• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DILAKUKAN PENGGUGURAN

F. Dorongan dari Keluarga

Dalam kehidupan masyarakat,nama baik keluarga harus dijaga baik- baik,karena apabila nama baik keluarga telah tercemar oleh anggota keluarga maka masyarakat akan menganggap keluarga tersebut tidak layak untuk ditiru dan dicontoh oleh keluarga lain.Untuk itu lambat laun keluarga tersebut akan dikucilkan dalam kehidupan masyarakat.Nama baik keluarga tercemar apabila salah satu norma kesusilaan yang berlaku dimasyarakat telah dilanggar salah satu anggota keluarga,misalnya salah satu anggota keluarganya hamil atau melahirkan diluar nikah atau perkawanin yang tidak sah.41

pada tanggal 11 februari 2010

40

Kusmaryanto,Op.cit, hal 169

41

Pengguguran kandungan, di beberapa Negara masih merupakan wacana yang dilematis dan mengandung banyak perdebatan, apakah pengguguran kandungan merupakan kejahatan atau sebaliknya sebagai suatu hak yang harus dilindungi hukum. Nafis Sidik selaku Direktur Eksekutif NFPA (badan PBB untuk dana kependudukan) pada penutupan Konfrensi Kependudukan Asia Pasific ke-4 di Nusa Dua Bali mengatakan bahwa PBB tidak pernah merekomendasi pengguguran kandungan sebagai bagian dari metode Family Planning. Meskipun dmeikian, PBB juga tidak pernah bisa secara tegas-tegas melarang anggotanya yang melakukan praktik penguguran kandungan/aborsi, karena belum adanya kesepakatan hukum yang melarang atau membolehkannya. Profesi medis sendiri dengan tegas menolak tindakan pengguguran kandungan. Kontroversi itu setidaknya dilatarbelakangi persoalan sebagai berikut:42

1. Pengaruh ajaran agama yang masih kuat berakar yang pada umumnya memberikan landasan normatif mengenai aspek proteksi terhadap eksistensi janin dan sekaligus menentang keras praktik pengguguran kandungan

Pengakuan bahwa pengguguran kandungan itu termasuk metode pengendalian dertilitas (pembiakan angka kelahiran umat manusia) yang tertua dan amat pragtis-pragmatis di muka bumi. Bahkan, menurut Newsletter edisi Agustus 1992, dipaparkan bahwa pengguguran kandungan itu merupakan metode terbanyak yang dilakukan manusia.Kondisi modren atas gaya hidup manusia (human life style) yang sudah terseret oleh gelombang doktrin tipikal sekuler yang memperbolehkan pengguguran kandungan dengan dalih-dalih yang klise,

42

seperti demi pengembangan karier wanita, usia masih muda, mengancam prestise dan status sosial lainnya.

2. Praktik pengguguran kandungan ilegal yang mengakibatkan kematian bagi ibu. Misalnya saja untuk Albania dan Bangladesh 50% kematian ibu terjadi karena tindakan pengguguran kandungan

Apabila ditelusuri perilaku pengguguran kandungan berkaitan dengan posisi wanita yang cenderung sering menjadi korban dari pelaku kekerasan seksual, baik di kalangan keluarga atau orang-orang dekat mereka. Pelecehan seksual dan perkosaan merupakan dorongan mengapa seorang wanita melakukan tindakan pengguguran kandungan. Khusus terhadap korban perkosaan hampir bisa dipastikan keluarganya tidak menghendaki kelahiran bayi karena berbagai alasan misalnya aib keluarga, pribadi, lingkungan sekitar. Pelecehan seksual atau perkosaan bisa terjadi dalam lingkungan paling tersembunyi sekalipun. Bahkan dalam lingkungan keluarga, dimana yang lebih mengenaskan pelakunya adalah mereka yang seharusnya berada pada posisi pelindung kaum perempuan.

