• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan pelatih-atlet terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengaruh perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan pelatih-atlet terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola"

Copied!
162
0
0

Teks penuh

(1)

i Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh

Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh:

SYAHRIDA SYAHRUL

NIM: 109070000143

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

Skripsi

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi.)

Oleh:

SYAHRIDA SYAHRUL

NIM: 109070000143

Pembimbing

lI

NIP. 19640814 200112 1 001

FAKULTAS

PSIKOLOGI

UNIVERSITAS

ISLAM

NEGERI

SYARIF

HIDAYATULLAH

JAKARTA

1435Ht2014

M

Pembimbing I

Dr.

Abdul

Rahiluf

Shaleh. NI.Si
(3)

DAN

HUBUNGAN PELATIH-ATLET TERHADAP KETANGGUHAN

MENTAL ATLET SEPAKBOLA" telah diujikan dalam sidang munaqasyah Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada 2l Mei 2014. Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana psikologi (S.Psi) pada Fakultas Psikologi.

Jakarta,2l

Mei

20t4

Sidang Munaqasyah

Prof. Dr.

Abdul

Muiib,

M.Si

NrP. 1968061.4 199704 1 001

Anggota

w

Drs.

Akhmad

Baidun

M.Si

Gazi,

M.Si

NrP. 19711214 200701 r 014 NIP. 19640814200112 1 001

iii

Dekan/Ketua Wakil Dekan/ S tarislAnggota

(4)

1.

Skripsi

ini

merupakan

hasil karya

asli

saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar sarjana strata satu

(Sl) di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2.

Sernua sumber yang saya gunakan dalam penulisan

ini

telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

3.

Jika di kemudian hari terbukti bahwa karyaini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dat'. karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

IV

NIM. 109070000143

(5)

v

MOTTO

TO LIVE

TO LOVE

TO LEARN

TO LEAVE A LEGACY

(6)

vi

Persembahan

Sebuah karya kupersembahkan untuk kedua orang tuaku

Sebagai bakti atas jiwa dan raga yang telah dikorbankan

Sehingga raga berdiri kokoh terbebas dari belenggu rasa takut

(7)

vii ABSTRAK

A) Fakultas Psikologi B) Mei 2014

C) Syahrida Syahrul

D) Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Pelatih dan Hubungan Pelatih-Atlet Terhadap Ketangguhan Mental Atlet Sepakbola

E) Xv + 101 halaman + lampiran

F) Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan pelatih-atlet terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola. Sampel penelitian ini yaitu atlet sepakbola di 5 klub anggota pengurus cabang PSSI Jakarta Timur sebanyak 200 orang. Teknik sampling yang digunakan yaitu nonprobability sampling. Analisis data yang digunakan yaitu Multiple Regression Analysis pada taraf signifikansi 0,05.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan pelatih-atlet terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola. Proporsi varians dari ketangguhan mental yang dijelaskan oleh seluruh variabel bebas yaitu sebesar 53.6%, sedangkan 46,4% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Hasil uji hipotesis menunjukkan bahwa dimensi komitmen dan perilaku komplementer memiliki pengaruh yang signifikan terhadap ketangguhan mental. Sedangkan dimensi training & instruction, perilaku demokratis, perilaku autokratis, dukungan sosial, umpan balik positif, dan kedekatan emosional tidak berpengaruh terhadap ketangguhan mental. Berdasarkan hasil penelitian, seorang pelatih disarankan memiliki ketegasan dalam memilih pendekatan yang akan digunakan sebagai gaya melatih. Pelatih turut disarankan untuk membangun sebuah hubungan interpersonal yang berorientasi jangka panjang dengan atlet.

Kata kunci : perilaku kepemimpinan pelatih, hubungan pelatih-atlet, ketangguhan mental, atlet, sepakbola

(8)

viii

ABSTRACT

A) Faculty of Psychology, State Islamic University Syarif Hidayatullah Jakarta B) May 2014

C) Syahrida Syahrul

D) The Affects of Coach Leadership Behavior and Coach–Athlete Relationship on Mental Toughness of an Football Athlete

E) xv+ 101 pages + appendix

F) This research examines the affects of coach leadership behavior and coach– athlete relationship on mental toughness of an football athlete. A Sample of 200 athletes (M age: 20 years) participated and ranged from five different football club member of East Jakarta PSSI. This research using the nonprobability sampling technique. Multiple Regression Analysis was employed to analyze data observed at 0.05 level of significance.

Coach leadership behavior and coach–athlete relationship was predicted to be significantly related to mental toughness. Consistent with theoretical predictions, coach leadership behavior and coach–athlete relationship was found to be significantly related with mental toughness. The results revealed that mental toughness predicted by all independent variable (R2= .536). Results of linear regression analysis revealed commitment and complementarity were significant predictors of mental toughness. Total mental toughness was not found to be significantly related to training & instruction, democratic behavior, autocratic behavior, social support, positive feedback, and closeness. This suggests that coaches should use a clear approach when coaching athletes either using a democratic or an autocratic behavior as a coaching style. Coaches also suggested to have a long term interpersonal relationship with athletes. Limitations and future research direction are discussed.

Keywords: coach leadership behavior, coach–athlete relationship, mental toughness, athlete, football

(9)

ix

KATA PENGANTAR

Bismillahirahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan karunia, hidayah, dan pencerahan-Nya kepada penulis, sehingga dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga terlimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW serta pengikutnya sampai akhir zaman.

Dalam penyususnan skripsi ini, penulis telah melibatkan banyak pihak yang telah memberikan kontribusi bagi penulis. Setiap pelajaran dan hikmah yang diperoleh selama penulis menghabiskan masa perkuliahan di Fakultas Psikologi merupakan sebuah anugerah bagi kehidupan penulis. Dengan penuh kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.si, selaku Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2014-2019, beserta jajarannya. 2. Bapak Dr. Abdul Rahman Shaleh, M.Si dosen pembimbing pertama yang

telah memberikan banyak saran dan kritik kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini. Secara khusus, penulis menucapkan terima kasih dan tidak akan pernah melupakan pelajaran “khusus” tentang integritas yang pernah diberikan.

3. Bapak Akhmad Baidun, M.Si dosen pembimbing kedua yang secara berkala memberikan banyak masukan dan kritikan kepada penulis dalam menyusun skripsi ini.

4. Ibu Solicha, M.Si dosen Pembimbing Akademik kelas D tahun angkatan 2009, terima kasih atas bimbingan, motivasi, teguran, nasehat dan waktu yang disediakan untuk mendengar setiap keluh kesah penulis selama menjalani masa perkuliahan.

(10)

x

6. Seluruh responden penelitian yang telah bersedia memberikan informasi dan mengisi angket penelitian. Khususnya, kepada Bapak Sawid di Pengcab PSSI Jakarta Timur yang telah memberikan saran dan gambaran tentang atlet sepakbola.

7. Kedua orang tua penulis, Papa Syahrul Mahruzar dan Mama Salwa yang senantiasa memberikan dukungan dan do’a selama penulis menjalani perkuliahan dan menyelesaikan skripsi. Kepada seluruh kakak, abang dan adik penulis, terima kasih atas setiap bantuan dan nasehatnya.

8. Terima Kasih buat Arif Hilman, Adhie Mansur, Amin To dan Eko, atas bantuannya ketika mengumpulkan dan mengolah data. Keluarga besar D-One Heart 2009, terima kasih atas setiap suka dan duka yang pernah dijalani bersama. Kalian semua luar biasa!.

9. Terakhir, terimakasih untuk kawan-kawan seperjuangan yang telah banyak mendukung dan memberikan masukan baik selama penyusunan skripsi ini, Deden Dwi, Kunarto Yoga, Rio “jawa” dan Nur Fauziah,

10.Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah ikut berkontribusi terhadap penelitian ini

Penulis sangat bersyukur atas setiap bantuan yang diberikan, semoga Allah senantiasa melimpahkan rahmat-Nya kepada mereka yang telah membantu penulis.

