• Tidak ada hasil yang ditemukan

Reaksi Pewarnaan AgNOR pada Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Reaksi Pewarnaan AgNOR pada Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

REAKSI PEWARNAAN AgNOR PADA

KARSINOMA SEL SKUAMOSA

RONGGA MULUT

SKRIPSI

Diajukan untuk memenuhi tugas dan melengkapi

syarat guna memperoleh gelar Sarjana Kedokteran Gigi

Oleh :

Michelle Ding

NIM : 100600186

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Biologi Oral

Tahun 2014

Michelle Ding

Reaksi Pewarnaan AgNOR pada Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut

xii + 46 halaman

Karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan salah satu jenis kanker yang

ditemukan di rongga mulut. Penyebab KSS adalah multifaktorial. KSS terjadi

akibat dari kerusakan genetik pada kromosom dan gen. Hal ini menyebabkan

perubahan molekular DNA pada nukleolus yang ada pada nukleus sel. Nukleolus

mempunyai bagian kromosom yang dinamakan nucleolar organizer region

(NOR) yang berperan dalam sintesis protein. NOR diamati sebagai titik-titik

hitam di bawah mikroskop cahaya dengan pewarnaan AgNOR. Pada sel normal,

hanya 1-2 titik hitam AgNOR yang diamati. Peningkatan titik-titik hitam AgNOR

mengindikasi perubahan sel normal menuju ke sel displastik/karsinoma dan juga

mencerminkan tingkat keburukan karsinoma. Tujuan penelitian ini adalah untuk

melihat distribusi frekuensi mean AgNOR (mAgNOR) pada nukleus preparat

KSS rongga mulut. Rancangan penelitian ini merupakan deskriptif analitik

dengan pendekatan cross sectional terhadap 30 sampel blok parafin yang

terdiagnosa sebagai KSS rongga mulut yang diperoleh dari Laboratorium

Patologi Anatomi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2013,

(3)

Olympus CX21 terhadap 100 nuklei. Hasil penelitian menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan mAgNOR antara KSS sub-tipe diferensiasi baik dan

diferensiasi sedang (p=0,000), dan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan

mAgNOR antara sub-tipe keratinisasi KSS (p=0,124), kelompok umur (p=0,964),

jenis kelamin (p=0,053) dan lokasi lesi (p=0,195). Kesimpulan penelitian ini

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan nilai mAgNOR pada KSS

diferensiasi sedang dibandingkan dengan KSS diferensiasi baik, dan tidak

adanya perbedaan yang signifikan nilai mAgNOR antara kelompok sub-tipe

keratinisasi KSS, umur, jenis kelamin dan lokasi lesi.

Kata Kunci: karsinoma sel skuamosa rongga mulut, pewarnaan AgNOR,

diferensiasi KSS

(4)

PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan

di hadapan tim penguji skripsi

Medan, 25 September 2014

Pembimbing: Tanda tangan,

1.Rehulina Ginting, drg., MSi ...

NIP. 19511018 198003 2 001

2.dr. Betty, M.Ked.(PA),Sp.PA ...

(5)

TIM PENGUJI SKRIPSI

Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan tim penguji

pada tanggal 25 September 2014

TIM PENGUJI

KETUA : Rehulina Ginting, drg., M.Si

ANGGOTA : 1. dr. Betty, M.Ked(PA), Sp.PA

(6)

KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan

karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebagai salah satu

syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran Gigi di Fakultas Kedokteran

Gigi Sumatera Utara.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Betty, dr., M.Ked. (PA), Sp.PA

selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan,

motivasi, kritik, saran, serta waktu yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian

skripsi ini. Juga tidak lupa ucapan terima kasih kepada Rehulina Ginting, drg., M.Si.,

selaku kepada Departemen Biologi Oral Fakultas Kedokteran Gigi Universitas

Sumatera Utara dan dosen pembimbing skripsi yang juga telah membimbing dan

membantu penulis serta memberikan masukan dalam penyelesaian skripsi ini. Pada

kesempatan ini dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih kepada yang

terhormat:

1. Prof. Nazruddin, drg., Ph.D., Sp.Ort selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Gigi Universitas Sumatera Utara.

2. Sayuti Hasibuan, drg., Sp.PM selaku penasehat akademik yang selama ini

telah banyak memberikan nasehat selama penulis menjalankan pendidikan di Fakultas

Kedokteran Gigi Universitas Sumatera Utara.

3. Seluruh staf pengajar dan pegawai Departemen Biologi Oral FKG USU,

Lisna Unita, drg., M.Kes, Minasari, drg., MM., Yendriwati, drg., M.Kes., Dr. Ameta

Primasari, drg., MDSc., M.Kes dan Yumi Lindawati, drg., selaku para staf pengajar

Departemen Biologi Oral. Ngaisah dan Dani Irma Suryani selaku staf pegawai yang

telah membantu dalam penelitian, memberikan saran dan motivasi dalam

penyelesaian skripsi ini.

4. Seluruh dokter dan staff Departemen Patologi Anatomi FK USU/RSUP H.

(7)

5. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis tercinta yaitu Michael Ding

dan Karen Lee serta adik penulis Jason Ding yang selalu mendoakan, memberikan

dukungan moril maupun materil, serta motivasi hingga penulis dapat menyelesaikan

penulisan skripsi ini.

6. Sahabat-sahabat terbaik penulis May Eng, Su Yong, Sami Abdul-Wahid,

Shanthi Levanita, Arsila, Titin, dan Kelvin Gohan yang telah memotivasi dan

meluangkan waktu dalam membantu penelitian dan penulisan skripsi ini. Serta

senior-senior dan teman-teman stambuk 2010 yang membuat skripsi di Departemen

Biologi Oral yaitu: Kak Anita, Kak Indira, Kak Tellia, Bang Wanda, Bang Rahmat,

Cindy, Beactris, Joseph, Ervi, Swee Fan, May, Aryani, Josua, Colvin dan Roderick

yang memberikan semangat dan motivasi kepada penulis.

7. Teman-teman stambuk 2010, senior dan junior yang tidak dapat disebutkan

satu per satu atas dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama penulisan

skripsi.

Akhir kata, penulis mengharapkan saran dan kritik dalam membangun

kesempurnaan skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat memberikan sumbangan pikiran

yang berguna untuk bahan bacaan ke fakultas, dan sebagai pengembangan ilmu yang

bermanfaat bagi masyarakat. Akhirnya tiada lagi yang dapat penulis ucapkan selain

syukur sedalam-dalamnya kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Medan, 25 September 2014

Penulis,

(………)

Michelle Ding

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ...

HALAMAN PERSETUJUAN ...

HALAMAN TIM PENGUJI SKRIPSI ...

KATA PENGANTAR ... iv

(9)

2.3.1 Nukleolus ... 16

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Jenis Penelitian ... 25

3.9.1 Pembuatan Sediaan Mikroskopis dari Blok Parafin ……. . 31

3.9.2 Prosedur Pewarnaan Hematoxylin-eosin ……….. 31

3.9.3 Prosedur Pewarnaan AgNOR ……… 32

3.10 Pengolahan Dan Analisis Data ... 32

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Karakteristik Umum Sampel yang Diteliti ... 33

(10)

BAB V PEMBAHASAN ... 37

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1 Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi baik dengan

pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) ... 7

2 Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi sedang dengan

pewarnaan HE ... 8

3 Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi buruk dengan

pewarnaan HE ... 9

4 Skema ilustrasi p53 checkpoint ... 12

5 Bentuk nukleus ... 15

6 Gambaran mikroskopis mukosa normal rongga mulut dengan

pewarnaan AgNOR (100X) ... 20

7 Gambaran mikroskopis KSS rongga mulut yang berdiferensiasi

baik dengan NORs sedikit pada inti (1000X) ... 21

8 Gambaran mikroskopis KSS rongga mulut yang berdiferensiasi

sedang dengan sebagian ukuran NORs pada inti (1000X) ... 21

9 Gambaran mikroskopis KSS rongga mulut yang berdiferensiasi buruk dengan jumlah NORs yang banyak dan beragam pada inti

(1000X) ... 22

10 Gambaran mikroskopis KSS rongga mulut yang tidak berdiferensiasi (undifferentiated) dengan jumlah NORs yang

(12)

DAFTAR TABEL

1 Klasifikasi WHO tumor pada kavitas rongga mulut ... 6

2 Sistem penilaian derajat diferensiasi KSS rongga mulut dengan

parameter Bryne ... 10

3 Distribusi frekuensi karateristik umum sampel berdasarkan data

rekam medis sampel yang diteliti ... 33

4 Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut

berdasarkan jenis sub-tipe keratinisasi ... 34

5 Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut

berdasarkan jenis diferensiasi ... 35

6 Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut

berdasarkan umur ... 35

7 Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut

berdasarkan jenis kelamin ... 35

8 Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut

(13)