BAB IV

UPAYA-UPAYA PENANGGULANGAN TINDAK PIDANA PENGGUGURAN KANDUNGAN

Upaya penanggulangan dengan jalur penal menitikberatkan pada sifat repressif43(bersifat mengekan/menekan)sesudah kejahatan terjadi,sedangkan jalur non penal lebih menitik beratkan sifat preventif44(tindakan pencegahan)sebelum terjadinya kejahatan terjadi.Mengingat upaya penanggulangan kejahatan lewat jalur non penal lebih bersifat tindakan pencegahan untuk terjadi kejahatan,maka sasaran utamanya adalah menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan.Faktor-faktor kondusif antara lain berpusat pada masalah-masalah atau kondisi sosial yang secara langsung atau tidak langsung dapat menimbulkan atau menumbuhsuburkan kejahatan.45

Keterbatasan hukum pidana dan penaggulangan kejahatan tidak banyak diungkapkan oleh para sarjana.Rubin mengatakan pemidanaan(apapun hakekatnya apakah yang dimaksudkan untuk menhukun atauuntuk memperbaiki)sedikit ataupun tidak mempunyai pengaruh pada kejahatan.Jika dilihat dari segi hakekat kejahatan sebagai suatu masalah sosial,banyak faktor yang menyebabkan kejahatan.Faktor penyebab ini sangat kompleks dan diluar jangkauan hukum pidana,sehingga wajar kalau hukum pidana mempunyai keterbatasan kemmampuan untuk menaggulanginya.Sanksi hukum pidana bukanlah obat untuk

43

Daryatno SS, Kamus Bahasa Indonesia Modren,(Surabaya: Apollo,1994), hal 176

44

J.C.T. Simorangkir,dkk, Kamus Hukum,(Jakarta: Sinar Grafika,2004), hal 133

45

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,(Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1966),hal 49

mengatasi sebab-sebab terjadinya kejahatan tetapi sekedar untuk mengatasi akibat dari kejahatan tersebut.

Dapat dibayangkan,betapa kacau dan tidak tentramnya kehidupan masyarakat,apabila masyarakat tidak lagi mempercayakan penyesalan maslah- masalah kepada Aparat-aparat atau Penegak Hukum,justru untuk mencari penyelesaian kain kepada orang-orang atau pihak diluar hukum yang mereka percayai atau mereka main hakim sendiri.

Menghadapi meningkatnya dimensi,kuantitas,dan kualitas kejahatan,bisa saja terjadi kemungkinan atau kecenderungan para aparat Penegak hukum untuk melakukan tindakan-tindakan penangulangan “berdarah panas”panik dan brutal diluar batas hukum,memang didalam menggulangi kejahatan pada tahap repressif para aparat Penegak hukum sudah dapat melakukan tindakan langsung terhadap pelaku.Ini disebabkan karena perbuatan atau kejahatan tersebut telah terjadi sehingga reaksi dari penegak hukum harus dilakukan dibandingkan dengan penanggulangan secara preventif.

Penggunaan upaya penal didalam mengatur masyarakat pada hakekatnya merupakan bagian suatu langkah kebijakan mengingat keterbatsan dan kelemahan Hukum Pidana.Maka dilihat dari sudut kebijakan,penggunaan atau intervensi dari Hukum Pidana yang sepantasnya dilakukannya hati-hati,cermat,hemat selektif dan bijaksana.Dengan kata lain sasaran penal adalah selalu harus digunakan dalam

setiap perangkat undnag-undang.Dalam menggunakan sasaran penal harus menggunakan prinsip-prinsip antara lain yaitu:46

a. Hukum pidana jangan digunakan hanya semata-mata untuk pembalasan

b. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mempidana perbuatan yang tidak merugikan

c. Jangan menggunakan hukum pidana untuk mencapai suatu tujuan yang dapat dicapai secara lebih efektif dengan sarana-sarana lain yang lebih ringan.

d. Jangan menggunakan hukum pidana apabila kerugian yang timbul lebih besar dari pada kerugian tindak pidana itu sendiri

e. Larangan-larangan hukum pidana jangan mengandung sifat yang berbahaya dari pada perbuatan yang dapat dicegah

f. Hukum pidana jangan memuat larangan-larangan yanga tidak mendapat dukungan dari publik

Disamping penggunaan upaya penal dan upaya non penal didalam menanggulangi kejahatan.Salah satu penanggulangan kejahatan ini adalah dengan cara pembinaan kejahatan masyarakat.Pembinaan masyarakat (Treatment of

sosiety)adalah upaya pembinaan masyarakat dari kondisi-kondisi yang

menyebabkan timbulnya kejahatan.

