• Tidak ada hasil yang ditemukan

TANGGAP BIBIT KAKAO YANG DIINOKULASI

BAKTERI PELARUT FOSFAT PADA BERBAGAI

DOSIS FOSFAT ALAM AYAMARU

ABSTRAK

Fosfat alam merupakan pupuk alternatif sumber P yang lambat tersedia. Oleh karena itu untuk meningkatkan ketersediaannya dapat dilakukan dengan inokulasi bakteri pelarut fosfat (BPF). Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat BPF yang efektif dalam meningkatkan daya guna fosfat alam Ayamaru (FA) yang diberikan pada bibit kakao. Penelitian dilaksanakan di Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor, Laboratorium Bioteknologi Hutan, Lab. Kimia dan Kesuburan Tanah.

Penelitian dilakukan dalam rancangan acak lengkap dua faktor. Faktor pertama adalah lima taraf dosis FA, yakni 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 g P2O5/bibit, dan satu taraf dosis SP36, yakni 2.0 g P2O5 /bibit sebagai pembanding. Faktor kedua adalah isolat BPF yang terdiri atas tanpa BPF, isolat RJM.30.2, dan isolate FT.3.2. Benih kakao yang digunakan adalah UAH F1 dari Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Jember Jawa Timur. Pembibitan dilakukan dalam polibag 20 cm x 30 cm dengan media tanah masam Ultisol, Jasinga dan ditempatkan dalam jaring naungan 60% selama empat bulan.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa isolat FT.3.2 menghasilkan lebih banyak asam sitrat (134.23 ppm) daripada isolat RJM.30.2 (101.45 ppm), sehingga isolat FT.3.2 lebih mampu meningkatkan kadar P tersedia. Pada bibit kakao yang diinokulasi dengan isolat RJM.30.2, peningkatan dosis FA secara linier meningkatkan bobot kering tajuk sebesar 202.12% dan kadar P tersedia 142.75%, sedangkan dengan isolat FT.3.2 bobot kering meningkat 60.51% dan P tersedia meningkat 126.61%, dan bibit tanpa inokulasi berturut-turut meningkat 149.81% dan 119.11%. Pada dosis FA 2.0 g P2O5/bibit, apabila dibandingkan dengan kontrol, isolat RJM.30.2 meningkatkan bobot kering tajuk sebesar 48.41% dan kadar P tersedia 3.12%, sedangkan isolat FT.3.2 masing-masing 78.18% dan 9.36%.

ABSTRACT

Phosphate rock is considered as other alternative P source slow-released fertilizer. Therefore, to improve its availability, inoculation of phosphate solubilizing bacteria (PSB) may be applied. The purpose of the study was to find the effectiveness phosphate solubilizing bacteria (PSB) isolates for improving the beneficial use of Ayamaru phosphate rock (APR) for cacao seedlings. The study was conducted at the Experimental Farm of IPB, Cikabayan, Bogor, Forest Biotechnology Laboratory, Soil Chemistry and Fertility Laboratory and Plant Physiology Laboratory of IPB, Bogor.

The two factor-factorial experiment was set up in a Completely Randomized Design. The first factor was five levels of APR dosages: 0, 0.5, 1.0, 1.5, 2.0 g P2O5/seedling and 2.0 g P2O5 SP36/seedling used as comparison. The second factor

61

isolate. F1 UAH cacao seeds from Coffee and Cacao Research Center in Jember, East Java was used and the seedlings were grown on Ultisol, acid soil from Jasinga in 20 cm x 30 cm sized polybag. The seedlings were grown under 60% of shading net for the period of four months.

The results of the study proved that FT.3.2 isolate produced higher amount of citrate acid exudates (134.23 ppm) and thus had higher ability to solubilize of fixed P comparing to RJM.30.2 isolate (101.45 ppm). When the seedlings were inoculated with RJM.30.2, the increasing of APR dosage up to 2.0 g P2O5/seedling resulted in a linear

increase of shoot dry-weight as much as 202.12%; of available P 142.75%, while inoculated with FT.3.2 isolate, shoot dry-weight was increased 60.51% and available P 126.61%, and on the non-inoculated seedling the shoot dry-weight was increased as

much as 149.81% and available P 191.11%. On the APR dosage of 2.0 g

P2O5/seedling as comparing to the non-inoculated seedling, inoculation of RJM.30.2.

isolate was able to improve shoot dry-weight as much as 48.41% and available P level 3.12%, while FT.3.2 isolate gave 78.18% and 9.36%, respectively.

Pendahuluan

Penggunaan bakteri pelarut fosfat dalam bidang pertanian telah banyak dilakukan karena mempunyai peranan yang sangat besar dalam membantu penyediaan hara P bagi tanaman. Hal ini karena meskipun biasanya P total dalam tanah terdapat dalam jumlah yang banyak tetapi ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah. Kondisi demikian sering menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan tanaman (Mikanová & Nováková 2002). Tanaman hanya mengambil 10-25% P yang diberikan melalui pemupukan, sebagian besar berada dalam bentuk tidak larut dan tidak tersedia bagi tanaman (Jumaniyazova et al. 2004). Bakteri pelarut fosfat mampu mengubah bentuk-bentuk fosfat yang tidak tersedia menjadi bentuk terlarut sehingga tersedia bagi tanaman antara lain melarutkan fosfat yang terikat oleh aluminium, besi maupun kalsium serta mampu memineralisasi fosfat organik misalnya fitat.

