• Tidak ada hasil yang ditemukan

Earthworm as Bioindicator for Soil Fertility within Land Cover Types in Bogor Dramaga

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Earthworm as Bioindicator for Soil Fertility within Land Cover Types in Bogor Dramaga"

Copied!
125
0
0

Teks penuh

(1)

YOSC

SE INS

CARINI H

EKOLAH STITUT PE

B

HERMITA

PASCASA ERTANIAN BOGOR

2013

A MILASA

ARJANA N BOGOR

ARI

(2)

YOSCARINI HERMITA MILASARI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)
(4)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2013

(5)

Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor. Dibimbing oleh CECEP KUSMANA dan MUHADIONO.

Pertumbuhan penduduk semakin pesat disertai peningkatan kualitas hidup semakin baik menyebabkan ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam semakin besar. Di dalam ekosistem suatu sumberdaya alam, tumbuhan mempunyai peranan yang penting dalam memelihara fungsi ekologis ekosistem sumberdaya alam tersebut melalui kemampuannya dalam mengatur kondisi iklim mikro, tata air dan kesuburan tanah.

Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini, cacing tanah merupakan salah satu faktor biotik ekosistem terestrial yang berperan meningkatkan kesuburan tanah. Peranan cacing tanah sangat penting bagi proses dekomposisi bahan organik tanah yang signifikan memengaruhi kesuburan tanah tersebut. Penelitian bertujuan: (1) menentukan tipe tutupan lahan di Dramaga, (2) mengidentifikasi dan menganalisis jenis tumbuhan pada berbagai tipe tutupan lahan, (3) menganalisis kesuburan tanah pada berbagai tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya, (4) mengidentifikasi jenis dan menduga kelimpahan cacing tanah sebagai indikator kesuburan tanah, dan (5) mengkaji hubungan kelimpahan cacing tanah dengan tingkat kesuburan tanah dan kelimpahan tumbuhan.

Kegiatan penelitian dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat. Penelitian berlangsung selama 3 (tiga) bulan, yakni dari bulan Februari sampai April 2013. Pada lokasi penelitian dilakukan penafsiran citra landsat untuk identifikasi dan menafsirkan tipe tutupan lahan (landuse) di lokasi penelitian tersebut. Kemudian pada setiap tipe tutupan lahan tersebut dilakukan inventarisasi/risalah terhadap tiga obyek penelitian yaitu tumbuhan, cacing tanah dan kesuburan tanah. Rancangan sampling dalam penelitian menggunakan two stage sampling. Unit sampling primer berupa kuadrat berukuran 20 m x 20 m sebanyak tiga unit per tipe tutupan lahan untuk risalah tumbuhan tingkat pohon. Adapun untuk risalah tingkat permudaan dibuat kuadrat berukuran lebih kecil sebanyak tiga unit kuadrat masing-masing berukuran 2 m x 2 m untuk semai, 5 m x 5 m untuk pancang dan 10 m x 10 m untuk tiang di dalam setiap unit sampling primer. Sedang untuk kepentingan risalah cacing tanah dibuat unit sampling sekunder berukuran 1 m x 1 m sebanyak satu unit per unit sampling primer. Dalam penelitian ini identifikasi atau penafsiran tipe tutupan lahan dilakukan menggunakan software ArcGIS 9 terhadap citra landsat tahun 2012. Adapun analisis data vegetasi (kerapatan, frekuensi, dominansi, indeks nilai penting) menggunakan analisis vegetasi (Misra, 1974) dan keanekaragaman jenis dianalisis menurut rumus Shannon–Wiener (Krebs, 1978), tingkat kesuburan tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tahun 2005, dan pendugaan kelimpahan cacing tanah di setiap tipe tutupan lahan digunakan prosedur perhitungan menurut two stagesampling design.

(6)

Hopea bancana (pancang), Baccaurea racemosa (tiang), dan Eugenia cymosa (pohon) di hutan campuran. Selanjutnya keanekaragaman pada tipe tutupan lahan rumput-rumputan, semak belukar, dan hutan tanaman termasuk kategori rendah sedangkan pada tipe tutupan lahan hutan campuran adalah sedang. Berdasarkan hasil identifikasi kasar (morfologi) ditemukan satu spesies cacing tanah yang hidup pada kelima tipe tutupan di lokasi penelitian yakni Pheretima aspergillum. Secara morfologi spesies Pheretima aspergillum memiliki ciri berwarna merah kecoklatan, letak klitelum pada segmen 14-16, jumlah segmen berkisar 122-153 dan panjang tubuh mencapai 2–11 cm.

Hasil analisis tanah yang diambil dari lokasi penelitian mengindikasikan bahwa jenis tanah pada kelima tipe tutupan lahan adalah latosol merah kecoklatan. Kandungan pH tertinggi terdapat pada lahan hutan campuran sebesar 5,4 termasuk tanah dengan kategori masam. Pada kondisi ini ternyata cacing tanah hidup dan berkembangbiak lebih banyak karena kemasaman tanah (pH) tersebut mendekati kondisi lingkungan pH disenangi cacing tanah yakni berkisar antara pH 6,5-8,3. C-organik merupakan indikator kesuburan tanah yang terdiri dari berbagai ikatan C (karbon), hasil analisis menunjukkan nilai kandungan C-organik tertinggi terdapat pada lahan hutan campuran sebesar 3,90%. Nilai tersebut menjadi dasar menyatakan kesuburan tanah lebih baik. Kandungan nitrogen tertinggi sebesar 0,41% pada lahan hutan campuran. Kandungan nitrogen (N) yang tinggi termasuk kategori tanah subur karena N dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar. Kandungan kalium (K) tertinggi terdapat pada tipe tutupan lahan hutan campuran sebesar 0,42% dan hutan tanaman sebesar 0,33%. Pada kedua tipe tutupan lahan memiliki kategori tanah subur karena kalium merupakan katalisator dalam pembentukkan protein, membantu perkembangan akar tanaman, serta meningkatkan

pertumbuhan jaringan meristem.Tanah dengan KTK tinggi mampu menyediakan unsur

hara lebih baik daripada tanah dengan KTK rendah. Unsur fosfor (P) merupakan unsur kimia tanah yang sangat diperlukan pada pertumbuhan tanaman. Fosfor paling mudah diserap oleh tanaman pada pH sekitar 6-7. Hasil analisis kejenuhan basa (KB) menunjukkan nilai sangat tinggi >100% pada lahan hutan tanaman jati dan pada hutan campuran sebesar 92%. Hasil ini menunjukkan bahwa kedua tipe tutupan lahan merupakan tanah subur.

Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ada hubungan signifikan positif antara variable cacing tanah dengan nilai kesuburan tanah C-organik dan fosfor. Bukti bahan organik memegang peranan penting memperbaiki sifat fisik tanah, kimia dan biologi yang selanjutnya faktor tersebut meningkatkan produktivitas tanah dan tanaman tercermin sejalan besarnya populasi cacing tanah di lokasi tersebut.

(7)

Types in Bogor Dramaga. Under the supervision of CECEP KUSMANA dan MUHADIONO.

Rapid population growth accompanied by improved quality of life for the better cause of human dependence on natural resources increases. In a natural resource ecosystems, plants have an important role in maintaining the ecological functions of ecosystems natural resources through its ability to regulate micro-climate conditions, water management and soil fertility.

Soil fertility is the ability of the soil provides nutrients for plant growth. In this case, the earthworm is one of the terrestrial ecosystem biotic factors that served to increase soil fertility. The role of earthworms are very important for the process of decomposition of soil organic matter significantly affect the soil fertility. Research aims: (1) determine the type of land cover in Dramaga, (2) identify and analyze the various types of plants on land cover, (3) analyzing the fertility of the soil on the following types of land cover history management, (4) identify the type and abundance suspect earthworms as indicators of soil fertility, and (5) examine the relationship of the abundance of earthworms in soil fertility and plant abundance.

Research activities carried out in Dramaga, West Bogor District, West Java. The research lasted for 3 (three) months, from February to April 2013. At the study site was the interpretation of Landsat imagery to identify and interpret the land cover type (landuse) at the study site. Then on each type of land cover is an inventory / treatise against three research objects that is plants, earthworms and soil fertility. Sampling design of the study using a two stage sampling. Primary sampling units in the form of squares measuring 20 m x 20 m three units per land cover type plants to the minutes of the tree level. As for the minutes of the level of regeneration is made smaller squares by three squares units each measuring 2 m x 2 m for seedlings, 5 m x 5 m for sapling and 10 m x 10 m for the pole in each primary sampling unit. Being for the benefit of earthworms treatise made secondary sampling unit size of 1 m x 1 m by one unit per primary sampling unit. In this study the identification or interpretation of land cover types is done using ArcGIS 9 software on Landsat imagery in 2012. The analysis of vegetation data (density, frequency, dominance, importance value index) using analysis of vegetation (Misra, 1974) and species diversity are analyzed according to the Shannon-Wiener formula (Krebs, 1978), soil fertility by the Research and Development of the Agriculture Department of Agriculture, 2005 and estimate the abundance of earthworms in each land cover type calculation procedures used by two stage sampling design.

(8)

that is shrubs, teak plantation and mixed forest. Pheretima aspergillum species morphologically characterized by brownish red, clitelum layout on segments 14-16, from total 122-153 segments and the number of segments ranging from 2-11 cm body length reached.