DAFTAR SINGKATAN

AgNOR Silver stained Nucleolar Organizer Regions

ARF Alternative Reading Frame

CDK Cyclin-dependent kinases

DNA Deoxyribonucleic acid

EGFR Epidermal growth factor receptor

H&E Hematoxylin & Eosin

IARC International Agency for Research on Cancer

KSS Karsinoma sel skuamosa

NOR Nucleolar organizing region

NORs Nucleolar organizing regions

NPM Nucleophosmin

RNA Ribonucleic acid

rRNA Ribosomal ribonucleic acid

UV Sinar Ultraviolet

(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

1 Alur Pikir

2 Ethical Clearance

3 Contoh Formulir Pemeriksaan Patologi Anatomi

4 Gambar Prosedur Kerja

5 Data Hasil Penelitian

(15)

Fakultas Kedokteran Gigi

Bagian Biologi Oral

Tahun 2014

Michelle Ding

Reaksi Pewarnaan AgNOR pada Karsinoma Sel Skuamosa Rongga Mulut

xii + 46 halaman

Karsinoma sel skuamosa (KSS) merupakan salah satu jenis kanker yang

ditemukan di rongga mulut. Penyebab KSS adalah multifaktorial. KSS terjadi

akibat dari kerusakan genetik pada kromosom dan gen. Hal ini menyebabkan

perubahan molekular DNA pada nukleolus yang ada pada nukleus sel. Nukleolus

mempunyai bagian kromosom yang dinamakan nucleolar organizer region

(NOR) yang berperan dalam sintesis protein. NOR diamati sebagai titik-titik

hitam di bawah mikroskop cahaya dengan pewarnaan AgNOR. Pada sel normal,

hanya 1-2 titik hitam AgNOR yang diamati. Peningkatan titik-titik hitam AgNOR

mengindikasi perubahan sel normal menuju ke sel displastik/karsinoma dan juga

mencerminkan tingkat keburukan karsinoma. Tujuan penelitian ini adalah untuk

melihat distribusi frekuensi mean AgNOR (mAgNOR) pada nukleus preparat

KSS rongga mulut. Rancangan penelitian ini merupakan deskriptif analitik

dengan pendekatan cross sectional terhadap 30 sampel blok parafin yang

terdiagnosa sebagai KSS rongga mulut yang diperoleh dari Laboratorium

Patologi Anatomi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan tahun 2009-2013,

(16)

Olympus CX21 terhadap 100 nuklei. Hasil penelitian menunjukkan adanya

perbedaan yang signifikan mAgNOR antara KSS sub-tipe diferensiasi baik dan

diferensiasi sedang (p=0,000), dan tidak ditemukan perbedaan yang signifikan

mAgNOR antara sub-tipe keratinisasi KSS (p=0,124), kelompok umur (p=0,964),

jenis kelamin (p=0,053) dan lokasi lesi (p=0,195). Kesimpulan penelitian ini

menunjukkan adanya peningkatan yang signifikan nilai mAgNOR pada KSS

diferensiasi sedang dibandingkan dengan KSS diferensiasi baik, dan tidak

adanya perbedaan yang signifikan nilai mAgNOR antara kelompok sub-tipe

keratinisasi KSS, umur, jenis kelamin dan lokasi lesi.

Kata Kunci: karsinoma sel skuamosa rongga mulut, pewarnaan AgNOR,

diferensiasi KSS

(17)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Karsinoma sel skuamosa (KSS) adalah suatu neoplasma invasif pada jaringan

epitel rongga mulut dengan berbagai tingkat diferensiasi yang muncul pada

tempat-tempat seperti jaringan mukosa mulut, alveolar, gingiva, dasar mulut, lidah, palatum,

tonsil dan orofaring. KSS cenderung bermetastase dan meluas dengan cepat.1,2

Insidensi KSS dari seluruh jenis keganasan yang terdapat pada rongga mulut

adalah sekitar 95% dan di Indonesia, frekuensi KSS rongga mulut mencapai 3-5%

dari seluruh kanker organ tubuh lainnya.3,4

Penyebab KSS adalah multifaktorial, ada dua faktor predisposisi terjadinya

KSS, yaitu: faktor intrinsik seperti genetik, dan faktor ekstrinsik seperti

mengkonsumsi tembakau, alkohol, infeksi virus, malnutrisi dan sinar matahari.

Risiko terjadi kanker akan meningkat apabila terdapat kombinasi faktor-faktor

predisposisi tersebut, misalnya merokok dengan minum alkohol dan menyirih dengan

tembakau.2,5

KSS dapat terjadi karena kehilangan kontrol pada siklus sel, yaitu control cell

survival, dan control cell motility. Proses terbentuknya KSS merupakan proses

bertahap, yang terjadi karena adanya gangguan fungsi pengatur pertumbuhan

(protoonkogen dan gen penghambat tumor) sehingga terjadi peningkatan produksi

growth factors dan jumlah reseptor permukaan sel, memacu transduksi sinyal

interseluler, dan peningkatkan produksi faktor transkripsi. Sifat letal dari kanker

adalah memiliki kemampuan untuk menginvasi pada jaringan sekitar, dan

menyebar ke seluruh tubuh.6

KSS terjadi akibat dari kerusakan genetik pada kromosom dan gen sehingga

mempengaruhi perubahan molekular DNA.7 Perubahan ini terutamanya terjadi pada nukleolus yang terletak dalam nukleus sel. Nukleolus merupakan tempat sintesis

(18)

menggandakan sintesis RNA. Nukleolus dikontrol oleh bagian kromosom yang

mengandung gen tertentu yang dikenal sebagai nucleolar organizer.8

Nukleolus merupakan organel dalam inti sel yang berperanan penting dalam

mengendalikan proliferasi sel dan sintesis protein. Nucleolar organizer regions

(NORs) merupakan segmen DNA dekat nukleolus yang menyandi gen DNA ribosomal

dan berperan dalam sintesis protein untuk proses proliferasi sel.9,10 Terdapat dua jenis protein utama dalam nukleolus yang berperan dalam proliferasi sel yaitu

nucleophosmin (salah satu protein agyrofilik NORs) dan ARF tumor suppressor.11,12 Nucleophosmin diperlukan untuk pemprosesan rRNA dan fungsi utama ARF adalah

menginaktivasi nucleophosmin yang berlebihan.12,13 Protein NORs bersifat argyrofilik yang dapat diamati dengan teknik

pewarnaan perak nitrat. Interaksi akhir perak dengan NOR disebut dengan AgNOR.

Teknik pewarnaan ini menghasilkan tampilan titik-titik hitam dalam nukleus atau inti

sel. Tampilan titik-titik hitam ini mengindikasi terjadinya proliferasi sel yang

menandakan aktivitas transkripsi gen rRNA.14,15,16 Pada sel yang normal akan kelihatan 1-2 titik hitam AgNOR di dalam nukleus sel dan bila sel normal ini menuju

ke sel displastik atau sel karsinoma, jumlah titik hitam AgNOR juga meningkat

karena terjadinya peningkatan transkripsi pada ribosom untuk mensintesis protein

bagi pembelahan sel.15,16 Peningkatan jumlah titik hitam AgNOR menunjukkan keagresifan suatu karsinoma atau tumor. Karsinoma berdiferensiasi buruk

mempunyai jumlah titik hitam AgNOR yang lebih tinggi dibanding dengan karsinoma

berdiferensiasi sedang dan berdiferensiasi baik. Ini merefleksi terdapatnya metabolik

dan aktivitas sel proliferatif tinggi tidak terkontrol, serta kandungan DNA yang

abnormal pada sel karsinoma berdiferensiasi buruk.17,18,19 Selain itu, juga terjadinya penghambatan ARF dari memasuki ke nukleoplasma sehingga hilangnya pengawalan

(19)

Berdasarkan permasalahan di atas, maka peneliti ingin melakukan penelitian

untuk melihat tampilan titik-titik hitam AgNOR pada kasus KSS rongga mulut.

Dengan mengkaji ekspresi titik hitam AgNOR pada KSS rongga mulut, dapat

digunakan sebagai upaya memprediksi tingkat keagresifan proliferasi sel kanker.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di atas maka timbul permasalahan yang hendak diteliti

bagaimanakah tampilan titik-titik hitam yang dihasilkan dari pewarnaan AgNOR pada

KSS rongga mulut?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk melihat tampilan titik-titik hitam AgNOR di dalam nukleus sel pada KSS

rongga mulut.

1.3.2 Tujuan Khusus

Untuk melihat tingkat diferensiasi preparat KSS rongga mulut dengan hasil

distribusi frekuensi rata-rata AgNOR (mAgNOR).

1.4 Hipotesis Penelitian

1. H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok umur, jenis

kelamin, lokasi lesi, sub-tipe keratinisasi, dan jenis diferensiasi pada KSS rongga

mulut dengan nilai rata-rata titik hitam AgNOR.

2. Hα : Terdapat perbedaan yang signifikan antara kelompok umur, jenis

kelamin, lokasi lesi, sub-tipe keratinisasi, dan jenis diferensiasi pada KSS rongga

(20)

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Hasil yang diperoleh dari penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

mengetahui tampilan titik-titik hitam dan tingkat proliferasi sel dengan pewarnaan

AgNOR pada KSS rongga mulut.

