• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2.2.7 Disonansi Kognitif

West dan Turner (2011) menyatakan bahwa sikap orang tidak dapat diamati secara langsung, tetapi terdapat kepercayaan bahwa sikap merupakan alat prediksi mengenai perilaku manusia yang baik. Begitu pentingnya sikap sehingga banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan mengenai pembentukan sikap, perubahan, dan keterhubungan antara kognisi, sikap, emosi, dan kecendrungan perilaku. Banyak psikolog, seperti Fiske dan Taylor menyatakan bahwa pendekatan mengenai sikap yang paling berpengaruh diturunkan dari teori konsistensi kognitif.

Pendekatan konsistensi kognitif menegaskan bahwa seseorang selalu berusaha mendapatkan koherensi dan makna dalam kognisinya. Jika kognisi mereka sudah konsisten dan mereka berhadapan dengan kognisi baru yang mungkin menimbulkan inkonsistensi, maka mereka akan berjuang untuk meminimalkan inkonsistensi itu.

Teori konsistensi mengemukakan bahwa pikiran beroperasi seperti sebuah penengah antara stimulus (ransangan) dan respon. Teori ini menyatakan jika seseorang menerima rangsangan, maka pikiran akan memprosesnya menjadi sebuah pola dengan rangsangan lainnya yang sudah diterima atau sudah ada sebelumnya. Jikalau rangsangan baru tersebut tidak sesuai dengan pola yang ada atau tidak konsistensi, maka orang tersebut akan mengalami ketidaknyamanan. Ketidaknyamanan tersebut timbul ketika seseorang menemukan diri mereka sendiri melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan pendapat lain yang mereka pegang (inkonsisten), hal inilah yang dikatakan sebagai disonansi kognitif. Konsistensi merupakan prinsip penting dan teratur yang ada dalam proses kognitif manusia, dan perubahan respon terjadi sebagai akibat adanya informasi yang menganggu keteraturan tersebut.

Menurut Festinger (1957) dalam Morissan (2013), manusia membawa berbagai unsur (elemen) dalam kognitifnya. Elemen tersebut adalah sikap, persepsi, pengetahuan, dan tingkah laku. Elemen-elemen tersebut berada dalam suatu sistem yang tidak terpisah dan saling mempengaruhi. Ada tiga jenis hubungan yang mungkin terjadi antar elemen-elemen tersebut. Pertama, hubungan yang tidak memberikan pengaruh apa-apa terhadap elemen-elemen yang ada, disebut sebagai hubungan nihil atau tidak relevan (irrelevant). Kedua, hubungan konsistensi atau hubungan konsonan, yaitu hubungan antar elemen yang saling menguatkan. Ketiga adalah hubungan yang menimbulkan ketidaksesuaian (inkonsisten) atau disonansi.

Terdapat dua ide penting yang menjadi dasar teori disonansi kognitif ini yaitu: pertama, adanya disonansi akan menimbulkan ketegangan dan stress yang membuat seseorang tertekan dan mencari jalan untuk berubah. Kedua, kondisi disonansi membuat seseorang tidak hanya berupaya untuk menguranginya tetapi juga menghindarinya.

Festinger (1957) dalam Morissan (2013) mengemukakan sejumlah metode yang digunakan manusia untuk mengatasi ketidaksesuaian kognitif.

1. Mengubah satu atau lebih elemen kognitf yang ada. Misal elemen tingkah laku (tindakan) dan atau elemen sikap.

2. Menambahkan elemen baru dalam hubungan yang inkonsisten guna menetralkan disonansi.

3. Mempertimbangkan kembali disonansi yang terjadi. Melalui pertimbangan tersebut seseorang memahami disonansi yang terjadi bukanlah hal yang terpenting jika dibandingkan dengan hal yang lain.

4. Mencari informasi yang dapat mendukung suatu tindakan agar seseorang punya penguatan atas tindakannya yang dilakukannya.

5. Mengurangi disonansi yang terjadi dengan mendistorsi atau menyalah artikan informasi yang ada sehingga terbentuk pemahaman yang dapat diterima oleh kognisinya.

Banyak teori dan riset mengenai teori disonansi kognitif yang mengemukakan berbagai situasi atau keadaan yang memungkinkan disonansi dapat terjadi. Situasi atau keadaan yang dapat mendorong timbulnya disonansi adalah sebagai berikut: saat membuat keputusan (decision making), kepatuhan yang dipaksakan (forced compliance), memasuki kelompok baru (initiation), dukungan sosial (social support), dan usaha atau daya upaya (effort) (Morissan, 2013).

Menurut Leon Festinger (1957) dalam West dan Turner (2011) perasaan ketidakseimbangan kognisi yang timbul atas ketidaksesuaian rangsangan dengan pola rangsangan yang sudah ada sebelumnya disebut sebagai disonansi kognitif. Ia juga berpendapat inti dari teori disonansi kognitif adalah adanya sebuah perasaan tidak nyaman yang memotivasi orang untuk mengambil langkah demi mengurangi ketidaknyamanan tersebut.

Proses disonansi kognitif

Berakibat pada

Berakibat pada

Dikurangi dengan

Sumber : Festinger, 1957

Festinger menyatakan bahwa ketidaknyamanan yang disebabkan oleh disonansi akan mendorong terjadinya perubahan, pernyataan ini sangat penting bagi para peneliti komunikasi. Dengan bersandar dari pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa disonansi kognitif dapat memotivasi perilaku komunikasi saat orang melakukan persuasi kepada orang lainnya dan saat orang berjuang untuk mengurangi disonansi kognitifnya. Dengan kata lain, ketika seseorang menemui orang lain dalam rangka mengurangi disonansi maka hal tersebut merupakan cara dan usahanya untuk mempengaruhi dirinya sendiri demi mengalami perubahan dalam dirinya (West & Turner, 2011).

