• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Frekuensi Tampilan mAgNOR pada KSS

BAB IV HASIL PENELITIAN

4.2. Distribusi Frekuensi Tampilan mAgNOR pada KSS

Lokasi Lesi.

AgNOR ditemukan sebagai titik-titik hitam di dalam nukleus sel yang dihitung dalam 100 nukleus sel pada masing-masing 30 sampel KSS rongga mulut, dan hitungan rata-rata mAgNOR dikelompokkan berdasarkan masing-masing kategori.

Tabel 4. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga

mulut berdasarkan jenis sub-tipe keratinisasi.

Sub-tipe keratinisasi n mAgNOR ± SD P Berkeratin Tidak berkeratin 21 9 4,11±0,73 4,76±0,87 0,124 Total 30

Uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05.

Tabel 4 menunjukkan hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis, dimana tidak ditemukan perbedaan yang signifikan mAgNOR antara KSS berkeratinisasi dan tidak berkeratinisasi (p=0,124). Ini berarti H0 diterima.

Tabel 5. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut berdasarkan jenis diferensiasi.

Jenis diferensiasi n mAgNOR ± SD P Baik Sedang 19 11 3,95±0,64 5,15±0,53 0,000* Total 30

Uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05.

Hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis (Tabel 5) didapatkan adanya perbedaan yang signifikan mAgNOR antara KSS diferensiasi baik dan diferensiasi sedang (p=0,000). Ini berarti semakin menurun atau buruknya derajat diferensiasi KSS, nilai tampilan titik-titik hitam mAgNOR akan semakin meningkat. Dengan demikian H0 ditolak.

Tabel 6. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut berdasarkan umur.

Umur n mAgNOR ± SD P 20-39 tahun 40-59 tahun 60-79 tahun 5 10 15 4,31±0,98 4,34±1,01 4,42±0,86 0,964 Total 30

Uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05.

Tabel 6 menunjukkan hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis tidak ditemukan perbedaan yang signifikan mAgNOR antara kelompok umur sampel penelitian (p=0,964). Ini berarti H0 diterima.

Tabel 7. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut berdasarkan jenis kelamin.

Jenis kelamin n mAgNOR ± SD p Laki-laki Perempuan 6 24 4,94±0,96 4,25±0,76 0,053 Total 30

Hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis (Tabel 7), ditemukan bahwa tidak terdapatnya perbedaan yang signifikan mAgNOR antara laki-laki dan perempuan (p=0,053). Ini berarti H0 diterima.

Tabel 8. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut berdasarkan lokasi lesi.

Lokasi Lesi n mAgNOR ± SD p Lidah Maksila Mandibula Gingiva 19 2 6 3 4,39±0,75 4,10±0,80 4,86±1,07 3,67±0,55 0,195 Total 30

Uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05.

Tabel 8 menunjukkan hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis dimana tidak ditemukan perbedaan yang signifikan mAgNOR antara masing-masing lokasi lesi di rongga mulut (p=0,195). Ini berarti H0 diterima.

BAB 5

PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian terhadap 30 sampel blok parafin yang telah didiagnosa sebagai karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut yang diperoleh dari data-data rekam medis di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik dan Laboratorium PA FK USU. Blok parafin yang telah dikumpulkan, kemudian di processing di laboratorium Patologi Anatomi: satu preparat untuk pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) dan satu preparat untuk pewarnaan AgNOR. Pewarnaan HE dilakukan untuk mendiagnosa kembali jaringan sampel tersebut. Sementara itu, pewarnaan AgNOR bertujuan untuk mendapatkan tampilan titik-titik hitam yang berperan sebagai suatu metode untuk melihat tingkat keagresifan proliferasi sel kanker. Pewarnaan AgNOR merupakan suatu pewarnaan histokimia dimana larutan perak nitrat berikatan pada bagian NOR yang bersifat argyrofilik. Larutan AgNOR berupa campuran dari satu volume asam format yang ditambah gelatin dan dua volume perak nitrat. Protein nucleolar organizing regions (NORs) yang bersifat argyrofilik yang apabila bereaksi dengan perak nitrat akan menghasilkan warna hitam berupa titik-titik hitam (AgNOR) dalam nukleus sel. Titik-titik hitam yang jelas kelihatan dihitungkan, sementara gugusan titik-titik hitam diabaikan.14 Hasil pewarnaan HE dan AgNOR diobservasi dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus CX21 dengan pembesaran 40x dan 100x. Hasil pewarnaan AgNOR diperoleh melalui perhitungan jumlah titik-titik hitam AgNOR dalam 100 nukleus sehingga didapatkan rata-rata AgNOR (mAgNOR) dan standar deviasinya. Rancangan penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross sectional dan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis.

