• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. POKOK-POKOK PENDIDIKAN EKOLOGI

B. Ekologi

3. Dokumen Gereja Laudato Si’ Ensiklik Paus fransiskus

Paus Fransiskus menggambarkan situasi bumi dalam Laudato Si’ yang dideklarasikan tahun 2015. Laudato Si’ merupakan tanggapan Paus Fransiskus terhadap krisis lingkungan hidup yang berkaitan dengan persoalan keadilan sosial dan spiritual. Laudato Si’ bab pertama berjudul “Apa yang Terjadi dengan Bumi” membahas mengenai situasi bumi dan kehidupan manusia serta seluruh makhluk hidup lainnya. Terjadinya perubahan yang sangat drastis akibat dari perilaku manusia menyebabkan kerusakan pada alam “Perubahan adalah sesuatu yang diinginkan namun menjadi sumber kecemasan ketika itu menyebabkan kerugian untuk dunia dan untuk kualitas hidup sebagian besar umat manusia” (LS, 18).

Topik pertama yang disoroti oleh Paus Fransiskus dalam bab pertama ini adalah persoalan polusi dan limbah. Paus Fransiskus mengatakan bahwa ada beberapa dampak buruk serta penyakit yang dialami orang setiap harinya akibat

dari pencemaran seperti polusi dan pencemaran akibat limbah berbahaya (LS, 20-21). Beberapa ahli juga telah mengungkapkan mengenai hal ini, salah satunya ialah Keraf (2010:28-37) dalam bukunya yang berjudul “Krisis dan Bencana Lingkungan Hidup Global” membahas mengenai kerusakan lingkungan dan pencemaran lingkungan. Paus Fransiskus selanjutnya membahas mengenai perubahan iklim dan dampaknya bagi kehidupan manusia “Perubahan iklim merupakan masalah global dengan dampak buruk untuk lingkungan, masyarakat, ekonomi, perdagangan dan politik” (LS, 25).

Perubahan iklim ini berkaitan dengan hilangnya keanekaragaman hayati yang terdapat dalam LS 32-42 dijelaskan bahwa ada beberapa penyebab musnahnya spesies, bisa terjadi karena pengurasan sumber daya alam ataupun karena perburuan besar-besaran selain itu musnahnya spesies juga dapat dipengaruhi oleh perubahan iklim. Kepunahan spesies ini cepat atau lambat akan membawa dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Paus Fransiskus juga secara terang-terangan memberikan gambaran kenyataan sesungguhnya yang dialami oleh manusia, seperti telah terjadinya penurunan kualitas hidup dan kemerosotan sosial (LS, 43-47).

Penurunan kualitas hidup ini disebabkan oleh “ pertumbuhan banyak kota secara berlebihan dan tidak terkendali hingga tidak sehat lagi untuk dihuni, bukan hanya karena polusi yang disebabkan oleh emisi gas beracun, tetapi juga sebagai akibat dari kekacauan perkotaan, masalah transportasi, polusi visual dan kebisingan” (LS, 44). Selanjutnya secara khusus Paus Fransiskus menyoroti ketimpangan global yang sangat berdampak bagi orang miskin dan lemah. Sering

tak ada paham yang jelas terhadap permasalahan yang secara khusus menyangkut mereka yang dikucilkan.

Padahal mereka merupakan sebagian besar penduduk bumi miliaran orang. Hari-hari ini, mereka sering disebut dalam diskusi politik dan ekonomi internasional, tetapi sekarang terkesan bahwa permasalahan mereka hanya ditampilkan sebagai embel-embel, sebagai kewajiban tambahan atau sampingan jika tidak dianggap sebagai kerugian sampingan. Bahkan pada saat aksi nyata mereka sering diberi giliran terakhir (LS, 49). Permasalahan orang miskin dan lemah tidak ditangani secara serius dan bahkan disentuh sedikitpun mereka dibiarkan terus merasakan penderitaan.