Soil analysis results are taken from the study site indicate that the type of soil on the five land cover types is latosols brownish red. The content is highest pH in mixed forest of 5.4 category includes land with acid. In this condition turns earthworms live and reproduce more because the soil acidity (pH), pH approached the environmental conditions that favor earthworms ranged from pH 6.5 to 8.3. C-organic soil fertility is an indicator that consists of various bond C (carbon), the analysis shows the value of C-organic content was highest in the mixed forest land by 3.90%. The value of the basis states better soil fertility. Highest nitrogen content by 0.41% in the mixed forest land. The content of nitrogen (N) levels categorized as fertile soil N needed by plants in large quantities. Potassium (K) was highest in the mixed forest land cover types by 0.42% and 0.33% of forest plants. In both categories of land cover types have fertile soil because potassium is a catalyst in the formation of proteins, helping the development of plant roots, as well as increase the meristem tissue growth. Soil with a high CEC is able to provide nutrients better than soil with a low CEC. Phosphorus (P) is a chemical element that is necessary soil on plant growth. Phosphorus is most readily absorbed by the plant at a pH of about 6-7. Results of saturation analysis bases (KB) exhibit very high values > 100% in the teak forests and mixed forest by 92%. These results indicate that both types of land cover is a fertile soil.

From these results it can be concluded that there is a significant positive relationship between earthworms variable with a value of C-organic soil fertility and phosphorus. Evidence of organic matter plays an important role improve soil physical, chemical and biological factors that further increase the productivity of the soil and plants which are arise in the abundance of earthworm which are inhabit in landcover types of shrubs, teak plantation and mixed forest.

(9)

© Hak Cipta miliki IPB, tahun 2013 Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

(10)
(11)

NIM : P052110251

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Dr Ir Muhadiono, MSc Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Pengelolaan Sumber Daya Alam dan

Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(12)

   

PRAKATA

Puji syukur dipanjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat, hidayah dan rizki-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul “Peranan Cacing Tanah sebagai Bioindikator Kesuburan Tanah pada Berbagai Tipe Tutupan Lahan di Dramaga Bogor”. Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS dan Dr Ir Muhadiono, MSc selaku komisi pembimbing sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini.

Penulis mengucapkan terima kasih pula kepada:

1. Prof Dr Ir Cecep Kusmana MS, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan atas segala perhatian, saran dan masukannya selama perkuliahan dan penyusunan tesis,

2. Dr Ir Iwan Hilwan MS, selaku dosen penguji luar pada ujian tesis atas segala perhatian, saran dan masukannya,

3. Dr Ir Etty Riani, selaku ketua komisi penguji dari Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan atas segala perhatian, saran dan masukannya,

4. Prof Dr Ir Andry Indrawan, yang telah memberikan perhatian, saran dan masukannya selama perkuliahan,

5. Dr Ir Widiatmaka, yang telah memberikan saran dan masukannya selama perkuliahan,

6. Dr Ir Istomo, yang telah memberikan saran dan masukannya,

7. Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Konservasi dan Rehabilitasi yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan penelitian di Hutan Penelitian Dramaga Bogor,

8. Kepala Balai Penelitian Tanah yang telah memberikan kesempatan untuk dapat melakukan kegiatan analisis kesuburan tanah,

9. Semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian hingga penyusunan tesis ini. Terima kasih bagi teman-teman Program Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan 2011 atas kebersamaan, kerjasama, dukungan dan persabahatan yang telah terjalin erat selama ini. Terima kasih kepada Nur Laila, Sillak Hasiani, Shintya Wibowo, Satria Oktarita, Budi Santoso, Hari Purnomo, Edo Raunsay dan Setyo Andi Nugroho yang selalu memberi perhatian, saran dan masukan selama perkuliahan dan penyusunan tesis ini.

Secara khusus, ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibunda Kusrochartini yang senantiasa memberikan doa dan motivasi beserta seluruh keluarga yang senantiasa memberikan motivasi, dorongan dan doa kepada penulis. Penghargaan dan ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Sigit Wijayanto Eddy dan Mailaffantomita Illona Athanindya, suami dan buah hati tercinta yang senantiasa memberikan dorongan, inspirasi dan doa selama penulis melanjutkan studi ini. Semoga karya tulis ini dapat bermanfaat, amin.

(13)

DAFTAR ISI

PRAKATA i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR TABEL iv

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN iv

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Kerangka Pemikiran 2

Manfaat Penelitian 4

2 TINJAUAN PUSTAKA 5

Cacing Tanah 5

Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan 5

Peranan Cacing Tanah terhadap Kesuburan Tanah 6

Perbaikan Sifat Fisik oleh Aktivitas Cacing Tanah 6

Perbaikan Sifat Kimia oleh Aktivitas Cacing Tanah 8

Tumbuhan 8

Tanah 9

Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman 11

Fungsi Lahan/Tanah 11

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 13

Kampus IPB Darmaga 13

Hutan Penelitian Darmaga 15

4 METODE PENELITIAN 17

Lokasi dan Waktu Penelitian 17

Bahan dan Peralatan 18

Prosedur Pengumpulan Data 18

Rancangan Sampling 18

Metode Analisis Data 19

5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN 22

Hasil 22

Tipe Tutupan Lahan 22

Sejarah Pengelolaan Tipe Tutupan Lahan 24

Dominansi Jenis Tumbuhan pada setiap Tipe Tutupan Lahan 25

Jenis dan Kelimpahan Cacing Tanah 31

(14)

   

DAFTAR ISI (lanjutan)

Kajian Hubungan antara Kelimpahan Tumbuhan, Kelimpahan

Cacing Tanah dan Kesuburan Tanah 38

Pembahasan 39

6 SIMPULAN DAN SARAN 42

Simpulan 42

Saran 42

DAFTAR PUSTAKA 43

(15)

DAFTAR TABEL

1 Metode pengumpulan data 18

2 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara kimia 21

3 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara fisik 21

4 Dominansi jenis tumbuhan di setiap tipe tutupan lahan 22

5 Analisis cacing tanah berdasar tipe tutupan lahan 33

6 Sifat fisik-kimia tanah pada setiap tipe tutupan lahan 34

7 Jenis tekstur tanah 35

8 Tekstur tanah pada tipe tutupan lahan 35

DAFTAR GAMBAR

1 Diagram alir penelitian 4

2 Lokasi penelitian 17

3 Unit sampling untuk risalah tumbuhan (a) dan cacing tanah 19

4 Diagram segitiga tekstur tanah 20

5 Tipe-tipe tutupan lahan di lokasi penelitian 22

6 Cacing tanah Pheretima aspergillum (a = foto cacing hidup dan

b = foto letak klitelium) 33

DAFTAR LAMPIRAN

1 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan rumput-rumputan 46 2 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan semak belukar 47 3 Foto jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan campuran 48

4 Foto serasah, kascing, cacing tanah 49

5 Foto cacing tanah berdasarkan populasi di setiap tutupan lahan 49 6 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan rumput-rumputan 51 7 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan semak belukar 51 8 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan tanaman 51 9 Komposisi jenis tumbuhan di tipe tutupan lahan hutan campuran 52

10 Hasil Analisis Regresi Multivariate 53

11 Riwayat hidup 54

(16)

I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk semakin pesat disertai peningkatan kualitas hidup semakin baik menyebabkan ketergantungan manusia terhadap sumberdaya alam semakin besar. Di dalam ekosistem suatu sumberdaya alam, tumbuhan mempunyai peranan yang penting dalam memelihara fungsi ekologis ekosistem sumberdaya alam tersebut melalui kemampuannya dalam mengatur kondisi iklim mikro, tata air dan kesuburan tanah. Kesuburan tanah merupakan kemampuan tanah menyediakan unsur hara untuk pertumbuhan tanaman. Dalam hal ini, cacing tanah merupakan salah satu faktor biotik dalam ekosistem terestrial yang berperan meningkatkan kesuburan tanah. Peranan cacing tanah sangat penting bagi proses dekomposisi bahan organik tanah yang berpengaruh signifikan terhadap kesuburan tanah tersebut.

Khairuman (2009) mengungkapkan bahwa lahan pertanian yang mengandung cacing tanah pada umumnya memang lebih subur. Hal ini disebabkan tanah yang bercampur dengan kotoran cacing tanah memberikan banyak manfaat bagi tanaman. Proses perubahan kondisi tanah dapat dijelaskan secara ilmiah. Awalnya, cacing tanah membuat lubang dengan cara mendesak massa tanah (Minnich, 1977). Setelah dicerna, sisa-sisa bahan tersebut dilepaskan kembali sebagai buangan padat (kotoran). Hal ini dibenarkan oleh Edward (1977), penulis buku yang mengupas biologi tentang cacing tanah menyatakan, sebagian besar bahan tanah mineral yang dicerna cacing tanah dikembalikan ke dalam tanah dalam bentuk nutrisi yang mudah dimanfaatkan oleh tanaman. Namun, produksi alami kotoran cacing tanah di alam bergantung pada spesies, musim dan kondisi populasi yang sehat.

Selain itu kotoran cacing tanah juga kaya unsur hara. Hal ini dikarenakan oleh aktivitas cacing tanah yang mampu meningkatkan ketersediaan unsur hara N, P, dan K di dalam tanah. Unsur-unsur tersebut merupakan unsur pokok bagi tanaman. Di samping menyuburkan tanah, lubang bekas jalan cacing tanah berada juga berfungsi memperbaiki aerasi dan drainase di dalam tanah sehingga tanah menjadi gembur. Cacing tanah juga membantu pengangkutan sejumlah lapisan tanah dari bahan organik dan memperbaiki struktur tanah.

Richard (1978), seorang ahli tanah yang pernah merangkum penelitiannya menyatakan, cacing tanah mampu melakukan penggalian lubang hingga kedalaman satu meter sehingga dapat meresapkan air dalam volume yang lebih besar, serta mengurangi aliran permukaan dan erosi tanah. Selain mencegah erosi, cacing tanah juga mampu meningkatkan ketersediaan air tanah. Dengan demikian, cacing tanah membantu menjaga kelangsungan hidup bumi secara seimbang. Cacing tanah telah memberikan banyak keuntungan bagi makhluk hidup dan lingkungan sekitarnya.