Dari data-data rekam medis lesi rongga mulut yang diperoleh pada penelitian ini, hanya data umum berupa umur, jenis kelamin dan lokasi lesi yang tersedia dan tidak ada data tersedia mengenai faktor penyebab iritasi seperti kebiasaan individu,

diet, pekerjaan atau kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan etiologi terjadinya kanker. Perlunya data-data tersebut ditulis dalam formulir pemeriksaan patologi rongga mulut (Lampiran 3) sehingga dapat mendukung suatu diagnosa patologi yang tepat.

Pada penelitian ini diperoleh data distribusi rekam medis karakteristik umum berupa umur, jenis kelamin dan lokasi lesi (Tabel 3). Lesi KSS pada rongga mulut yang tertinggi ditemukan pada kelompok umur 60 - 79 tahun (50,0%), diikuti oleh kelompok umur 40 - 59 tahun (33,3%) dan terendah terdapat pada kelompok umur 20 - 39 tahun (16,6%). Menurut Cawson (2008), 98% dari lesi KSS rongga mulut terdapat pada kelompok umur di atas 40 tahun,2 dimana sesuai dengan penelitian ini, yaitu kelompok umur yang berisiko tinggi terdapat pada kelompok umur 40 - 79 tahun yaitu sekitar (83,3%), sedangkan kelompok umur yang berisiko rendah terdapat pada kelompok umur 20 - 39 tahun (16,6%). Peningkatan umur sering dihubungkan dengan perubahan pada tingkat molekular, selular dan fisiologis, sehingga jaringan lebih rentan terhadap inisiasi karsinogenesis bila didukung dengan pemaparan agen/bahan karsinogenik. Di samping itu, pada usia lanjut juga sering timbul ketidakseimbangan hormon sehingga risiko terjadinya kanker juga meningkat.2,3,5 Berdasarkan jenis kelamin, lesi KSS lebih banyak ditemukan pada perempuan (80,0%) dibandingkan laki-laki (20,0%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian Ramachandra (2012) di negara India, dimana angka prevalensi pada perempuan lebih tinggi dibandingkan laki-laki,41 ini mungkin dihubungkan dengan kebiasaan menyirih/menyuntil pada kalangan perempuan, di samping itu mungkin juga terjadinya ketidakseimbangan hormonal, dimana perempuan sering mengalami perubahan di rongga mulut setelah mencapai menopause. Lokasi lesi KSS rongga mulut yang paling banyak ditemukan pada lidah (63,3%) dibandingkan dengan lokasi lesi lainnya di rongga mulut (36,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Neena, dkk. (2011), yang mendapatkan bahwa lidah merupakan lokasi lesi KSS yang paling banyak terdapat pada rongga mulut (60,4%).21 Insidensi KSS yang tinggi pada lidah mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antaraa lain: iritasi kronis dari gigi yang tajam/radiks, protesa yang tidak baik, adanya bahan/agen karsinogenik

seperti merokok, minuman alkohol dan menyuntil.2,5 Bagian lidah lateral merupakan bagian yang sering terjadinya kanker. Hal ini dikaitkan dengan struktur histologinya, dimana epitelnya dilapisi dengan mukosa yang tidak berkeratin. Epitel yang tidak berkeratin mudah berubah menjadi tipe berkeratin sebagai respon terhadap trauma gesekan atau kimia, sehingga terjadi hiperkeratinisasi. Perubahan hiperkeratinisasi ini bersifat reversibel jika sumber traumanya dihilangkan, dan bila trauma kronis terus berlanjut, akan mengakibatkan terjadinya karsinoma.42