Didalam memerangi kejahatan didalam masyarakat baik polisi,Pemerintah atau masyarakat itu sendiri selalu melakukan usaha-usaha penanggulangan kejahatan secara berkesinambungan.Hal ini dilakukan yang semata-mata untuk memberikan suasana yang aman dan kebaikan masyarakat yang tujuannya adalah

46

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Pencegahan dan Pengembangan Hukum Pidana,(Bandung:PT.Citra Aditya Bakti, 1998), hal 48

agar kehidupan masyarakat itu dapat berjalan lancar tanpa adanya gangguan.Seiring perkembangan teknologi maka berkembang pula kualitas kejahatan itu sendiri antara lain kejahatan pengguguran kandungan semakin banyak.

Dalam menanggulangi pengguguran kandungan tersebut,harus ada kerjasama yaitu keterpaduan antara pihak keluarga dengan instansi Pemerintah terkait pihak Komisi Perlindungan Anak Nasional.Sehubungan hal tersebut diatas penulis atas penulis akan menguraikan usaha-usaha yang dilakukan/digunakan dalam menanggulangi pengguguran kandungan meliputi upaya Preventif,upaya Repressif dan upaya Rehabilitatif.

A. Upaya Preventif

Salah satu upaya penaggulangan pengguguran kandungan adalah menggunakan upaya preventif.Upaya preventif ini adalah usaha dalam menanggulangi kejahatan baik dengan menggunakan kebijakan,tindakan-tindakan yang diambil sebelum terjadinya kejahatan,yang tujuannya adalah agar kejahatan itu jangan terjadi.Dengan perkataan lain upaya Preventif merupakan upaya untuk mencegah agar jangan sampai terjadi digugurkan kandungannya artinya jangan sampai orang tau bahwa dirinya sedang mengandung.

Langkah Preventif tersebut dimaksudkan untuk meningkatkan kesadaraan hak-hak anak.Memang hakekatnya untuk melakukan pencegahannya secara keseluruhan terhadap tindak pidana pengguguran kandungan mustahil atau pasti tidak dilakukan.Hanya saja untuk mengurangi meningkatnya tindak

pidana,termasuk tindak pidana pengguguran kandungan pasti dapat dilakukan.Untuk itu dalam hal masyarakat sebagai kontrol sosial memegang peranan penting terhadap penanggulangan penyimpangan-penyimpangan yang terjadi dalam masyarakat itu sendiri.Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk melakukan kejahatan tersebut adalah memberikan kesadaraan yang cukup kepada masyarakat tentang Hak-hak anak,dapat dilakukan melalui tulisan-tulisan ,spanduk-spanduk yang ditempelkan pada tempat-tempat yang strategis seperti dipersimpangan jalan raya,dikampus-kampus dimana orang dapat memperhatikan dan mengetahuinya.

Dilain pihak untuk meminilisasikan dan menangulangi kejahatan yang seperti ini,Aparatur Pemerintah maupun komponen masyarakat lainnya harus memberikan perhatian yang sangat serius akan masalah tersebut dimana baik Aparatur Pemerintah.Komponen masyarakat maupun Aparat Penegak hukum sebagai mungkin memberikan solusi atau pemecahan serta meningkatkan sensivitas aatas isu kejahatan tersebut.Hal ini dapat dilakukan dengan mengadakan diskusi maupun seminar yang menyangkut hak-hak anak.Diman hasilnya dapat dijadikan sumbangan pemikiran terhadap Pemerintah didalam melakukan perlindungan anak tersebut.

B.Upaya Repressif

Upaya Repressif merupakan kegiatan yang ditujukan dalam melakukan Penyidikan dan Penyelidikan terhadap suatu kasus untuk diajukan kepada Penuntut Umum sehingga sampai kepada proses persidangan dipengadilan.Aparat

Penegak Hukum secara langsung berhadapan dan menangani kasus-kasus pengguguran kandungan harus memiliki sifat proaktif dalam menangani kasus.