1.5.2 Manfaat Praktis

1. Memberi informasi mengenai pewarnaan AgNOR sebagai suatu teknik untuk

memprediksi prognosa kanker.

2. Memberi informasi mengenai aktivitas proliferasi sel pada sub-tipe KSS

rongga mulut.

3. Data awal untuk penelitian lanjutan tentang KSS rongga mulut.

(21)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

Mukosa rongga mulut normal dilapisi oleh lapisan epitel skuamosa dan

memiliki perbedaan topografi yang berhubungan dengan karateristik fisik. Mukosa

rongga mulut dapat dibagi atas tiga jenis, yaitu mukosa pengunyahan, mukosa lining

dan mukosa khusus. Mukosa pengunyahan terdiri dari sel epitel yang berkeratinisasi

dan ditemukan pada bagian gingiva, dorsum lidah dan palatal keras. Mukosa lining

terdapat pada bagian dasar mulut, palatal lunak dan sisi ventral/lateral lidah yang

epitelnya adalah tidak berkeratin. Lidah mempunyai mukosa khusus dimana terdiri

dari papila-papila yang berfungsi dalam pengecapan. Mukosa rongga mulut akan

mengalami perubahan seperti hiperplasia atau hiperkeratosis apabila terpapar dengan

bahan-bahan iritan tertentu, dan bila perubahan ini bersifat irreversibel, akan

terjadinya karsinoma.1,20

2.1 KSS Rongga Mulut

KSS rongga mulut merupakan suatu keganasan yang berasal dari epitel, baik

berasal dari mukosa pada dinding rongga mulut, organ dalam mulut atau kelenjar

saliva.2 Sebanyak 95% dari seluruh kanker di rongga mulut adalah karsinoma sel skuamosa rongga mulut. Tingkat prevalensi kanker mulut kebanyakannya ditemukan

di negara seperti India karena penggunaan produk tembakau yang berlebihan. Bagian

rongga mulut yang paling dampak terkena kanker mulut adalah lidah, bibir inferior

dan dasar mulut. Kanker mulut dapat timbul secara denovo atau dari daerah yang

sebelumnya memiliki lesi atau kondisi prekanker, yaitu lesi prakanker yang paling

umum adalah leukoplakia dan kondisi prekanker adalah lichen planus erosif.21,22 KSS rongga mulut merupakan bagian dari kanker di daerah kepala dan leher yang

menempati peringkat keenam kanker terbanyak di dunia dengan distribusi geografis

yang luas dan secara signifikan menyebabkan morbiditas maupun mortalitas.23

Di Indonesia, kanker telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang besar.

(22)

penelitian, lebih dari 90% kanker mulut adalah karsinoma epidermoid atau karsinoma

sel skuamosa. Diseluruh dunia diperkirakan 378.000 kasus baru kanker mulut yang

didiagnosa pertahun. Dinegara tertentu, seperti Sri Lanka, India, Pakistan dan

Bangladesh kanker mulut merupakan kanker yang paling sering. Di India kanker

mulut dapat mencapai lebih dari 50% dari semua jenis kanker. Pria mempunyai

tingkatan kanker mulut yang lebih tinggi daripada wanita di dunia yaitu pada laki-laki

4% dan wanita 2%. Di Singapura, insiden kanker rongga mulut tertinggi pada wanita

sebesar 5.8 per 100.000 populasi, sedangkan pada laki-laki yang tertinggi berada di

Perancis yaitu 17.9 per 100.000 populasi.24

2.1.1 Gambaran Histopatologi Sel Skuamosa Rongga Mulut

Menurut World Health Organization (WHO), kode klasifikasi histologi tumor

pada kavitas rongga mulut dan oro-faring pada tahun 2005 dibagi seperti tabel bawah:

Tabel 1. Klasifikasi WHO tumor pada kavitas rongga mulut.25

Malignant epithelial tumours Kode

(23)

Menurut kode morfologi dari International Classification of Diseases for

Oncology (ICD-O) (821) dan Systematized Nomenclature of Medicine dimana

jenisnya diberi kode /0 untuk tumor jinak, /3 untuk tumor ganas dan /1 untuk kasus

borderline atau ragu-ragu. KSS rongga mulut secara umum mempunyai gambaran

histopatologi yang tidak berbeda dari KSS kulit maupun organ tubuh lainnya. KSS

rongga mulut ada yang berdiferensiasi baik dimana menyerupai epitel skuamosa

berlapis normal dan menghasilkan keratin dan ada juga KSS rongga mulut yang

berdiferensiasi buruk.25

Berdasarkan derajat diferensiasi KSS rongga mulut, dapat dibagi kepada tiga,

yaitu diferensiasi baik, sedang dan buruk. Gambaran KSS yang berdiferensiasi baik

adalah mengandung sel berkeratin, gambaran keratin seperti tanduk mutiara (pearl

horn formation) dengan ukuran yang bervariasi, pertumbuhan yang lambat, tidak

cepat bermetastase dan mempunyai prognosa yang baik. Pada lesi tipikal, kelompok

sel ganas ini dapat ditemukan secara aktif menginvasi jaringan konektif dengan

bentuk yang tidak teratur (Gambar 1).21,25

Gambar 1. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi baik dengan pewarnaan Hematoksilin Eosin (HE) (x100). Anak panah: A. Mutiara keratin B. Nukleus sel.25

(24)

Gambaran KSS untuk yang diferensiasi sedang, berbeda dari satu dengan yang

lainnya, dimana tersusun secara tipikal, sehingga epitel skuamosa juga kurang jelas.

Laju pertumbuhan sel individu lebih cepat dengan pembelahan mitosis yang lebih

meningkat dan bahkan ukuran bentuknya yang lebih bervariasi (Gambar 2).21,25

Gambar 2. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi sedang dengan pewarnaan HE (x400). A. Nukleus sel

(anak panah merah).25

Untuk gambaran KSS yang berdiferensiasi buruk, sering sekali menghasilkan

petunjuk sel-sel yang tidak jelas sehingga menimbulkan kesulitan dalam

mendiagnosis. Sel-sel ini menunjukkan kurangnya daya kohesif yang sangat tidak

teratur, pembentukan sel tumor raksasa, adanya anaplasia, peningkatan mitosis, serta

tidak adanya pembentukan keratin (Gambar 3).21,25

(25)

Gambar 3. Gambaran histopatologi KSS berdiferensiasi buruk dengan pewarnaan HE (x400). A. Nukleus sel (anak panah merah).25

KSS rongga mulut memiliki kecenderungan besar untuk menghasilkan

metastasis pada kelenjar getah bening. Pada praktek klinis, rencana pengobatan dan

prognosis KSS rongga mulut terutama didasarkan pada tumor primer, metastasis

kelenjar getah bening regional dan sistem pementasan metastasis (TNM). Namun,

sistem ini tidak menyediakan informasi tentang karakteristik biologi dan tingkat

keagresifan klinis tumor yang jelas, dan ini telah menimbulkan suatu sistem penilaian

keganasan KSS rongga mulut yang multifaktorial dikembangkan. Sistem penilaian

pertama KSS rongga mulut telah dikembangkan oleh Broder pada tahun 1927 dan

yang baru-baru ini merupakan sistem penilaian Bryne (1989). Berdasarkan sistem

penilaian Bryne (Tabel 2), terdapat empat parameter yang diperlihatkan untuk menilai

derajat diferensiasi KSS rongga mulut, yaitu derajat keratinisasi, pleomorphism inti,

infiltrasi limfosit dan bentuk invasi tumor. Derajat diferensiasi KSS rongga mulut

akan dinilai dengan memperhitungkan skor dari empat parameter tersebut, yaitu skor

4-8 (diferensiasi baik), skor 9-12 (diferensiasi sedang), dan skor 13-16 (diferensiasi

buruk).21

(26)

Tabel 2. Sistem penilaian derajat diferensiasi KSS rongga mulut dengan parameter

Penyebab karsinoma sel skuamosa yang pasti belum diketahui. Penyebabnya

diduga berhubungan dengan bahan karsinogen dan faktor predisposisi. Kanker rongga

mulut memiliki penyebab yang multifaktorial dan suatu proses yang terdiri dari

beberapa langkah yang melibatkan inisiasi, promosi dan perkembangan tumor.

