5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 5.1 Hasil
5.1.3 Dominansi Jenis Tumbuhan pada setiap Tipe Tutupan Lahan
Secara rinci komposisi jenis tumbuhan disetiap tipe tutupan lahan dapat dilihat pada lampiran 9, 10, 11 dan 12. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang dominan di setiap tipe tutupan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.2.
Tabel 5.1.2 Dominansi jenis tumbuhan di setiap tipe tutupan lahan No. Tipe Tutupan Lahan Tingkat Pertumbuhan Jenis Tumbuhan Dominan Jumlah Jenis K (ind/ha) F D (m2 INP /ha) (%) H’ 1. Tanah Kosong - - - - - - 2. Rumput- Rumputan Tumbuhan bawah Digitaria sanguinalis 10 108,3 0,33 - 95 0,26 3. Semak Belukar - Waltheria indica 11 191,6 0,66 - 28 0,98 4. Hutan Tanaman Pohon Tectona grandis 3 450 1 5,40 250 0,07 5. Hutan Campuran Penutup tanah Pancang Mimosa pudica Hopea bancana 6 283,3 1 - 65 2,28 2 175 1 - 163 Tiang Pohon Baccaurea racemosa 2 141,6 1 0,41 189 Eugenia cymosa 6 141,6 1 0,61 63
Berdasarkan data pada Tabel 5.1.2, jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap tipe tutupan lahan yang ada memiliki fungsi dan karakteristik masing-masing. Jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan yakni Digitaria sanguinalis (L.) (INP 95%) di rumput- rumputan, Waltheria indica (L.) (INP 28%) di semak belukar, Tectona grandis (INP 250%) di hutan tanaman, serta Mimosa pudica (INP 65%), Hopea bancana (INP 163%), Baccaurea racemosa (INP 189%), dan Eugenia cymosa (INP 63%) di hutan campuran. Suatu jenis tumbuhan dapat merupakan jenis tumbuhan indikator apabila memiliki nilai INP yang tinggi, terutama dibandingkan dengan nilai INP tertinggi kedua dan seterusnya. Dominansi merupakan pengukuran nilai jumlah spesies per luas basal area dari tumbuhan tersebut. Secara ekologi indeks nilai penting diperlihatkan oleh suatu spesies merupakan indikasi bahwa spesies yang bersangkutan dianggap dominan pada kondisi habitat tersebut.
Selanjutnya keanekaragaman pada tipe tutupan lahan rumput-rumputan, semak belukar, dan hutan tanaman termasuk kategori rendah sedangkan pada tipe
tutupan lahan hutan campuran dikategorikan sedang. Menurut Muller (1974) dikemukakan bahwa komposisi bervegetasi hutan alami yang telah terbentuk dalam jangka panjang akan memperlihatkan fisiognomi, fenologi dan gaya regenerasi yang lambat dan cenderung mantap, sehingga dinamika floristik komunitas hutan tidak terlalu nyata dan mencolok. Dalam konteks ini pergantian generasi atau regenerasi spesies seakan-akan tidak tampak, akibatnya jarang dijumpai spesies tertentu yang kemudian muncul dominan, karena semua spesies telah beradaptasi dalam jangka waktu yang lama.
Jenis Tumbuhan Digitaria sanguinalis
Digitaria sanguinalis adalah spesies rumput dikenal dengan rumput kepiting berbulu atau rumput kepiting besar. Jenis rumput ini adalah salah satu spesies yang dikenal hampir di seluruh dunia sebagai gulma pada umumnya. Jenis ini merupakan rumput tahunan dengan perbungaan hingga sembilan sangat panjang dan sangat tipis serta memiliki cabang beranting. Setiap cabang dilapisi dengan pasangan gabah yang sangat kecil dan perbungaan berwarna kemerahan atau keunguan (Moody, 1984).
Benih-benih dari jenis rumput tersebut dimakan dan telah digunakan sebagai gandum di Jerman dan terutama Polandia, serta seringkali dibudidayakan. Rumput ini juga sangat bergizi, terutama pasca tanaman memproduksi benih. Hal ini sering dipergunakan untuk memberikan pakan untuk hewan, atau dipotong dan dipaketkan sebagai jerami. Dibandingkan dengan rumput lain, rumput ini memiliki persentase protein yang relatif tinggi. Seringkali petani menggarap jenis rumput ini pada akhir musim semi, dengan maksud mendorong kualitas benih rumput kepiting.