(17)

jenis cacing tanah untuk menduga kesuburan tanah pada lahan tertentu di Dramaga belum pernah dilakukan. Dengan kata lain, cacing tanah sebagai bioindikator untuk kesuburan tanah perlu dilakukan penelitian.

1.2Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan kesuburan tanah sehubungan dengan kelimpahan jenis cacing tanah. Dalam penelitian ini beberapa permasalahan yang harus dijawab adalah:

1. Tipe-tipe tutupan lahan apa yang ada di Dramaga dan bagaimana sejarah pengelolaannya?

2. Jenis tumbuhan dominan apa yang tumbuh di setiap tipe tutupan lahan?

3. Jenis cacing tanah apa dan seberapa besar kelimpahannya yang hidup di setiap tipe tutupan lahan yang ada?

4. Sejauh mana kesuburan tanah di setiap tipe tutupan lahan yang ada dan bagaimana sejarah pengelolaannya?

5. Bagaimana hubungan kelimpahan cacing tanah dengan tingkat kesuburan tanah?

1.3Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis tipe-tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya di Dramaga.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis jenis tumbuhan pada berbagai tipe tutupan lahan.

3. Menganalisis kesuburan tanah pada berbagai tipe tutupan lahan berikut sejarah pengelolaannya.

4. Mengidentifikasi jenis dan menduga kelimpahan cacing tanah sebagai indikator kesuburan tanah.

5. Mengkaji hubungan kelimpahan cacing tanah dengan tingkat kesuburan tanah.

1.4Kerangka Pemikiran

(18)

Vegetasi yaitu kumpulan dari beberapa jenis tumbuhan yang tumbuh bersama-sama pada satu tempat di mana antara individu-individu penyusunnya terdapat interaksi yang erat, baik diantara tumbuh-tumbuhan maupun dengan hewan-hewan yang hidup dalam vegetasi dan lingkungan tersebut. Dengan kata lain, vegetasi tidak hanya kumpulan dari individu-individu tumbuhan melainkan membentuk suatu kesatuan di mana individu-individunya saling tergantung satu sama lain, yang disebut sebagai suatu komunitas tumbuh-tumbuhan (Soerianegara, 1998).

Dalam ilmu vegetasi telah dikembangkan berbagai metode untuk menganalisis suatu vegetasi yang sangat membantu dalam mendekripsikan suatu vegetasi sesuai dengan tujuannya. Pengamatan parameter vegetasi berdasarkan bentuk hidup pohon, perdu, serta herba. Suatu ekosistem alamiah maupun binaan selalu terdiri dari dua komponen utama yaitu komponen biotik dan abiotik. Vegetasi atau komunitas tumbuhan merupakan salah satu komponen biotik yang menempati habitat tertentu seperti hutan, padang ilalang, semak belukar dan lain-lain.

Struktur dan komposisi vegetasi pada suatu wilayah dipengaruhi oleh komponen ekosistem lainnya yang saling berinteraksi, sehingga vegetasi yang tumbuh secara alami pada wilayah tersebut sesungguhnya merupakan pencerminan hasil interaksi berbagai faktor lingkungan dan dapat mengalami perubahan drastik karena pengaruh anthropogenik (Soerianegara, 1998).

Dalam menganalisis suatu vegetasi pada penelitian ekologi hutan dikemukakan (Kusmana, 1997), pada umumnya para peneliti ingin mengetahui spesies tumbuhan yang dominan yang memberi ciri utama terhadap fisiognomi suatu komunitas hutan. Spesies tumbuhan yang dominan dalam komunitas dapat diketahui dengan mengukur dominansi tersebut. Ukuran dominansi dapat dinyatakan dengan beberapa parameter, antara lain biomassa, penutupan tajuk, luas basal area, indeks nilai penting, dan perbandingan nilai penting (summed dominance ratio).

Beragam spesies tumbuhan ini akan mengalami proses guguran dedaunan, buah-buahan, ranting dan bahkan batang kayu yang rebah sehingga menjadi busuk dan diuraikan oleh aneka organisme, salah satunya adalah cacing tanah. Guguran daun ini berupa serasah daun-daunan yang diangggap sebagai sumber bahan organik yang paling baik bagi cacing tanah karena relatif tinggi kandungan karbohidrat yang dapat diasimilasi dan rendah lignoselulosanya. Serasah tua lebih cepat didekomposisi namun kualitas nutrisinya lebih rendah daripada serasah segar. Penyebaran bahan organik di dalam tanah juga sangat memengaruhi distribusi cacing tanah. Tanah yang miskin bahan organik tidak dapat menampung jumlah cacing yang banyak (Anas,1990).

(19)

Gambar 1.1 Diagram alir penelitian

1.5Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk penentuan tingkat kesuburan tanah secara cepat dengan melihat keberadaan jenis cacing tanah tertentu.

TUMBUHAN

(Identifikasi jenis dan menduga tumbuhan dominan)

CACING TANAH (Identifikasi jenis dan menduga kelimpahan

cacing tanah)

N, P, K, C-Organik, pH, Tekstur (Sifat Fisik dan Kimia Tanah)

KESUBURAN TANAH

TUTUPAN LAHAN (Hutan campuran, Hutan tanaman, Semak Belukar, Rumput-rumputan, Tanah kosong)

Produktivitas dan Sustainabilitas Ekosistem

TANAH

(20)

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cacing Tanah

Menurut Gaddie (1975), cacing tanah merupakan kelompok hewan invertebrata yang banyak dijumpai pada tempat-tempat yang lembab di seluruh dunia. Ukuran cacing bervariasi, namun sifat-sifat fisik dan biologinya hampir sama. Cacing tanah memiliki ciri-ciri tubuh yang halus dibandingkan dengan hewan lain. Tubuhnya terdiri dari segmen-segmen teratur seperti cincin (annulus), sehingga cacing tanah dimasukkan ke dalam kelompok annelida. Berbeda dengan anthropoda, segmen-segmen antropoda hanya bersifat segmen-segmen-segmen-segmen luar, sedangkan pada annelida di dalam (internal), sehingga disebut somit. Beberapa somit anterior cacing tanah membentuk suatu organ yang disebut klitelum (Waluyo, 1993). Minnich (1977) menyatakan bahwa cacing tanah mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bersegmen, tidak mempunyai kerangka luar, berlendir yang dihasilkan oleh kelenjar dalam epidermis dan bersifat hemaprodit.

Menurut Catalan (1981), ada sekitar 1800 spesies cacing tanah di dunia yang telah diidentifikasi dan diklasifikasikan. Ada dua tipe spesies cacing tanah berdasarkan perilaku hidupnya, yaitu earthmovers dan composters (pembuat kompos).

1. Earthmovers adalah spesies soliter (penyendiri) yang hidup di dalam tanah dengan membuat terowongan berongga di dalam tanah (rongga-rongga ini akan terisi udara fungi, dan algae pada tanah dan memberikan nutrisi melalui kotoran mereka ke tanah pada level akar yang sangat dibutuhkan oleh tumbuhan.

2. Composters adalah spesies yang hidup secara massal dalam tumpukan organik di permukaan tanah. Mereka mengkonsumsi bakteri, fungi, dan algae yang ada pada dedaunan mati dan bahan organik lainnya dan mengubahnya menjadi humus.

Spesies cacing tanah yang biasa dikomersilkan antara lain Eisenia foetida, Lumbricus rubellus, Lumbricus hortensis, Lumbricus terristris, Eudrilus engeniae, Eisenia andrei, dan Perionyx excavatus. Cacing harimau (Eisenia foetida) dan cacing merah (Rubellus lumbricus) merupakan cacing tanah jenis Composters. Cacing harimau (Eisenia foetida) memiliki garis-garis merah dan kuning pada tubuhnya dan lebih sering menggeliat (meronta) keras ketika berada di tangan manusia. Sedangkan cacing merah (Lumbricus rubellus) lebih memilih tinggal di atas permukaan tanah, dibawah kayu lapuk, dedaunan kering dan sampah organik lainnya.

2.2 Cacing Tanah berdasarkan Jenis Makanan

(21)

dikelompokkan menjadi epigaesis (hidup dipermukaan tanah), anasaesis (hidup dengan liang permanen di dalam tanah), dan endogaesis (hidup di dalam tanah dengan membuat liang terus-menerus). Spesies cacing tanah epigaesis dan anasaesis banyak ditemukan di daerah subtropis, dan di daerah tropis yang dominan adalah endogaesis (meso dan oligohumik) (Lavelle, 1988).

Dalam upaya meningkatkan efisiensi pengolahan tanah lahan kering, cacing tanah kelompok endogaesis penting untuk dimanfaatkan. Selain memperbaiki sifat fisik tanah dan mengkonservasi bahan organik tanah, cacing tanah juga meningkatkan kesuburan tanah secara alami dan berlangsung secara terus-menerus.

Jenis cacing tanah memiliki karakteristik berbeda sesuai dengan sifat habitat. Jenis Pheretima hupiens bersifat geofagus, artinya dominan sebagai pemakan tanah yang banyak terdapat pada tanah ultisol dengan tekanan lingkungan relatif berat, pH tanah rendah, sangat masam dan bahan organik rendah. Jenis Eudrellus sp. bersifat limifagus, yaitu pemakan tanah subur atau tanah basah yang banyak ditemukan pada tanah latosol atau inceptisol dengan pH sedang, mendekati netral dan bahan organik cukup. Sementara jenis Lumbricus sp. bersifat litter feeder, yaitu pemakan serasah yang pada awalnya berasal dari Eropa, namun sekarang telah banyak dibudidayakan sebagai pemakan sampah kota (Anwar, 2009).