Pewarnaan HE digunakan sebagai pendiagnosa rutin untuk jaringan KSS dalam menentukan diferensiasi histopatologi. Derajat diferensiasi KSS rongga mulut dapat dibagi kepada tiga jenis yaitu KSS berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk. Penilaian derajat diferensiasi ini dapat berdasarkan karakteristik sistem penilaian oleh Broder, Jakobsson, Anneroth, atau Bryne. Sistem penilaian derajat diferensiasi pada penelitian ini adalah berdasarkan sistem terbaru Bryne, dimana sistem ini mempunyai parameter morfologi yang adekuat dalam penilaian karakteristik jaringan KSS. Selain itu, sistem Bryne juga berperan sebagai suatu indikator dalam memprediksi prognosa KSS.21 Pada penelitian ini, KSS rongga mulut berdiferensiasi baik (63%) lebih banyak ditemukan dibanding dengan KSS berdiferensiasi sedang (37%), tetapi tidak ditemukan KSS berdiferensiasi buruk. Keratin jenis hiperkeratotik yang ditemukan pada epitel dari sel tumor merupakan salah satu penanda untuk transformasi “maglinant” atau kanker. KSS berdiferensiasi baik selalunya menunjukkan keratinisasi yang lebih banyak dibandingkan dengan KSS berdiferensiasi sedang dan buruk. KSS berdiferensiasi buruk mayoritas jaringannya tidak berkeratinisasi. KSS berdiferensiasi baik mempunyai sel yang mirip sel matur normal asal jaringan dan mempunyai sel limfosistik yang banyak akibat reaksi dari jaringan untuk memperbaiki sel yang rusak. KSS yang berdiferensiasi sedang dan buruk mempunyai sel atau inti yang pleomorfik, yaitu ukuran sel yang bervariasi dan besar, serta sering tidak ditemukan sel limfosistik. Pada KSS berdiferensiasi buruk, adanya ditemukan sel kecil primitif, dimana sel asal jaringannya sulit dikenal.21,23,25

Pewarnaan AgNOR dilakukan dengan tujuan melihat nilai mAgNOR. Tampilan titik-titik hitam mAgNOR ini mengindikasi terjadinya proliferasi sel yang dimana menandakan aktivitas transkripsi gen rRNA. Peningkatan nilai mAgNOR menunjukkan keagresifan suatu karsinoma atau tumor.17,18,19 Data distribusi frekuensi mAgNOR berdasarkan jenis diferensiasi KSS, ditemukan adanya hubungan yang signifikan dengan hasil nilai mAgNOR (p<0,05), dimana H0 ditolak (Tabel 5). Hasil mAgNOR menunjukkan suatu linear yang signifikan dalam peningkatan stadium diferensiasi histopatologi tumor. Hasil penelitian ini sesuai dengan penelitian Gulia, dkk. (2011) dan Hanemann, dkk. (2011).14,19 Peningkatan mAgNOR pada tumor ganas atau KSS berdiferensiasi buruk dapat dijelaskan bahwa terdapat peningkatan aneuploidi apabila terjadi peningkatan jumlah kromosom.19 Nukleolus merupakan tempat transkripsi ribosom RNA (rRNA). Pada umumnya, nukleolus dari sel-sel kanker lebih banyak dibandingkan dengan sel normal, dan mengandung loop DNA yang disebut NORs encoding produksi rRNA. Pada fase proliferasi sel, nukleolus akan berlokalisasi pada konstriksi sekunder kromosom akrosentrik, yang dimana letaknya protein argyrofilik non-histon (AgNOR). Kuantifikasi interfase AgNORs dapat dijadikan sebagai alat untuk mengevaluasi kinetika sel. Penimbunan AgNORs pada sel ketika memasuki siklus mitosis dikaitkan dengan peningkatan biogenesis ribosomal, dan sintesis protein lebih cepat terjadi pada sel yang proliferasinya tinggi dibandingkan dengan yang proliferasinya lambat. Ini menunjukkan bahwa, peningkatan struktur nukleolar (AgNORs) ditemukan pada saat sintesis rRNA berlangsung.19,30 Derajat diferensiasi secara umum berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor atau kanker yang derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi, ini tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi.

