah program pengembangan turut dipengaruhi faktor kepemimpinan pelatih (Weinberg et.al., 2011; Amorose & Horn, 2000;
Burke, Stagl, Klein, Goodwin, Salas & Halpin, 2006). Selain itu, hasil penelitian ini konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Crust dan Azadi (2008).
Kajian pustaka penelitian terdahulu yang dilakukan, secara umum tidak dijelaskan secara mendalam bagaimana hubungan pelatih-atlet berpengaruh dalam mengembangkan ketangguhan mental atlet. Secara umum, penelitian umum berfokus pada pengembangan teoritis hubungan pelatih-atlet (Jowett & Ntoumanis, 2002; Jowett & Wylleman, 2005; Jowett, 2009; Jowett, 2009a; Mageau & Vallerand, 2003; Yang & Jowett, 2011). Sementara penelitian lain mengkaji hubungan pelatih-atlet sebagai faktor penyebab dari kohesivitas sebuah tim (Jowett & Chaundy, 2004).
Penelitian yang dilakukan oleh Lyle dalam Jowett & Cockerill (2002) menjelaskan bahwa hubungan pelatih-atlet dalam proses latihan memiliki kontribusi positif terhadap keberhasilan pengembangan potensi psikologis dan fisik atlet. Namun, tidak dijelaskan secara mendetail potensi psikologis yang dimaksud. Dengan memaknai potensi psikologis tersebut sebagai ketangguhan mental, maka dalam penelitian ini hubungan pelatih-atletmemiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mental.
Berdasarkan pengujian hipotesis (minor) yang dilakukan, hanya terdapat dua variabel yang memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mental. Variabel tersebut adalah komitmen dan perilaku komplementer yang merupakan dimensi variabel hubungan pelatih-atlet. Variabel lain diluar kedua variabel tersebut tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mental.
Hasil penelitian dari variabel hubungan pelatih-atlet, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada dimensi komitmen terhadap ketangguhan mental. Berdasarkan tabel 4.17, koefisien regresi komitmen memiliki besaran yang bernilai positif. Artinya, semakin tinggi hubungan komitmen atlet dengan pelatih maka semakin tinggi ketangguhan mentalyang dimiliki. Dengan hubungan komitmen, pelatih dan atlet saling berbagi pengetahuan dan pemahaman yang bertujuan saling memahami diantara keduanya dengan landasan belief, values dan tujuan yang serupa (Jowett, 2003; Jowett & Cockerill, 2003). Dengan demikian pelatih memiliki kemampuan untuk memahami dan mengembangkan kondisi psikologis secara efektif dan sesuai. Peneliti dapat mengatakan bahwa atlet yang memiliki nilai komitmen yang tergolong rendah akan sulit untuk memiliki ketangguhan mental yang tinggi karena terdapat perbedaan landasan belief, values dan tujuan. Misalnya atlet menolak mengikuti suatu sesi latihan karena merasa hal tersebut tidak relevan dengan nilai atau tujuan yang dimilikinya.
Hasil penelitian lain dari variabel hubungan pelatih-atlet, menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan pada dimensi perilaku komplementer terhadap ketangguhan mental. Berdasarkan tabel 4.16, koefisien regresi perilaku komplementer memiliki besaran yang bernilai positif. Artinya, semakin tinggi hubungan perilaku komplementer atlet dengan pelatih maka semakin tinggi ketangguhan mental yang dimiliki. Semakin tinggi kebutuhan atlet terhadap pelatih atau sebaliknya dalam sebuah kegiatan yang sama (misalnya latihan) maka semakin tinggi ketangguhan mental atlet yang ditandai dengan prinsip “give and
Berdasarkan pengujian hipotesis (minor) yang dilakukan, terdapat enam variabel yang tidak berpengaruh secara signifikan terhadap ketangguhan mental. Variabel tersebut diantaranya kedekatan emosional yang merupakan dimensi variabel hubungan pelatih-atlet. Sementara training & instruction, perilaku demokratis, perilaku autokratis, dukungan sosial, umpan balik positif merupakan dimensi variabel perilaku kepemimpinan atlet.