2.3 Peranan Cacing Tanah terhadap Kesuburan Tanah

Peranan cacing tanah, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam meningkatkan kesuburan fisik, kimia dan biologis tanah adalah sebagai berikut (Tian, 1992):

1. Menguraikan bahan organik dan meningkatkan laju siklus nutrisi. 2. Memindahkan bahan organik dan mikroorganisme ke dalam tanah. 3. Membentuk struktur tanah dan mengurangi kepadatan tanah.

4. Meningkatkan porositas tanah sehingga dapat meningkatkan infiltrasi dan mengurangi laju peluncuran air (run off) dan meningkatkan aerasi sehingga meningkatkan respirasi tanah.

5. Meningkatkan aktivitas mikroorganisme.

6. Membuka lapisan subsoil sehingga memudahkan pertumbuhan akar tumbuhan.

2.4 Perbaikan Sifat Fisik oleh Aktivitas Cacing Tanah

(22)

Cacing tanah juga dapat meningkatkan daya serap tanah terhadap air di permukaan tanah. Pada lubang-lubang yang dibuat cacing di dalam tanah banyak terdapat kasting yang menyebabkan akar tanaman dapat menembus tanah lebih dalam. Lubang-lubang, kasting, dan akar tanaman, secara bersamaan akan melipatgandakan kemampuan tanah dalam menyerap air pada waktu hujan. Akibat selanjutnya persediaan air di dalam tanah akan lebih teratur, sehingga mampu menjamin pertumbuhan tanaman lebih baik. Pertumbuhan tanaman yang baik yang baik akan menyediakan daun-daun tumbuh lebik baik. Daun-daun yang jatuh menjadi humus yang mampu menahan air dalam jumlah yang banyak dan memperbaiki sifat-sifat fisik tanah yang lain (Budiarti, 1992).

Dua jenis cacing tanah Aporectodea tuberculata dan L. rubellus yang digunakan oleh Zachman, dalam penelitiannya di lapang pada tanah Typic Hapludoll nyata meningkatkan laju infiltrasi. Pada perlakuan tanah diolah, sisa tanaman dicampur, dan diberi cacing Aporectodea tuberculata ataupun L. rubellus dengan populasi 212 ind/m2

Sudharto (1986) telah meneliti pengaruh populasi cacing tanah jenis Pherionyx sp. terhadap fisik tanah Haplorthox Citayam. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Pherionyx sp. menurunkan bobot isi tanah, meningkatkan total pori, pori aerasi dan permeabilitas, akan tetapi menurunkan proporsi pori air tersedia.

, mampu meningkatkan laju infiltrasi hingga lebih dari empat kali lipat dibandingkan dengan perlakuan yang sama tetapi tanpa cacing. Joschko (1989) menjelaskan bahwa lubang cacing tanah meningkatkan laju infiltrasi melalui dua sebab yaitu dengan peningkatan absolute laju infiltrasi dan dengan bertambah lamanya waktu infiltrasi dengan laju tinggi pada saat awal.

Lubang yang dibuat cacing tanah berorientasi vertikal. Hasil penelitian Joschko (1989) menunjukkan bahwa sudut lubang cacing Lumbricus terrestris berkisar dari 600 hingga 900 terhadap permukaan tanah. Akan tetapi lubang tidak lurus, melainkan berbelok-belok dengan sudut belokan sebesar 1300

Panjang lubang cacing Lumbricus terrestris hasil pengukuran 34 lubang yang dilakukan oleh Joschko (1989) rata-rata 30,3 cm dengan diameter 9,4 mm. Hasil pengukuran lain yang dilakukan oleh Lamparski (1987), terhadap lubang cacing Lumbricus badensis dan Lumbricus polyphemus, menunjukkan bahwa masing-masing mencapai kedalaman 2,5 dan 1,3 m. Diameter lubang cacing Lumbricus badensis seragam, antara 14-16 mm. Di dekat permukaan tanah, lubang bercabang-cabang menjadi 5-7 lubang di permukaan tanah. Diameter lubang cacing Lumbricus polyphemus bervariasi. Pada kedalaman 15-20 cm diameter lubang berkurang setengah dari diameter lubang di permukaan tanah.

.

(23)

(Kemper, 1988 dalam Joschko, 1989) menyatakan bawah tanah dengan bobot isi di atas 1,6 g/cm3 tidakakan tertembus oleh cacing tanah.

2.5 Perbaikan Sifat Kimia dan Biologi oleh Aktivitas Cacing Tanah

Dalam aktivitasnya, cacing tanah bukan hanya memperbaiki sifat fisik tanah, melainkan juga sifat kimia dan biologi tanah. Menurut Minnich (1977), aktivitas cacing tanah akan mengangkat unsur hara dari tanah lapisan bawah, menanggulangi pencucian, meratakan unsur hara, membebaskan unsur hara tanaman ke dalam larutan, menetralkan tanah yang terlalu masam atau terlalu alkalin bagi tanaman, dan pada umumnya memperbaiki lingkungan tanah untuk pertumbuhan tanaman dari segala keadaan.

Hasil penelitian Tiwari (1989) yang membandingkan sifat-sifat kasting di permukaan tanah dengan tanah Laterit di bawahnya yang diambil pada kedalaman 0-25 cm, menunjukkan bahwa kandungan N, P, K dan C-organik serta populasi mikroba dan aktivitas enzyme pada kasting lebih tinggi dari tanah Laterit asalnya. Dalam penelitian ini disimpulkan bahwa cacing tanah memegang peranan spesifik dalam pengayaan kandungan N, P, K dan C-organik dalam kasting dan laju mineralisasi dengan peningkatan biomassa mikroba dan aktivitas enzyme.

Hasil penelitian di Indonesia yang dilakukan Suwardjo (1981), menunjukkan bahwa kasting memiliki pH, kandungan C, N, P, K serta KPK dan KB lebih tinggi dan kandungan unsur yang berbahaya seperti Mn dan Al jauh lebih rendah dari pada tanah lapisan atas (0-15 cm). Lebih lanjut dijelaskan bahwa peningkatan aktifitas cacing tanah akan sangat membantu perbaikan sifat fisik dan kimia tanah.

Di areal padang rumput, penambahan cacing tanah sebanyak 10.000 ekor/ha mengakibatkan kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm serta mengakibatkan hilangnya serasah pada permukaan tanah. Pada areal tanpa pemberian cacing, kandungan C dan N pada lapisan 0-20 cm lebih rendah dan terdapat serasah di permukaan tanah setebal 2,5 cm. Produksi rumput dengan perlakuan pemberian cacing selalu lebih tinggi dibandingkan dengan perlakuan tanpa pemberian cacing (Hoogerkamp, 1987).

Perombakan biologis bahan organik oleh cacing tanah berkaitan dengan ketersediaan hara dan pembentukkan bahan humik (Anderson, 1983 dalam Nardi, 1987). Cacing tanah meningkatkan pelepasan N, pelarutan P (Mackay, 1983 dalam Nardi, 1987) dan kesuburan tanah melalui pelapukan batuan secara kimiawi. Oleh karena itu pengaruh cacing tanah tidak terbatas pada mineralisasi bahan organik, tetapi hal-hal tersebut semuanya berkaitan dengan pembentukkan bahan humik yang memobilisasi hara dan meningkatkan metabolisme tumbuhan.

2.6 Tumbuhan

(24)

tanah. Dalam usaha pertanian yang berkelanjutan, usaha mempertahankan bahan organik tanah merupakan salah satu kunci keberhasilan (Handayanto, 1995).

Tidak hanya kuantitas, kualitas bahan organik juga mempengaruhi laju pertumbuhan cacing tanah (Martin, 1992). Meningkatnya laju pertumbuhan cacing tanah diduga berhubungan dengan N yang dapat diasimilasi dari bahan tanaman. Dalam hal ini leguminosa memberikan hasil yang lebih tinggi dibandingkan dengan rumput (Abbott, 1981 dan Martin, 1992).

Serasah daun-daunan juga diangggap sebagai sumber bahan organik yang paling baik bagi cacing tanah karena relatif tinggi kandungan karbohidrat yang dapat diasimilasi dan rendah lignoselulosanya. Serasah tua lebih cepat didekomposisi namun kualitas nutrisinya lebih rendah daripada serasah segar.

Selain itu, tumbuhan berfungsi sebagai penutup tanah yang menjaga kelembaban sehingga proses dekomposisi berlanjut lebih cepat untuk menyediakan unsur hara bagi tumbuhan dan tanaman. Di sini, siklus hara berlangsung sempurna, guguran yang jatuh sebagai serasah akan dikembalikan lagi ke pohon dalam bentuk unsur hara yang seperti diketahui telah diuraikan bakteri (Miranto, 2000). Kondisi demikian menjadikan ekosistem menjadi lebih tertutup, sehingga membuat keadaan menjadi lebih baik dalam pemeliharaan hara tanah dan kesuburan untuk dapat meningkatkan sistem produktivitas bagi tanaman pokok pada waktu dan rotasi dalam giliran berikutnya.

2.7 Tanah

Tanah adalah bagian dari permukaan bumi yang terbentuk dari bahan induk yang telah mengalami proses pelapukan akibat pengaruh iklim terutama faktor curah hujan, suhu dan pengaruh aktivitas organisme hidup termasuk vegetasi, organisme (manusia) pada suatu topografi atau relief tertentu dalam jangka waktu tertentu pula.