Jakarta, 21 Mei 2014

(11)

xi

LEMBAR PENGESAHAN ... iii

LEMBAR ORISINALITAS ... iv

MOTTO... v

LEMBAR PERSEMBAHAN ... vi

ABSTRAK ... vii

KATA PENGANTAR ... ix

DAFTAR ISI... xi

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

BAB 1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang Masalah ... 1

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah ... 10

1.2.1. Rumusan masalah... 10

1.2.2. Batasan masalah ... 11

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian ... 11

1.3.1. Tujuan Penelitian ... 11

1.3.2. Manfaat Penelitian ... 12

1.4. Sistematika Penulisan ... 13

BAB 2. KAJIAN TEORI ... 15

2.1. Ketangguhan Mental ... 15

2.1.1 Definisi ketangguhan mental ... 15

2.1.2 Dimensi ketangguhan mental ... 16

2.1.3 Faktor yang mempengaruhi ketangguhan mental... 19

2.1.4 Pengukuran ketangguhan mental ... 21

2.2 Perilaku Kepemimpinan Pelatih ... 22

2.2.1 Definisi perilaku kepemimpinan pelatih ... 22

2.2.3Dimensi perilaku kepemimpinan pelatih ... 24

2.2.3 Pengukuran perilaku kepemimpinan pelatih... 26

2.2.4 Perilaku kepemimpinan pelatih dan ketangguhan mental ... 27

2.3 Hubungan Pelatih-Atlet ... 28

2.3.1 Definisi hubungan pelatih-atlet ... 28

2.3.2 Dimensi hubungan pelatih-atlet ... 30

2.3.3 Pengukuran hubungan pelatih-atlet ... 31

2.3.4 Hubungan pelatih-atlet dan ketangguhan mental ... 32

2.4 Kerangka Berpikir... 33

(12)

xii

3.1.2 Teknik pengambilan sampel ... 39

3.2 Variabel Penelitian ... 40

3.3 Definisi Operasional Variabel ... 40

3.3.1 Ketangguhan Mental ... 40

3.3.2 Perilaku Kepemimpinan Pelatih ... 40

3.3.3 Hubungan Pelatih-Atlet ... 41

3.4 Instrumen Penelitian ... 41

3.4.1 Alat ukur Ketangguhan Mental ... 41

3.4.2 Alat ukur Perilaku Kepemimpinan Pelatih ... 42

3.4.3 Alat ukur Hubungan Pelatih-Atlet ... 43

3.5 Pengujian Validitas Konstruk ... 44

3.6 Uji validitas konstruk Ketangguhan Mental ... 46

3.7 Analisa Faktor Eksploratori Skala Ketangguhan Mental ... 54

3.8 Uji validitas konstruk Perilaku Kepemimpinan Pelatih ... 56

3.9 Uji validitas konstruk Hubungan Pelatih-Atlet ... 65

3.10 Prosedur Pengumpulan Data ... 70

3.11 Metode Analisa Data ... 71

BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 74

4.1 Gambaran Umum Sampel Penelitian ... 74

4.2 Deskripsi Statistik Hasil Penelitian ... 76

4.3 Kategorisasi Skor Variabel... 78

4.4 Uji Hipotesis Penelitian ... 85

4.5 Pengujian proporsi varian independent variable ... 89

BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN ... 93

5.1 Kesimpulan... 93

5.2 Diskusi ... 93

5.3 Saran ... 99

(13)

xiii

Tabel 3.3 Blueprint Skala Hubungan Pelatih-Atlet Tabel 3.4 Muatan Faktor Item Thrive Through Challenge Tabel 3.5 Muatan Faktor Item Sport Awareness

Tabel 3.6 Muatan Faktor Item Tough Attitude Tabel 3.7 Muatan Faktor Item Desire Success Tabel 3.8 Muatan Faktor Item Ketangguhan Mental Tabel 3.9 Blueprint Hasil EFA Skala Ketangguhan Mental Tabel 3.10 Muatan Faktor Item Training and Instruction Tabel 3.11 Muatan Faktor Item Perilaku Demokratis Tabel 3.12 Muatan Faktor Item Perilaku Autokratis Tabel 3.13 Muatan Faktor Item Dukungan Sosial Tabel 3.14 Muatan Faktor Item Umpan Balik Positif Tabel 3.15 Muatan Faktor Item Kedekatan Emosional Tabel 3.16 Muatan Faktor Item Komitmen

Tabel 3.17 Muatan Faktor Item Perilaku Komplementer

Tabel 4.1 Gambaran Subjek Berdasarkan Usia dan Waktu Latihan Tabel 4.2 Gambaran Subjek Berdasarkan Intensitas Latihan

Tabel 4.3 Gambaran Subjek Berdasarkan Profesi, Status Pemain dan Prestasi Tertinggi

Tabel 4.4 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian Tabel 4.5 Norma Skor Variabel

Tabel 4.6 Kategorisasi Skor Ketangguhan Mental Tabel 4.7 Kategorisasi Skor Training & Instruction Tabel 4.8 Kategorisasi Skor Perilaku Demokratis Tabel 4.9 Kategorisasi Skor Perilaku Autokratis Tabel 4.10 Kategorisasi Skor Dukungan Sosial Tabel 4.11 Kategorisasi Skor Umpan Balik Positif Tabel 4.12 Kategorisasi Skor Kedekatan Emosional Tabel 4.13 Kategorisasi Skor Komitmen

Tabel 4.14 Kategorisasi Skor Perilaku Komplementer Tabel 4.15 Model Summary R

Tabel 4.16 Model Summary R Independent Variable I & Independent Variable II

Tabel 4.17 Anova Pengaruh Seluruh IV Terhadap DV Tabel 4.18 Koefisien Regresi

(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Surat Ijin Penelitian Lampiran 2 Kuesioner Penelitian Lampiran 3 Diagram CFA

(16)

1

perumusan dan pembatasan penelitian, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

1.1. Latar Belakang Masalah

Klub sepakbola Indonesia telah mengalami penurunan prestasi sejak tahun 1991 (Wikipedia.com, 2014). Prestasi terbaik klub sepakbola asal Indonesia dalam kompetisi tingkat Asia hanya peringkat ketika pada turnamen AFC Champions League pada musim 1990-1991. Setelah periode tersebut, prestasi sepakbola klub

nasional terus mengalami penurunan. Beragam faktor teknis dan non-teknis menjadi penyebab keterpurukan sepakbola nasional. Salah satu yang menjadi penyebab keterpurukan sepakbola nasional adalah mentalitas atlet yang lemah. Menurut Lombardi (2010), sebuah tim dengan mentalitas yang lemah akan cenderung bermain buruk ketika bertanding. Hal ini diakui oleh pelatih timnas U-21, Widodo C. Putro (dalam Afroni, 2012) yang menjelaskan timnas mengalami kekalahan karena lemah dalam mental bertanding.

(17)

taktis dengan determinasi tinggi dan konsentrasi terbatas pada lima belas menit pertama pada setiap babak. Pertengahan hingga akhir pertandingan atlet cenderung mengalami penurunan kualitas mentalitas. Beberapa indikator penurunan mentalitas yang dapat diamati antara lain: kesalahan dalam melakukan passing karena konsentrasi dan fokus yang menurun, pengambilan keputusan

yang tergesa-gesa, pressing yang lemah dan cenderung bermain secara individu. Dengan demikian, maka mentalitas atlet sepakbola nasional perlu mengalami pembenahan dan peningkatan kualitas.

Berbagai penelitian tentang mentalitas atlet menggunakan istilah ketangguhan mental untuk menjelaskan kumpulan atribut psikologis atlet unggul (Jones, 2002; Bull, Shambrook, James & Brooks, 2005; Weinberg, Butt & Culp, 2011; Jones, Hanton & Connaughton, 2007; Gucciardi et.al., 2008). Istilah ketangguhan mental merupakan istilah yang digunakan atlet, pelatih dan media untuk mengambarkan karakteristik psikologis atlet unggul yang secara konsisten ditampilkan saat latihan atau kompetisi. Dalam berbagai literatur penelitian, ketangguhan mental kerap dikaitkan dengan top-level performance.

(18)

Seorang atlet dengan mental yang tangguh akan memperlihatkan kegigihan yang luar biasa meski secara objektif tidak ada harapan untuk memenangkan pertandingan (Gunarsa, 2004). Pertandingan Bayern Munich menghadapi Manchester United pada tahun 1998 dan AC Milan menghadapi Liverpool pada tahun 2005 merupakan contoh atlet dengan ketangguhan mental yang mumpuni hingga pertandingan berakhir. Manchester United dan Liverpool berhasil mengubah ketertinggalan menjadi kemenangan (BBC Sport, 2005).

Ketangguhan mental merupakan komponen penting bagi perkembangan atlet. Talenta fisik dan teknik yang dimiliki atlet tidak dapat berkembang dengan optimal tanpa di dukung ketangguhan mental (misalnya kasus Florent Sinama Ponggolle dan Anthony Le Tallec pada tahun 2001 yang bersinar di usia muda namun gagal pada tingkat premier league). Gucciardi et.al. (2008) menjelaskan bahwa ketangguhan mental merupakan aspek krusial terhadap pencapaian prestasi atlet meski atlet tersebut memiliki kemampuan fisik yang mumpuni. Atlet harus memiliki keseimbangan dalam kemampuan fisik dan ketangguhan mental agar dapat tampil optimal (Suwendi dalam Dewabrata, 2012).

(19)

Gucciardi et.al. (2008) menjelaskan ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai, sikap, perilaku dan emosi yang membuat atlet mampu bertahan dan melalui beragam hambatan, kesusahan, atau tekanan yang dialami. Atlet turut mampu untuk tetap mempertahankan konsentrasi dan motivasi saat situasi normal. Perbedaan mendasar antara ketangguhan mental dengan resiliensi dan hardiness yaitu ketangguhan mental memiliki konsep ”positive pressure”. Positive pressure merupakan beragam situasi positif (seperti berada dalam keadaan unggul, menjadi bintang lapangan, atau mendapat label sebagai wonderkid) yang memberikan tekanan kepada atlet. Sementara resiliensi dan hardiness merupakan konsep bangkit dari tantangan yang bersifat distress (Kobasa, 1979; Kobasa, Maddi & Kahn, 1982; dan Maddi, 1989).