Bahasan dan usaha untuk mensejahterakan orang miskin dan kaum lemah di berbagai bidang hanyalah sebagai formalitas saja dan tidak direalisasikan. Tanggapan orang-orang lemah dalam bab pertama ini juga disoroti oleh Paus Fransiskus (LS, 53-61). Pada bagian ini Paus Fransiskus menjelaskan bahwa perjuangan sekelompok pecinta alam yang berjuang demi kelestarian alam belum mendapat perhatian khusus dari media khalayak ramai. “Setiap upaya kelompok-kelompok masyarakat untuk membawa perubahan dipandang sebagai gangguan berdasarkan ilusi romantis atau sebagai hambatan yang harus dielakkan (LS, 54). Sering kali dalam usahanya mereka harus menghadapi teror dan intimidasi. Publik lebih tertarik membicarakan berita-berita dari dunia hiburan dan politik dibanding dengan memperdulikan masalah lingkungan yang sedang dihadapi.

Bab kedua Laudato Si’ berjudul “Kabar Baik Penciptaan” (LS, 62-100), pada bab kedua ini Paus Fransiskus mengatakan bahwa seruan dalam Laudato Si’

ditujukan kepada seluruh umat manusia dan juga menggunakan pendekatan tradisi Gereja Katolik. Hal ini guna memotivasi orang Kristen dan juga orang beriman lainnya agar terus melindungi alam dan saudara – saudaranya yang rentan (LS, 64). Paus Fransiskus dalam bab kedua ini menuliskan kutipan-kutipan alkitab yang menjadi dasar perawatan lingkungan hidup. Paus Fransiskus juga mengingatkan kembali mengenai kisah penciptaan manusia, serta menggambarkan relasi Allah, manusia dan alam yang saling terkait.

Pada awalnya hubungan ini harmonis kemudian rusak akibat tindakan manusia yang tidak tepat dalam menempatkan dirinya dengan ingin menjadi seperti Allah (LS, 65-66). Dalam LS, 67-75, Paus Fransiskus mengutip lebih dari tiga puluh ayat Kitab Suci terlebih perjanjian lama ini sebagai seruan bagi manusia untuk kembali menyadari tempatnya di antara seluruh ciptaan dengan menekankan tugas manusia sebagai penggarap dan pelestari alam raya. Bab kedua ini berupaya menyadarkan manusia akan tanggung jawab serta membuka mata hati agar manusia menyadari tindakannya yang merusak alam dan telah menyebabkan kesalahan fatal dalam menafsirkan tempat dan peranannya di antara ciptaan lain, yang berujung pada penderitaan bagi seluruh ciptaan.

Dari kutipan Kitab Suci yang digunakan dalam bab kedua ini Paus Fransiskus ingin menegaskan bahwa Tuhan adalah pencipta dan pembebas bagi seluruh makhluk dengan cinta kasih-Nya ia memberikan jalan pembebasan (LS, 71). Ditegaskan juga bahwa Allah, manusia dan seluruh ciptaan saling terhubung, jika manusia melakukan kesalahan dengan melawan Allah maka akan menyebabkan kerusakan bagi alam semesta.

Selanjutnya pada bab ketiga berjudul “Akar Manusiawi Krisis Ekologi” (LS 101-136). Paus Fransiskus menjelaskan akar terjadinya krisis ekologi akibat tindakan manusia “Akan tidak berguna untuk menggambarkan gejala-gejala krisis ekologis tanpa mengakui akarnya dalam manusia” (LS, 101). Paus Fransiskus mengakui kontribusi perkembangan teknologi dan ilmu pengetahuan patut disyukuri karena telah memberikan banyak keuntungan bagi manusia sekarang ini (102-103). Namun beliau juga menyatakan keprihatinannya bahwa perkembangan ini menyebabkan manusia semakin berkuasa.

Kekuasaan manusia menempatkan seluruh ciptaan dalam situasi rawan, ada banyak krisis yang timbul akibat kegagalan manusia dalam menangani dampak penggunaan teknologi (LS,105). Dijelaskan juga bahwa kesejahteraan umum bukan hanya untuk manusia saja melainkan untuk seluruh alam semesta. Kesejahteraan perlu diupayakan bagi semua makhluk, kita juga perlu memikirkan mengenai kesejahteraan anak cucu kelak. Paus Fransiskus menyebutkan bahwa segala ciptaan saling terhubung, kepedulian terhadap alam tidak sejalan dengan tindakan aborsi (LS, 120). Paus Fransiskus menekankan perlindungan terhadap embrio manusia, dan juga anak-anak makhluk lainnya karena tanpa makhluk lain manusia tidak dapat bertahan.