Menurut Hardjowigeno (2003) tanah adalah kumpulan tubuh alami pada permukaan bumi yang dapat berubah atau dibuat oleh manusia dari penyusunnya yang meliputi bahan organik yang sesuai bagi perkembangan akar tanaman. Sebagai benda alam, tanah merupakan sistem tiga fase yang selalu berada dalam keseimbangan dinamis. Ketiga fase tersebut adalah fase padat, fase cair dan fase gas, merupakan sistem yang selalu berubah tetapi selalu berada dalam keadaan seimbang. Pada keadaan kering, misalnya rongga yang ditempati udara tanah lebih banyak dibandingkan rongga yang ditempati cairan. Jika tanah tersebut basah baik terjadi akibat pengairan atau hujan, maka rongga yang berisi udara berkurang dan rongga yang berisi cairan bertambah. Jika tanah digemburkan, misalnya dengan pengolahan tanah, maka bagian relatif yang terisi oleh udara bertambah, dan bagian relatif padatan berkurang. Sebaliknya, jika tanah dipadatkan, bagian relatif padatan bertambah, dan bagian relatif udara berkurang.

(25)

(bukan sawah) umumnya mengandung 45% (volume) bahan mineral, 5% bahan organik, 20-30 % udara, 20-30% air. Bahan mineral dalam tanah berasal dari pelapukan batu-batuan. Oleh karena itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral batu-batuan yang dilapuk. Bahan mineral di dalam taah terdapat dalam berbagai ukuran yaitu : pasir (2mm – 50 µ), debu (50 µ – 2 µ) dan liat < 2 µ. Bahan mineral yang lebih besar dari 2 mm terdiri dari kerikil, kerakal atau batu. Bahan organik umumnya ditemukan di permukaan tanah. Jumlahnya tidak besar, hanya sekitar 3-5% tetapi pengaruhnya terhadap sifat-sifat tanah besar sekali. Adapun pengaruh bahan organik terhadap sifat-sifat tanah dan akibatnya juga terhadap pertumbuhan tanaman adalah: sebagai granulator, yaitu memperbaiki struktur tanah, sumber unsur hara N, P, S, unsur mikro dan lain-lain, menambah kemampuan tanah untuk menahan air, menambah kemampuan tanah untuk menahan unsur-unsur hara (KTK tanah menjadi tinggi), sumber energi bagi mikroorganisme. Air terdapat di dalam tanah karena ditahan oleh massa tanah, tertahan oleh lapisan kedap air, atau karena keadaan drainase yang kurang baik. Udara dan air mengisi pori-pori tanah. Banyaknya pori-pori di dalam tanah kurang lebih 50% dari volume tanah, sedangkan jumlah air dan udara di dalam tanah berubah-ubah. Kelebihan dan kekurangan air dapat mengganggu pertumbuhan tanaman. Adapun kegunaan air bagi pertumbuhan tanaman adalah :

1. Sebagai unsur hara tanaman. Tanaman memerlukan air dari tanah dan CO2

2. Sebagai pelarut unsur hara. Unsur-unsur hara yang terlarut dalam air diserap oleh akar-akar tanaman dari larutan tersebut.

dari udara untuk membentuk gula dan karbohidrat dalam proses fotosintesis.

3. Sebagai bagian dari sel-sel tanaman. Air merupakan bagian dari protoplasma. Air dapat meresap atau ditahan oleh tanah karena adanya gaya-gaya adhesi,kohesi, dan gravitasi.

(26)

Lapisan tanah bagian atas pada umumnya mengandung bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan lapisan tanah dibawahnya. Karena akumulasi bahan organik inilah maka lapisan tanah tersebut berwarna gelap dan merupakan lapisan tanah yang subur sehingga merupakan bagian tanah yang sangat penting dalam mendukung pertumbuhan tanaman. Lapisan tanah ini disebut lapisan tanah atas (top soil) atau disebut pula sebagai lapisan olah, dan mempunyai kedalaman sekitar 20 cm. Lapisan tanah dibawahnya, yang disebut lapisan tanah bawah (sub soil) berwarna lebih terang dan bersifat relatif kurang subur. Hal ini bukan berarti bahwa lapisan tanah bawah tidak penting perannya bagi produktivitas tanah, karena walaupun mungkin akar tanaman tidak dapat mencapai lapisan tanah bawah, permeabilitas dan sifat-sifat kimia lapisan tanah bawah akan sangat berpengaruh terhadap lapisan tanah atas dalam peranannya sebagai media tumbuh tanaman.

2.8 Tanah sebagai Media Tumbuh Tanaman

Dalam pertumbuhannya, tanaman memerlukan unsur hara, air, udara, dan cahaya. Unsur hara dan air diperlukan untuk bahan pembentuk tubuh tanaman. Udara dalam hal ini CO2 dan air dengan bantuan cahaya menghasilkan karbohidrat yang

merupakan sumber energi untuk pertumbuhan tanaman. Disamping faktor-faktor tersebut, tanaman juga memerlukan tunjangan mekanik sebagai tempat bertumpu dan tegaknya tanaman. Dalam hubungannya dengan kebutuhan hidup tanaman tersebut tanah berfungsi sebagai : tunjangan mekanik sebagai tempat tanaman tegak dan tumbuh, penyedia unsur hara dan air, lingkungan tempat akar atau batang dalam tanah melakukan aktivitas fisiknya.

2.9 Fungsi Lahan/Tanah

Deskripsi tanah (soil) dan lahan (land) sebagai dua hal yang sama jika akan dibuat definisinya. Namun, pada dasarnya kedua hal tersebut sangatlah berbeda. Jika membicarakan tentang tanah, maka akan membahas bahan penyusun tanah, sifat-sifat tanah baik fisik, kimia dan biologi. Pembahasan tentang tanah akan mengarahkan pada pengertian suatu bagianpermukaan bumi yang sifatnya beragam dari satu tempat ke tempat lain. Lain halnya dengan pengertian lahan yang sifatnya lebih luas karena menyangkut berbagai faktor termasuk tanah. Jika membicarakan tentang lahan akan lebih mengarahkan pada sesuatu yang menyangkut tempat (place) yang berarti akan membicarakan tentang iklim, vegetasi, organisme termasuk manusia serta aspek manajemen yang diterapkan.

Tanah berperan sebagai tempat tumbuh tanaman. Akar tanaman berjangkar pada tanah sehingga dapat berdiri dan tumbuh dengan baik. Tanah mampu menyediakan air dan berbagai unsur hara baik makro maupun mikro. Disamping itu, tanah juga mampu menyediakan oksigen (O2) bagi pertumbuhan tanaman yang

(27)
(28)

3 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

3.1 Kampus IPB Darmaga

Letak dan Luas Kawasan

Kawasan Kampus IPB Darmaga memiliki luas 297 Ha. Secara administratif terletak di Desa Babakan, Kec. Dramaga, Kab. Bogor, Provinsi Jawa Barat. Letak geografis antara 6⁰ 30”−6⁰ 45” LS, dan 106⁰ 30”−106⁰ 45” BT. Ketinggian tempat antara 145-400 m dpl (tergolong dataran rendah). Batas administratifnya antara lain Sungai Cihideung (Desa Cihideung Ilir) di bagian barat, Sungai Ciapus dan Cisadane di bagian utara, pemukiman Desa Babakan di bagian timur, jalan raya penghubung Kota Bogor dengan Jasinga di bagian selatan (Dinata, 2009).

Iklim

Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan Kampus IPB Darmaga termasuk ke dalam kawasan beriklim tropis basah dengan curah hujan tipe A (Mulyani, 1985), rata-rata ± 4046 mm/tahun, atau ± 329,7 mm/bulan. Bulan basah lebih dari sembilan bulan berturut-turut, 20 hari hujan/bulan. Kecepatan angin 2,1 km/jam (tergolong no.1 dalam skala Beaufort, ditandai dengan gejala arah angin tampak dari serabut-serabut lepas dari asap). Suhu rata-rata/tahun 25 −33 0 C. Kelembaban nisbi rata-rata 80-86 %. Lama penyinaran matahari sekitar 58,9% (Stasiun Klimatologi Darmaga, 2009).

Topografi

Keadaan topografi secara umum pada kawasan Kampus IPB Darmaga terdiri dari lapangan datar khususnya di timur dan selatan sampai sedikit bergelombang di sebelah utara dengan lereng-lereng pada daerah yang berbatasan dengan sungai. Kelerengan 25% terdapat 5% dari luas areal (contoh: sebagian kecil daerah pinggiran sungai sebelah Barat tapak), kelerengan 15−25% terdapat 17% dari luas areal, kelerengan 5−15% terdapat 37% dari luas areal (sebagian daerah utara dan barat tapak), serta kelerengan 0−5% terdapat 41% dari luas areal (sebagian besar tapak).

Tanah

(29)

juga termasuk formasi volkanik kuarter, yaitu Qvst dan Qva. Qvst yang mengandung tufa batu apung pasiran serta termasuk batuan vulkanik muda, sedangkan Qva adalah formasi volkanik kuarter yang berupa endapan permukaan dan lebih dikenal dengan kipas alluvium (Alluvium fans) yang terdiri dari pasir, kerikil, dan bahan vulkanik kuarter (Mardhotillah, 2001).

Flora

Kawasan kampus IPB Darmaga dulunya didominasi oleh tanaman karet (Hevea brasiliensis) karena dulu kawasan ini merupakan lahan perkebunan karet (Priyono, 1998). Seiring dengan pengembangan kawasannya, terjadi perubahan penutupan lahan oleh unsur mikrohabitat yang semakin beragam. Beberapa jenis tanaman yang cukup dominan saat ini yakni sengon (Paraserianthes falcataria), pinus (Pinus spp.), jati putih (Gmelina arborea), akasia (Acasia spp.), kemlandingan/ (Leucaena glauca), flamboyan (Delonix regia), durian (Durio zibethinus), dan jati (Tectona grandis). Seluruh jenis mikrohabitat pepohonan ini ditanam secara sengaja, bukan jenis yang tumbuh secara liar.