Penelitian yang dilakukan oleh Gould menemukan 82% pelatih menilai ketangguhan mental sebagai atribut psikologis yang menentukan kesuksesan atlet (Gould dalam Weinberg et.al., 2011). Pelatih terkemuka seperti Sir Alex Ferguson dan Sven-Goran Eriksson turut menilai ketangguhan mental merupakan salah satu faktor yang memberikan kontribusi penting bagi kesuksesan tim (Bull & Shambrook dalam Fauzee, Saputra, Samad, Gheimi, Asmuni, & Johar, 2012). Sebagai salah satu aspek yang krusial dalam menunjang performa atlet, sejatinya ketangguhan mental dikembangkan melalui persiapan yang terstruktur bukan melalui banyaknya frekuensi kompetisi (Bull et.al., 2005).

(20)

meliputi persiapan fisik, teknis, taktis dan ketangguhan mental atlet sehingga atlet berada dalam kondisi siap bertanding (Gucciardi et.al., 2009). Dalam mengembangkan ketangguhan mental atlet, pelatih memiliki peran yang cukup sentral (Weinberg et.al., 2011).

Pelatih berkewajiban untuk membimbing dan membantu pengembangan ketangguhan mental atlet di dalam dan di luar lapangan. Pelatih dapat mengetahui perkembangan ketangguhan mental atlet melalui observasi sikap dan perilaku yang ditampilkan oleh atlet. Sebagai sosok sentral dalam pengembangan ketangguhan mental, pelatih memberikan bimbingan, latihan dan aktivitas yang disesuaikan dengan kondisi atlet (Weinberg et.al., 2011). Setiap program yang disusun oleh pelatih diharapkan memberikan perubahan positif terhadap karakter, sikap dan pemikiran atlet (Bull et.al., 2005). Berhasil atau tidaknya sebuah program pengembangan turut dipengaruhi faktor kepemimpinan pelatih (Weinberg et.al., 2011; Amorose & Horn, 2000; Burke, Stagl, Klein, Goodwin, Salas & Halpin, 2006).

Seorang pelatih perlu menyadari aspek kepemimpinan untuk dapat mengarahkan atlet mencapai tujuan (Satiadarma, 2000). Kepemimpinan seorang pelatih merupakan sebuah proses perilaku yang mempengaruhi atlet agar memiliki kinerja yang optimal (Barrow, 1977). Seorang pelatih bertanggung jawab untuk melatih dan memberikan instruksi kepada atlet dalam usahanya membantu atlet mencapai potensi fisik maksimum (Chelladurai & Saleh, 1980).

(21)

umpan balik yang diberikan oleh pelatih berpengaruh terhadap persepsi kemampuan dan motivasi intrinsik atlet. Begitu juga penelitian Pelletier dan Vallerand (dalam Amorose & Horn, 2000) menemukan kecenderungan pelatih untuk berperilaku secara bebas dan mandiri atau penuh dengan kontrol turut mempengaruhi motivasi intrinsik atlet.

Perilaku kepemimpinan pelatih merupakan bentuk perilaku kepemimpinan yang ditampilkan pelatih yang secara konsisten muncul di dalam dan di luar lapangan. Chelladurai (2012) menjelaskan tiga komponen kepemimpinan multidimensi seorang pelatih. Pertama, required behavior merupakan perilaku pelatih yang secara umum dipengaruhi karakteristik situasional. Kedua, preferred behavior merupakan perilaku pelatih yang dinilai sesuai oleh atlet sebagai fungsi

karakteristik individual. Terakhir, actual behavior merupakan perilaku pelatih yang dipengaruhi karakteristik pemimpin, required behavior dan preferred behavior. Menurut Chelladurai (2012), ketiga komponen tersebut akan

memberikan pengaruh secara signifikan terhadap kepuasan atlet dan performa tim apabila ketiganya kongruen.

Cox (2012) menjelaskan agar memperoleh perilaku kepemimpinan yang ideal, maka ketiga komponen tersebut harus kongruen. Jika actual behavior belum kongruen dengan required dan preferred behavior, maka harapan yang muncul adalah pelatih akan diganti. Jika preferred behavior belum kongruen dengan required behavior dan actual behavior, performa tim mungkin akan baik namun

(22)

dan actual behavior maka performa tim akan mengalami penurunan meski atlet merasa puas dengan perilaku yang ditampilkan pelatih.

Chelladurai & Saleh (1980) menjelaskan terdapat lima dimensi dalam perilaku kepemimpinan pelatih yaitu: (1) Training and instruction, merupakan fungsi utama seorang pelatih. Pelatih bertanggung jawab untuk melatih dan memberikan instruksi kepada atlet dalam usahanya membantu atlet mencapai potensi fisik maksimum. (2) Perilaku demokratis, merefleksikan kebebasan pelatih untuk melibatkan atlet dalam proses pengambilan keputusan. (3) Perilaku autokratis, merefleksikan sejauh mana seorang pelatih harus terpisah dari atlet dan menekankan kekuasaannya sebagai seorang pelatih, hal ini diharapkan akan menimbulkan kepatuhan atas setiap keputusan yang diambil pelatih. (4) Dukungan sosial, merefleksikan sejauh mana keterlibatan pelatih dalam pemenuhan kebutuhan interpersonal atlet. (5) Umpan balik positif, merefleksikan umpan balik berupa pujian dan penghargaan pelatih atas kontribusi dan performa atlet.

(23)

Hubungan pelatih-atlet merupakan komunikasi yang intensif antara atlet dan pelatih. Menurut Jowett dan Cockerill (2002), efektifitas seorang pelatih dalam melakukan persiapan teknis, taktis dan strategis, serta mengorganisir, mengevaluasi dan mengarahkan atlet, akan bergantung pada hubungan yang dibangun antara pelatih-atlet. McGready (dalam Jowett & Cockerill, 2002) menjelaskan bahwa untuk membentuk hubungan yang nyaman dan penuh kepercayaan antara pelatih dan atlet adalah tugas yang berat. Hal ini disebabkan oleh sikap, perasaan dan motivasi yang terlibat sulit untuk dikendalikan, misalnya pada sepakbola wanita terdapat ketertarikan pada pelatih yang berjenis kelamin berbeda.

Jowett (2009) menjelaskan hubungan pelatih-atlet merupakan sebuah situasi dimana pelatih dan atlet membangun perasaan, pikiran, dan perilaku yang saling terkait. Terdapat tiga dimensi hubungan pelatih-atlet yaitu, kedekatan emosional, komitmen, dan perilaku komplementer. Dimensi pertama adalah kedekatan emosional, mengambarkan keterikatan afektif antara atlet dan pelatih seperti saling menghormati, saling mempercayai, dan menghargai satu sama lain. Kedua komitmen, menggambarkan keterikatan kognitif dan berorientasi jangka panjang satu sama lain. Terakhir perilaku komplementer, menggambarkan transaksi perilaku antara pelatih-atlet seperti perilaku saling kerjasama dan kontributif.

(24)

peningkatan ketangguhan mental seiring pertambahan usia dan pengalaman bertanding. Atlet yang bertanding pada tingkat elit (misalnya Olimpiade, pertandingan Internasional, dan divisi teratas sebuah liga) cenderung memiliki ketangguhan mental yang lebih tinggi bila dibandingkan dengan atlet yang bertanding pada tingkat yang lebih rendah (Nizam, Fauzee & Samah 2009).

Dari berbagai pemaparan di atas, pembinaan ketangguhan mental atlet sepakbola perlu mendapat perhatian khusus. Sebab, penguasaan teknik bermain sepakbola akan bergantung pada ketangguhan mental atlet. Proses pembinaan ketangguhan mental atlet cenderung bergantung pada proses latihan yang dipimpin oleh pelatih. Seorang pelatih merupakan seorang role model bagi atlet. Pelatih pula yang paling mengetahui potensi dan kemampuan yang dimiliki atlet. Dalam membina dan mengembangkan potensi atlet, seorang pelatih akan menampilkan perilaku kepemimpinan. Perilaku kepemimpinan pelatih di dalam dan di luar lapangan akan berpengaruh pada proses pembinaan ketangguhan mental atlet. Selain itu, interaksi antara pelatih dengan atlet akan membentuk atmosfir latihan yang nyaman dan berdampak pada pengembangan ketangguhan mental atlet. Dengan fakta bahwa belum ada peningkatan prestasi secara signifikan dalam proses yang telah berlangsung selama ini, maka hal ini mendorong peneliti untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Perilaku Kepemimpinan Pelatih dan Hubungan Pelatih-Atlet Terhadap

(25)

1.2. Rumusan dan Batasan Masalah

1.2.1 Rumusan Masalah

Untuk memfokuskan dan memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini merumuskan masalah pada hal-hal yang terkait dengan hubungan antara ketangguhan mental, perilaku kepemimpinan pelatih, dan hubungan pelatih-atlet sebagai berikut:

1. Apakah perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan pelatih-atlet berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

2. Apakah training and instruction berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

3. Apakah perilaku demokratis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

4. Apakah perilaku autokratis berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

5. Apakah dukungan sosial berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

6. Apakah umpan balik positif berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

7. Apakah kedekatan emosional berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

(26)

9. Apakah perilaku komplementer berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola?

1.2.2 Batasan Masalah

Untuk memfokuskan dan memperoleh hasil penelitian yang lebih akurat sesuai dengan tujuan penelitian, maka penelitian ini dibatasi pada hal-hal yang terkait dengan hubungan antara ketangguhan mental, perilaku kepemimpinan pelatih, dan hubungan pelatih-atlet yang didefinisikan sebagai berikut:

1. Ketangguhan mental adalah kumpulan nilai, sikap, perilaku, dan emosi yang memungkinkan untuk bertahan dan menanggulangi segala rintangan, kesusahan, atau tekanan yang dialami, namun tetap dapat mempertahankan konsentrasi dan motivasi saat keadaan baik untuk mencapai suatu tujuan (Gucciardi, Gordon & Dimmock, 2008).