C.Upaya Rehabilitatif

Setiap kebijaksanaan dalam langkah para Peneegak Hukum untuk memenuhi kebutuhan masyarakat akan rasa aman dan tentram dan tidak diusik dan rasa takut pasti akan disambut baik oleh para pihak. Dalam hal ini kebijaksanaan dalam rangka penanggulangan kejahatan yang bersifat reformasi harus mencerminkan kepastian hukum, rasa keadilan hukum karena hukum sebagai pranata sosial juga harus memberikan perlindunan yang lebih efektif, baik terhadap masyarakat, petugas dan mereka yang melakukan pelanggaran.

Si terhukum yang telah dijatuhi hukuman, menjalankan hukuman menurut keputusan sang hakim yang tetap, dengan harapan bahwa selama menjalankan hukuman diberikan pembinaan sikap mental dan diberikan kesadaran atas kesalahannya sehingga ia tidak mengulangi untuk melakukan suatu kejahatan lagi serta dapat menjadi anggota masyarakat yang baik, artinya dalam hal ini para pelaku tindak pidana yang menggugurkan kandungannya sendiri harus dapat diberikan kesadaran pada waktu dihukum tentang pentingnya kodrat seorang anak yang merupakan generasi penerus bangsa. Dan memberikan penjelasan tentang hak-hak seorang anak yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa yang senantiasa haruslah kita jaga karena dalam dirinya melekat harkat, martabat, dan hak-hak sebagi manusia yang harus dijunjung tinggi.

Dengan demikian tindakan reformasi ini hanya dapat dilakukan selama si pelaku berkedudukan sebagai narapidana atau selama mereka menjalankan hukumannya. R.A.Koesnoen berpendapat: “Bahwa untuk melaksanakan politik kepenjaraan harus dilakukan usaha ke arah pembangunan sifat individu dengan mencoba memberikan kepercayaan kepada narapidana.” 47

D. Penerapan Hukuman

Dari hal tersebut kita dapat melihat bahwa para pelaku kejahatan harus diberikan kepercayaan sehingga dapat mengerti akan dirinya sendiri dan dengan demikian dia akan menghormati hak-hak orang lain. Dengan penghormatan yang ada pada dirinya dia akan lebih berpikir untuk tidak lebih melakukan kejahatan.

Dan dari hal tersebut diatas bahwa tindakan reformasi adalah membina narapidana di Lembaga Pemasyarakatan maupun di luar Lembaga Pemasyarakatan. Pembinaan adalah untuk merehabillitasi para pelaku sehingga dia tidak lagi mengulangi perbuatannya dan dapat bertingkah laku baik dalam masyarakat. Rehabilitasi terhadap pelaku kejahatan seperti ini dapat dilakukan dengan cara menyedarkan mereka dengan mengajarkan apa itu hak-hak dari anak tersebut yang merupakan amanah dan karunia Tuhan.

Pada hakikatnya keberhasilan penerapan hukuman tersebut sangat dominan dari peranan para penegak hukum, disamping faktor-faktor yang lain, seperti :

47

R.Soesilo, Kriminologi (Pengetahuan tentang Sebab-sebab Kejahatan), Bogor:Politea, 2001), hal 86

a. Faktor hukumnya sendiri, yang di dalam hal ini dibatasi pada Undang-undang saja

b. Faktor sarana atau fasilitas, yang mendukung penegakan hukum

c. Faktor masyarakat, yakni lingkungan dimana hukum tersebut berlaku atau diterapkan

d. Faktor kebudayaan, yakni sebagai hasil karya, cipta dan rasa yang didasarkan pada karsa manusia di dalam pergaulan hidup.

Dalam menerapkan hukuman oleh hakim terhadap suatu tindak pidana, termasuk tindak pidana pembunuhan, terutama pelakunya seorang ibu terhadap anak yang masih dalam kandungannya haruslah benar-benar mempertimbangkan berbagai faktor termasuk tujuannya yaitu untuk tercapainya rasa kepastiaan hukum dan keadilan.