Faktor-faktor etiologi tersebut tidak bekerja secara terpisah, kombinasi dari berbagai

faktor sering ditemukan bersama-sama. Secara garis besar, etiologi kanker rongga

mulut dapat dikelompokkan atas faktor lokal, faktor luar, dan faktor pejamu (host).2,5 Faktor lokal seperti iritasi kronis umumnya dapat menyebabkan kanker seperti

trauma mekanis dari gigitiruan yang tidak pas, restorasi yang tidak tepat, oral hygiene

yang buruk dan tepi-tepi gigi yang tajam. Faktor luar meliputi kebiasaan merokok

dan minum alkohol. Asap rokok mengandung bahan karsinogen (nitrosamine) dan

(27)

Terjadinya rangsangan menahun menyebabkan kerusakan jaringan berulang-ulang

sehingga mengganggu keseimbangan sel dan terjadinya displasia. Selain itu, sinar

ultraviolet (UV) seringkali dianggap sebagai faktor penting yang dapat menyebabkan

mutasi gen jika terpapar untuk jangka waktu yang panjang. Infeksi virus dan jamur

yang tidak sembuh-sembuh meskipun telah diobati juga dapat menyebabkan kanker

apabila infeksi tersebut berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang sehingga

memicu terjadinya karsinoma. Faktor host seperti nutrisi yang dikonsumsi dapat

mempengaruhi terjadinya kanker seperti kekurangan zat anti-oksidan seperti Vitamin

A, C dan E. Selain itu, unsur lain seperti usia, jenis kelamin, imunologi dan genetik

seseorang dapat juga meningkatkan risiko terjadinya kanker.2,5

2.1.3 Patogenesis dan Siklus Sel

KSS muncul sebagai akibat dari berbagai kejadian molekular yang

menyebabkan kerusakan genetik yang mempengaruhi kromosom dan gen, yang

akhirnya menuju kepada perubahan DNA. Akumulasi perubahan tersebut memicu

terjadinya disregulasi sel pada batas dimana terjadinya pertumbuhan otonom dan

perkembangan yang invasif. Proses neoplastik mula-mula bermanifestasi secara

intraepitel dekat membran dasar sebagai suatu hal yang fokal, kemudian terjadi

pertumbuhan klonal keratinosit sel yang berubah secara berlebihan, menggantikan

epitelium normal. Setelah beberapa waktu atau beberapa tahun, terjadi invasi

membran dasar jaringan epitel menandakan awal kanker invasif.5,26

Karsinogenesis merupakan proses genetik yang memicu perubahan morfologi

dan tingkah laku seluler. Analisis perubahan di tingkat molekuler dapat menjadi alat

diagnosis utama dan pemandu untuk melakukan perawatan, karena perubahan

morfologis terjadi setelah adanya perubahan genetik. Kanker dan lesi prekanker

rongga mulut berkembang sebagai akibat dari siklus sel yang tidak terkontrol

dikarenakan multiple mutations. Proto-onkogen, Tumor supresor gen (TSG), dan

molekul gatekeeper (cyclins dan CDK) merupakan kelompok gen DNA perbaikan

(28)

Siklus sel normal dikendalikan oleh suatu kelompok protein yang secara umum

disebut cyclin. Siklus berlangsung melalui fase mitosis (M), gap-1 (G1), sintesis DNA

(fase S), gap-2 (G2), mitosis (M) dan seterusnya. Sel anak hasil mitosis secara teratur

masuk ke siklus dalam fase G1, sebagian sel anak masuk ke fase istirahat (G0). Sel

pada fase G0 dapat aktif kembali masuk ke fase G1 siklus sel. Masuknya kelompok

sel ke fase istirahat, kemudian aktif kembali menyebabkan proses regenerasi tubuh

berlangsung cepat.27

Masing-masing fase memiliki fungsi untuk mengaktivasi dan melengkapi fase

sebelumnya, dan siklus sel akan berhenti jika fungsinya sudah terganggu. Diantara

G1/S terdapat checkpoint untuk memonitor DNA sebelum replikasi dan G2/M untuk

memonitor DNA setelah replikasi. Checkpoint dilakukan oleh Tumor supresor gen

(TSG) salah satunya gen p53 atau dikenal sebagai master guardian of the genome dan

merupakan unsur utama dalam memelihara keseimbangan genetik. Fungsi gen p53

mendeteksi sintesis DNA yang salah atau kerusakan DNA kemudian menginduksi gen

reparasi DNA serta menginduksi apoptosis.27

(29)

Pada gambar di atas (Gambar 4) menunjukkan internal control (checkpoint).

Terdapat dua checkpoint inti, satu terdapat pada masa transisi antara G1/S checkpoint

dan G2/M checkpoint yang berfungsi untuk memeriksa kerusakan DNA, jika

ditemukan adanya kerusakan, maka sirkulasi sel akan melambat, waktu ini akan

digunakan untuk memperbaiki DNA yang rusak, jika tidak dapat diperbaiki maka

jalan untuk terjadinya apoptosis akan aktif dan DNA yang rusak akan dihancurkan.

Gen p53 seharusnya merangsang p21 menekan semua cyclin dependent kinase agar

cyclin tidak bekerja, sehingga siklus sel akan terhenti. Pada saat terhentinya siklus sel

akan memberikan waktu terjadinya perbaikan DNA sehingga dapat dihindari

terbentuknya sel yang mengandung defek DNA.27

2.2 Onkogen

Onkogen merupakan gen pengatur pertumbuhan yang mengalami perubahan

dalam pengaturan jalur transduksi sinyal-sinyal sel. Mutasi gen ini mengakibatkan

terjadinya peningkatan produksi atau fungsi protein dalam sel. Onkogen berperan

penting dalam proses karsinogenesis, tetapi tidak cukup untuk mengubah sel-sel

epitel.7

Beberapa onkogen mempunyai implikasi dalam karsinogenesis rongga mulut.

Penyimpangan reseptor faktor pertumbuhan epidermal proto-onkogen (EGFR / c-erb

1), gen anggota keluarga ras, c-myc, int-2, hst-1, PRAD -1, dan bcl-1 diyakini

berkontribusi terhadap perkembangan kanker.7

Deregulasi faktor pertumbuhan terjadi selama karsinogenesis rongga mulut,

melalui peningkatan produksi dan stimulasi autokrin. Penyimpangan ekspresi dari

Transforming growth factor α (TGF-α) dilaporkan terjadi pada awal karsinogenesis

rongga mulut. Penyimpangan ini terjadi pertama kali pada epitel hiperplastik dan

kemudian pada infiltrasi sel-sel radang karsinoma. TGF-α merangsang proliferasi sel

(30)

2.2.1 Gen Penekan Tumor

Onkogen saja tidak cukup sebagai inisiator proses karsinogenesis.

Transformasi sel premalignan menjadi sel ganas terjadi akibat inaktivasi gen penekan

tumor, dan dianggap sebagai penyebab utama dalam perkembangan keganasan. Gen

penekan tumor paling sering diinaktivasi melalui mutasi titik, penghapusan, dan

penyusunan ulang salinan gen.7,26

Salah satu gen penekan kanker adalah gen p53 yang merupakan pelindung

siklus sel. Gen p53 berperan dalam pengaturan siklus sel dengan mengontrol

sejumlah gen termasuk gen apoptosis jika kerusakannya berat. Rekonstitusi jalur

apoptosis oleh p53 dapat terjadi dengan mentransfer gen p53 wild type rekombinan

pada sel kanker yang mengekspresi p53 null atau mutan. Bila sel terluka, p53 dalam

inti memicu sel untuk melakukan “arrest” pada perbatasan G1/S dengan menginduksi

penghambat CDK (cyclin D kinase) dan sistem perbaikan DNA terlebih dahulu

menghilangkan luka tersebut sebelum sel memasuki fase S tanpa adanya DNA yang

rusak. Program “arrest” dan apoptosis ini tergantung pada lingkungan fisiologik

ataupun jenis sel. Oleh karena itu kehilangan fungsi gen p53 ini merupakan penyebab

munculnya malignansi. Inaktivasi gen p53 ini biasanya terjadi dalam dua tahap yakni

inaktivasi pada satu alel oleh mutasi titik atau delesi kecil dan berikutnya adalah

kehilangan alel normal oleh delesi segmen kromosom. Inaktivasi alel pertama dapat

terjadi pada sel somatik maupun sel germ. Gen ini juga disebut “guardian of the cell”.

Sel yang tidak memiliki p53 menunjukkan ketidakstabilan genom dan memperbesar

karsinogenesis.7

2.3 Nukleus

Nukleus (Gambar 5) sering dikenal sebagai inti sel. Nukleus pertama kali

dikenalkan oleh Brown pada tahun 1831 yang mengamati sel-sel tumbuhan. Struktur

nukleus sel tumbuhan (eukariot) mempunyai inti sel yang jelas ketika diamati, karena

bahan-bahan inti yang ada di dalam nukleus dibatasi oleh membran

nukleus (karyotheca), yaitu struktur membran fosfolipid bilayer mirip dengan

(31)

Nukleus memiliki peran yang sangat penting dalam kehidupan sebuah sel.