Fauna

(30)

3.2 Hutan Penelitian Darmaga IPB

Lokasi dan Letak Kawasan

Hutan penelitian Dramaga IPB menurut administrasi pemerintahan termasuk Kelurahan Situ Gede dan Kelurahan Bubulak, Kecamatan Bogor Barat, Kotamadya Bogor. Lokasi hutan penelitian ini terletak pada ketinggian 244 meter dari permukaan laut dan secara geografis terletak pada 60 33’8” sampai dengan 60 33’35” LS dan 1060 44’50” sampai dengan 1060 105’19” BT. Jarak dari Bogor sekitar 9 km ke arah Barat. Luas hutan penelitian ini secara keseluruhan adalah sekitar 57,75 ha, dimana seluas 10 ha digunakan oleh CIFOR (Center for International Forestry Research). Status hutan penelitian ini merupakan milik Kementerian Kehutanan RI c.q. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan.

Iklim

Berdasarkan klasifikasi curah hujan menurut Schmit dan Ferguson, hutan penelitian Darmaga mempunyai tipe hujan A, dengan curah hujan rata-rata tahunan sebesar 3.940 mm.

Topografi

Bentuk wilayah hutan penelitian Darmaga adalah datar sampai agak berombak dengan kelerengan 0-6% dan berada pada ketinggian 244 meter dari permukaan laut.

Tanah

Menurut (LPT Bogor dalam Hammer, 1981), tanah di areal hutan penelitian Darmaga ini adalah jenis latosol coklat kemerahan. Bahan induknya tuf volkan intermedier yang dicirikan oleh lapisan setebal ± 17 cm, berwarna kuning kemerahan (7,5 YR 6/8, lembab) pada kedalaman 150-167 cm. Dibawah lapisan ini terdapat lapisan lain yang warna dan teksturnya dapat dikatakan sama dengan tanah di atas lapisan bahan induk. Tanah latosol pada lapisan atas berwarna coklat tua kemerahan (5 YR 3/3, lembab) dan berangsur-angsur lebih cerah pada lapisan dalam (5 YR 3/4, lembab). Tekstur liat sampai liat berdebu (halus), struktur gumpal sampai remah, konsistensi gembur, liat dan plastis. Solum sangat dalam, batas lapisan umumnya baur, drainase sedang sampai baik dan air tanahnya dalam (8-12 meter). Reaksi tanah masam sampai sedang (pH 5,0-6,0), kadar C organik dan N sedang pada lapisan atas, rendah sampai sedang pada lapisan bawah, kadar P2O5 tinggi sekali, sedangkan K2O

sangat rendah di semua lapisan. Kejenuhan basa rendah dan permeabilitas sedang, yaitu 4,31 cm/jam pada lapisan atas dan 0,22 cm/jam pada lapisan bawah.

Flora

(31)

Indonesia) sebanyak 42 jenis meliputi 35 marga dan 19 famili dan jenis asli (penyebaran alaminya di Indonesia) sebanyak 88 jenis, terdiri dari 85 jenis pohon, satu jenis bambu, satu jenis rotan dan satu jenis palmae. Jenis tanaman asing terdiri dari jenis-jenis pohon yang termasuk:

a. Kelompok daun jarum (Gymnospermae) sebanyak 3 jenis, semuanya dari marga Pinus, famili Pinaceae.

b. Kelompok daun lebar (Angiospermae) sebanyak 39 jenis yang mencakup 34 marga dan 18 famili dimana jenis yang paling banyak adalah jenis dari Khaya dan Terminalia, masing-masing 3 jenis.

Berdasarkan asal benihnya, jenis pohon asing tersebut berasal dari Negara yang beriklim tropis dan sub-tropis. Jenis pohon asli Indonesia terdiri dari jenis-jenis pohon yang termasuk:

a. Kelompok daun jarum (Gymnospermae) sebanyak 3 jenis yaitu dari marga Agathis (famili Araucariaceae), Pinus (famili Pinaceae) dan Podocarpus (famili Podocarpaceae).

b. Kelompok daun lebar (Angiospermae) sebanyak 82 jenis, mencakup 56 marga dan 34 famili dimana jenis yang paling banyak adalah jenis dari marga Shorea (10 jenis), Eugenia (5 jenis), Dipterocarpus (94 jenis) dan Hopea (4 jenis).

Berdasarkan asal benihnya, jenis pohon asli Indonesia berasal dari hampir seluruh pulau besar yang ada di Indonesia, mencakup Indonesia Bagian Barat, Tengah dan Timur.

Fauna

(32)

4 METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Kegiatan penelitian ini dilakukan di Dramaga, Kecamatan Bogor Barat, Jawa Barat (Gambar 4.1). Penelitian ini berlangsung selama tiga bulan, yakni dari bulan Februari sampai bulan April 2013. Pada lokasi penelitian dilakukan penafsiran citra landsat untuk mengidentifikasi dan menafsirkan tipe-tipe tutupan lahan (landuse) yang ada di lokasi penelitian tersebut. Kemudian pada setiap tipe tutupan lahan tersebut dilakukan inventarisasi/risalah terhadap tiga obyek penelitian ini yaitu kesuburan tanah, tumbuhan, dan cacing tanah.

Gambar 4.1 Lokasi penelitian

Adapun variable yang diamati pada ketiga obyek penelitian tersebut adalah: (a) Tanah, meliputi sifat fisik dan kimia tanah.

(b) Tumbuhan, meliputi jumlah individu untuk vegetasi penutup tanah (rumput-rumputan dan semak belukar, semai dan pancang). Sedangkan untuk vegetasi tingkat tiang dan pohon, meliputi jumlah individu dan diameter batangnya (DBH, diameter at breast heights).

(33)

4.2 Bahan dan Peralatan

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan pembuatan unit sampling (GPS, kompas, patok, tali rapia, dan parang), phiband digunakan untuk mengukur diameter pohon, cangkul, sekop, meteran 50 meter, kamera, buku lapangan, ember dan alat tulis. Adapun bahan utama yang akan digunakan adalah cacing tanah dewasa yang dikumpulkan dalam keadaan hidup, dan sampel tanah yang diambil setiap tipe tutupan lahan.

4.3 Prosedur Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data dilakukan melalui studi literatur, observasi lapangan, wawancara dan survai. Jenis dan sumber data berdasarkan tujuan penelitian disajikan pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1 Metode pengumpulan data Tujuan Penelitian Jenis dan

Sumber Data tanah pada setiap tipe tutupan lahan berikut

Rancangan sampling dalam penelitian ini menggunakan two stage sampling. Unit sampling primer berupa kuadrat berukuran 20 m x 20 m sebanyak tiga unit per tipe tutupan lahan untuk risalah tumbuhan tingkat pohon.

(34)

Sedangkan untuk kepentingan risalah cacing tanah dibuat unit sampling sekunder berukuran 1 m x 1 m sebanyak satu unit per unit sampling primer dan untuk mengumpulkan cacing tanah dilakukan penggalian tanah dengan kedalaman sekitar 30 cm. Unit sampling untuk vegetasi dan cacing tanah dapat dilihat pada Gambar 4.2.

20 m 20 m

20 m 20 m 20 m

Gambar 4.2 Unit sampling untuk risalah tumbuhan (a) dan cacing tanah (b)

4.5 Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini identifikasi atau penafsiran tipe tutupan lahan dilakukan dengan menggunakan software ArcGIS 9 terhadap citra landsat tahun 2012. Adapun analisis data vegetasi (kerapatan, frekuensi, dominansi, indeks nilai penting) menggunakan analisis vegetasi (Misra, 1974) dan keanekaragaman jenisnya dianalisis menurut rumus Shannon–Wiener (Krebs, 1978), tingkat kesuburan tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tahun 2005, dan pendugaan kelimpahan cacing tanah di setiap tipe tutupan lahan digunakan prosedur perhitungan menurut two stage sampling design. Adapun rumus Shannon– Wiener (Krebs, 1978) sebagai berikut:

H’

= − � � ��

N = Jumlah kerapatan individu seluruh jenis ni = Jumlah kerapatan individu suatu jenis

(35)

Selanjutnya, untuk menelusuri hubungan antara kelimpahan cacing dengan kesuburan tanah dan kelimpahan tumbuhan digunakan analisis regresi multivariate sebagai berikut:

Y = a + b1X1 + b2X

2 + b3X3 + b4X4 + b5X5

Keterangan:

Y = kelimpahan cacing tanah X1

X

= kelimpahan tumbuhan dominan (INP)

2 sampai denganX5

a = nilai konstanta

= unsur kesuburan tanah (C-organik, N, P, K)

b = nilai koefisien regresi

Penentuan tekstur dilakukan dengan menggunakan diagram segitiga tekstur tanah disajikan pada Gambar 4.3. Tanah-tanah yang bertekstur pasir, karena butir-butirnya berukuran lebih besar, maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih kecil sehingga sulit menyerap (menahan) air dan unsur hara. Tanah-tanah yang bertekstur liat karena lebih halus maka setiap satuan berat mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga kemampuan menahan air dan menyediakan unsur hara tinggi. Tanah-tanah bertekstur halus lebih aktif dalam reaksi kimia daripada tanah bertekstur kasar.

(36)

Berikut kriteria penilaian tanah berdasarkan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian tahun 2005 dapat dilihat pada Tabel 4.2 dan 4.3.