Laudato Si’ pada bab empat berjudul “Ekologi Integral” (LS, 137-162), Paus Fransiskus pada bab ini berupaya menjawab persoalan umat manusia yang mencakup aspek lingkungan, sosial maupun ekonomi. Bagian pertama bab ini membahas ekologi lingkungan, ekonomi dan sosial, beliau menjelaskan kaitan masing-masing aspek biologis, sistem ekonomi dan sosial dengan krisis lingkungan

hidup (LS, 140-142). Bagian kedua mencakup ekologi budaya. Pada bagian ini Paus Fransiskus berupaya mendorong kita memberi perhatian, menghargai keindahan terlebih berpartisipasi dalam melestarikan budaya lokal.

Sebab “hilangnya suatu budaya dapat sama serius atau lebih serius daripada hilangnya spesies tanaman atau binatang” (LS, 145). Bagian ketiga dalam bab ini yaitu ekologi sehari – hari (147-155). Pada bagian ini Paus Fransiskus menggali aspek ekologi. Beliau mengungkapkan bahwa sikap dan cara manusia melihat kehidupan menaruh perasaan, bertindak dipengaruhi oleh situasi sekitar, sehingga jika berada di lingkungan yang kacau, tercemar dan bising mempersulit kita untuk membangun sebuah identitas yang utuh dan bahagia (LS, 147). Paus Fransiskus juga melihat bahwa kekuatan cinta kasih amatlah berperan dalam menghancurkan batas-batas ego yang sering kali mencuat akibat tertekan hidup.

Kemurahan hati orang maupun kelompok mengubah efek negatif dan belajar untuk hidup terarah di tengah-tengah kekacauan (LS, 148). Bagian kelima Paus Fransiskus juga mendorong komunitas manusia, untuk memperhatikan keadilan sosial antar kelompok, penghargaan terhadap martabat manusia serta kepedulian terhadap kaum miskin (LS, 156-158). Pada bagian akhir dalam bab ini Paus Fransiskus membahas mengenai keadilan setiap generasi, terutama bagi generasi selanjutnya. Paus Fransiskus mengajak kita berbicara mengenai dunia seperti apa yang akan kita wariskan kepada anak dan cucu kita kelak (LS, 160).

“Beberapa Pedoman untuk Orientasi dan Aksi” merupakan judul dari bab lima Laudato Si’ ( LS, 163-201). Dari bab ini Paus Fransiskus memberikan pemahaman bahwa ensiklik Laudato Si’ ditujukan bagi semua umat manusia bukan

hanya bagi orang Katolik saja (LS, 164). Melalui bab lima ini Paus Fransiskus mendorong secara global untuk memberikan keadilan lingkungan hidup bagi semua orang dan menghapus ketidaksetaraan yang terjadi dengan bersama-sama memerangi kemiskinan (LS, 170-175). Selain itu Paus Fransiskus juga meminta ketegasan dalam bidang hukum dan politik dari semua negara untuk mempedulikan kepentingan semua pihak bukan hanya menggunakan kekuasaan secara sewenang-wenang demi kepentingan pribadi atau sekelompok orang (LS, 176-181).

Bagian berikutnya Paus Fransiskus menyoroti sistem ekonomi yang tidak sehat sebab sistem ekonomi yang ada saat ini hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan kepentingan masyarakat, terlebih karena dalam masalah ini alam dan orang miskin tidak mampu bersuara serta semakin tersingkirkan (LS, 189-195). Pada bagian akhir bab lima ini Paus Fransiskus menyoroti politik yang dikuasai oleh sistem ekonomi dan pembuat kebijakan-kebijakan dapat dibeli demi keuntungan segelintir orang saja (LS, 196-198).

Bagian akhir Laudato Si’ yaitu bab keenam berjudul “Pendidikan dan Spiritualitas Ekologi” (LS, 202-246). Dalam bab ini Paus Fransiskus menyerukan agar seluruh umat manusia melakukan tindakan nyata dalam upaya perawatan lingkungan. Tindakan ini dapat dimulai dari perubahan pada gaya hidup ke arah pelestarian lingkungan hidup, terutama meninggalkan gaya hidup yang konsumtif (LS, 203-208). Paus Fransiskus juga menuliskan dampak positif dari perubahan gaya hidup yang kita lakukan yaitu:

Perubahan gaya hidup bisa membawa tekanan yang sehat pada mereka yang memegang kekuasaan politis, ekonomis dan sosial. Inilah yang terjadi ketika gerakan-gerakan konsumen berhasil membuat orang memboikot produk tertentu; dengan demikian mereka menjadi efektif dalam mengubah

perilaku perusahaan, memaksakannya untuk mempertimbangkan dampak ekologis dan pola produksinya (LS, 206).