Tabel 4 menunjukkan hasil nilai (p>0,05) untuk jenis keratinisasi KSS rongga mulut dengan nilai mAgNOR. Hasil ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Kurnia, dkk. (2010), dimana tidak ditemukan hubungan yang signifikan antara nilai mAgNOR pada sub-tipe histologik KSS berkeratin dan tidak berkeratin secara statistik,37 dengan demikian H0 diterima. Hal ini kemungkinan

sintesis protein yang terkait dengan proliferasi sel tidak sama atau tidak terkait dengan sintesis protein yang terkait dengan keratinisasi pada epitel sel rongga mulut, yang dihubungkan dengan ekpresi gen sintesis proteinnya tidak sama yaitu keratin tergantung gen (K1-K19) dan proliferasi sel tergantung gen NPM1 dan ARF.11,12,44 Namun, untuk menentukan pengaruh jumlah titik-titik hitam AgNOR pada nukleus yang lebih tepat, diperlukan penelitian lanjutan dengan metode morfometrik.19

Menurut penelitian ini, didapatkan bahwa umur (Tabel 6), jenis kelamin (Tabel 7) dan lokasi lesi (Tabel 8) sampel penelitian tidak menunjukkan perbedaan yang signifikan (p>0,05) dengan nilai mAgNOR, dimana H0 diterima. Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian sebelumnya oleh Lumachi, dkk. (2004), dimana nilai rata-rata mAgNOR per sel tidak berhubungan dengan umur, jenis kelamin, biokimia dan ukuran tumor pada pasien kanker.44 Tidak ditemukan hubungan mAgNOR pada umur, jenis kelamin dan lokasi lesi kemungkinan bahwa AgNOR adalah metode untuk melihat tingkat keagresifan proliferasi sel terutama pada sel ganas. Namun, untuk memahami lebih mendalam hubungannya, diperlukan penelitian lanjutan.

BAB 6

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Terdapat peningkatan yang signifikan nilai mAgNOR pada KSS diferensiasi sedang dibandingkan KSS diferensiasi baik (p<0,05), tidak terdapat perbedaan yang signifikan nilai mAgNOR pada antara kelompok sub-tipe keratinisasi KSS, umur, jenis kelamin dan lokasi lesi (p>0,05).

6.2Saran

Perlu penelitian lebih lanjut mengenai pewarnaan AgNOR pada KSS rongga mulut dengan jumlah sampel yang lebih proporsional dengan menggunakan metode morfometrik.

DAFTAR PUSTAKA

1. Pereira MC, Oliveira DT, Landman G, Kowalski LP. Histologic subtypes of oral squamous cell carcinoma: prognostic relevance. JCDA. 2007; 73(4): 339-40.

2. Cawson R, Odell E. Cawson’s essential of oral pathology and oral medicine. 8th ed. Toronto: Churchill Livingstone Elsevier; 2008. 277-83.

3. Syafriadi M. Pathogenesis of oral cancer. Indonesia Journal of Dentistry. 2008; 15(2): 104-10.

4. Oemiati R, Rahajeng E, Kristanto A. Prevalensi tumor dan beberapa faktor yang mempengaruhi di Indonesia. Bul Penelit Kes. 2011; 39(4): 190-204.

5. Epstein J. Burket’s oral medicine diagnosis and treatment: Oral cancer. 10th ed. Spain: BC Decker Inc; 2003. 195-9.

6. Achmad H, Satari M, Oewen R, Supriatno. Aktivitas antitumor agen celecoxib terhadap invasi sel kanker lidah SP-C1 (kajian invitro). J of dent. Padjajaran. 2011; 1-3.

7. Williams HK. Molecular pathogenesis of oral squamous carcinoma. J of Clin Path. 2000; 53(4): 165-72.

8. Boisvert F, Koningsbruggen S, Navascues J, Lamond A. The multifunctional nucleolus. Vol 8. Nature reviews: Molecular cell biology; 2007. 574.

9. Cann K, Dellaire G. Nucleolus as biomarker in cancer: past and future. Canadian J of Path. 2010; 30-1.

10.Rajput D, Tupkari J. Early detection of oral cancer: Pap and AgNOR staining in brush biopsies. J Oral Maxillofac Pathol. 2010; 14(2): 52-8.

11.Korgaonkar C, Hagen J, Quelle D, Tompkins V, Frazier AA, Allamargot C, dkk. Nucleophosmin (B23) targets ARF to nucleoli and inhibits function. J Mol Cell Biol. 2005; 25(4): 1258-71.

12.Maggi L, Weber J. Nucleolar adaptation in human cancer. NCBI. 2005; 23(7): 599-608.

13.Fiore P. Playing both sides: nucleophosmin between tumor suppression and oncogenesis. J of Cell Bio. 2008; 182(1): 7-9.