Tabel 4.2 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara kimia

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005

Tabel 4.3 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara fisik

Sumber: Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Departemen Pertanian, 2005 Parameter

tanah

Nilai Sangat

rendah

Rendah Sedang Tinggi Sangat tinggi

(37)

5 HASIL DAN PEMBAHASAN PENELITIAN

5.1 Hasil

5.1.1 Tipe Tutupan Lahan

Berdasar hasil pengolahan citra landsat di lokasi penelitian yang dilakukan menggunakan software ArcGIS 9, terdapat lima tipe tutupan lahan yaitu tanah kosong, rumput-rumputan, semak belukar, hutan tanaman, dan hutan campuran (Gambar 5.1.1).

Gambar 5.1.1 Tipe-tipe tutupan lahan di lokasi penelitian

Ada lima tipe tutupan lahan yang teridentifikasi di lokasi penelitian. Kelima tipt tutupan lahan tersebut adalah tanah kosong, semak belukar, rumput-rumputan, hutan tanaman dan hutan campuran disajikan pada Tabel 5.1.1.

Tabel 5.1.1 Tipe-tipe tutupan lahan di Dramaga Bogor

No. Tipe tutupan lahan Jenis tumbuhan Luas (Ha) Foto

1 Tanah kosong - 0,60

(38)

No. Tipe tutupan lahan Jenis Tumbuhan Luas (Ha) Foto 2 Rumput-rumputan Blumea balsamifera

Waltheria indica Polytrias amaura Axonopus compressus Echinochloa crus-gali Imperata cylindrica Euphorbia hirta Abutilon indicum Digitaria sangunalis

0,40

3 Semak belukar Mimosa pudica

Merremia gemella Waltheria indica Colocasia esculenta Melastoma malabathricum Wedelia biflora

Pityrogramma calomelanos Chromolaena odorata Centrosema pubescens Solanum melongena

2.80

4 Hutan tanaman Tectona grandis Albazia falcataria Durio zibethinus

1.29

5 Hutan campuran Colocasia esculenta Mimosa pudica Pityrogramma calomelanos

Curcuma aeruginosa Calamus rotan Nauclea orientalis Hopea bancana Baccaurea racemosa Eugenia cymosa Hymenaea courbaril Intsia bijuga

Dysoxylum aculangulum

35

(39)

5.1.2 Sejarah Pengelolaan Tipe Tutupan Lahan

Tanah Kosong

Tipe tutupan lahan tanah kosong merupakan lahan terbuka yang tidak/belum ditumbuhi oleh jenis tanaman atau termanfaatkan. Lahan ini merupakan lahan yang sudah rusak, atau berubah fungsi menjadi fasilitas umum (lapangan), kadang-kadang hanya berupa hamparan tanah kering yang lambat laun akan menjadi semak belukar.

Rumput-rumputan

Tumbuhan yang hidup pada lahan ini adalah rumput namun tergantung pada kelembaban. Sebelumnya lahan ini merupakan lahan yang dimanfaatkan oleh penduduk setempat untuk menanam tanaman semusim seperti kacang panjang dan singkong, namun kegiatan penanaman tidak berlanjut maka lahan tersebut dibiarkan sehingga menjadi lahan yang hanya ditumbuhi oleh jenis tumbuhan rumput-rumputan.

Semak Belukar

Tipe tutupan lahan semak belukar merupakan lahan bekas ladang/perkebunan yang sudah ditinggalkan dan tidak dikelola lagi oleh penduduk, atau lahan yang memang tidak dikelola oleh penduduk setelah penebangan hutan sekunder.

Hutan Tanaman

Tipe tutupan lahan hutan tanaman yang digunakan adalah hutan tanaman jati. Tanah yang sesuai pada lahan ini adalah ag

(memiliki calcium) dan

fosfor (P). Jati tidak tahan tergenang air. Adapun tajuk pepohonan dalam hutan jati akan menyerap dan menguraikan zat-zat pencemar (polutan) dan cahaya yang berlebihan. Tajuk hutan itu pun melakukan proses fotosintesis yang menyerap karbondioksida dari udara dan melepaskan kembali oksigen dan uap air ke udara. Semua ini membantu menjaga kestabilan iklim di dalam dan sekitar hutan. Hutan jati pun ikut mendukung kesuburan tanah. Ini karena akar pepohonan dalam hutan jati tumbuh melebar dan mendalam. Pertumbuhan akar ini akan membantu menggemburkan tanah, sehingga memudahkan air dan udara masuk ke dalamnya. Tajuk (mahkota hijau) pepohonan dan tumbuhan bawah dalam hutan jati akan menghasilkan serasah, yaitu jatuhan ranting, buah, dan bunga dari tumbuhan yang menutupi permukaan tanah hutan. Serasah menjadi bahan dasar untuk menghasilkan humus tanah. Berbagai mikroorganisme hidup berlindung dan berkembang dalam serasah ini. Uniknya, mikroorganisme itu juga yang akan memakan dan mengurai serasah menjadi humus tanah. Serasah pun membantu meredam entakan air hujan sehingga melindungi tanah dari erosi oleh air.

(40)

tanah cenderung tidak banyak. Tanpa banyak tutupan tumbuhan pada lantai hutan, lapisan tanah teratas lebih mudah terbawa oleh aliran air dan tiupan angin.

Hutan Campuran

Tipe tutupan hutan campuran merupakan hutan yang terdiri dari bermacam-macam jenis tumbuhan. Hutan ini tumbuh pada ketinggian sekitar 1. memiliki tanah relatif subur dan kering (tidak tergenang air dalam waktu lama). Hutan campuran merupakan makhluk hidup yang membentuknya, maupun dalam tingginya nilai sumberdaya laha pepohonan besar yang membentuk tajuk berlapis-lapis (layering), sekurang-kurangnya tinggi tajuk teratas rata adalah 45 m (paling tinggi dibandingkan rata-rata hutan lainnya), rapat, dan hijau sepanjang tahun. Ada tiga lapisan tajuk atas di hutan ini:

a. Lapisan pohon-pohon yang lebih tinggi, muncul di sana-sini dan menonjol di atas atap tajuk (kanopi hutan) sehingga dikenal sebagai “sembulan” (emergent). Sembulan ini bisa sendiri-sendiri atau kadang-kadang menggerombol, namun tak banyak. Pohon-pohon tertinggi ini bisa memiliki batang bebas cabang lebih dari 30 m, dan dengan lingkar batang hingga 4,5 m.

b. Lapisan kanopi hutan rata-rata, yang tingginya antara 24–36 m. Lapisan tajuk bawah, yang tidak selalu menyambung. Lapisan ini tersusun oleh pohon-pohon muda, pohon-pohon yang tertekan pertumbuhannya, atau jenis-jenis pohon yang tahan naungan.

c. Kanopi hutan banyak mendukung kehidupan lainnya, semisal berbagai jenis (termas cabang dan rerantingan. Tajuk atas ini demikian padat dan rapat, membawa konsekuensi bagi kehidupan di lapis bawahnya. Tetumbuhan di lapis bawah umumnya terbatas keberadaannya oleh sebab kurangnya cahaya matahari yang bisa mencapai lantai hutan, sehingga orang dan hewan cukup leluasa berjalan di dasar hutan.

Ada dua lapisan tajuk lagi di aras lantai hutan, yakni lapisan semak dan lapisan vegetasi penutup tanah. Lantai hutan sangat kurang cahaya, sehingga hanya jenis-jenis tumbuhan yang toleran terhadap naungan yang bertahan hidup di sini; di samping jenis-jenis pemanjat mencapai atap tajuk. Akan tetapi kehidupan yang tidak begitu memerlukan cahaya,

seperti halnya anekdekomposer) lainnya tumbuh

(41)

5.1.3 Dominansi Jenis Tumbuhan pada setiap Tipe Tutupan Lahan

Secara rinci komposisi jenis tumbuhan disetiap tipe tutupan lahan dapat dilihat pada lampiran 9, 10, 11 dan 12. Adapun jenis-jenis tumbuhan yang dominan di setiap tipe tutupan lahan di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 5.1.2.

Tabel 5.1.2 Dominansi jenis tumbuhan di setiap tipe tutupan lahan No. Tipe

Berdasarkan data pada Tabel 5.1.2, jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan berbeda-beda. Hal ini dikarenakan setiap tipe tutupan lahan yang ada memiliki fungsi dan karakteristik masing-masing. Jenis tumbuhan dominan pada setiap tipe tutupan lahan yakni Digitaria sanguinalis (L.) (INP 95%) di rumput-rumputan, Waltheria indica (L.) (INP 28%) di semak belukar, Tectona grandis (INP 250%) di hutan tanaman, serta Mimosa pudica (INP 65%), Hopea bancana (INP 163%), Baccaurea racemosa (INP 189%), dan Eugenia cymosa (INP 63%) di hutan campuran. Suatu jenis tumbuhan dapat merupakan jenis tumbuhan indikator apabila memiliki nilai INP yang tinggi, terutama dibandingkan dengan nilai INP tertinggi kedua dan seterusnya. Dominansi merupakan pengukuran nilai jumlah spesies per luas basal area dari tumbuhan tersebut. Secara ekologi indeks nilai penting diperlihatkan oleh suatu spesies merupakan indikasi bahwa spesies yang bersangkutan dianggap dominan pada kondisi habitat tersebut.

(42)

tutupan lahan hutan campuran dikategorikan sedang. Menurut Muller (1974) dikemukakan bahwa komposisi bervegetasi hutan alami yang telah terbentuk dalam jangka panjang akan memperlihatkan fisiognomi, fenologi dan gaya regenerasi yang lambat dan cenderung mantap, sehingga dinamika floristik komunitas hutan tidak terlalu nyata dan mencolok. Dalam konteks ini pergantian generasi atau regenerasi spesies seakan-akan tidak tampak, akibatnya jarang dijumpai spesies tertentu yang kemudian muncul dominan, karena semua spesies telah beradaptasi dalam jangka waktu yang lama.