Peranan nukleus dalam hal ini adalah untuk mengatur dan mengontrol segala aktifitas

kehidupan sel serta membawa informasi genetik yang diturunkan ke generasi

berikutnya. Informasi genetik ini disimpan dalam suatu molekul polinukleutida yang

disebut DNA (Deoxyribonucleic acid). DNA pada umumnya tersebar di dalam

nukleus sebagai matriks seperti benang yang disebut kromatin. Ketika sel akan

memulai membelah, kromatin akan berkondensasi membentuk struktur yang lebih

padat dan memendek yang selanjutnya disebut kromosom. Kromosom tersusun atas

molekul DNA dan protein histon. Struktur di dalam nukleus yang merupakan tempat

berkonsentrasinya molekul DNA adalah nukleolus (anak inti.). Nukleolus berperan

sebagai tempat terjadinya sintesis molekul RNA (Ribonucleic acid) dan ribosom. RNA

merupakan hasil salinan DNA yang akan ditransfer ke sitoplasma untuk

diterjemahkan menjadi rantai asam amino yang disebut protein.28

(32)

2.3.1 Nukleolus

Struktur nukleolus (anak inti) pada pengamatan mikroskop elektron terlihat

sebagai sebuah atau lebih bangunan basofilyang berukuran lebih besar dari ukuran

butir-butir kromatin.28

Nukleolus merupakan tempat berlangsungnya transkripsi gen, dimana molekul

rRNA diproses. rRNA adalah salah satu jenis RNA yang merupakan materi penyusun

ribosom. Molekul rRNA yang baru terbentuk, akan segera dikemas bersama protein

ribosom untuk dikeluarkan dari inti sel. Transkripsimolekul rRNA di dalam

nukleolus menjamin pembentukan molekul ribosom pada sitoplasm. Di dalam

nukleolus, terdapat sejumlah potongan-potongan DNA (rDNA) yang ditranskripsi menjadi rRNA secara berulang-ulang, dan berlangsung cepat dengan bantuan

enzim RNA polymerase I. Potongan-potongan DNA tersebut dinamakan nucleolar

organizer. Kandungan RNA dalam nukleolus jika dibanding dengan bagian lain dari

inti sel adalah tidak tetap, yaitu diperkirakan 5%-20%.28,29

2.3.2 Nucleolar Organizing Region (NOR)

Nucleolus organizer region (NOR) atau nucleolar organizer merupakan bagian

kromosom dimana sekitarnya terjadi pembentukan nukleolus.14 Nukleolus organizer regions (NORs) adalah segmen kromosom dienkripsi untuk RNA ribosom (rRNA)

yang hadir pada loop spesifik DNA. NOR telah menerima banyak perhatian baru-baru

ini karena dari pengamatan didapati bahwa frekuensi NOR dalam inti secara

signifikan lebih tinggi dalam sel-sel ganas berbanding sel normal, sel reaktif atau sel

neoplastik jinak sehingga merupakan nilai diagnostik dalam karakterisasi invasi pada

karsinoma. NOR juga berperan dalam estimasi aktivitas selular yang diterapkan pada

berbagai lesi neoplastik atau hiperplastik.30 Daerah ini merupakan bagian tertentu dari kromosom yang berhubungan dengan nukleolus setelah nukleus membagi dan berisi

beberapa salinan tandem gen DNA ribosom. Pada manusia, NOR mengandung gen

5.8S, 18S, 28S rRNA yang berkerumun di lengan pendek kromosom 13, 14, 15, 21

(33)

aktif rRNA, yang menimbulkan konstriksi sekunder kromosom metafase. Pada

metafase, sisa protein dari nukleolus sering terkait dengan konstriksi sekunder. Setiap

gen rRNA pada NOR hampir identik secara berurutan, meskipun bervariasi dalam

ukuran karena perbedaan jumlah elemen DNA ulangan dalam bagian ruangan

intergenik umum.32

Dalam komplemen kromosom lengkap selalu ada enam kromosom dengan

terminal nucleolus organizing region (NOR). Dalam kebanyakan kasus, bagian dari

NOR adalah decondensed, dan dari beberapa bagian decondensed ini dibentuk

bersama-sama menjadi nukleolus besar. Nukleolus besar ini mudah terlihat dalam

fase kontras bahkan tanpa pra-perawatan karena struktur khusus dan ukuran besarnya.

Bentuk nukleolus berkisar dari membulat ke irregular. Selain pembentukan nukleolus

dari enam NOR ini, ada juga beberapa nukleolus yang lebih kecil terdiri dari NOR

hanya dua sampai lima nucleolus organizing kromosom.30,33 Nucleolus organizer region (NOR) dapat diidentifikasi melalui teknik argyrofilik (AgNOR) melalui proses

rutin fiksasi formalin parafin.14

NORs juga mengandung zat asam, dan protein non-histon yang mengikat ion

perak dan dapat dilihat secara selektif dengan metode perak pada sampel

sito-histologi. NORs yang dihubungkan dengan protein argyrofilik apabila diwarnakan

dengan perak disebut sebagai “AgNOR”. Sifat biokimia yang tepat dari protein ini

belum didefinisikan, tetapi telah diketahui sebagai B 23, C 23 dan RNA polymerase

dan dikaitkan dengan asam, unsur non-histon.30 Pada mikroskop cahaya, protein AgNOR dapat terlihat sebagai titik-titik hitam yang terletak di dalam nukleolus.14,30 NORs banyak menarik perhatian karena frekuensi muncul pada sel ganas lebih tinggi

daripada sel normal, reaktif atau sel neoplastik jinak.31

2.3.3 Nucleophosmin dan Alternative Reading Frame (ARF)

Nucleophosmin (NPM) atau B23 merupakan sebuah fosfoprotein nukleolar

dalam pengolahan rRNA dan juga merupakan salah satu protein argyrofilik dari

AgNORs. NPM terlibat dalam mengendalikan pertumbuhan sel, diferensiasi sel dan

(34)

dalam timbulnya kanker. NPM berperan dalam biogenesis ribosom, dimana

fosforilasi dan modifikasi NPM oleh cyclin E - CDK2 holoenzyme diperlukan untuk

duplikasi sentrosom dan replikasi DNA. NPM merupakan onkogen kuat dan

menyebabkan translokasi kromosom pada leukemia myeloid akut.12,13

ARF merupakan protein yang berperan sebagai gen penekan tumor dalam

nukleolar. Laporan terbaru dari Sherr, Roussel dan Yanping Zhang menunjukkan

bahwa NPM dan ARF berinteraksi secara langsung dalam nukleolus. Laporan data

juga menunjukkan NPM nucleocytoplasmic merupakan kunci utama dalam

mempromosi proliferasi sel. Pengolahan rRNA dipengaruhi oleh pembentukan

kompleks ARF - NPM dalam nukleolus. ARF berinteraksi dengan protein argyrofilik

nucleolar untuk mencegah produksi ribosom dan tumorigenesis, serta

menggarisbawahi potensi onkogenik pada nukleolus.12

Protein shuttling di antara nukleus dan sitoplasma merupakan kunci mekanisme

dalam memastikan perkembangan siklus sel yang tepat. Dalam penelitian

sebelumnya, NPM telah diidentifikasi sebagai target p53-independen novel oleh

protein penekan tumor ARF. Dalam menanggapi sinyal hiperproliferatif karena NPM,

nukleolar ARF mengikat NPM secara efektif dalam menghambat shuttling

nucleocytoplasmic NPM.13 Tanpa sebuah checkpoint ARF utuh, protein nukleolus seperti NPM dapat berubah dan menyebabkan tumorigenesis melalui berbagai fungsi

nukleolarnya.12

2.3.4 Perwarnaan AgNOR

Pemeriksaan kanker pada saat ini banyak dilakukan dengan mengamati

proliferasi dan apoptosis sel. Proliferasi sel dapat dipelajari secara baik dengan

metode “flow-sitometri” atau pelabelan radioisotop dengan Ki-67, PCNA

(Proliferating Cell Nuclear Antigen) dan teknik pewarnaan seperti AgNORs. Metode

AgNOR ini dapat digunakan dalam mengevaluasi morfologi dan kinetika sel, dan

merupakan parameter yang digunakan dalam menilai respon radiasi melalui hasil

(35)

Pewarnaan AgNOR (prosedurnya dirujuk pada muka surat 32) ini dengan

mudah dapat dilakukan pada jaringan yang difiksasi dengan formalin, dan digunakan

untuk mengevaluasi morfologi dan kinetika sel dalam biopsi dengan ukuran yang

kecil.16 Marker kanker AgNORs dapat digunakan untuk melakukan pemeriksaan proliferasi melalui bercak AgNORs pada daerah inti atau “Nucleolar Organizer