Rumput kepiting untuk konsumsi manusia tentu harus dipanen dengan tangan agar menghasilkan gandum sepanjang musim panas. Dengan menggunakan mesin panen akan membutuhkan waktu berbulan-bulan sehingga banyak benih yang akan terbuang sia-sia. Rumput ini menghasilkan biji-bijian dalam jumlah yang sangat banyak. Biji-bijian tersebut merupakan gulma halus berfungsi sebagai mulsa dan dapat bertahan baik pada cuaca panas dan kekeringan. Adaptasi membuatnya menjadi kandidat untuk lingkungan pertanian kecil.
Kegunaan rumput ini untuk transmigran pada abad kesembilan belas sebagai rumput yang telah membuat benih, tetapi dengan berjalannya waktu dianggap sebagai gangguan yang tidak menarik. Rumput ini sering mengambil keuntungan dari kesuburan sehingga tanah menjadi tidak subur dan kekeringan, hal ini mengakibatkan melemahnya jenis rumput yang lain. Sulit untuk memusnahkan jenis rumput ini karena akan menumbuhkan, dan dengan menggunakan bahan kimia kemungkinan akan merugikan rumput di sekitarnya. Cara kontrol yang paling efisien adalah menarik sebagian rumput dan menjaga sisa rumput dengan disiram dan dipangkas pada ketinggian dua sampai tiga inci (Luis, 1983).
Jenis Tumbuhan Waltheria indica
Waltheria indica merupakan semak yang memiliki tinggi mencapai 2 m dan 2 cm diameter batang. Jenis tumbuhan ini mempunyai akar tunggang yang lemah, akar kuat lateral, dan akar halus berlimpah. Akar berwarna coklat dan fleksibel. Semak ini biasanya tunggal, memiliki batang kuat yang muncul dari tanah, tapi sering juga
tumbuh cabang dekat tanah. Biasanya memiliki ciri-ciri tegak dan agak bercabang. Batang muda dan daun ditutupi warna abu-abu, beludru. Daun alternatif sempit berbentuk bulat telur atau lonjong berbentuk hati, bergigi tepi beraturan dan Panjang tangkai antara 0,5-3,3 cm (Moody, 1984).
Waltheria indica tumbuh pada lahan tropis dan sub tropis. Howard (1989) menunjukkan bahwa spesies ini asli dari Florida dan Texas. Jenis semak ini tumbuh di lahan kering, berdrainase baik dan habitat lembab. Spesies ini menempati daerah yang dapat menerima curah hujan tahunan dari 750-1800 mm dan lebih dari 400 m dari elevasi. Species ini dapat ditemukan di lapangan tua, lokasi kontruksi, pinggir jalan, hutan terbakar dan padang rumput. Jenis ini memiliki naungan toleran dan tidak akan bertahan dalam tajuk pohon tertutup dan tidak dapat bersaing dengan jenis rumput lain serta tahan pada keadaan kekeringan dan tanah sedikit mengandung garam.
Jati adalah sejenis
Jenis Tumbuhan Tectona grandis
berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30- di musim kemarau. Jati dikenal dunia dengan nama teak ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f. Jati memiliki batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jawa, bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanamaAntocephalus cadamba) padahal mereka dari jenis yang berbeda.
Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.
Daun umumnya besar, bulat telur terbalik, berhadapan, dengan tangkai yang sangat pendek. Daun pada anakan pohon berukuran besar, sekitar 60-70 cm × 80-100 cm; sedangkan pada pohon tua menyusut menjadi sekitar 15 × 20 cm. Berbulu halus dan mempunyai rambut kelenjar di permukaan bawahnya. Daun yang muda berwarna kemerahan dan mengeluarkan getah berwarna merah yang muda berpenampang segi empat, dan berbonggol di buku-bukunya. Bunga majemuk terletak dalam malai besar, 40 cm × 40 cm atau lebih besar, berisi ratusan kuntum bunga tersusun dalam anak payung menggarpu dan terletak di ujung ranting; jauh di puncak tajuk pohon. Tajuk mahkota 6-7 buah, keputih-putihan, 8 mm. Berumah satu. Buah berbentuk bulat agak gepeng, 0,5 – 2,5 cm, berambut kasar dengan inti tebal, berbiji 2-4, tetapi umumnya hanya satu yang tumbuh. Buah tersungkup oleh perbesaran kelopak bunga yang melembung menyerupai Nilai Rf pada daun jati sendiri sebesar 0,58-0,63 (Tsoumis, 1991).