2. Perilaku kepemimpinan pelatih adalah perilaku kepemimpinan pelatih yang mempunyai kekuatan untuk mempengaruhi bawahan dengan cara tertentu. 3. Hubungan pelatih-atlet adalah situasi emosi, pikiran dan perilaku antara

pelatih dan atlet saling berhubungan (Jowett & Cockerill, 2002).

1.3. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis variabel yang mempengaruhi ketangguhan mental atlet sepakbola. Secara rinci tujuan penelitian ini yaitu ingin: 1. Mengetahui pengaruh perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan

(27)

2. Mengetahui perilaku kepemimpinan yang paling efektif dalam membentuk ketangguhan mental atlet.

3. Mengetahui pengaruh hubungan pelatih-atlet terhadap perkembangan ketangguhan mental atlet.

1.3.2 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis yaitu:

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan teori psikologi, khususnya yang berhubungan dengan psikologi olahraga. Penelitian ini diharapkan mampu menjadi embrio bagi pengembangan konseptual ketangguhan mental di Indonesia.

Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu:

1. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur bagi para atlet dan pelatih tentang faktor psikologis atlet sehingga dapat menunjang performa atlet di masa yang akan datang.

2. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi literatur atau bacaan acuan bagi para atlet dan pelatih untuk menambah pengetahuan tentang ketangguhan mental serta mampu mengembangkannya secara praktis.

(28)

1.4. Sistematika Penulisan

Penulisan hasil penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan sistematika sebagai berikut:

BAB 1: Pendahuluan

Bab 1 ini berisi tentang latar belakang masalah, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.

BAB 2: Kajian Teori

Bab 2 ini berisi kajian teori yang digunakan dalam penelitian yaitu, ketangguhan mental, perilaku kepemimpinan pelatih, dan hubungan pelatih-atlet.

a. Penjabaran dan definisi tentang ketangguhan mental, dimensi ketangguhan mental, faktor yang mempengaruhi ketangguhan mental, pengukuran ketangguhan mental

b. Penjabaran dan definisi tentang perilaku kepemimpinan pelatih, dimensi perilaku kepemimpinan pelatih, dan pengukuran perilaku kepemimpinan pelatih.

c. Penjabaran dan definisi tentang hubungan pelatih-atlet, dimensi hubungan pelatih-atlet, dan pengukuran hubungan pelatih-atlet.

d. Kerangka berpikir, dan e. Hipotesis

BAB 3: Metode Penelitian

(29)

konstruk, prosedur pengumpulan data dan metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini.

BAB 4: Analisa Hasil Penelitian

Bab 4 ini menguraikan hasil pengolahan data yang terkumpul dari penelitian ini dan melakukan analisis secara deskriptif berdasarkan hasil yang diperoleh dari subjek penelitian.

BAB 5: Kesimpulan, Diskusi dan Saran

(30)

15

dengan penelitian. Teori Ketangguhan Mental, Perilaku Kepemimpinan Pelatih, dan Hubungan Pelatih-Atlet, serta kerangka berfikir dan hipotesis penelitian. 2.1. Ketangguhan Mental

2.1.1. Definisi Ketangguhan Mental

Ketangguhan mental merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan karakteristik mental superior seorang atlet. Gucciardi et. al. (2008) menjelaskan ketika kemampuan fisik, teknik, dan taktis yang dimiliki atlet cenderung sama, ketangguhan mental merupakan pembeda antara atlet “baik” dengan atlet “hebat”.

Gucciardi et.al. (2008) mendefinisikan ketangguhan mental dengan:

Mental toughness is a collection of values, attitude, behaviours, and emotions that enables you to preserve and overcome any obstacle, adversity, or pressure experienced, but also to maintain concentration and motivation when things are going well to consistently achieve your goals. (Gucciardi et.al., 2008, p.278)

Gucciardi et.al. (2008) melakukan penelitian ketangguhan mental dalam konteks olahraga beregu yaitu football (Gucciardi menggunakan Autralian-rules football). Dalam penelitiannya, Gucciardi et.al. (2008) melakukan wawancara

(31)

konsentrasi, resiliensi, handling pressure, kecerdasan emosional, sport intelligence, dan ketangguhan fisik). Dua kategori lain yaitu situasi dan perilaku. Ketiga kategori tersebut mampu memberikan pemahaman hubungan antara karakteristik utama dengan proses (situasi dan perilaku).

Situasi merupakan situasi yang memberikan tuntutan tinggi akan ketangguhan mental seperti ketika dalam keadaan cedera, sedang menjalani masa rehabilitasi cedera, persiapan untuk latihan dan kompetisi, tantangan di dalam dan di luar lapangan, tekanan sosial, serta tekanan internal (misalnya kelelahan dan kurang percaya diri) dan tekanan eksternal (misalnya lingkungan dan situasi ketika bertanding, variabel pertandingan (suporter), dan resiko fisik). Situasi ini merupakan faktor yang mempengaruhi atau keadaan yang membutuhkan ketangguhan mental.

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai, sikap, perilaku dan emosi yang membuat atlet mampu bertahan dan melalui beragam hambatan, kesusahan, atau tekanan yang dialami. Atlet mampu untuk tetap mempertahankan konsentrasi dan motivasi saat situasi normal dan menguntungkan.

2.1.2. Dimensi Ketangguhan Mental

(32)

sama seperti self-belief, fokus dan konsentrasi, motivasi, thriving on competition, resiliensi, handling pressure, sikap positif, persiapan yang berkualitas, goal-setting, determination and perseverance, dan komitmen (Gucciardi et.al., 2008).

Penelitian ini menggunakan dimensi ketangguhan mental yang dirumuskan oleh Gucciardi et.al. (2009). Keempat dimensi tersebut yaitu:

1. Thrive through challange, yaitu perilaku dan sikap untuk mampu menghadapi suatu tantangan yang berasal dari tekanan internal dan eksternal. Dimensi ini terdiri atas delapan atribut, yaitu (a) belief in physical and mental ability, atlet memiliki self-belief atas kemampuan fisik dan mental untuk mampu bangkit ketika berada dalam tekanan; (b) skill execution under pressure, atlet mampu menunjukkan skill dalam keadaan tertekan; (c) pressure as challenge, atlet menerima setiap tekanan yang diterima sebagai tantangan terhadap kemampuan diri; (d) competitiveness, atlet memiliki hasrat kompetitif untuk menjadi yang terbaik; (e) bounce back, atlet memiliki kemampuan untuk bangkit dari kesulitan dengan etos kerja dan tekad; (f) concentration, atlet mampu fokus dan konsentrasi pada tujuan yang ingin dicapai; dan (g) persistence, atlet tekun dan memiliki tekad yang kuat untuk sukses.

2. Sport awareness, yaitu perilaku, sikap dan nilai yang relevan dengan performa individual atau tim. Dimensi ini terdiri atas enam atribut, yaitu (a) aware of individual roles, atlet memiliki kesadaran dan menerima tanggung

(33)

sebuah tim dan mendahului kepentingan tim di atas kepentingan pribadi; (d) personal value, atlet memiliki dan berpedoman pada nilai kehidupan yang dimiliki untuk menjadi atlet dan pribadi unggul; (e) make sacrifice, atlet menyadari pengorbanan merupakan usaha untuk meraih kesuksesan tim dan personal; dan (f) accountability, atlet bertanggung jawab atas setiap perilaku dan tidak mencari alasan ketika gagal.

3. Tough attitude, yaitu perilaku dan sikap yang mendasar untuk menghadapi tekanan dan tantangan yang bersifat positif maupun negatif. Dimensi ini terdiri atas lima atribut, yaitu (a) distractible, atlet mudah teralihkan yang ditandai oleh perilaku yang tidak menentu, sporadis dan tidak terkendali; (b) disicpline, atlet memiliki disiplin dalam perilaku; (c) give in to challenges, atlet mudah menyerah dalam menghadapi beragam tantangan; (d) physical fatigue and performance, atlet mampu menampilkan yang terbaik pada sesi

latihan dan pertandingan meski mengalami kelelahan; dan (e) niggly injuries and performance, atlet mampu menampilkan yang terbaik dalam latihan dan

pertandingan meski mengalami cedera.