Regions” (NORs) lengkung DNA ribosom yang ditranskripsikan menjadi RNA

ribosomal dengan bantuan RNA polymerase.31

Pengamatan sejumlah parameter AgNOR (jumlah, ukuran dan distibusi) dapat

digunakan dalam patologi sel kanker untuk kepentingan diagnostik maupun

prognostik.Jumlah, ukuran dan distribusi AgNOR dalam nukleus dapat digunakan

untuk memdeteksi dan memprediksi prognosis sejumlah neoplasia, seperti kandung

kemih, karsinoma faring, dan lesi pada kulit.16,31AgNOR diamati dengan mikroskop cahaya sebagai titik-titik hitam. Pengamatan AgNOR secara kuantifikasi dan

kualitatif lebih tepat dengan menggunakan metode morfometrik, dimana AgNORnya

diperbesarkan dengan skala geometrik tertentu sehingga gambarannya kelihatan lebih

jelas.19

Penelitian menunjukkan AgNOR dapat digunakan untuk menunjukkan adanya

aktifitas biologis pada karsinoma sel skuamosa. AgNOR juga digunakan pada oral

submukus fibrosis untuk memperkirakan perilaku biologis oral submukus fibrosis,

yang dapat dihubungkan dengan gradasi histologi klinis. Ketertarikan para ahli pada protein AgNOR meningkat sekitar tahun 1980-an diikuti dengan observasi bahwa sel

ganas memiliki jumlah AgNOR yang lebih tinggi dibandingkan dengan sel yang jinak

atau sel normal.34 Pada penelitian Salehinejad, dkk. (2007), sel ganas menunjukkan jumlah AgNOR yang lebih banyak dan bentuk tidak beraturan, sedangkan sel jinak

memiliki AgNOR yang lebih sedikit dengan bentuk yang teratur.35 Pada sel normal, hanya satu atau dua titik AgNOR yang dilihat sebagai titik-titik yang padat. Bagi

sel-sel normal (Gambar 6) yang semakin bergerak menuju ke sel-sel displastik dan sel-sel-sel-sel

ganas, jumlah DNA semakin meningkat berserta dengan peningkatan jumlah titik

AgNOR. Sel-sel ganas mempunyai derajat diferensiasi yang berlainan yang dimana

(36)

diferensiasi baik (Gambar 7) mempunyai nilai AgNOR yang rendah dibanding dengan

sel ganas yang diferensiasinya sedang (Gambar 8), buruk (Gambar 9) atau

undifferentiated (Gambar 10). Ini karena derajat diferensiasi secara umum

berhubungan dengan tingkat keganasan dan proliferasi sel, sehingga tumor yang

derajat diferensiasinya buruk akan mempunyai tingkat proliferasi yang lebih tinggi

yang tercermin dari nilai AgNOR yang lebih tinggi.36,37,38 Saat ini, berbagai studi dilakukan untuk mengetahui kemungkinan menemukan penanda keganasan dari

titik-titik AgNOR. Hal ini dilakukan karena teknik ini mudah dilakukan, murah, cepat dan

menghasilkan informasi yang akurat tentang perkembangan keganasan.35

Gambar 6. Gambaran mikroskopis mukosa normal rongga mulut

(37)

Gambar 7. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS) rongga mulut berdiferensiasi baik dengan NORs yang sedikit terdapat pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.38

(38)

Gambar 9. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS) rongga mulut berdiferensiasi buruk dengan jumlah NORs yang banyak dan beragam pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik hitam AgNOR.38

Gambar 10. Gambaran mikroskopis karsinoma sel skuamous (KSS) rongga mulut tidak berdiferensiasi (undifferentiated) dengan jumlah NORs yang banyak dan berkelompok pada inti (1000X). Anak panah biru menunjukkan titik

(39)

Perbaikan

Sel epitel rongga mulut

Nukleus

Nukleolus

Nucleolus Organizer Region(NOR)

p53 terhambat sehingga perbaikan

DNA terhambat

NORassociated protein (NORAPs) yang bersifat

asam berhubungan dengan transkripsi RNA

Mutasi gen

ARF normal dan Nucleophosmin

dalam keadaan terkontrol

ARF terhambat masuk ke nukleoplasma

Displasia

Karsinoma rongga mulut

Sel Normal

Perbaikan DNA yang terhambat semakin banyak

Proliferasi

Pewarnaan AgNOR dan pengamatan titik-titik hitam dibawah mikroskop cahaya

Ekspresi Nucleophosmin berlebihan dan mencegah

agregasi NOR yang terjadi secara menetap

(40)

Perbaikan

DNA

berhasil (reversible) 2.5 Kerangka Konsep

Sel epitel rongga mulut

Nukleus

Nukleolus

Nucleolus Organizer Region(NOR)

p53 terhambat sehingga perbaikan

DNA terhambat

NORassociated protein (NORAPs) yang

bersifat asam berhubungan dengan

transkripsi RNA

Mutasi gen

ARF normal dan Nucleophosmin

dalam keadaan terkontrol

Displasia

Karsinoma rongga mulut

Pewarnaan AgNOR dan pengamatan titik-titik hitam dibawah mikroskop cahaya

(41)

BAB 3

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ini merupakan rancangan deskriptif analitik dengan pendekatan

cross-sectional yang dimana setiap sampel diperiksa satu kali dan pada suatu saat

tertentu.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Patologi Anatomi Fakultas

Kedokteran USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dimulai dari bulan April 2014 sampai Juni 2014 yang mencakup

pengumpulan data, pengumpulan sampel, penelitian, pengolahan data dan hasil

penelitian.

3.3 Populasi, Sampel, dan Besar Sampel Penelitian

3.3.1 Populasi

Populasi dalam penelitian ini mencakup sediaan blok parafin yang berasal dari

jaringan biopsi rongga mulut yang telah didiagnosa secara histopatologi dengan

pewarnaan H&E KSS rongga mulut pada laboratorium Patologi Anatomi FK

USU/RSUP Haji Adam Malik Medan.

3.3.2 Sampel

Sampel penelitian ini adalah sediaan blok parafin yang berasal dari biopsi

jaringan rongga mulut yang sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi yang sesuai

(42)

3.3.3 Besar Sampel

Penentuan jumlah sampel menggunakan rumus Penaksiran Proporsi Populasi

dengan ketelitian absolut (Absolute Precision) dengan teknik sampling, consecutive

sampling yaitu non-random sampel yang seperti convenience sampling kecuali

consecutive sampling sampel yang tersedia mempunyai kriteria yang telah ditentukan

sampai mencapai besar sampel yang telah ditentukan.38

Jumlah sampel yang diperlukan berdasarkan hasil perhitungan dengan melihat

proporsi yang digunakan pada kasus ini adalah sebesar 50% dengan tingkat kemaknaan 0,05 dan interval kepercayaan 90% dari tabel yang didapatkan Zα = 1,64.

Keterangan:

n = jumlah proporsi

Zα = tingkat kepercayaan (90%  Z skor = 1,64)

P = proporsi (seluruh lesi), bila tidak ada dianggap 50% atau 0,5

d = ketepatan (15%)

Hasil perhitungan:

n = 1,642 x 0,5 x 0,5 (0,15)2 n = 29,8

Jumlah minimal sampel yang diperlukan adalah 30 sampel KSS rongga

mulut.

(43)

3.4 Kriteria Inkusi dan Ekslusi

3.4.1 Kriteria Inklusi

- Blok paraffin yang telah didiagnosa sebagai KSS rongga mulut.

- Pengambilan spesimen blok paraffin dari tahun 2009-2013.

- Data rekam medis dari tahun 2009-2013 yang terdiri dari: diagnosa

histopatologi, umur pasien, jenis kelamin dan lokasi lesi.

3.4.2 Kriteria Ekslusi

- Blok paraffin KSS rongga mulut yang telah rusak.

3.5Kerangka Operasional

Blok paraffin dari biopsi lesi rongga mulut di Lab Patologi FK USU/RSUP Haji Adam Malik Medan yang didiagnosa secara histopatologi dengan pewarnaan H&E

sebagai KSS rongga mulut

Pemotongan blok parafin

Perhitungan titik-titik hitam dalam nukleus secara acak pada 100 nuklei di

bawah mikroskop cahaya Olympus CX21 (100x)

Hasil Pengamatan mAgNOR

Pewarnaan Hematoxylin-Eosin (HE) Pewarnaan AgNOR

(44)

3.6Variabel Penelitian

3.6.1Variabel Bebas

Karsinoma sel skuamosa rongga mulut.

3.6.2Variabel Terikat

Hasil distribusi frekuensi mean titik-titik hitam (NOR) dalam nuklei.

3.6.3Variabel Terkendali

1. Blok paraffin KSS rongga mulut tahun 2009-2013.

2. Processing laboratorium pewarnaan H&E dan histokimia.

3. Data rekam medis pasien dari tahun 2009-2013.

4. Keterampilan operator.

Hasil mean titik-titik hitam (NOR) dalam nukleus pada

tipe differensiasi KSS rongga mulut

Variabel terkendali

- Blok paraffin karsinoma skuamosa sel rongga mulut tahun 2009-2013.

- Processing laboratorium untuk pewarnaan AgNOR.

(45)

3.7 Definisi Operasional

Blok paraffin merupakan hasil dari proses embedding jaringan-jaringan

biopsi atau lesi keganasan rongga mulut dari operasi dari tahun 2009-2013 yang

dikirim ke bagian patologi.

KSS rongga mulut adalah keganasan yang berasal dari sel skuamosa

rongga mulut dimana terdapatnya kelainan seluler yang berupa diskontinuitas

membran basalis oleh kelompokan sel-sel tumor yang meluas sampai ke jaringan ikat

dengan ukuran sel beragam, mitosis meningkat, perubahan ukuran dan bentuk inti sel.

Pewarnaan HE merupakan suatu pewarnaan histokimia yang digunakan untuk mewarnai jaringan histologi agar berbagai unsur jaringan jelas terlihat dan

dapat dibedakan. Hasil pewarnaan HE dapat membantu dalam menilai derajat

keganasan suatu karsinoma dengan menilai karakteristik jaringan tersebut.