Jati menyebar luas mulai dari daun di musi Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.
Kebutuhan jati dunia pada saat ini ± 70% dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati. Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).
Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl. Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.
Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.
Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati (Tsoumis, 1991).
Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa dan ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam. Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di
Daerah Gunung Kidul, Yogyakarta, yang gersang dan rusak parah sebelum 1978, ternyata berhasil diselamatkan dengan pola penanaman campuran jati dan jenis-jenis lain ini. Dalam selang waktu hampir 30 tahun, lebih dari 60% lahan rusak dapat diubah menjadi lahan yang menghasilkan. Penduduk setempat paling banyak memilih menanam jati di lahan mereka karena melihat nilai manfaatnya, cara tanamnya yang mudah, dan harga jual kayunya yang tinggi. Mereka mencampurkan
penanaman jati di kebun dan pekarangan mereka dengan mahoni (Swietenia mahogany), akasia (Acacia villosa), dan sonokeling (Dalbergia latifolia). Daerah Gunung Kidul kini berubah menjadi lahan hijau yang berhawa lebih sejuk dan memiliki keragaman hayati yang lebih tinggi. Perubahan lingkungan itu telah mengundang banyak satwa untuk singgah, terutama burung sebagai satwa yang kerap dijadikan penanda kesehatan suatu lingkungan. Selain itu, kekayaan lahan ini sekaligus menjadi cadangan sumberdaya untuk masa depan.
Jenis Tumbuhan Mimosa pudica
Putri malu atau Mimosa pudica adalah
menutup/"layu" dengan sendirinya saat disentuh. Walaupun sejumlah anggota polong-polongan dapat melakukan hal yang sama, putri malu bereaksi lebih cepat daripada jenis lainnya. Kelayuan ini bersifat sementara karena setelah beberapa menit keadaannya akan pulih seperti semula (Luis, 1983).
Tumbuhan ini memiliki banyak sekali nama lain sesuai sifatnya tersebut, seperti makahiya (Filipina, berarti "malu"), mori vivi (Hindia Barat), nidikumba (Sinhala, berarti "tidur"), mate-loi (Tonga, berarti "pura-pura mati") . Namanya dalam berarti "malu" atau "menciut".
Keunikan dari tanaman ini adalah bila daunnya disentuh, ditiup, atau dipanaskan akan segera "menutup". Hal ini disebabkan oleh terjadinya perubahan tekanan yang tidak ikut tersentuh. Gerak ini disebut seismonasti, yang walaupun dipengaruhi rangsang sentuha tidak peduli dari mana arah datangnya sentuhan.Tanaman ini juga menguncup saat matahari terbenam dan merekah kembali setelah matahari terbit.
Tanaman putri malu menutup daunnya untuk melindungi diri dari hewan pemakan tumbuha tanaman putri malu berwarna lebih pucat, dengan menunjukkan warna yang pucat, hewan yang tadinya ingin memakan tumbuhan ini akan berpikir bahwa tumbuhan tersebut telah layu dan menjadi tidak berminat lagi untuk memakannya (Moody, 1984).
