• Tidak ada hasil yang ditemukan

3. DOKUMEN DAN KETETAPAN SINODE HKBP

3.4. Dokumen Sinode HKBP

Dokumen ketiga HKBP ini merupakan kumpulan pengakuan-pengakuan warga jemaat HKBP tentang unsur-unsur kepercayaannya di dalam keKristenan. Dokumen ini merupakan suatu keabsahan yang signifikan tentang bagaimana pemahaman teologi HKBP sebagai organisasi gereja yang hadir dan bertumbuh di tengah-tengah iman umat percaya terhadap Kristus. Berdasarkan hasil sejarah, dokument konfessi ini dibagi menjadi dua bagian, yakni pengakuan iman percaya HKBP tahun 1951 dan 1996. Di dalamnya berisikan 18 pasal ajaran mengenai pandangan teologi HKBP terhadap unsur-unsur agama Kristen Protestan.

Secara khusus mengenai para pelayan gereja, terdapat beberapa hal penting yang perlu dimaknai. Dalam pasal 9 konfessi HKBP tahun 1951, dinyatakan bahwa para pelayanan merupakan saksi Kristus yang terpanggil untuk menunaikan tugas Kristus, yaitu sebagai Nabi, Imam dan Raja (1 Kor 12:28). Para pelayan ini juga memiliki tugas, yakni: Memberitakan Injil kepada anggota-anggota gereja dan di luar gereja; pelayanan sakramen; menggembalakan anggota jemaat; menjaga kemurnian ajaran, melakukan tuntunan jiwa, melawan ajaran sesat; dan melakukan pekerjaan

diakonia. Dengan demikian setiap pelayan harus menolak dan melawan pendirian yang meniadakan jabatan tahbisan dan tidak menentang tugas tahbisan yang diberikan kepadanya.5

b. Agenda

Agenda (atau Tata Ibadah HKBP) adalah sebuah buku yang berisikan kumpulan tata ibadah yang dipakai oleh gereja-gereja Huria Kristen Batak Protestan (HKBP). Kata Agenda berasal dari bahasa Latin yang berarti menunjukkan sebuah daftar tentang hal-hal yang akan dikerjakan; kemudian kata itu digunakan oleh gereja-gereja protestan di Jerman Agende atau “Kirchenagende”, yakni sebuah buku kumpulan tata ibadah yang dipakai oleh gereja, antara lain: kebaktian minggu biasa, kebaktian dengan perjamuan kudus, dengan baptisan, naik sidi, pemberkatan nikah, pemakaman, ordinasi (die Ordination zum Predigtamt), dan lain-lain. Padanannya sebelum masa Reformasi adalah Agenda missarum (perayaan messe), agenda mortuorum (perayaan mengenang para orang mati), dan lain-lain. Kumpulan Tata Ibadah HKBP pun dikenal dengan nama “Agende” (dulu) atau “Agenda” (kini) sesuai dengan pemakaian kata itu oleh gereja-gereja asal para misionaris yang bekerja di Tanah Batak (1861 – 1940).6

Di dalam Agenda, ada tata ibadah minggu, yakni yang mengatur susunan dan mekanisme ibadah minggu. Pelaksanaan perayaan hari-hari besar Kristen berkaitan erat dengan tata ibadah minggu tersebut, sehingga secara keseluruhan isi Agenda saling terkait dan berhubungan. Di samping itu, dalam Agenda dicantumkan juga ibadah-ibadah khusus, seperti pelaksanaan baptisan, pemberkatan nikah, penahbisan pelayan, salah satunya pendeta. Harus diakui bahwa Agenda memberikan ketentuan dan pengaruh kuat dalam peribatan yang dilaksanakan di HKBP. Nilai spiritualitas HKBP dapat ditemukan di dalam pelaksanaan Agenda tersebut. Oleh karena itu, pelaksanaan Agenda HKBP adalah jati diri HKBP sendiri.7 Tentu, sebagai jati diri

5

Pengakuan Iman HKBP, (Pematangsiantar: Percetakan HKBP, 2013), 63-64. 6

J. R. Hutauruk, Tata Ibadah Minggu HKBP, (Jakarta: HKBP Distrik VIII Jawa Kalimantan, 2008), 59.

7

Bungaran Simanjuntak, Konsepku Membangun Bangso Batak: Manusia, Agama dan Budaya, (Jakarta: Obor), 335.