4. Desire succsess, yaitu perilaku, sikap, dan nilai yang dihubungkan dengan pencapaian atau keberhasilan. Dimensi ini terdiri lima atribut, yaitu (a) understanding the game, atlet mengetahui dan memahami aturan permainan

(34)

dalam tindakan; dan (e) enjoy 50/50 situasions, atlet menikmati situasi yang memiliki peluang sama kuat.

Beberapa penelitian tentang ketangguhan mental belum mampu menghasilkan dimensi yang sama dengan penelitian lain (lihat Bull et al., 2005; Middleton et al., 2004; Gucciardi et al., 2008; Jones, 2002; Loehr dalam Newland, 2009). Hal ini disebabkan karena ketangguhan mental merupakan variabel baru dalam kajian psikologi olahraga (Gucciardi et.al., 2008). Dalam usaha mencapai kesamaan persepsi maka dalam penelitian ini menggunakan keempat dimensi tersebut.

2.1.3. Faktor yang mempengaruhi Ketangguhan Mental

Penelitian tentang ketangguhan mental terlalu berfokus pada gagasan tentang adversity dan bagaimana setiap karakteristik dapat digunakan sebagai modal

untuk menghadapi dan mengatasi adversity tersebut (Gucciardi et.al., 2008). Nicholls et.al. (2009) menemukan bahwa achievement level, jenis kelamin, usia, pengalaman, dan jenis olahraga turut mempengaruhi ketangguhan mental. Gucciardi et.al. (2008) menemukan terdapat dua faktor utama yang mempengaruhi atau situasi yang membutuhkan ketangguhan mental, yakni situasi umum dan situasi kompetitif. Situasi umum terdiri atas lima faktor, yakni

1. Cedera dan rehabilitasi

(35)

2. Persiapan

Faktor ini berkaitan dengan semua persiapan terhadap latihan dan kompetisi (mis, diet dan etos kerja) yang bertujuan untuk dapat melakukan kegiatan lebih baik dan di atas rata-rata orang lain sehingga mampu bermain dengan kemampuan terbaik. 3. Bentuk tantangan

Faktor ini berkaitan dengan performa, baik secara individu maupun tim, saat keadaan baik (mis, unggul atas lawan) atau buruk (mis, tertinggal dan tampil di bawah performa).

4. Tekanan sosial

Faktor ini berkaitan dengan tekanan teman dan lingkungan sosial (mis, ajakan untuk menggunakan narkoba atau mabuk) yang memungkinkan atlet kehilangan kontrol atas diri dan olahraga yang ditekuni.

5. Komitmen yang seimbang

Faktor ini berkaitan dengan komitmen atlet yang seimbang antara olahraga yang ditekuni dengan kehidupan di luar olahraga (mis, berhubungan dengan lawan jenis, dan media) terutama berhubungan dengan manajemen waktu dan displin.

(36)

variabel pertandingan, faktor ini merupakan beberapa variabel pertandingan seperti, (a) mendapat tantangan secara individual oleh lawan; (b) resiko fisik seperti cedera; dan (c) ketika sedang unggul dan bermain baik.

2.1.4. Pengukuran Ketangguhan Mental

Semakin berkembang suatu teori maka akan semakin banyak pengukuran tentang teori tersebut, demikian pula ketangguhan mental. Pengukuran ketangguhan mental yang dilakukan oleh Loehr dengan PPI (Psychological Performance Inventory) terdiri atas 42-item yang mengukur motivasi, kepercayaan diri, energi

negatif, attention control, visualisasi dan imagery control, energi positif, dan attitude control. PPI menggunakan skala model likert dengan lima pilihan

jawaban dimulai “hampir tidak pernah hingga hampir selalu”. Gucciardi,

Gordon & Dimmock (2009) mengatakan, meski banyak digunakan PPI belum mampu membuktikan validitas konstruk dengan pendekatan psikometrik. Middleton et.al. (2004a) melakukan uji validitas konstruk atas PPI dengan jumlah sampel 263 atlet-pelajar (163 pria, 100 wanita) berusia 12-17 tahun dari sekolah menengah olahraga terkemuka di Sydney, Australia.

Pada tahap awal dilakukan uji validitas konstuk menggunakan confirmatory factor analysis, namun tidak mendukung model a priori dan poor fit. Kemudian

(37)

success (r = -0,03-0,33), elite athlete self-description (r = 0,01-0,66), dan flow (r =

0,02-0,70). Middleton et al. (2004a) menyimpulkan baik PPI versi asli atau versi alternatif lima-faktor belum cukup memenuhi kaidah pengukuran psikometrik tentang ketangguhan mental dan menganjurkan penelitian lanjutan.

Penelitian ini menggunakan pengukuran yang diadaptasi dari penelitian Gucciardi, Gordon dan Dimmock (2009). Skala ini bernama AfMTI (Australian football Mental Toughness Inventory). Skala ini terdiri atas 24 item yang

mengukur empat faktor ketangguhan mental: thrive through challange, sport awareness, tough attitude, dan desire success. Respon item tersedia dalam tujuh skala model likert dimulai dari 1= salah hingga 7=benar. Reabilitas internal dari alat ukur AfMTI termasuk dalam kategori dapat diterima dengan koefisien alpha cronbach 0,70-0,81, dengan nilai minimun reliabilitas alpha cronbach adalah 0,70. Penggunaan AfMTI dalam penelitian ini mengalami penyesuaian jumlah pilihan jawaban menjadi empat agar diperoleh efektifitas dan efisiensi waktu. 2.2. Perilaku Kepemimpinan Pelatih

2.2.1. Definisi Perilaku Kepemimpinan Pelatih

(38)

dan (d) memiliki tata cara pergantian anggota dan perpindahan anggota dari satu posisi ke posisi lain. Dengan menganalogikan olahraga beregu sebagai sebuah organisasi formal, maka posisi pelatih dapat disamakan dengan manajemen (Sage dalam Chelladurai & Saleh, 1980). Fungsi manajemen seorang pelatih dapat bervariasi meliputi perencanaan secara umum, perencanaan keuangan, mengatur jadwal latihan, hubungan masyarakat, kepemimpinan dan sebagainya.

Barrow (1977) mendefiniskan kepemimpinan sebagai sebuah proses perilaku mempengaruhi individu dan kelompok untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Bridgewater (2010) menjelaskan terdapat lima gaya kepemimpinan seorang pelatih, yaitu (a) Builder, pelatih mengembangkan sesuatu dari nihil pada tahap awal pengembangan klub; (b) Revitalizer, pelatih mengembalikan energi yang hilang ketika klub kehilangan momentum; (c) Accelerator, pelatih melanjutkan dan menambah momentum pada proses perubahan yang dimulai oleh orang lain; (d) Turn-arounder, pelatih terlibat dalam sebuah perubahan besar pada beberapa bagian klub yang mengalami kemunduran; dan (e) Inheritor, pelatih mewarisi kesuksesan pada suatu klub dan mencoba melanjutkan kesuksesan tersebut dengan gayanya sendiri.

(39)

individu atlet.; (3) actual behavior, merupakan perilaku pelatih yang tampil karena dipengaruhi karakteristik pelatih. Menurut Chelladurai, kesesuaian antara tiga bentuk perilaku pelatih tersebut akan berdampak pada meningkatnya kepuasan atlet dan perfoma tim. Seorang pelatih dapat juga mengadaptasi bentuk kepemimpinan transformasional sebagai usaha untuk (a) mengganti karakteristik situasi yang menekan tim dalam beraktivitas; dan (b) merubah karakteristik atlet yakni self-esteem dan aspirasi atlet.

Cox (2012) menjelaskan agar memperoleh leadership behavior yang ideal maka ketiga komponen tersebut harus kongruen. Jika actual behavior belum kongruen dengan required dan preferred behavior, maka harapan yang muncul adalah bahwa pelatih akan diganti. Jika preferred behavior belum kongruen dengan required behavior dan actual behavior, performa tim mungkin akan baik namun menimbulkan ketidakpuasan atlet. Terakhir, apabila required behavior belum kongruen dengan preferred behavior dan actual behavior maka performa tim akan mengalami penurunan meski atlet merasa puas dengan perilaku yang ditampilkan.

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa perilaku kepemimpinan pelatih merupakan perilaku pelatih yang secara konsisten ditampilkan di dalam dan di luar lapangan sebagai usaha mempengaruhi anggota untuk meraih tujuan bersama.

2.2.2. Dimensi Perilaku Kepemimpinan Pelatih

(40)

1. Training and Instruction

Merefleksikan fungsi utama seorang pelatih-yakni meningkatkan level performa atlet. Pelatih bertanggung jawab untuk melatih dan memberikan instruksi kepada atlet dalam usaha membantu atlet mencapai potensi fisik maksimum. Pelatih juga diharapkan untuk menginstruksikan atlet bagaimana menguasai skill tertentu dan mengajarkan atlet teknik dan taktik dalam sepakbola. Dalam konteks olahraga beregu, pelatih juga mengkordinasikan setiap aktivitas atlet dalam tim.