Koefisien regresi yang tidak signifikan dalam penelitian ini dikarenakan beberapa hal yang merupakan asumsi peneliti antara lain: (1) karakteristik sampel yang berbeda. Secara umum, penelitian ketangguhan mental yang dilakukan menggunakan sampel atlet elit (misalnya Thewell et.al, 2005; Jones, 2002; Gucciardi et.al, 2008). (2) Meski belum di uji secara statistik, terdapat kecenderungan sampel untuk menjawab secara normatif sehingga data yang diperoleh cenderung kurang representatif. (3) Dengan jumlah item didrop cukup banyak ketika uji validitas konstruk, maka secara tidak langsung turut mempengaruhi hasil penelitian. (4) Minimnya penelitian terdahulu yang menghubungkan antara variabel hubungan pelatih-atlet dan variabel perilaku kepemimpinan pelatih dengan ketangguhan mental menyebabkan penelitian ini terbatas secara kajian literatur. (5) Adanya individual difference setiap atlet sehingga memiliki penilaian yang berbeda terhadap hubungan pelatih-atlet dan perilaku kepemimpinan pelatih. Variabel penelitian yang tidak signifikan antara lain variabel training & instruction, perilaku demokratis, perilaku autokratis, dukungan sosial, dan umpan balik positif yang merupakan dimensi dari variabel
perilaku kepemimpinan pelatih. Sementara kedekatan emosional merupakan dimensi dari variabel hubungan pelatih-atlet.
Dalam penelitian ini, dimensi training & instruction tidak memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mental. Berdasarkan tabel 4.16, dimensi ini memiliki nilai koefisien regresi yang bernilai positif. Hal ini berarti training & instruction mempengaruhi ketangguhan mental secara positif namun tidak signifikan. Dengan demikian, semakin tinggi persepsi aktual atlet terhadap perilaku training & instruction pelatih maka semakin tinggi pula ketangguhan mental atlet tersebut. Hal ini sedikit berbeda dengan penelitian Crust dan Azadi (2008) yang menemukan training & instruction memiliki pengaruh yang signifikan dan positif.
Variabel perilaku demokratis, perilaku autokratis, dan dukungan sosial memiliki pengaruh yang tidak signifikan dan bernilai negatif. Hal ini sesuai dengan penelitian penelitian Crust dan Azadi (2008) dengan hasil yang sama. Sementara variabel umpan balik positif memiliki nilai positif meski tidak memiliki pengaruh terhadap ketangguhan mental. Variabel kedekatan emosional dalam penelitian ini memiliki pengaruh yang tidak signifikan dengan nilai yang positif. Keterbatasan jumlah penelitian terdahulu membuat perbandingan dengan penelitian ini untuk dilakukan.
Berdasarkan kategorisasi hasil penelitian ini, mayoritas atlet memiliki tingkat ketangguhan mental pada level rendah, yang artinya sebagian besar atlet memiliki ketangguhan mental atau mental bertanding yang lemah ketika menjalani aktivitas di klub sepakbola. Jumlah atlet yang memiliki ketangguhan
mental tinggi hampir mendekati jumlah mayoritas sampel. Sedangkan, sebagian kecil dari atlet memiliki ketangguhan mental pada tingkat sangat tinggi dan sangat rendah. Hal ini dapat berarti bahwa atlet sepakbola dengan ketangguhan mental yang lemah berdampak pada penurunan prestasi klub sepakbola, dimana faktor perilaku kepemimpinan pelatih yang berupa perilaku pelatih yang konsisten dan hubungan pelatih-atlet yang terjalin belum mampu untuk meningkatkan ketangguhan mental atlet sepakbola.