Jenis Tumbuhan Hopea bancana
Pohon yang memiliki nama lokal hopea ini berukuran sedang dengan kulit kayu berlapis-lapis. Memiliki kayu keras dan ranting kelopak bunga yang keluar berwarna kekuning-kuningan, menempel di daun muda dan di dalam bagian daun bunga, yang keluar dalam pucuk daun. Pucuknya kecil, daun penunjangnya tidak kelihatan. Panjang daunnya 3,5-7,5 cm, bentuknya bulat telur dan berkulit semu, ujungnya runcing sampai 1,5 cm panjangnya. Tulang daunnya enam sampai delapan pasang dan tipis. Tangkai daun panjangnya 11-14 mm dan tipis. Sedangkan panjang malainya sampai 8 cm. berdahan tunggal panjangnya sampai 2 cm dan berbentuk bulat panjang (oval), dua kelopak bunganya yang keluar berbentuk oval, runcing, pucuk bunganya tiga dengan panjang 2 mm, serta benangsari 15. Buah panjangnya 2
mm dan keras, berbentuk bulat telur dan bergetah. Bijinya sampai sembilan yang masing-masing 6 mm. Pohon ini biasanya tumbuh di dataran rendah, dengan penyebaran ke Malesiana, dipusatkan di pulau Sumatera (Newman,1999).
Jenis Tumbuhan Baccaurea racemosa
Menteng, kepundung, atau (ke)mundung (terutama Baccaurea racemosa (Reinw.) Muell. Arg.; juga B. javanica dan B. dulcis) adalah dengan nama sama yang dapat dimakan. Sekilas buah menteng mirip dengan buah meskipun ada pula yang manis. Menteng dulu biasa ditanam di pekarangan namun sekarang sudah sulit ditemui akibat desakan penduduk dan penanaman tanaman buah lain yang lebih disukai. Tumbuhan ini asli dar
Baccaurea racemosa memiliki ciri-ciri pohon mencapai setinggi 10-25 m. Batang tegak, berkayu, bulat, kasar, percabangan simpodial, putih kecoklatan. Daun tunggal, tersebar, lonjong, tepi bergerigi, ujung runcing,pangkal membulat, pertulangan menyirip, panjang 7-20 cm, lebar 3-7,5 cm, tangkai silindris, hijau muda, panjang ± 2 cm, dan hijau. Bunga majemuk, berkelamin satu, di batang atau di cabang, tangkai silindris, panjang ± 10 cm, kelopak bentuk mangkok, benang sari empat sampai enam, bunga betina lebih besar dari bunga jantan,mahkota terbagi lima, kuning. Buahnya buni, bulat, berdiameter ± 2 cm, masih muda hijau setelah tua kuning. Bijinya bulat, diameter ± 0,5 cm, putih kekuningan. Akar tunggang dan putih kotor (Haegens, 2000).
Daun Baccaurea racemosa berkhasiat sebagai obat mencret dan untuk peluruh haid. Daun dan kulit batang Baccaurea racemosa mengandung saponin, flavonoida dan tanin, di samping itu daunnya juga mengandung alkaloids.
Jenis Tumbuhan Eugenia cymosa
Eugenia cymosa merupakan tumbuhan yang dikenal sebagai kopo dan kisireum di Jawa Barat. Adapun di Jawa Tengah dan Jawa Timur disebut manting. Tanaman ini tersebar di seluruh Jawa pada ketinggian 100-1200 m dpl, yakni di hutan campuran atau hutan jati.
Eugenia cymosa memiliki ciri-ciri pohon bertumbuh besar dan kuat, tingginya antara 2-5 m, cabang-cabangnya berbentuk galah berwarna coklat kemerahan. Daunnya berukuran 3-10 cm x 12,5 37 cm. Bunganya terletak di ranting, tapi kadang tumbuh diketiak daun paling atas dan bunganya bercabang. Tabung kelopak tingginya 8-15 mm, berwarna merah, tajuknya putih agak merah, panjangnya 1,5-2 cm. Tangkai sari sebelah bawah berwarna merah dan sebelah atau berwarna putih. Tangkai putik panjangnya 3,5-4,5 cm. Bunganya muncul sepanjang tahun. Demikian pula buahnya. Buahnya tidak enak dimakan, berukuran 2,75-3,5 cm, dan berwarna ungu-merah. Tanaman ini potensial untuk batang bawah. Meski besar, batangnya tak beraturan, bengkok-bengkok sehingga tak dimanfaatkan untuk bahan bangunan. Namun batang ini dapat digunakan untuk kayu bakar. Dan kulit kayunya dapat digunakan sebagai bahan pewarna yaitu berwarna kecoklatan (Heyne,1987).