Derajat diferensiasi KSS dapat dibagi kepada tiga jenis yaitu KSS

berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk. Derajat diferensiasi KSS dinilai dengan

sistem Bryne menurut karakteristik morfologi masing-masing kategori. Penilaian

hasil derajat diferensiasi KSS adalah melalui skor, yaitu, skor 4-8 (diferensiasi baik),

skor 9-12 (diferensiasi sedang), dan skor 13-16 (diferensiasi buruk). KSS diferensiasi

baik selalunya mempunyai keratinisasi yang lebih dari >50%, mengandung sel yang

mirip sel matur normal asal jaringan (pleomorphisme sel ringan) dan sel limfosistik

yang banyak. KSS diferensiasi sedang mempunyai keratinisasi yang lebih kurang dari

KSS berdiferensiasi baik atau tidak berkeratin, pleomorphisme sel yang sedang dan

sel limfosistik yang sedang. KSS diferensiasi buruk mayoritasnya tidak berkeratin,

pleomorphisme sel berat, sel mirip primitif dan tidak spesifik serta sel limfosistik

ringan.

Pewarnaan AgNORmerupakan suatu pewarnaan histokimia dimana larutan perak nitrat berikatan pada bagian nucleolar organizing region (NOR) yang bersifat

argyrofilik dan pewarnaan ini merupakan suatu marker atau petanda proliferasi sel.

Penilaian hasil pewarnaan AgNOR adalah tampilan titik-titik kecoklatan atau hitam

pada inti sel epitel yang dilihat dengan menggunakan mikroskop cahaya Olympus

(46)

3.8Alat dan Bahan

3.8.1 Alat-alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Mikroskop cahaya Olympus CX21

2. Mikrotom

12.Tissue embedding centre compressor

3.8.2Bahan Penelitian

Bahan penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah:

1. Parafin blok KSS rongga mulut

2. 2% bubuk gelatin

3. 1% asam formiat

4. 50% perak nitrat MERCK

(47)

3.9Prosedur Pengambilan dan Pengumpulan Data

Tahap-tahap pengambilan dan pengumpulan data pada penelitian ini adalah

seperti berikut:

3.9.1Pembuatan Sediaan Mikroskopis dari Blok Parafin

Blok paraffin yang telah dikumpulkan, disimpan dalam freezer sampai

cukup dingin, dan kemudian dipotong tipis dengan menggunakan mikrotom dengan

ketebalan 4µm atau 5µm.39 Setiap blok paraffin dipotong sebanyak dua kali untuk masing-masing pewarnaan H&E dan AgNOR. Tempel blok parafin yang telah

dipotong pada gelas objek.

3.9.2Prosedur Pewarnaan Hematoxylin-eosin

Berikut ini adalah penjelasan tentang prosedur pewarnaan H&E39:

1. Setelah difiksasi, preparat dicelupkan dalam hematoxylin selama 5 menit

lalu dibilas dengan air mengalir selama 3 menit.

2. Preparat dicelupkan ke dalam acid alkohol 1% sebanyak 2 kali lalu

dibilas kembali dengan air mengalir selama 3 menit.

3. Lakukan pewarnaan dengan eosin untuk mewarnai nukleus selama 2-3

menit lalu bilas kembali dengan air mengalir selama 3 menit.

4. Kemudian preparat dicelupkan ke dalam alkohol 70%, selama 30 menit,

alkohol 95% selama 3 menit dan alkohol absolut selama 3 menit.

5. Preparat dicelupkan ke dalam xylene selama 3 menit sebanyak 3 kali

pengulangan.

6. Preparat di mounting dengan kanada balsam dan ditutup dengan cover

(48)

3.9.3 Prosedur Pewarnaan AgNOR

Berikut ini adalah penjelasan tentang prosedur pewarnaan AgNOR40:

1. Lakukan deparafinasi preparat dengan xylene sebanyak 3 kali

masing-masing 3 menit.

2. Rehidrasi preparat dengan menggunakan absolut alkohol, alkohol 95%

dan alkohol 70% masing-masing selama dua menit, dua menit, satu menit dan

terakhir dengan air aquades selama satu menit.

3. Diperlukan dua larutan, yang pertama larutan A merupakan 2% gelatin

yang ditambahkan dengan 1% asam format.

4. Larutan B merupakan perak nitrat 50%. Larutan pewarnaan diperoleh

dengan mencampur satu bagian dari larutan A dengan dua bagian larutan B dalam

gelas silinder.

5. Larutan pewarnaan dituangkan pada objek gelas. Pewarnaan memerlukan

waktu 30 menit pada suhu ruangan. Selama pewarnaan, sebaiknya menghindari

cahaya matahari langsung.

6. Setelah itu, larutan pewarnaan dibilas dengan air deionisasi sebanyak 3

kali dan dilakukan dehidrasi berurutan dengan menggunakan alkohol bergradasi dan

lakukan mounting.

7. Objek gelas diamati dibawah mikroskop cahaya dengan pembesaran

x100 bersama immersion oil dan titik-titik hitam diperhitungkan dalam nukleus.

8. Setiap hasil pengamatan dicatatkan dan didokumentasikan.

3.10 Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dilakukan dengan tabel cross-sectional. Pelaporan data

penelitian adalah dengan memaparkan hasil pengamatan titik-titik hitam AgNOR dalam

(49)

BAB 4

HASIL PENELITIAN

Blok parafin yang digunakan oleh peneliti, dikumpulkan dari RSUP Haji

Adam Malik Medan dengan jumlah sampel 30 blok parafin. Sampel penelitian ini

adalah sampel yang memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi.

4.1 Karakteristik Umum Sampel yang diteliti

Sampel penelitian yang telah dikumpulkan diambil datanya melalui rekam

medik. Data yang diambil menurut data rekam medis adalah umur, jenis kelamin dan

lokasi lesi (Tabel 3).

Tabel 3. Distribusi frekuensi karakteristik umum sampel berdasarkan data rekam medis sampel yang diteliti.

(50)

Tabel 3 menunjukkan karakteristik umum berdasarkan data rekam medis

KSS rongga mulut yang telah didiagnosa di RSUP Haji Adam Malik Medan.

Berdasarkan umur, KSS rongga mulut tertinggi adalah pada kelompok umur 60 - 79

tahun (50,0%), diikuti kelompok umur 40 - 59 tahun (33,3%) dan terendah

ditemukan pada kelompok umur 20 - 39 tahun (16,6%). Berdasarkan jenis kelamin,

KSS rongga mulut pada wanita (80,0%) lebih tinggi dari laki-laki (20,0%). Lokasi

lesi yang paling tinggi ditemukan pada lidah (63,3%), diikuti mandibula (20%), dan

gingiva (10,0%), sedangkan lokasi lesi terendah adalah maksila (6,6%).

4.2 Distribusi Frekuensi Tampilan mAgNOR pada KSS Rongga Mulut Berdasarkan Sub-tipe Keratinisasi, Jenis Diferensiasi, Umur, Jenis Kelamin dan

Lokasi Lesi.

AgNOR ditemukan sebagai titik-titik hitam di dalam nukleus sel yang dihitung

dalam 100 nukleus sel pada masing-masing 30 sampel KSS rongga mulut, dan

hitungan rata-rata mAgNOR dikelompokkan berdasarkan masing-masing kategori.

Tabel 4. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga

tidak ditemukan perbedaan yang signifikan mAgNOR antara KSS berkeratinisasi dan

(51)

Tabel 5. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga

perbedaan yang signifikan mAgNOR antara KSS diferensiasi baik dan diferensiasi

sedang (p=0,000). Ini berarti semakin menurun atau buruknya derajat diferensiasi

KSS, nilai tampilan titik-titik hitam mAgNOR akan semakin meningkat. Dengan

demikian H0 ditolak.

ditemukan perbedaan yang signifikan mAgNOR antara kelompok umur sampel

penelitian (p=0,964). Ini berarti H0 diterima.

(52)

Hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis (Tabel 7), ditemukan bahwa tidak

terdapatnya perbedaan yang signifikan mAgNOR antara laki-laki dan perempuan

(p=0,053). Ini berarti H0 diterima.

Tabel 8. Distribusi frekuensi tampilan mAgNOR pada KSS rongga mulut berdasarkan lokasi lesi.

Lokasi Lesi n mAgNOR ± SD p Lidah

Maksila Mandibula Gingiva

19 2 6 3

4,39±0,75 4,10±0,80 4,86±1,07 3,67±0,55

0,195

Total 30

Uji Kruskal-Wallis, signifikan p < 0,05.