14.Gulia S, Sitaramam E, Reddy K. The role of silver staining nucleolar organiser regions (AgNORs) in lesions of the oral cavity. J of Clin and Diag Research. 2011; 5(5): 1011-5.

15.Terlikowski S, Dzieciol J, Mazurek A, Sulkowski S, Boron R, Oniszczuk M, dkk. A morphometric study of nucleolar organiser regions in cervical intraepithelial neoplasia. J Oncology. 2004; 63(2): 209-12.

16.Saxena A, Singh D, Gupta J. Human acrocentric chromosome and their association with nucleolar organizer regions in down syndrome. Curr Pediatr Res. 2011; 15(1): 15-7.

17.Srivastava AN, Srivastava S, Bansal C, Misra JS. Diagnostic importance of AgNOR pleomorphism in cervical carcinogenesis. Ecancer-medical-science. 2013: 3-5.

18.Mehkri S, Iyengar A, Nagesh K, Bharati MB. Analysis of cell proliferation rate in oral leukoplakia and oral squamous cell carcinoma. J Oral Med and Path. 2010; 2(4). 73-7.

19.Hanemann J, Miyazawa M, Souza M. Histologic grading and nucleolar organizer regions in oral squamous cell carcinomas. J Appl Oral Sci. 2011; 19(3): 280-5.

20.Winning TA, Townsend GC. Oral mucosal embryology and histology. New York: Elsevier Science Inc.; 2000. 499-511.

21.Neena D, Siddharth S, Keyuri P, Munira J. Histological grading of oral cancer: a comparison of different systems and their relation to lymph node metastasis. National J of Community Med. 2011; 2(1): 136.

22.Vezhavandhan N, Shanthi V, Kumar G, Balaji N, Sumathi MK. Cytologic and histopathologic correlation in cancer diagnosis. J Scientific Dent. 2011; 1(2): 13.

23.Rousseau A, Badoual C. Head and Neck: Squamous cell carcinoma: an overview. Atlas of Genetics and Cytogenetics Oncology Haematology. 2011. 1-14.

24.Warnakulasuriya S. Global epidemiology of oral and oropharyngeal cancer. J Oral Oncology. 2009; 45(1): 309-16.

25.Barnes L, Eveson JW, Reichart P, Sidransky D. World Health Organization classification of tumours. Pathology and genetics of head and neck tumours. IARC Press: Lyon 2005. 163-72.

26.Ram H, Sarkar J, Kumar H, Konwar R, Bhatt M, Mohammad S. Oral cancer: risk factors and molecular pathogenesis. J Maxillofac Oral Surg. 2011; 10(2): 132-7.

27.Kumar R, Abbas A, Fausto N, Aster J. Robbins and Cotran pathologic basis of disease. 8th ed. Philadephia: Saunders Elsevier; 2010. 290-304.

28.Lamond I, Earnshaw W. Structure and function in the nucleus. Science Magazine 1998; 280: 547-53.

29.Cann K, Dellaire G. Nucleolus as a biomarker in cancer: past and future. Can J of Path. 2010. 30-4.

30.Chowdry A, Deshmukh R, Shukla D, Bablani D, Mishra S. Quantitative estimation of AgNORs in normal, dysplastic and malignant oral mucosa. Biomed Pap Med Fac Univ Palacky Olomouc Czech Repub. 2013. 1-4.

31.Kurnia I, Bintari S, Khaisuntaha M. Tingkat keganasan kanker serviks pasien pra-radiasi melalui pemeriksaan AgNORs, MIB-I dan Cas-3. Biosantifika. 2012; 4(2). 53-60.

32.National Science Foundation. The epigenetics of nucleolar dominance. Vol 16. United States: Elsevier Science; 2008. 495-6.

33.Nenno M. Nucleolus organizing region (NOR). Phaseolus polytene chromosomes. 2008. http://www.nenno.it/phaseolus-polytene-chromosomes/nor. (Cited: 2 Dec 2013).

34.Sowmya GV, Padmavathi BN, Singh M, Nahar P. Quantitative assessment of argyrophilic nucleolar organizer regions in nonsmokers, smokers and oral

submucous fibrosis: a pilot study. J Indian Academy of Oral Med and Radiology. 2012; 24(2): 117-20.