Prof.Dr.Soerjono Soekanto, SH, MA mengatakan dalam bukunya yang berjudul Penegakan Hukum bahwa fungsi dari hukum adalah48

48

Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum,(Bandung: Bina cipta,1983), hal 74

“Mengatur hubungan antar Negara atau masyarakat dengan warganya dan hubungan antara sesama warga masyarakat tersebut, agar kehidupan dalam masyarakat berjalan dengan tertib dan lancar.”

Agar tercipta suasana yang aman dan tentram dalam masyarakat, maka kaedah hukum harus ditegakkan serta dilaksanakan dengan tegas, untuk itu peran hakim dalam penerapan hukuman ini sangat besar, sebagai bagian dari Aparat Penegak Hukum atau Perangkat Hukum.

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Tindakan Pengguguran Kandungan diatur dalam ketentuan khusus yaitu pada Udang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan dalam Pasal 75, 76 dan 77. Dan ketentuan umum pada Kitab Undang-undang Hukum Pidana Pasal 299, 346, 347, 348, 349.Akan tetapi,Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan ini tidak sejalan dengan Kitab Undang-undang Hukum Pidana yang menyatakan segala macam tindakan pengguguran kandungan itu dilarang. Sedangkan dalam Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan tindakan pengguguran kandungan bisa dilakukan dengan alasan medis. Padahal kedua-duanya masih berlaku di Indonesia. 2. Pada kenyataannya tidaklah mungkin seorang ibu mau menggugurkan anak

yang ada dalam rahimnya sendiri, namun ada beberapa faktor-faktor yang dapat mempengaruhi dilakukannyatindakan pengguguran kandungan diantaranyafaktor karena malu, demi menjaga nama baik keluarga, faktor lingkungan dimana korban dicemooh atau dijauhi oleh masyarakat, minimnya pengetahuan agama si pelaku, faktor ekonomi yang tidak memadai untuk melahirkan bayi lagi, dan faktor medis yang diakui sebagai keselamatan bagi si ibu.

3. Pengguguran Kandungan ini dapat dikategorikan sebagai tindak pidana atau kejahatan. Sehingga dilakukanlah upaya-upaya yang dapat dilakukan sebagai

tindakan penanggulangan tindak pidana pengguguran kandungantersebut yaitu dengan Upaya Preventif dimana memberikan kesadaraan yang cukup kepada masyarakat tentang Hak-hak anak, Upaya Represif kegiatan yang ditujukan dalam melakukan Penyidikan dan Penyelidikan terhadap suatu kasus untuk diajukan kepada Penuntut Umum sehingga sampai kepada proses persidangan dipengadilan, Upaya Rehabilitatif dimana memberikan penjelasan tentang hak-hak seorang anak yang merupakan amanah dan karunia Tuhan Yang Maha Esa, dan untuk penerapan hukumannya para Penegak Hukum haruslah benar-benar mempertimbangkan berbagai faktor termasuk tujuannya yaitu untuk tercapainya rasa kepastiaan hukum dan keadilan

B. Saran

Untuk mencegah maraknya Pengguguran Kandungan yang dilakukan oleh Medis maupun Non-Medis, maka enam butir solusi berikut :

1. Pendidikan, Seks, dan Agama sejak dini diberikan agar kelak bisa memasuki masa remaja atau dewasa muda memiliki pengetahuan bahwa perilaku seks bebas dilarang oleh agama.

2. Bila terjadi juga “Kecelakaan” (Kehamilan Luar Nikah), sebaiknya remaja yang bersangkutan dinikahkan bila tidak mungkin kehamilan dapat diteruskan hingga melahirkan normal dan bayi dapat dirawat sendiri ataupun dirawat orang lain.

3. Orang tua dirumah (Ayah dan Ibu), Orang tua di sekolah (Bapak dan Ibu Guru) serta Orang Tua di masyarakat (Ulama, Tokoh masyarakat, Pejabat,

Aparat, dan Pengusaha) hendaknya menciptakan tatanan kehidupan bermasyarakat yang religius dan tidak memberikan peluang berupa sarana dan prasarana untuk dapat menjurus kebentuk pergaulan bebas.