Tabel 8 menunjukkan hasil analisa statistik uji Kruskal-Wallis dimana tidak

ditemukan perbedaan yang signifikan mAgNOR antara masing-masing lokasi lesi di

(53)

BAB 5

PEMBAHASAN

Telah dilakukan penelitian terhadap 30 sampel blok parafin yang telah

didiagnosa sebagai karsinoma sel skuamosa (KSS) rongga mulut yang diperoleh dari

data-data rekam medis di Laboratorium Patologi Anatomi RSUP Haji Adam Malik

dan Laboratorium PA FK USU. Blok parafin yang telah dikumpulkan, kemudian di

processing di laboratorium Patologi Anatomi: satu preparat untuk pewarnaan

Hematoxylin-Eosin (HE) dan satu preparat untuk pewarnaan AgNOR. Pewarnaan HE

dilakukan untuk mendiagnosa kembali jaringan sampel tersebut. Sementara itu,

pewarnaan AgNOR bertujuan untuk mendapatkan tampilan titik-titik hitam yang

berperan sebagai suatu metode untuk melihat tingkat keagresifan proliferasi sel

kanker. Pewarnaan AgNOR merupakan suatu pewarnaan histokimia dimana larutan

perak nitrat berikatan pada bagian NOR yang bersifat argyrofilik. Larutan AgNOR

berupa campuran dari satu volume asam format yang ditambah gelatin dan dua

volume perak nitrat. Protein nucleolar organizing regions (NORs) yang bersifat

argyrofilik yang apabila bereaksi dengan perak nitrat akan menghasilkan warna hitam

berupa titik-titik hitam (AgNOR) dalam nukleus sel. Titik-titik hitam yang jelas

kelihatan dihitungkan, sementara gugusan titik-titik hitam diabaikan.14 Hasil pewarnaan HE dan AgNOR diobservasi dengan menggunakan mikroskop cahaya

Olympus CX21 dengan pembesaran 40x dan 100x. Hasil pewarnaan AgNOR

diperoleh melalui perhitungan jumlah titik-titik hitam AgNOR dalam 100 nukleus

sehingga didapatkan rata-rata AgNOR (mAgNOR) dan standar deviasinya. Rancangan

penelitian yang digunakan adalah bersifat deskriptif analitik dengan pendekatan cross

sectional dan dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis.

Dari data-data rekam medis lesi rongga mulut yang diperoleh pada penelitian

ini, hanya data umum berupa umur, jenis kelamin dan lokasi lesi yang tersedia dan

(54)

diet, pekerjaan atau kondisi rongga mulut yang berhubungan dengan etiologi

terjadinya kanker. Perlunya data-data tersebut ditulis dalam formulir pemeriksaan

patologi rongga mulut (Lampiran 3) sehingga dapat mendukung suatu diagnosa

patologi yang tepat.

Pada penelitian ini diperoleh data distribusi rekam medis karakteristik umum

berupa umur, jenis kelamin dan lokasi lesi (Tabel 3). Lesi KSS pada rongga mulut

yang tertinggi ditemukan pada kelompok umur 60 - 79 tahun (50,0%), diikuti oleh

kelompok umur 40 - 59 tahun (33,3%) dan terendah terdapat pada kelompok umur 20

- 39 tahun (16,6%). Menurut Cawson (2008), 98% dari lesi KSS rongga mulut

terdapat pada kelompok umur di atas 40 tahun,2 dimana sesuai dengan penelitian ini, yaitu kelompok umur yang berisiko tinggi terdapat pada kelompok umur 40 - 79

tahun yaitu sekitar (83,3%), sedangkan kelompok umur yang berisiko rendah terdapat

pada kelompok umur 20 - 39 tahun (16,6%). Peningkatan umur sering dihubungkan

dengan perubahan pada tingkat molekular, selular dan fisiologis, sehingga jaringan

lebih rentan terhadap inisiasi karsinogenesis bila didukung dengan pemaparan

agen/bahan karsinogenik. Di samping itu, pada usia lanjut juga sering timbul

ketidakseimbangan hormon sehingga risiko terjadinya kanker juga meningkat.2,3,5 Berdasarkan jenis kelamin, lesi KSS lebih banyak ditemukan pada perempuan

(80,0%) dibandingkan laki-laki (20,0%). Penelitian ini sesuai dengan penelitian

Ramachandra (2012) di negara India, dimana angka prevalensi pada perempuan lebih

tinggi dibandingkan laki-laki,41 ini mungkin dihubungkan dengan kebiasaan menyirih/menyuntil pada kalangan perempuan, di samping itu mungkin juga

terjadinya ketidakseimbangan hormonal, dimana perempuan sering mengalami

perubahan di rongga mulut setelah mencapai menopause. Lokasi lesi KSS rongga

mulut yang paling banyak ditemukan pada lidah (63,3%) dibandingkan dengan lokasi

lesi lainnya di rongga mulut (36,7%). Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan

oleh Neena, dkk. (2011), yang mendapatkan bahwa lidah merupakan lokasi lesi KSS

yang paling banyak terdapat pada rongga mulut (60,4%).21 Insidensi KSS yang tinggi pada lidah mungkin disebabkan oleh beberapa faktor yaitu antaraa lain: iritasi kronis

(55)

seperti merokok, minuman alkohol dan menyuntil.2,5 Bagian lidah lateral merupakan bagian yang sering terjadinya kanker. Hal ini dikaitkan dengan struktur histologinya,

dimana epitelnya dilapisi dengan mukosa yang tidak berkeratin. Epitel yang tidak

berkeratin mudah berubah menjadi tipe berkeratin sebagai respon terhadap trauma

gesekan atau kimia, sehingga terjadi hiperkeratinisasi. Perubahan hiperkeratinisasi ini

bersifat reversibel jika sumber traumanya dihilangkan, dan bila trauma kronis terus

berlanjut, akan mengakibatkan terjadinya karsinoma.42

Pewarnaan HE digunakan sebagai pendiagnosa rutin untuk jaringan KSS

dalam menentukan diferensiasi histopatologi. Derajat diferensiasi KSS rongga mulut

dapat dibagi kepada tiga jenis yaitu KSS berdiferensiasi baik, sedang, dan buruk.

Penilaian derajat diferensiasi ini dapat berdasarkan karakteristik sistem penilaian oleh

Broder, Jakobsson, Anneroth, atau Bryne. Sistem penilaian derajat diferensiasi pada

penelitian ini adalah berdasarkan sistem terbaru Bryne, dimana sistem ini mempunyai

parameter morfologi yang adekuat dalam penilaian karakteristik jaringan KSS. Selain

itu, sistem Bryne juga berperan sebagai suatu indikator dalam memprediksi prognosa

KSS.21 Pada penelitian ini, KSS rongga mulut berdiferensiasi baik (63%) lebih banyak ditemukan dibanding dengan KSS berdiferensiasi sedang (37%), tetapi tidak

ditemukan KSS berdiferensiasi buruk. Keratin jenis hiperkeratotik yang ditemukan

pada epitel dari sel tumor merupakan salah satu penanda untuk transformasi

maglinant” atau kanker. KSS berdiferensiasi baik selalunya menunjukkan

keratinisasi yang lebih banyak dibandingkan dengan KSS berdiferensiasi sedang dan

buruk. KSS berdiferensiasi buruk mayoritas jaringannya tidak berkeratinisasi. KSS

berdiferensiasi baik mempunyai sel yang mirip sel matur normal asal jaringan dan

mempunyai sel limfosistik yang banyak akibat reaksi dari jaringan untuk

memperbaiki sel yang rusak. KSS yang berdiferensiasi sedang dan buruk mempunyai

sel atau inti yang pleomorfik, yaitu ukuran sel yang bervariasi dan besar, serta sering

tidak ditemukan sel limfosistik. Pada KSS berdiferensiasi buruk, adanya ditemukan

Gambar

Gambar 5. Bentuk nukleus27
Tabel  3.  Distribusi frekuensi karakteristik umum sampel berdasarkan data rekam medis sampel yang diteliti
Tabel 4.  Distribusi   frekuensi    tampilan   mAgNOR   pada KSS  rongga                             mulut berdasarkan  jenis sub-tipe keratinisasi

Referensi

Dokumen terkait

6000,- dan Foto Copy KTP yang diberi Kuasa (Unruk Pengurusan lzin yang dikuasakan). Deurikian Permohonan ini disampaikan atas perkenannya diucapkan terima

Tarif UKT Program Diploma dan Sarjana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, mengikuti ketentuan Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi

Pasal 10 Peraturan Walikota Yogyakarta Nomor 86 Tahun 2013 untuk dapat.. menjadi penghuni

Fluktuasi penerimaan retribusi daerah akan berpengaruh terhadap besaran Pendapatan Asli Daerah (PAD), apabila dana Retribusi yang masuk ke kas daerah

validitas (kelayakan), reliabilitas, validitas butir, tingkat kesukaran, daya beda serta tanggapan guru dan siswa terhadap instrumen asesmen pengetahuan pada materi

Alasan mendasar perusahaan melakukan segmentasi pasar adalah, karena konsumen memiliki perbedaan kebutuhan dalam setiap produk dan oleh sebab itu konsumen akan memberikan reaksi

Setelah melakukan pengolahan data terlihat model logika fuzzy bekerja dengan menggunakan derajat keanggotaan dari sebuah nilai, kemudian digunakan untuk menentukan

Tesis Pengaruh Promosi, Tindakan Supervisi, ..... ADLN-Perpustakaan