35.Salehinejad J, Kalantarai M, Omidi A, Zare R. Evaluation of AgNOR staining in exfoliative cytology of normal oral (buccal) mucosa: effect of smoking. J Mash Dent Sch. 2007; 31: 22-4.

36.Uma S, Ritu S, Srivastava AN, Mishra JS, Nisha S, Sabuhi Q, dkk. AgNOR count and its diagnostic significance in cervical intraepithelial neoplasia. J Obstet Gynecol India. 2006; 56(3): 244-6.

37.Kurnia I, Budiningsih S, Andrijono, Ramli I, Badri C. Penggunaan AgNOR sebagai marker proliferasi dalam penilaian respon awal radiasi pada kemoradioterapi kanker serviks. Biosantifika. 2012. 5-7.

38.UHBristol Clinical Audit Team. How to: set an audit sample & plan your data collection. University Hospitals Bristol: NHS Foundation Trust; 2009. 4.

39.BC BioLibrary. Hematoxylin and Eosin staining of tissue sections. 2008. 3-5. 40.Rajput D, Tupkari J. Early detection of oral cancer: PAP and AgNOR staining

in brush biopsies. JOMFP. 2010; 14(2): 52-8.

41.Ramachandra NB. The hierarchy of oral cancer in India. International J of Head Neck Surgery. 2012; 3(3): 143-6.

42.Balogh MB, Fehrenbach MJ. Illustrated dental embryology, histology, and anatomy. 3rd ed. Missouri: Elsevier Saunders; 2011. 141-2.

43.Karantza V. Keratins in health and cancer: more than mere epithelial cell markers. J Oncology. 2011; 30(2): 127-38.

44.Lumachi F, Ermani M, Marino F, Poletti A, Basso S, Lacobone M, dkk. Relationship of AgNOR counts and nuclear DNA content to survival in patients with parathyroid carcinoma. J Endocrinology. 2004; 11(1): 563-9.

LAMPIRAN

Lampiran 1: Alur Pikir

1. Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah suatu neoplasma invasif pada jaringan epitel rongga mulut dengan berbagai tingkat diferensiasi yang muncul pada berbagai tempat. KSS cenderung untuk segera bermetastase dan meluas. (Cawson RA dkk, 2008)

2. Insidensi KSS dari seluruh jenis keganasan yang terdapat pada rongga mulut adalah sekitar 95% dan di Indonesia, frekuensi KSS rongga mulut mencapai 3-5% dari seluruh kanker organ tubuh lainnya. (Oemiati R dkk, 2011)

3. Secara gambaran histologi, KSS rongga mulut dapat dibagi atas diferensiasi baik, sedang dan buruk. (Neena D dkk, 2011)

4. Etiologi KSS merupakan hal yang multifaktorial yaitu tidak ada agen ataupun faktor (karsinogen) tunggal sebagai penyebab KSS yang telah ditegaskan atau telah diterima secara jelas, tetapi terdapatnya faktor lokal dan faktor luar yang dapat merangsang terjadinya KSS. Faktor lokal seperti trauma mekanis atau restorasi yang tidak tepat, manakala faktor luar adalah seperti kimia, infeksi virus dan sinar UV. (Cawson RA dkk, 2008)

5. KSS terjadi karena kehilangan kontrol pada siklus sel, yaitu control cell survival, dan control cell motility. Proses terbentuknya KSS merupakan proses bertahap. (Achmad H dkk, 2006)

6. Proliferasi sel yang tinggi dan bersifat tidak terkendali terjadi karena adanya gangguan keseimbangan faktor protoonkogen dan gen penekan tumor sehingga terjadi peningkatan produksi growth factors dan jumlah reseptor permukaan sel yang dapat memacu transduksi sinyal intercelluler untuk meningkatkan produksi faktor transkripsi. (Williams HK, 2000)

7. Perubahan ini terutamanya terjadi pada nukleus sel yang dimana terdapat nukleolus yang berfungsi sebagai tempat pembuatan protein yang akan digunakan untuk membuat ribosom dan juga sebagai tempat menggandakan sintesis RNA. (Boisvert F, dkk, 2007)

8. Nukleolus yang merupakan organel yang terdapat di dalam inti sel mempunyai peranan yang sangat penting dalam mengendalikan proliferasi sel dan sintesis protein. (Rajput D, dkk, 2010)