2. Perilaku Demokratis (Democratic Behavior)

Merefleksikan kebebasan pelatih untuk melibatkan altlet dalam proses pengambilan keputusan. Proses pengambilan keputusan ini terkait penentuan target tim dan bagaimana cara meraih target tersebut. Dengan kebebasan tersebut diharapkan atlet mampu bermain secara total karena merasa dilibatkan secara utuh.

3. Perilaku Autokratis (Autocratic Behavior)

Merefleksikan sejauh mana seorang pelatih harus menjauhkan diri dari atlet dan menekankan kekuasaannya sebagai seorang pelatih. Dalam situasi tersebut, diharapkan akan timbul kepatuhan atas keputusan yang telah ditetapkan. Perilaku yang ditampilkan pelatih cenderung dirasakan sebagai salah satu bentuk tekanan terhadap atlet.

4. Dukungan Sosial (Social Support)

(41)

saling memenuhi kebutuhan interpersonal atlet. Penting untuk dicatat, bahwa dukungan sosial yang diberikan tidak berkaitan dengan baik atau buruknya performa yang ditampilkan oleh atlet.

5. Umpan Balik Positif (Positive Feedback)

Merefleksikan umpan balik berupa pujian dan penghargaan pelatih atas kontribusi dan performa atlet. Dalam setiap kompetisi, hanya terdapat satu pemenang dari sejumlah partisipan. Seorang atlet atau sebuah tim mungkin tampil dengan potensi maksimum namun tetap kalah dalam kompetisi tersebut. Lebih jauh, dalam olahraga beregu, kontribusi yang diberikan oleh atlet dengan posisi tertentu mungkin belum disadari dan belum diketahui. Dalam situasi tersebut, penting bagi pelatih untuk mengekspresikan apresiasi dan memberikan pujian pada atlet tersebut atas performa dan kontribusi yang diberikan. Positive feedback dari seorang pelatih menjadi sangat krusial dalam menjaga tingkat motivasi atlet. 2.2.3. Pengukuran Perilaku Kepemimpinan Pelatih

Pengukuran perilaku kepemimpinan pelatih dalam penelitian ini menggunakan Leadership Scale for Sports (LSS) oleh Chelladurai & Saleh, (1980). LSS

(42)

pelatih atas perilakunya. Chelladurai dalam Tenenbaum, Eklund & Kamata (2012) menjelaskan konsistensi internal untuk empat faktor dalam LSS adalah adekuat, kecuali dimensi perilaku autokratis yang rendah yakni (< 0,70).

2.2.4. Perilaku Kepemimpinan Pelatih dan Ketangguhan Mental

Cardinal (1998) menjelaskan ciri perilaku seorang pelatih terdiri atas: 1) aktif dalam proses pengambilan keputusan, 2) memberikan umpan balik (baik positif atau negatif) sebagai tanggapan atas performa atlet., 3) menggunakan teknik motivasi tertentu dan 4) memiliki hubungan dengan atlet. Menurut Fletcher (2006), perilaku kepemimpinan yang ditampilkan seorang pelatih akan memiliki dampak yang signifikan terhadap performa atlet dan/atau kualitas psikologis atlet. Seorang pelatih memiliki tanggung jawab untuk mempersiapkan mentalitas atlet agar tangguh dalam menghadapi kompetisi, secara khusus hal ini dilakukan sebelum kompetisi berlangsung (Fletcher, 2006). Menurut Orlick and Partington (dalam Fletcher, 2006), persiapan mentalitas atlet merupakan kunci kesuksesan dalam mencapai performa yang luar biasa.

Chelladurai dan Carron (dalam Fletcher, 2006) menjelaskan perilaku training and instruction pelatih menjadi kurang efektif dalam membentuk

(43)

merefleksikan bahwa perilaku training and instruction erat kaitannya dengan usaha peningkatan performa atlet.

Penelitian lain yang dilakukan oleh Salminen dan Liukkonen (dalam Fletcher, 2006) menemukan bahwa pelatih yang menerapkan perilaku demokratis turut berpengaruh. Hal ini berbanding terbalik dengan penelitian Crust dan Azadi (2008) yang menemukan bahwa perilaku demokratis pelatih tidak signifikan dalam mempengaruhi ketangguhan mental atlet. Lebih jauh, Crust dan Azadi (2008) juga menjelaskan bahwa dukungan sosial, umpan balik positif, dan perilaku autokratis tidak mempengaruhi ketangguhan mental secara signifikan. Selain itu, kebutuhan akan dukungan sosial pelatih semakin meningkat seiring meningkatnya tingkat kompetisi yang dijalani atlet (Chelladurai & Carron dalam Fletcher, 2006).

Menurut Connaughton, Wadey, Hanton, dan Jones (2008) dukungan sosial cukup penting dalam perkembangan ketangguhan mental. Hal ini menunjukkan bahwa mayoritas atlet mempersepsikan pelatih sebagai pemberi pengaruh positif dalam perkembangan atlet. Atlet mempersepsikan pelatih sebagai orang yang membantu memiliki kontribusi dalam mencapai performa optimal. Meski demikian, atlet tidak selalu setuju dengan keputusan dan gaya kepemimpinan pelatih dalam melatih (Crust & Azadi, 2008).

2.3. Hubungan Pelatih-Atlet

2.3.1. Definisi Hubungan Pelatih-Atlet

(44)

melaksanakan tugas. Jowett dan Cockerill (2002) menjelaskan tugas pelatih yang meliputi persiapan teknis, taktis dan strategis, serta tugas mengorganisir, mengevaluasi dan mengarahkan atlet akan sangat bergantung pada hubungan antara pelatih-atlet. Jowett dan Cockerill (2002) mendefinisikan hubungan pelatih-atlet sebagai situasi emosi, pikiran dan perilaku antara pelatih dan atlet yang saling berhubungan. Coe dalam Jowett dan Cockerill (2002) menjelaskan bahwa ketika pelatih dan atlet berada dalam satu harmoni, maka akan berdampak pada pencapaian yang luar biasa bagi tim.

McGready (dalam Jowett & Cockerill, 2002) menjelaskan bahwa untuk membentuk hubungan yang nyaman dan penuh kepercayaan antara pelatih-atlet merupakan tugas yang berat karena sikap, perasaan dan motivasi yang terlibat sulit dikendalikan. McGready menjelaskan bahwa kesulitan disebabkan oleh pelatih yang cenderung menghabiskan waktu pada hal yang bersifat teknis dan administratif. Kesulitan dalam membangun hubungan antara pelatih-atlet tidak berarti mengabaikan aspek tersebut, sebab pelatih yang mengabaikan hubungan antara pelatih-atlet dalam proses pelatihan dinilai membahayakan kesuksesan pengembangan potensi atlet (Lyle dalam Jowett & Cockerill, 2002).

(45)

Cockerill (2002), pendekatan negatif yang dilakukan pelatih merupakan perilaku negative coaching. Perilaku negative coaching merupakan bentuk pengabaian dan

pengkhianatan atas kepercayaan yang merupakan bagian dari hubungan antara pelatih-atlet (Ryan dalam Jowett & Cockerill, 2002). Menurut Jowett dan Cockerill (2003), pengabaian hubungan antara pelatih-atlet dapat berpengaruh pada keadaan di luar olahraga.

Berdasarkan uraian di atas peneliti dapat menyimpulkan bahwa hubungan pelatih-atlet merupakan hubungan yang saling terkait antara pelatih dan atlet secara emosi, pikiran dan perilaku positif sebagai usaha untuk mencapai tujuan bersama.

2.3.2. Dimensi Hubungan Pelatih-Atlet

Jowett (2009) menjelaskan bahwa terdapat tiga dimensi hubungan pelatih-atlet yaitu:

1. Kedekatan Emosional (Closeness)

(46)

2. Komitmen (Commitment)

Dimensi ini menggambarkan keterikatan kognitif dan berorientasi jangka panjang satu sama lain. Komitmen menjelaskan bahwa antara pelatih-atlet memiliki landasan yang serupa seperti belief, nilai, dan tujuan. Dengan komitmen, pelatih dan atlet saling berbagi pengetahuan dan pemahaman yang bertujuan saling memahami diantara keduanya. Pengetahuan pelatih tentang kepribadian, perilaku, kelemahan, dan keunggulan atletnya akan memudahkan pelatih dalam meningkatkan performa atlet secara efektif (Jowett, 2003).

3. Perilaku komplementer (Complementarity)

Dimensi ini menggambarkan transaksi perilaku antara pelatih-atlet seperti perilaku saling kerjasama. Dimensi ini memiliki prinsip “give and take”, yang

berarti pelatih dan atlet saling membutuhkan satu sama lain dalam kegiatan yang sama. Baik pelatih maupun atlet harus saling menerima dan menanggapi atas setiap tindakan. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan kontribusi dalam mencapai tujuan dan kesuksesan. Misal, seorang atlet memiliki pengalaman bertanding lebih banyak dari pelatihnya maka pengalaman tersebut dapat digunakan pelatih sebagai sebuah keunggulan bagi tim (Jowett, 2003).