HKBP, pendeta juga mengambil peran penting dalam menghidupi nilai spiritualitas yang terkandung dalam Agenda tersebut. Sebagaimana Dalam agenda HKBP tugas jabatan pendeta adalah suatu tugas yang kudus. Oleh karena itu diperhatikan kepada para pendeta agar sungguh-sungguh menyadari betapa berat dan mulianya tugas jabatan tersebut. Tugas jabatan pendeta menurut agenda HKBP adalah sebagai berikut:8

a. Memelihara harta yang telah diterima dari Yesus Kristus seperti yang dilakukan oleh gembala, memelihara yang dipercayakan kepadanya agar jangan tersesat, karena kelak akan mempertanggungjawabkannya di hadapan Tuhan, menjadi teladan dan memberitakan Yesus Kristus yang diutus Allah untuk memperbaharui persekutuan manusia dengan Allah, karena dialah jalan kepada kehidupan, jalan kepada pertobatan dan jalan untuk kerukunan manusia dengan Allah.

b. Kesungguhan dalam menasehati mereka yang mau datang hidup dalam kerendahan kepada Allah, demikian juga kesungguhan dalam menegor mereka yang tidak mau datang kepada kehidupan, agar tidak seorangpun yang menjadi sesat karena tidak ada nasehat, sehingga mereka tidak dituntut sebagai seorang pendeta.

c. Memelihara kedua pekerjaan kudus, yaitu sakramen perjanuan kudus dan babtisan kudus. Meneliti dan mengamati para anggota jemaat agar hanya mereka yang patut dan yang mengenal dosa-dosanya dan menyesali perbuatan-perbuatannya yang layak mengikuti perjamuan kudus.

d. Tekun mendidik dan memelihara anak-anak seperti yang dilakukan oleh Yesus Kristus.

e. Menjaga dan memelihara seluruh anggota jemaat termasuk kepada para janda, kaum bapa dan kaum ibu, anak laki-laki dan anak perempuan seperti yang diperbuat oleh Rasul Paulus.

8

Tata Pentahbisan Pendeta dalam Agenda HKBP, (Pearaja Tarutung: Kantor Pusat HKBP, 2003),

f. Memiliki cara hidup yang baik agar menjadi contoh dan teladan bagi mereka yang digembalakan; teladan dalam perkataan, cara hidup, iman dan kasih. Hendaklah sepakat terhadap sesama pendeta. Didalam kepatuhan kepada Allah janganlah berpikir sendiri-sendiri dan berselisih paham, serta saling memfitnah, agar memperoleh seperti apa yang didoakan oleh Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya: “Supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti engkau ya Bapa, didalam Aku dan Aku didalam Engkau, agar mereka juga didalam Kita, supaya dunia percaya bahwa Engkaulah yang telah mengutus Aku.

c. Tata Dasar dan Tata Laksana HKBP

Dokumen kedua ini merupakan hasil amandemen kedua HKBP pada tahun 2002. Dalam bahasa batak dokumen ini dinamakan aturan dohot paraturan HKBP

2002 dung amandemen paduahon. Tata dasar dan tata laksana HKBP ini merupakan

ketentuan-ketentuan pokok yang mendasar dan ketentuan-ketentuan pelaksanaan ruang lingkup HKBP. Dokumen ini ditujuankan untuk menata kehidupan gereja yang meliputi persekutuan, kesaksian, pelayanan, penatalayanan dan pembangunan demi mewujudkan visi, misi serta prinsip utama HKBP. Adapun cakupan atas ketiga hal ini yaitu:9

i. Visi

HKBP menjadi berkat bagi dunia. ii. Misi

a. Beribadah kepada Allah Tri Tunggal Bapa, Anak, dan Roh Kudus dan bersekutu dengan saudara-saudara seiman.

b. Mendidik warga jemaat supaya sungguh-sungguh menjadi anak Allah dan warganegara yang baik.

c. Mengabarkan Injil kepada yang belum mengenal Kristus dan yang sudah menjauh dari gereja.

d. Mendoakan dan menyampaikan pesan kenabian kepada masyarakat dan Negara.

9

e. Mengggarami dan menerangi budaya Batak, Indonesia dan Global dengan Injil.

f. Memulihkan harkat dan martabat orang kecil dan tersisih melalui pendidikan, kesehatan dan pemberdayaan ekonomi masyarakat.

g. Mengembangkan kerjasama oikumene antar gereja dan membangun dialog lintas agama.

h. Mengembangkan penatalayanan (pelayan, organisasi, administrasi, keuangan dan aset) yang bersih, rapi, transparan, akuntabel dan melaksanakan pembangunan gereja.

iii. Prinsip

a. Sikap inklusif, dialogis dan terbuka; b. Kasih dan cara-cara tanpa kekerasan; c. Transparansi dan akuntabilitas;

d. Keadilan, perdamaian dan keutuhan ciptaan;

Demi mewujudkan ketiga dasar HKBP tersebut, para pelayan dan jemaat merupakan aktor langsung dalam ruang lingkup pelayanan di tengah-tengah gereja dan masyarakat. Secara khusus, para pelayan HKBP adalah warga jemaat yang terpanggil dan terpilih untuk mempersembahkan dirinya melayani di tengah-tengah gereja. Dalam tata dasar Bab XI tentang pelayan dinyatakan bahwa pelayan di HKBP dibagi menjadi dua bagian, yakni pelayan tahbisan dan non-tahbisan. Pelayan tahbisan adalah para pelayan penuh waktu yang diangkat dan ditahbiskan oleh HKBP sesuai dengan Agenda HKBP dan diakui oleh HKBP. Sedangkan pelayan non-tahbisan adalah warga jemaat paruh waktu atau sukarela yang mempersembahkan dirinya sesuai dengan karunia yang diberikan Tuhan kepadanya.10 Dalam tata laksana Bab VI tentang jabatan tahbisan di HKBP, seorang pendeta harus bertugas sebagaimana tertera dalam Agenda Penahbisan Kependetaan HKBP. Tujuh tahbisan pendeta tersebut haruslah dihayati dan dilakukan sepanjang masa pelayanannya sebagai pendeta. Jika tidak, maka seorang pendeta tersebut akan diberhentikan dari