Paus Fransiskus dalam LS, 209 mengatakan bahwa “Kesadaran terhadap krisis budaya dan ekologis yang serius harus diterjemahkan ke dalam kebiasaan baru. Pencapaian saat ini hanya untuk memuaskan kenikmatan saja, belum sampai pada memberikan makna dan sukacita pada hati manusia. Oleh sebab itu perlu adanya perubahan yang besar pada kebiasaan manusia. Orang muda juga harus memiliki kepekaan dan bertumbuh dalam lingkungan yang mendukungnya mengembangkan kepekaan ekologi. Dalam hal ini Paus Fransiskus mendorong pendidikan ekologi melalui berbagai konteks sekolah, keluarga media komunikasi, katekese.

Paus Fransiskus menyerukan bahwa pelaksanaan pendidikan ekologis ini perlu memperhatikan berbagai tingkat keseimbangan ekologi: di tingkat internal peserta didik dengan dirinya sendiri, tingkat sosial dengan orang lain, tingkat alami dengan semua makhluk hidup dan tingkat spiritual dengan Allah. Pendidikan ekologi juga perlu mempersiapkan peserta didik untuk bisa melakukan lompatan ke “Misteri” yang memberi etika lingkungan dengan maknanya yang mendalam. Para pendidik juga diingatkan untuk mengembangkan jalur-jalur pedagogis demi membantu peserta didik bertumbuh dalam solidaritas, dalam tanggung jawab dan dalam perawatan penuh cinta kasih (LS, 210).

Selain itu Paus Fransiskus dalam LS 216-221 menyerukan pertobatan ekologis sebagai bentuk penyesalan akibat kekeliruan dan tindakan yang merugikan atau merusak ciptaan lainnya. Pada bagian ini Paus Fransiskus juga menegaskan perlunya kesadaran bahwa seluruh ciptaan saling terkait dan membentuk

persekutuan yang menggambarkan kemahadahsyatan Allah sebagai pencipta. Pada bagian selanjutnya Paus Fransiskus mengangkat tema “Sukacita dan Kedamaian” yang mendorong kita untuk mengambil pelajaran dari berbagai tradisi agama dan pendahulu serta Kitab Suci yang berkaitan dengan kesederhanaan (LS, 222-227).

Dilanjutkan dengan tema “Cinta dalam Bidang Sipil dan Politik”, Paus Fransiskus berbicara mengenai cinta dalam konteks persaudaraan universal dimana melalui tindakan sederhana kita dapat mewujudkan kepekaan terhadap seluruh makhluk dengan berpartisipasi dalam aspek sosial dan politik yang membangun dunia ke arah yang lebih baik (LS, 228-232). Dalam sub bab berjudul “Tanda-tanda Sakramental dan Istirahat yang Dirayakan”. Paus Fransiskus menjelaskan makna mistis dari setiap ciptaan sebagai gerakan hati menemukan Allah dalam segala sesuatu (LS, 233-237).

Paus Fransiskus menjelaskan mengenai relasi antara manusia dengan Allah Tritunggal, dengan orang lain dan dengan semua makhluk dalam tema “Allah Tritunggal dan Hubungan antara Makhluk” (LS, 238-240). Dimana dalam diri manusia dan dalam seluruh alam raya hadir dinamika Tritunggal. Paus Fransiskus dalam tema berikutnya juga membahas mengenai peran Bunda Maria sebagai Bunda Yesus Kristus dan bunda seluruh ciptaan “Maria, Bunda yang merawat Yesus, sekarang merawat dunia yang terluka ini dengan kasih sayang dan rasa sakit seorang ibu” (LS, 241).

Pada bagian akhir ensiklik Laudato Si’ Paus Fransiskus menjelaskan tema mengenai “Melampaui Matahari” di mana kita dalam pengembaraan kita di dunia

ini bersama makhluk lainnya diajak tetap berjuang dalam pengharapan dan sukacita menuju Yerusalem baru, Rumah Bersama Bapa di Surga (LS, 243-245).

Dokumen terkait