2.3.3. Pengukuran Hubungan Pelatih-Atlet

Pengukuran hubungan pelatih-atlet dalam penelitian ini menggunakan The Coach

– Athlete Relationship Questionnaire (CART-Q) oleh Jowett & Ntoumanis,

(47)

Dalam CART-Q, terdapat lima pilihan jawaban yaitu: selalu, sering, kadang-kadang, jarang, dan tidak pernah. Terdapat dua versi CART-Q yang mengukur, (a) persepsi atlet terhadap hubungan dengan pelatih; dan (b) persepsi pelatih terhadap hubungan dengan atlet. CART-Q memiliki nilai reabilitas 0,82 untuk dimensi komitmen, 0,89 untuk dimensi kedekatan emosional, dan 0,89 untuk dimensi perilaku komplementer.

2.3.4. Dinamika Hubungan Pelatih-Atlet dan Ketangguhan Mental

(48)

memiliki tujuan yang sama (Jowett & Carter, 2006), maka peneliti berasumsi bahwa hubungan pelatih-atlet memiliki pengaruh terhadap ketangguhan mental atlet.

2.4. Kerangka Berfikir

Klub sepakbola Indonesia cenderung mengalami penurunan prestasi sejak tahun 1991 (Wikipedia, 2014). Prestasi terbaik klub Indonesia adalah peringkat ketiga AFC Champions League pada tahun 1991 yang diwakili oleh Pelita Jaya. Beragam faktor menjadi penyebab penurunan prestasi klub sepakbola seperti kompetisi yang belum terorganisir dengan baik, manajemen klub yang belum profesional, kualitas teknik atlet yang di bawah rata–rata atlet Asia, dan lainnya.

(49)

pemahaman kongkrit tentang aspek mentalitas menyebabkan program belum berjalan dengan efektif.

Mentalitas yang dimaksud dalam penelitian ini adalah ketangguhan mental. Ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai, sikap, perilaku dan emosi yang membuat atlet mampu bertahan dan melalui beragam hambatan, kesusahan, atau tekanan yang dialami. Begitu juga atlet mampu untuk tetap mempertahankan konsentrasi dan motivasi saat situasi normal (Gucciardi et.al., 2008). Seorang atlet sepakbola akan menghadapi beragam situasi yang menekan secara psikologis seperti bermain sebagai tim tamu, menghadapi tekanan supporter ketika bermain home atau away, keputusan wasit, dan lainnya.

Gucciardi et.al. (2008) menjelaskan beragam situasi tersebut membutuhkan ketangguhan mental dalam derajat yang berbeda. Artinya, bila seorang atlet sepakbola memiliki ketangguhan mental yang lemah maka situasi yang bersifat menekan akan cenderung menimbulkan reaksi yang negatif seperti gugup ketika bertanding, kehilangan konsentrasi, memukul wasit, dan perilaku yang di luar kendali internal atlet tersebut. Sebaliknya, apabila ketangguhan mental dari atlet tersebut kuat maka reaksi yang muncul atas beragam situasi yang penuh tekanan cenderung bersifat positif seperti memiliki motivasi lebih karena tensi pertandingan yang meningkat, tetap mampu fokus meski tertinggal jumlah gol, tetap menghormati keputusan wasit seraya tetap berusaha mengeluarkan kemampuan terbaik.

(50)

ketangguhan mental atlet bergantung pada sosok seorang pelatih. Sebagai sosok sentral dalam pengembangan ketangguhan mental, pelatih harus memberikan bimbingan, latihan dan aktivitas yang disesuaikan dengan kondisi atlet (Weinberg et.al., 2011). Hal ini bertujuan memaksimalkan dampak positif yang akan diperoleh atlet.

Seorang pelatih akan menampilkan perilaku kepemimpinan yang secara konsisten muncul di dalam dan di luar lapangan. Menurut Chelladurai dan Shaleh (1980), seorang pelatih yang menggunakan pendekatan perilaku demokratis atau otoriter dalam melatih atlet akan memiliki dampak yang berbeda terhadap atlet. Seorang pelatih yang memberikan dukungan secara personal atau kerap memberikan penghargaan seperti bonus uang turut mempengaruhi perkembangan ketangguhan mental atlet ketika menjalani sebuah kompetisi atau sesi latihan yang menguras kemampuan fisik dan psikis atlet.

(51)

Seorang pelatih cenderung untuk memiliki sebuah hubungan dan komunikasi yang intensif dengan atletnya. Pola komunikasi yang terbangun akan turut mempengaruhi berhasil atau tidaknya sebuah program latihan yang dijalani. Menurut Jowett & Cockerill (2002), efektivitas tugas seorang pelatih yang meliputi persiapan teknis, taktis dan strategis. Tugas mengorganisir, mengevaluasi dan mengarahkan atlet akan bergantung pada hubungan antara pelatih-atlet. Seorang pelatih yang mampu memposisikan dirinya sebagai seorang teman atau ayah bagi atlet akan cenderung memiliki tingkat keberhasilan yang lebih baik bila dibandingkan dengan pelatih yang memperlakukan pemain sebagai bawahan. Memperlakukan pemain sebagai bawahan akan cenderung menghasilkan lebih banyak konflik personal yang dapat berujung pada pemecatan pemain atau pemain dijual ke klub lain misalnya kasus Roberto Mancini dengan Mario Balotelli dan Carlos Tevez di klub Manchester City. Pemecatan atau dijual ke klub lain sedikit banyak akan memiliki dampak psikologis bagi atlet yang mengalaminya.

(52)

Perilaku Kepemimpinan

Pelatih

Hubungan Pelatih-Atlet

Dari pemaparan di atas, peneliti menyimpulkan kerangka berfikir dalam bagan 2.1. berikut.

Bagan 2.1. Kerangka berfikir

Ketangguhan

Mental

Training and Instruction

Perilaku Demokratis

Kedekatan Emosional

Komitmen

Perilaku Komplementer Umpan Balik Positif

Perilaku Autokratis

(53)

2.5. Hipotesis

Ha1: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif perilaku kepemimpinan pelatih dan hubungan pelatih-atlet terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola. Ha2: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif training and instruction terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

Ha3: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif perilaku demokratis terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

Ha4: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif perilaku autokratis terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

Ha5: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif dukungan sosial terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

Ha6: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif umpan balik positif terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

Ha7: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif kedekatan emosional terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

Ha8: Terdapat pengaruh yang signifikan dan positif komitmen terhadap ketangguhan mental atlet sepakbola.

(54)

39

BAB III

METODE PENELITIAN

Dalam bab tiga ini peneliti akan memaparkan tentang populasi, sampel, teknik pengambilan sampel, variabel penelitian, definisi operasional variabel, uji validitas instrumen, analisa faktor eksploratori, teknik analisis data, serta prosedur penelitian yang digunakan dalam penelitian.

3.1. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel

3.1.1. Populasi dan Sampel Penelitian

Populasi penelitian ini yaitu atlet sepakbola di 24 klub anggota Pengcab PSSI Jakarta Timur. Karakteristik sampel dalam penelitian ini meliputi kriteria: (a) Merupakan pemain aktif klub anggota Pengcab PSSI Jakarta Timur, (b) Telah berlatih sepakbola minimal selama 1 tahun, (c) Berusia minimal 15 tahun, dan (d) Bersedia menjadi responden dalam penelitian ini. Sampel dalam penelitian ini berjumlah 200 atlet sepakbola yang terdiri dari 50 atlet sepakbola di klub sepakbola Bina Taruna, 40 atlet sepakbola di P.S. ABC Wirayudha, 50 atlet sepakbola di URAKAN FC., dan 60 atlet sepakbola di klub sepakbola Universitas Negeri Jakarta.

3.1.2. Teknik Pengambilan Sampel

(55)

tidak seluuh anggota populasi memiliki kesempatan untuk terpilih menjadi sampel penelitan jika tidak memenuhi kriteria atau karakteristik sampel yang telah ditetapkan sebelumnya (Kumar, 1999).

3.2.Variabel Penelitian

Variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini terdiri dari: ketangguhan mental yang merupakan dependent variable. Sementara variabel perilaku kepemimpinan pelatih merupakan independent variable I yang meliputi dimensi training and instruction, perilaku demokratis, perilaku autokratis, dukungan sosial, dan umpan balik positif. Sementara variabel hubungan pelatih-atlet merupakan independent variable II yang meliputi dimensi kedekatan emosional, komitmen, dan perilaku komplementer.

3.3.Definisi Operasional Variabel

3.3.1. Ketangguhan Mental

Ketangguhan mental merupakan kumpulan nilai, sikap, perilaku dan emosi yang membuat atlet mampu bertahan dan melalui beragam hambatan, kesusahan, atau tekanan yang dialami yang dihasilkan dari skor thrive through challenge, sport awereness, tough attitude, dan desire success dengan menggunakan alat ukur Australian football Mental Toughness Inventory (AfMTI).