2.2.8 Rekrutmen

Adapun beberapa pedoman dalam melakukan perekrutan menurut Joe Rubino dalam bukunya yang berjudul “7 Langkah Mencapai Keberhasilan Finansial” yaitu antara lain:

1. Buanglah rasa untuk memaksa siapa pun melakukan apa pun hanya karena kita ingin dia melakukannya. Menekan, memohon, dan memaksa orang membeli barang kita adalah perbuatan yang hina dalam bisnis ini. Kita bisa saja memaksa orang bergabung dengan berkata jika mereka ikut, kita tidak akan mengganggu mereka lagi. Namun, jika ingin membangun bisnis jangka panjang, mereka harus

Sikap, pemikiran, dan perilaku yang tidak konsisten

Mulainya disonansi

Rangsangan yang tidak menyenangkan

memiliki motivasi yang berasal dari diri sendiri., bukan paksaan. Distributor yang memohon-mohon juga tidak mencirikan jati diri yang menarik sebagai mitra bisnis. Jadi, kita harus selalu menjaga sikap yang menyampaikan pesan bahwa “saya sangat senang jika Anda mau bergabung dengan tim kami, tapi saya tidak akan memaksa Anda bergabung.”

2. Sedialah memberikan nilai pada kehidupan prospek. Setelah mendengarkan presentasi kita, apakah prosepk tahu bahwa kita baru-baru ini atau sebentar lagi akan sukses dalam bisnis serta bahwa jika bergabung dengan kita mereka pun akan sukses? Jika kita melakukan pekerjaan dengan benar, prospek akan berpikir, “Ini pasti hari keberuntungan saya!” Lagi pula, yang kita bagi kepada prospek adalah berkah sejati dan akan menjadi kehormatan bagi prospek mana pun untuk memiliki orang segigih kita sebagai mitra bisnis serta sponsor mereka (Joe Rubino, 2013:149).

Lebih lanjut Joe Rubino menyarankan beberapa tujuan percakapan dalam melakukan perekrutan yakni:

1. Ciptakan nilai manfaat sejati.

Suksesnya perekrutan bergantung pada penciptaan nilai yang sangat besar bagi prospek. Apakah niat kita adalah membuat prospek menyadari bahwa kita menawari mereka peluang-peluang yang sangat menyenangkan untuk dijelajahi? Mungkin pertama-tama kita ingin mengecek tingkat keyakinan kita. Apakah keyakinan kita pada konsep pemasaran jaringan adalah keyakinan yang sangat kokoh dan tak tergoyahkan? Apakah kita bangga pada pekerjaan kita atau mungkin kita merasa malu pada taraf tertentu karena berafiliasi dengan teknik pemasaran yang banyak disalahpahami orang sebagai skema piramida? Apakah kita secara percaya diri melihat perusahaan kita sebagai sarana mencapai kemakmuran jangka panjang dan kebebasan ekonomi untuk setidaknya lima puluh tahun ke depan? Apakah kita sepenuhnya yakin pada nilai produk kita? Apakah kita sepenuhnya yakin bahwa kita akan sukses dan bahwa kita benar-benar tahu cara mendukung orang lain agar sukses? Jika ada jawaban dari salah satu pertanyaan itu yang tidak pasti, prospek mungkin bisa merasakan bahwa ada hal yang juga kurang dalam diri kita. Kata-kata kita mungkin benar, tapi aura yang kita pancarkan bisa jadi mengungkapkan ketidakyakinan kita.

2. Cari tahu seperti apa dunia prospek kita.

Terapkan FLOP. Tanyakan pada mereka keluarga (family), pekerjaan (occupation), dan hasrat atau hobi (passion or hobby). Tunjukkan kepedulian tulus mengenai siapa prospek kita dan apa yang membuatnya spesial. Tawarkan pujian tulus jika pantas. Jalin hubungan pertemanan. Bila kita menyisihkan waktu untuk menjalin hubungan pertemanan sebelum memberikan informasi tentang pemasaran jaringan, prospek cenderung lebih mau mendengarkan apa yang kita sampaikan.

3. Kenali hal-hal yang penting bagi prospek atau hal-hal yang belum ada dalam kehidupannya.

Untuk memahami hal-hal yang menarik bagi prospek kita, kita harus menyisihkan waktu untuk mencari tahu apa saja yang penting bagi mereka, kesulitan hidup yang mereka dapat, hal apa yang mereka belum dapat baik dari hal uang, jaminan, kesenangan, pemenuhan kebutuhan, atau kebebasan. Cara yang baik untuk mendapatkan pengetahuan tentang hal apa yang paling berarti bagi prospek adalah dengan bertanya beberapa pertanyaan mengenai kehidupan prosepek kita.

4. Jalin hubungan yang didasarkan pada rasa saling bergantung dan berusahalah berkontribusi pada hidup mereka.

Orang senang bekerja dan bergabung dengan mereka yang memiliki kesamaan dengan dirinya. Semakin banyak ketertarikan yang sama antara kita dan prospek, semakin mungkin dia menyukai, mempercayai, serta ingin bersama kita. Jika kita juga bisa mengenali sejumlah cara yang membuat peluang yang kita tawarkan dapat berkontribusi padanya atau produk kita dapat memenuhi kebutuhannya, kita akan menjadi semakin dekat dalam membangun kesamaan lain yang kita berdua miliki yaitu bisnis (Joe Rubino, 2013:149).

Dokumen terkait