Penggunaan bakteri pelarut fosfat sebagai pupuk hayati mempunyai beberapa keunggulan, yaitu hemat energi, tidak mencemari lingkungan, dapat diperbaruhi, dapat melepaskan P yang tidak larut (terikat Al-P, Fe-P, dan Ca-P), menghalangi terjerapnya

62 pupuk P oleh penjerap seperti Al dan Fe. Bakteri pelarut fosfat menghasilkan asam- asam organik yang dapat mengkompleks logam sehingga mengurangi toksisitas Al3+, Fe3+, dan Mn2+ bagi tanaman pada tanah masam (Premono 1994).

Pelarutan fosfat alam yang lambat menjadi kendala dalam pemanfaatan secara langsung dalam bindang pertanian. Kemampuan mikroba melarutkan mineral fosfat yang sulit larut dalam tanah adalah proses yang sangat penting dalam ekosistem alami dan pada tanah-tanah pertanian. Di dalam tanah terdapat banyak fosfat, tetapi ketersediaannya bagi tanaman sangat rendah dan sering menjadi faktor pembatas terhadap pertumbuhan dan produksi tanaman (Wissuwa 2003). Oleh karena itu pada aplikasi pemupukan mineral fosfat dengan inokulasi mikroba pelarut fosfat dapat meningkatkan ketersediaan P pada tanah (Mikonová & Nováková 2002). Raja et al. (2002) menyatakan bahwa mikroorganisme pelarut fosfat dan mikoriza memainkan peranan penting dalam metabolisme dan produktivitas tanaman semanggi.

Menurut Rao (1982) proses kelarutan fosfat yang sukar larut diawali dengan dihasilkannya asam-asam organik oleh mikroorganisme. Asam-asam organik yang disekresikan oleh mikroroganisme menyebabkan pH rendah sehingga beberapa hidroksi berinteraksi dengan Ca dan Fe kemudian akan melarutkan P. Kecepatan pelepasan P dari bentuk yang tidak tersedia menjadi bentuk yang tersedia dapat disebabkan oleh adanya pelepasan gas H2, CO2, H2S, dan CH2 sebagai akibat berlangsungnya proses reduksi dan dekomposisi bahan organik. Terbentuknya humik dan gas tersebut menurunkan pH tanah sehingga pelarutan P ditingkatkan (Sabiham et al. 1983). Kemampuan asam-asam organik meningkatkan ketersediaan P melalui mekanisme, yaitu anion organik bersaing dengan ortofosfat untuk menempati bidang jerapan koloid yang bermuatan positif, modifikasi muatan permukaan jerapan oleh ligan organik

63 (Nagarajah et al. 1970) dan pelepasan ortofosfat dari ikatan logam-P dengan pembentukan kompleks logam-organik (Earl et al. 1979).

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat BPF yang efektif dalam meningkatkan daya guna fosfat alam Ayamaru (FA) yang diberikan pada bibit kakao.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biotek Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB, Bogor dan Kebun Percobaan Cikabayan IPB, Bogor. Analisis asam organik dilakukan di Laboratorium Balai Besar Pascapanen Cimanggu, Bogor. Analisis tanah dan jaringan tanaman dilaksanakan di Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah IPB, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Oktober 2006 – Januari 2007.

Bahan Percobaan

Bahan tanaman yang digunakan adalah benih kakao jenis Upper Amazone Hybrid (UAH) F1, Fosfat Alam Ayamaru, isolat bakteri pelarut fosfat RJM.30.2 dan isolat FT.3.2 (Laboratorium Biotek Hutan dan Lingkungan, Pusat Penelitian Sumber Daya Hayati dan Bioteknologi IPB Bogor). Fosfat alam diambil dari Distrik Ayamaru Papua, sedangkan pupuk dasar yang digunakan adalah Urea dan KCl. Bahan-bahan lainnya yang digunakan adalah media Pikovskaya, polibag, pupuk SP36, dan jaring naungan (paranet) 60%. Media tanam adalah tanah Ultisol dari Jasinga, Bogor (Lampiran 7).

Peralatan yang digunakan adalah cawan Petri, tabung reaksi, pinset, pipet, spatula, timbangan analitik, autoclave, laminar air flow, shaker bath, inkubator, Spektrofotometer, oven, ayakan tanah, kaliper, dan peralatan penunjang analisis P.

64 Metode Percobaan

Penelitian merupakan percobaan faktorial dua faktor dengan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) tiga ulangan.

Faktor pertama adalah dosis pemupukan P, yaitu : Po : 0, tanpa pemupukan

P1 : 2.0 g P2O5 (7.56 g SP36/bibit)

P2 : 0.5 g P2O5 (2.38 g fosfat alam/bibit)

P3 : 1.0 g P2O5 (4.76 g fosfat alam/bibit)

P4 : 1.5 g P2O5 (7.14 g fosfat alam/bibit)

P5 : 2.0 g P2O5 (9.52 g fosfat alam/bibit)

Faktor kedua adalah inokulasi isolat bakteri pelarut fosfat, yaitu : BB0 : tanpa inokulasi bakteri pelarut fosfat

BB1 : Isolat RJM.30.2

BB2 : Isolat FT.3.2

Setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali sehingga diperoleh 6 x 3 x 3 = 54 satuan percobaan dan setiap satuan percobaan digunakan tiga tanaman (pot).

Model linier rancangan yang digunakan adalah :

Y

ijk

= µ + α

i

j

+ (αβ)

ij

+ ε

ijk

Di mana :

Y

ijk : hasil pengamatan dari perlakuan dosis fosfat alam Ayamaru ke-i dan

isolat bakteri ke-j pada ulangan ke-k

µ

: nilai rataan umum

α

i :

pengaruh perlakuan dosis fosfat alam Ayamaru ke-i

Dokumen terkait