4. Diperlukan penyuluhan kepada masyarakat terutama kepada para remaja tentang dampak buruk pengguguran kandungan akibat pergaulan bebas dari sudut pandang Biologis, Psikologis, Sosial dan Spiritual (Agama).

5. Kepada mereka yang melakukan tindakan pengguguran kandungan dikenakan sanksi hukum yang berat sesuai dengan hukum dan perUndang-undangan yang berlaku.

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abbas Syauman,Hukum Aborsi dalam Islam,Jakarta:Cendekia Sentra Muslim,2004

Adhami Chazawi, Pelajaran hukum Pidana, Jakarta:Raja Grafindo,2002

A. Fuad Usfa dan Tongat,Pengantar Hukum Pidana,Malang:Universitas Muhammadiyah Malang Press,2004

Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana,Bandung: PT.Citra Aditya Bakti,1966

Barda Nawawi Arief, Beberapa Aspek Kebijakan Pencegahan dan Pengembangan Hukum Pidana,Bandung:PT.Citra Aditya Bakti, 1998

B.Simanjuntak,Pengantar Kriminologi dan Pathologi,Bandung:Tarsito,1977 Dadang Hawari, Aborsi Dimensi Psikoreligi,Jakarta:Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia,2006

Daryatno SS, Kamus Bahasa Indonesia Modren,Surabaya: Apollo,1994 Ediwarman,Selayang Pandang Tentang Kriminologi,Medan:USU Press,1994 Evi Hartanti, Tindak Pidana Korupsi, Jakarta: Sinar Grafika,2005

Halim A. Ridwan, Hukum Pidana dalam tanya jawab, Ghalia Indonesia, Jakarta,1986

J.Iwan,Seks Before Married,Depok:Gema Industri,2007

J.C.T. Simorangkir,dkk, Kamus Hukum,Jakarta: Sinar Grafika,2004

K.Bertens,Aborsi Sebagai Masalah Etika,Jakarta:PT.Gramedia Widiasarana Indonesia,2002

Kusmaryanto, Kontroversi Aborsi,Jakarta:PT.Grasindo,2002

Lamintang & Theo Lamintang,Delik-delik Khusus Kejahatan Melanggar Norma Kesusilaan & Norma Kepatutan,Jakarta:Sinar Grafika

Mien Rukmini,Aspek Hukum Pidana dan Kriminologi,Bandung:PT.Alumni,2006 Moeljatno, Asas-asas Hukum Pidana,Jakarta: Rineka Cipta,2008

Mohammad Ekaputra, Dasar-Dasar Hukum Pidana,Medan:USU Press,2010 Ridwan,Azas-azas Kriminologi,Medan:USU Press,1994

Romli Atmasasmita, Kriminologi,Bandung:Mandar Maju,1997

Romli Atmasasmita,Teori& Kapita Selekta Kriminologi,Bandung:PT.Refika Aditama,2007

R.Abdussalam,Kriminologi,Jakarta:Restu Agung,2007

R.Soesilo, Kriminologi Pengetahuan tentang Sebab-sebab Kejahatan, Bogor:Politea,2001

Soejono Soekanto,Penelitian Hukum Normatif,Jakarta:PT.RajaGrafindo Persada,2007

Soedjono D,Doktrin-doktrin Kriminologi,Bandung:Alumni Bandung,1973 Soerjono Soekanto, Penegakan Hukum,Bandung: Bina cipta,1983

SR. Sianturi, Asas-Asas Hukum Pidana,Jakarta: Storia Grafika, 2002

Sudarto, Hukum Pidana I,Semarang:Yayasan Sudarto d/a Fakultas Hukum UNDIP , 1990

Surbakti,Kenali Anak Remaja Anda,Jakarta:Gramedia,2009

Teguh Prasetyo, Hukum Pidana,Jakarta:PT. Raja Grafindo Persada,2011

Wirjono Prodjodikoro,Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia,Bandung:PT. Eresco, 1986

B. Peraturan Perundang-undangan

Undang-undang Nomor 39 Tahun 1999 Kitab Undang-undang Hukum Pidana Kamus Besar Bahasa Indonesia

C. Website

dalam.html, diposkan pada tanggal 29 Maret 2013

Dokumen terkait