10

jabatan tahbisannya. Demikian juga proses pemberhentian akan diatur berdasarkan dokumen Aturan Pengembalaan dan Sanksi HKBP.11

d. Aturan Pengembalaan dan Sanksi HKBP

Dokumen ini merupakan aturan gereja dalam mengembalakan dan memberikan sanksi kepada warga jemaat yang melawan kekudusan gereja. Pendeta merupakan aktor utama yang menjalankan pengembalaan warga gereja. Dalam kehidupan gereja, pada umumnya ada tiga bentuk kesalahan para pendeta, yaitu kesalahan administrasi gereja; kesalahan terhadap kekudusan tahbisan pendeta; dan kesalahan yang berkaitan dengan pengakuan iman pendeta. Maka, di dalam bagian I dalam dokumen ini dinyatakan bahwa pendeta yang adalah sebagai pengembala jemaat sudah seharusnya memiliki karakter sebagai berikut:12

a. Karakter penguat dan pembaharu jemaat;

Ciri pendeta ini mengarah pada sifat yang lebih mumpuni melindungi, mengarahkan serta mentransformasi baik iman, pikiran dan tingkah laku jemaat dalam kehidupan bergereja dan bermasyarakat. Karakter tersebut memberikan sokongan moral terhadap jemaat yang membutuhkan, agar pilar kehidupan jemaat semakin kuat dan terarah demi kemuliaan nama Tuhan. Sehingga, keragu-raguan, rasa takut hingga menyerah dapat ditinggalkan ke suatu sikap yang membawa perubahan hidup orang beriman.

b. Menghidupi sikap kasih;

Dalam karakter ini, pendeta harus memiliki sikap kasih diatas segala tindakan pelayanannya. Artinya, pendeta lebih mengutamakan dasar perbuatannya melalui kasih terhadap jemaat, bukan semata-mata melalui pemikirannya sendiri. Dasarnya adalah dikarenakan Allah telah mengasihi umat ciptaan-Nya, demikian juga pendeta memahami dan menghidup sikap kasih tersebut dalam bertindak dan menjawab segala keputusan yang ada di tengah-tengah gereja.

11

Aturan Dohot Peraturan HKBP, (Pematangsiantar: Percetakan HKBP, 2015), 120-121. 12

Ruhut Parmahanion dohot Paminsangon: RPP HKBP, (Pematangsiantar: Percetakan HKBP,

c. Tidak sekedar sebagai seorang hakim yang mengadili;

Pendeta bukanlah hakim, namun meski demikian pendeta bertanggungjawab dalam menghadapi setiap permasalahan moral jemaat di tengah-tengah kebenaran perintah Allah. Beban serta tanggungjawab besar yang hendak dipahami oleh pendeta adalah bahwa hukuman (siasat gereja) yang diberikan gereja terhadap jemaat bukan menjadikan pendeta hanya sebatas si pemberi ganjaran saja, melainkan juga mampu membimbing, mengembalai jemaat semakin terarah dan menghidupi perintah Tuhan dalam imannya. Sehingga, pendeta tidak akan sewenang-wenang bahkan tinggi hati dalam melakukan suatu hukuman terhadap jemaatnya.

d. Memiliki roh pengembala;

Karakter ini tentu lebih spesifik mengarah pada kehendak dan kuasa Allah dalam hal interpersonal pendeta dengan Allah di dalam dirinya. Secara spiritual, pendeta haruslah memiliki nilai-nilai kekudusan yang lebih kuat dan kokoh dalam mengahadapi jemaat. Kekuatan menggembalakan jemaat tersebut tentu diberikan oleh Allah melalui penyertaan Roh Kudus di dalam diri pendeta tersebut. Hal ini menjadi kunci bahwa Allah adalah pengerak utama seluruh sikap yang dicantumkan sebelumnya.

Keempat karakter utama ini merupakan ciri utama sikap pengembalaan Kristus di dalam kehidupan pelayanannya di tengah-tengah jemaat. Pendeta adalah kehendak pemilihan Allah sebagai wakil-Nya untuk mengembalakan jemaat. Sebagai kehendak pemilihan Allah terhadap jabatan para pengembala, maka hidup dan kehidupan para pelayan juga milik Allah, bukan milik dirinya sendiri atau lembaga gereja. Sehingga, para pendeta haruslah mampu mengalahkan kuasa kejahatan dari dalam dirinya ataupun dari luar dirinya. Sebagaimana tugas utama para pendeta untuk mewujudkan gereja yang kudus, maka sikap para pendeta jugalah harus kudus kerena Allah juga mencintai kekudusan umatNya di dalam KerajaanNya. (Im 19: 2; Yes 6: 3; Mat 5: 48; 1 Pet 1: 15-16).

Dokumen terkait