Jenis Tumbuhan Digitaria sanguinalis

Digitaria sanguinalis adalah spesies rumput dikenal dengan rumput kepiting berbulu atau rumput kepiting besar. Jenis rumput ini adalah salah satu spesies yang dikenal hampir di seluruh dunia sebagai gulma pada umumnya. Jenis ini merupakan rumput tahunan dengan perbungaan hingga sembilan sangat panjang dan sangat tipis serta memiliki cabang beranting. Setiap cabang dilapisi dengan pasangan gabah yang sangat kecil dan perbungaan berwarna kemerahan atau keunguan (Moody, 1984).

Benih-benih dari jenis rumput tersebut dimakan dan telah digunakan sebagai gandum di Jerman dan terutama Polandia, serta seringkali dibudidayakan. Rumput ini juga sangat bergizi, terutama pasca tanaman memproduksi benih. Hal ini sering dipergunakan untuk memberikan pakan untuk hewan, atau dipotong dan dipaketkan sebagai jerami. Dibandingkan dengan rumput lain, rumput ini memiliki persentase protein yang relatif tinggi. Seringkali petani menggarap jenis rumput ini pada akhir musim semi, dengan maksud mendorong kualitas benih rumput kepiting.

Rumput kepiting untuk konsumsi manusia tentu harus dipanen dengan tangan agar menghasilkan gandum sepanjang musim panas. Dengan menggunakan mesin panen akan membutuhkan waktu berbulan-bulan sehingga banyak benih yang akan terbuang sia-sia. Rumput ini menghasilkan biji-bijian dalam jumlah yang sangat banyak. Biji-bijian tersebut merupakan gulma halus berfungsi sebagai mulsa dan dapat bertahan baik pada cuaca panas dan kekeringan. Adaptasi membuatnya menjadi kandidat untuk lingkungan pertanian kecil.

Kegunaan rumput ini untuk transmigran pada abad kesembilan belas sebagai rumput yang telah membuat benih, tetapi dengan berjalannya waktu dianggap sebagai gangguan yang tidak menarik. Rumput ini sering mengambil keuntungan dari kesuburan sehingga tanah menjadi tidak subur dan kekeringan, hal ini mengakibatkan melemahnya jenis rumput yang lain. Sulit untuk memusnahkan jenis rumput ini karena akan menumbuhkan, dan dengan menggunakan bahan kimia kemungkinan akan merugikan rumput di sekitarnya. Cara kontrol yang paling efisien adalah menarik sebagian rumput dan menjaga sisa rumput dengan disiram dan dipangkas pada ketinggian dua sampai tiga inci (Luis, 1983).

Jenis Tumbuhan Waltheria indica

(43)

tumbuh cabang dekat tanah. Biasanya memiliki ciri-ciri tegak dan agak bercabang. Batang muda dan daun ditutupi warna abu-abu, beludru. Daun alternatif sempit berbentuk bulat telur atau lonjong berbentuk hati, bergigi tepi beraturan dan Panjang tangkai antara 0,5-3,3 cm (Moody, 1984).

Waltheria indica tumbuh pada lahan tropis dan sub tropis. Howard (1989) menunjukkan bahwa spesies ini asli dari Florida dan Texas. Jenis semak ini tumbuh di lahan kering, berdrainase baik dan habitat lembab. Spesies ini menempati daerah yang dapat menerima curah hujan tahunan dari 750-1800 mm dan lebih dari 400 m dari elevasi. Species ini dapat ditemukan di lapangan tua, lokasi kontruksi, pinggir jalan, hutan terbakar dan padang rumput. Jenis ini memiliki naungan toleran dan tidak akan bertahan dalam tajuk pohon tertutup dan tidak dapat bersaing dengan jenis rumput lain serta tahan pada keadaan kekeringan dan tanah sedikit mengandung garam.

Jati adalah sejenis

Jenis Tumbuhan Tectona grandis

berbatang lurus, dapat tumbuh mencapai tinggi 30-di musim kemarau. Jati 30-dikenal dunia dengan nama teak ilmiah jati adalah Tectona grandis L.f. Jati memiliki batang bebas cabang (clear bole) dapat mencapai 18-20 m. Pada hutan-hutan alam yang tidak terkelola ada pula individu jati yang berbatang bengkok-bengkok. Sementara varian jati blimbing memiliki batang yang berlekuk atau beralur dalam; dan jati pring (Jawa, bambu) nampak seolah berbuku-buku seperti abuan, terpecah-pecah dangkal dalam alur memanjang batang.dan seringkali masyarakat indonesia salah mengartikan jati dengan tanamaAntocephalus cadamba) padahal mereka dari jenis yang berbeda.

Pohon jati (Tectona grandis sp.) dapat tumbuh meraksasa selama ratusan tahun dengan ketinggian 40-45 meter dan diameter 1,8-2,4 meter. Namun, pohon jati rata-rata mencapai ketinggian 9-11 meter, dengan diameter 0,9-1,5 meter. Pohon jati yang dianggap baik adalah pohon yang bergaris lingkar besar, berbatang lurus, dan sedikit cabangnya. Kayu jati terbaik biasanya berasal dari pohon yang berumur lebih daripada 80 tahun.

(44)

Jati menyebar luas mulai dari daun di musi Burma, yang kemudian menyebar ke Semenanjung India, Muangthai, Filipina, dan Jawa. Sebagian ahli botani lain menganggap jati adalah spesies asli di Burma, India, Muangthai, dan Laos.

Kebutuhan jati dunia pada saat ini ± 70% dipasok oleh Burma. Sisa kebutuhan itu dipasok oleh India, Thailand, Jawa, Srilangka, dan Vietnam. Namun, pasokan dunia dari hutan jati alami satu-satunya berasal dari Burma. Lainnya berasal dari hasil hutan tanaman jati. Jati paling banyak tersebar di Asia. Selain di keempat negara asal jati dan Indonesia, jati dikembangkan sebagai hutan tanaman di Srilangka (sejak 1680), Tiongkok (awal abad ke-19), Bangladesh (1871), Vietnam (awal abad ke-20), dan Malaysia (1909).

Iklim yang cocok adalah yang memiliki musim kering yang nyata, namun tidak terlalu panjang, dengan intensitas cahaya yang cukup tinggi sepanjang tahun. Ketinggian tempat yang optimal adalah antara 0 – 700 m dpl; meski jati bisa tumbuh hingga 1300 m dpl. Tegakan jati sering terlihat seperti hutan sejenis, yaitu hutan yang seakan-akan hanya terdiri dari satu jenis pohon.

Ini dapat terjadi di daerah beriklim muson yang begitu kering, kebakaran lahan mudah terjadi dan sebagian besar jenis pohon akan mati pada saat itu. Tidak demikian dengan jati. Pohon jati termasuk spesies pionir yang tahan kebakaran karena kulit kayunya tebal. Lagipula, buah jati mempunyai kulit tebal dan tempurung yang keras. Sampai batas-batas tertentu, jika terbakar, lembaga biji jati tidak rusak. Kerusakan tempurung biji jati justru memudahkan tunas jati untuk keluar pada saat musim hujan tiba.

Guguran daun lebar dan rerantingan jati yang menutupi tanah melapuk secara lambat, sehingga menyulitkan tumbuhan lain berkembang. Guguran itu juga mendapat bahan bakar yang dapat memicu kebakaran yang dapat dilalui oleh jati tetapi tidak oleh banyak jenis pohon lain. Demikianlah, kebakaran hutan yang tidak terlalu besar justru mengakibatkan proses pemurnian tegakan jati: biji jati terdorong untuk berkecambah, pada saat jenis-jenis pohon lain mati (Tsoumis, 1991).

Pada masa lalu, jati sempat dianggap sebagai jenis asing yang dimasukkan (diintroduksi) ke Jawa dan ditanam oleh orang-orang Hindu ribuan tahun yang lalu. Namun pengujian variasi isozyme yang dilakukan oleh Kertadikara (1994) menunjukkan bahwa jati di Jawa telah berevolusi sejak puluhan hingga ratusan ribu tahun yang silam. Karena nilai kayunya, jati kini juga dikembangkan di luar daerah penyebaran alaminya. Di

Gambar

Gambar 1.1 Diagram alir penelitian
Tabel 4.1 Metode pengumpulan data
Gambar 4.2 Unit sampling untuk risalah tumbuhan (a) dan cacing tanah (b)
Tabel 4.2 Kriteria penilaian hasil analisis tanah secara kimia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Sejalan dengan renstra Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian tahun 2011 – 2014, program kerja Direktorat Pengelolaan Air Irigasi yaitu : 1)

Hal ini menunjukkan bahwa ada hubungan negatif yang sangat signifikan antara variabel komitmen organisasi dengan turnover intention pada karyawan bagian produksi di PT. Dasaplast

tuk spora. Mikroorganisme yang ada di udara akan cepat mati karena kelaparan dan radiasi UV. Bakteri yang mampu hidup di lingkungan udara bersifat gram positif

Dari penjelasan opini di atas, dapat disimpulkan bahwa keseluruhan laporan keuangan telah disajikan tidak sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum,

Sampel pada penelitian eksperimental ini adalah ekstrak bawang putih ( Allium sativum Linn ) yang dibuat dengan cara maserasi.. Hasil : Hasil untuk uji aktivitas antibakteri

Kelas kata yang akan dibahas dalam pembahasan ini adalah terkait pada reduplikasi verba denomina bahasa Banjar Hulu pada aspek bentuk afiksasi pembentuk reduplikasi

Namun, ada tantangan yang cukup besar yang dihadapi yaitu masalah dimensi dari data yang digunakan karena banyak teknik yang menggunakan representasi matriks dalam penerapannya