9. Terdapat dua jenis protein utama dalam nukleolus yang berperan dalam proliferasi sel yaitu nucleophosmin (salah satu protein agyrofilik NORs) dan ARF tumor suppressor. (Korgaonkar C, dkk, 2005)

10.Nucleophosmin diperlukan untuk pemprosesan rRNA dan fungsi utama ARF adalah menginaktivasi nucleophosmin yang berlebihan. (Maggi L, 2005)

11.Pemeriksaan kanker pada saat ini banyak dilakukan dengan mengamati proliferasi dan apoptosis sel, di mana proliferasi sel dapat dipelajari secara baik dengan cara pewarnaan teknik AgNOR. (Kurnia I dkk, 2012)

12.Teknik pewarnaan ini menghasilkan tampilan titik-titik hitam dalam nukleus atau inti sel yang dimana mengindikasi terjadinya proliferasi sel menandakan aktivitas transkripsi gen rRNA. (Gulia S, dkk, 2011)

13.Sel normal akan kelihatan 1-2 bintik hitam AgNOR di dalam sel nuklei dan apabila sel normal ini menuju ke sel displastik dan sel karsinoma, jumlah bintik hitam AgNOR juga meningkat. (Srivastava AN, dkk, 2013)

14.Peningkatan jumlah bintik hitam AgNOR menunjukkan keaggresifan suatu karsinoma atau tumor. (Srivastava AN, dkk, 2013)

15.Karsinoma yang berdiferensiasi buruk mempunyai titik-titik hitam AgNOR yang lebih tinggi dibanding dengan karsinoma yang berdiferensiasi sedang dan berdiferensiasi baik. (Hanemann J, dkk, 2011)

16.Pengamatan sejumlah parameter AgNORs (jumlah, ukuran dan distribusi) dapat digunakan dalam patologi sel kanker baik untuk kepentingan diagnostik maupun prognostik. (Chowdhry A dkk, 2013)

Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti ingin melakukan penelitian untuk melihat tampilan titik-titik hitam pada kasus karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut. Dengan mengkaji tampilan titik-titik hitam AgNOR pada KSS rongga mulut, dapat digunakan sebagai upaya memprediksi tingkat keagresifan proliferasi sel kanker.

Masalah

Bagaimana tampilan titik-titik hitam selepas pewarnaan AgNOR pada KSS rongga mulut?

Tujuan

1. Untuk melihat tampilan titik-titik hitam AgNOR di dalam nukleus sel KSS rongga mulut.

2. Untuk melihat tingkat diferensiasi preparat KSS rongga mulut dengan hasil distribusi frekuensi rata-rata AgNOR (mAgNOR).

Manfaat

1. Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam mengetahui tampilan titik-titik hitam dan proliferasi sel dengan pewarnaan AgNOR pada KSS rongga mulut.

2. Memberi informasi mengenai pewarnaan AgNOR sebagai suatu teknik untuk memprediksi prognosa kanker.

3. Memberi informasi mengenai aktivitas proliferasi sel pada sub-tipe KSS rongga mulut.

Lampiran 4: Gambar Prosedur Kerja

Pembuatan sediaan mikroskopis dari blok parafin dan pewarnaan H&E.

1. Blok parafin dikumpulkan.

2. Blok parafin dipotong tipis dengan ketebalan 4µm/ 5µm

3. Hasil pemotongan blok parafin.

4. Potongan parafin dimasukkan ke dalam waterbath dan

7. Hasil pewarnaan HE. 6. Penutupan preparat dengan

cover-slip.

5. Pewarnaan HE dilakukan mengikut prosedur.

Hasil pewarnaan HE dibawah mikroskop cahaya. 8. Hasil pewarnaan HE KSS rongga mulut diferensiasi baik dengan sub-tipe keratinisasi (anak panah) pada pembesaran x10. 9. Hasil pewarnaan HE KSS rongga mulut diferensiasi baik dengan sub-tipe keratinisasi (anak panah) pada pembesaran x40.

10.Hasil pewarnaan HE KSS rongga mulut diferensiasi sedang pada pembesaran x10. 11.Hasil pewarnaan HE KSS rongga mulut diferensiasi sedang pada pembesaran x40.

Pewarnaan AgNOR.

12.Bahan pewarnaan

Dokumen terkait