3.3.2. Perilaku Kepemimpinan Pelatih

(56)

sosial, dan umpan balik positif dengan menggunakan alat ukur Leadership Scale for Sport (LSS).

3.3.3. Hubungan Pelatih-Atlet

Hubungan pelatih-atlet merupakan hubungan yang saling terkait antara pelatih dan atlet secara emosi, pikiran dan perilaku positif sebagai usaha untuk mencapai tujuan bersama yang dihasilkan dari skor kedekatan emosional, komitmen, dan perilaku komplementer dengan menggunakan alat ukur Coach-Athlete Relationship Questionnaire (CART-Q).

3.4.Instrumen Pengumpulan Data

Instrumen pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini berbentuk kuesioner dengan menggunakan skala model Likert yang telah dimodifikasi menjadi empat alternatif pilihan jawaban. Skor untuk alternatif pilihan jawaban dalam pernyataan favourable dimulai dari 4 (sangat setuju) hingga 1 (sangat tidak setuju). Sementara skor untuk alternatif pilihan jawaban dalam pernyataan unfavourable dimulai dari 1 (sangat setuju) hingga 4 (sangat tidak setuju).

3.4.1. Alat Ukur Ketangguhan Mental

Alat ukur ketangguhan mental merupakan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur variabel ketangguhan mental. Alat ukur ketangguhan mental yang peneliti gunakan dalam penelitian ini merupakan adaptasi dari alat ukur yang dikembangkan oleh Gucciardi, Gordon & Dimmock (2009) yaitu Australian football Mental Toughness Inventory (AfMTI). Skala ini terdiri atas 24 item yang

(57)

melakukan penambahan jumlah item pada alat ukur ketangguhan mental menjadi dua kali jumlah item awal dengan pertimbangan apabila terdapat suatu item yang gugur setelah uji validitas, maka peneliti masih memiliki item lain yang mengukur variabel yang sama. Peneliti mengadaptasi instrumen ini dengan menggunakan skala model Likert dengan rentangan sebanyak 4 pilihan jawaban dari “sangat

[image:57.595.108.517.228.570.2]

setuju” hingga “sangat tidak setuju”.

Tabel 3.1

Blueprint Skala Ketangguhan Mental

No. Dimensi No.Item Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Thrive through challenge

1, 5, 13, 17, 21, 25, 27, 29,

31, 33, 35, 39, 43, 45, 47 9 16

2 Sport awereness

2, 6, 10, 14, 18, 22, 26, 32,

34, 36, 40, 44 - 12

3 Tough attitude 3, 7, 11, 15, 19, 23, 28, 37,

41, 46 - 10

4 Desire success 4, 8, 12, 16, 24, 30, 38, 42,

48 20 10

Jumlah 46 2 48

3.4.2. Alat Ukur Perilaku Kepemimpinan Pelatih

Alat ukur perilaku kepemimpinan pelatih merupakan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur variabel perilaku kepemimpinan pelatih. Alat ukur perilaku kepemimpinan pelatih yang digunakan peneliti mengacu dari alat ukur Leadership Scale for Sports (LSS) dari Chelladurai & Saleh, (1980), yang terdiri

dari 40 item. Pilihan jawaban yang digunakan yaitu skala model Likert dengan rentangan sebanyak 4 pilihan jawaban dari “sangat setuju” hingga “sangat tidak

(58)

Tabel 3.2

Blueprint Skala Perilaku Kepemimpinan Pelatih

No. Dimensi No.Item Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Training and Instruction

1, 6, 11, 16, 21, 26, 29,

31, 33, 35, 37, 39, 40 - 13

2 Perilaku Demokratis 2, 7, 12, 17, 22, 27, 30,

34, 38 - 9

3 Perilaku Autokratis 3, 8, 13, 18, 23 - 5

4 Dukungan Sosial 4, 9, 14, 19, 24, 28, 32,

36 - 8

5 Umpan Balik Positif 5, 10, 15, 20, 25 - 5

Jumlah 40 40

3.4.3. Alat Ukur Hubungan Pelatih-Atlet

Alat ukur hubungan pelatih-atlet merupakan sebuah skala yang digunakan untuk mengukur variabel hubungan pelatih-atlet. Alat ukur hubungan pelatih-atlet yang peneliti gunakan dalam penelitian ini mengadaptasi kepada alat ukur yang dikembangkan oleh Jowett dan Ntoumanis (2002) yaitu Coach–Athlete Relationship Questionnaire (CART-Q) yang terdiri dari 11 item. Peneliti

(59)
[image:59.595.104.521.131.548.2]

Tabel 3.3

Blueprint Skala Hubungan Pelatih-Atlet

No. Dimensi No.Item Jumlah

Favourable Unfavourable

1 Kedekatan Emosional 1, 4, 7, 8, 13, 15, 18, 20 - 8

2 Komitmen 2, 9, 10, 12, 16, 21 - 6

3 Perilaku Komplementer 3, 5, 6, 11, 14, 17, 19, 22 - 8

Jumlah 22 22

3.5. Pengujian Validitas Konstruk

Dalam sebuah penelitian, penting untuk melakukan uji validitas kostruk. Pengujian validitas konstruk menggunakan Confirmatory Factor Analysis (CFA) yang bertujuan untuk mengetahui apakah setiap item pada variabel valid dalam mengukur apa yang hendak diukur. CFA digunakan dalam proses pengembangan skala untuk memeriksa struktur laten dari suatu alat tes. Dalam konteks ini, CFA digunakan untuk verifikasi jumlah dimensi yang mendasari instrumen (faktor) dan pola hubungan item dengan faktor (factor loading).

Dalam Confirmatory Factor Analysis (CFA), peneliti harus memiliki gambaran yang spesifik mengenai (a) jumlah faktor, (b) variabel yang mencerminkan suatu faktor, dan (c) faktor yang saling berkorelasi. Tahapan dalam CFA diawali dengan merumuskan model teoritis (hipotesis) tentang pengukuran variabel laten, kemudian model tersebut diuji kebenarannya secara statistik menggunakan data. CFA lebih tepat digunakan pada pengujian teori karena (a) langsung menguji teori dan (b) tingkat fit pada model dapat diukur dalam berbagai cara. Adapun logika dasar dari CFA menurut Harrington (2009) :

(60)

pernyataan untuk mengukurnya. Kemampuan ini disebut faktor, sedangkan pengukuran terhadap faktor ini dilakukan melalui analisis terhadap respon (jawaban atas item).

2. Diteorikan setiap item hanya mengukur satu faktor atau dengan kata lain bersifat unidimensional.

3. Berdasarkan model unidimensional. Pada butir di atas, dapat disusun untuk himpunan persamaan matematis. Persamaan tersebut dapat digunakan untuk memprediksi (dengan menggunakan data yang tersedia) matriks korelasi antar item (yang seharusnya diperoleh), jika korelasi antar item tersebut (unidimensional) benar. Matriks korelasi ini dinamakan sigma (∑). Kemudian, matriks ini akan dibandingkan dengan matriks korelasi yang diperoleh secara empiris dari data (disebut matriks S). Jika teori tersebut benar (unidimensional), maka seharusnya tidak ada perbedaan yang signifikan antara elemen matriks ∑ dengan elemen matriks S. secara matematis dapat dituliskan: S-∑ = 0.

4. Pernyataan matematis yang dijadikan hipotesis nihil yang akan dianalisis menggunakan CFA. Dalam hal ini, dilakukan uji signifikansi dengan Chi-square. Jika Chi-squa

Gambar

Tabel 3.1 Blueprint Skala Ketangguhan Mental
Tabel 3.3 Blueprint Skala Hubungan Pelatih-Atlet
tabel 3.4. Pada tabel 3.4 dapat dilihat bahwa item yang tidak signifikan adalah
tabel 3.4 terdapat 7 item pengukuran dimensi thrive through challenge yang
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikann antara kekuatan otot tungkai dan kelincahan terhadap kecepatan menggiring bola dalam permainan sepakbola pada

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara gaya kepemimpinan general manager dengan loyalitas karyawan Hotel Pangeran Beach Padang.. Jumlah sampel

Peran komunikasi interpersonal dalam memelihara motivasi berprestasi dalam tim ialah terdapat pada pelatih dan atlet itu sendiri sebagai perencana dan pelaksana

(ρ) = 0,005 &lt; 0,05, dan r = -0,501, sehingga ditetapkan bahwa terdapat hubungan negatif yang signifikan antara gaya kepemimpinan otoriter dengan motivasi berprestasi atlet

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan pelatih dengan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa ada hubungan negatif signifikan antara persepsi terhadap gaya kepemimpinan pelatih dengan

Simpulan dan Rekomendasi 4.1 Kesimpulan Pembinaan mental training terhadap atlet kota Banjarmasin, mengupayakan memberikan edukasi kepada masyarakat, pelatih dan atlet terkait

2010 melalui hasil penelitiannya mengatakan beberapa atlet yakin bahwa latihan mental dapat meningkatkan kepercayaan diri dan memberikan motivasi, serta menurukan stress dan