• Tidak ada hasil yang ditemukan

Biomass and Bioactive Compound Productions of Talinum triangulare from Different Propagules and Chicken Manure Dosages

Abstrak

Penelitian lapang untuk mempelajari produksi biomassa dan bahan bioaktif

kolesom (Talinum triangulare) pada asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam

yang berbeda dilaksanakan di Leuwikopo, Dramaga, Bogor, Jawa Barat pada bulan September sampai November 2005. Penelitian menggunakan rancangan petak terpisah dengan 3 ulangan. Petak utama adalah asal bibit (benih dan setek) dan anak petak adalah dosis pupuk kandang ayam (0, 5, 10, dan 15 ton/ha). Kandungan bahan bioaktif ditentukan secara kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa setek merupakan asal bibit yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 7.78 g bobot kering daun dan 4.99 g bobot kering umbi per tanaman. Kandungan bahan bioaktif (alkaloid, steroid, saponin, tanin, dan flavonoid) tidak dipengaruhi oleh asal bibit. Pupuk kandang ayam 15 ton/ha merupakan dosis terbaik yang menghasilkan produksi biomassa tertinggi yaitu 10.73 g bobot kering daun dan 6.36 bobot kering umbi per tanaman. Kandungan bahan bioaktif daun dan umbi menurun oleh peningkatan dosis pupuk kandang ayam. Interaksi antara setek dan 15 ton/ha pupuk kandang ayam merupakan interaksi terbaik yang menghasilkan bobot kering daun tertinggi yaitu 12.43 g per tanaman. Interaksi antara setek dan dosis pupuk kandang ayam tidak berpengaruh terhadap kandungan bahan bioaktif dan bobot kering umbi.

Kata kunci : bahan bioaktif, kolesom, bibit, pupuk kandang ayam Abstract

Field experiment to study biomass and bioactive compound productions of Talinum triangulare from different propagules and chicken manure dosages was conducted at Leuwikopo, Dramaga, Bogor, West Java, Indonesia from September to November 2005. The research used split plot design with 3 replications. The main plots were propagules (seed and stem cuttings) and sub plots were chicken manure dosages (0, 5, 10, and 15 t/ha). Bioactive compound was determined qualitatively. The results showed that stem cuttings gave the heighest leaf dry weight (7.78 g) and tuber dry weight (4.99 g) per plant. Bioactive compounds (alkaloid, steroid, saponin, tannin, and flavonoid) were not influenced by propagules. The dosage of 15 t chicken manure/ha gave the heighest leaf dry weight (10.73 g) and tuber dry weight (6.36 g) per plant. Bioactive compound decreased with increasing chicken manure dosages. Interaction between stem cuttings and 15 t chicken manure/ha gave the heighest leaf dry weight (12.43 g) per plant. Bioactive compound and tuber dry weight was not influenced by interaction between propagules and chicken manure dosages.

Pendahuluan

kolesom (Talin um triangulare) merupakan salah satu tumbuhan liar yang berkhasiat obat. Umbi kolesom telah lama digunakan oleh nenek moyang kita sebagai obat untuk mengatasi kelemahan tubuh atau obat kuat (tonikum)

pengganti ginseng (Panax ginseng) (Hargono 2005). Daun dan tajuk tumbuhan

ini dapat dikonsumsi sebagai sayur lalapan. Tumbuhan ini juga ditanam sebagai tanaman hias dalam pot atau sebagai tanaman pinggir di kebun-kebun (Rifai 1994). Penduduk Kalimantan Selatan menggunakan daun kolesom sebagai campuran ba han bedak dingin.

Perbanyakan kolesom dengan menggunakan bahan tanaman berupa biji atau setek batang dari tumbuhan yang telah tua. Perbedaan bahan tanam yang digunakan biasanya akan mempengaruhi pertumbuhan dan produktivitas tanaman

(Hobir et al. 1998). Pertumbuhan dalam hal ini fase pertumbuhan dan

produktivitas tanaman yang optimal selain ditentukan oleh kualitas bahan tanam yang digunakan, juga ditentukan oleh faktor lingkungan. Faktor lingkungan yang penting, di antaranya adalah ketersediaan hara pada media tanam.

Ketersediaan hara pada media tanam dapat dilakukan melalui usaha pemupukan. Penggunaan pupuk organik seperti pupuk kandang sangat tepat diaplikasikan pada budidaya tanaman obat. Menurut Eliyani (1999), pupuk kandang ayam mengandung unsur hara lebih tinggi dibanding pupuk kandang lainnya. Selain dapat meningkatkan produktivitas tanaman, penggunaan pupuk kandang ayam merupakan salah satu komponen budidaya tanaman yang ramah lingkungan dan memiliki pengaruh yang baik terhadap tanah melalui perbaikan fisika, biologi, dan kimia tanah yang lebih baik dari pupuk kandang lainnya.

Penelitian tentang budidaya kolesom dengan menggunakan asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam yang berbeda perlu dilakukan karena sejauh ini belum diperoleh informasi mengenai bahan tanaman dan dosis pupuk kandang ayam terbaik yang dapat diaplikasikan oleh masyarakat.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh asal bibit, dosis pupuk kandang ayam, dan interaksi antara asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu

Penelitian dilaksanakan pada bulan September sampai November 2005 bertempat di kebun percobaan Ilmu dan Teknologi Benih IPB Leuwikopo, Kecamatan Dramaga, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Analisis tanah dan pupuk kanda ng dilakukan di laboratorium Ilmu Tanah Fakultas Pertanian IPB. Analisis bahan bioaktif dilakukan di laboratorium Research Group of Crop Improvement (RGCI) Departemen Agronomi dan Hortikultura Fakultas Pertanian IPB.

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini, antara lain adalah benih kolesom, setek kolesom, pupuk kandang ayam petelur, dan bahan-bahan analisis kimia. Peralatan yang digunakan antara lain adalah bak persemaian, kantong plastik (polybag) ukuran 40 cm x 50 cm, timbangan, oven, sprayer, kamera, alat-alat laboratorium untuk analisis kimia dan alat-alat penunjang lainnya.

Metode Penelitian

Percobaan disusun menurut rancangan petak terpisah (split plot design) dengan perlakuan asal bibit (A) ditempatkan dalam petak utama dan dosis pupuk kandang ayam petelur (B) dalam anak petak sesuai denah percobaan pada Lampiran 1.

Petak utama terdiri atas dua taraf asal bibit: A1 = Menggunakan benih

A2 = Menggunakan setek batang

Anak petak terdiri atas empat taraf dosis pupuk kandang ayam: B1 = Tanpa pupuk kandang ayam

B2 = Pupuk kandang ayam 5 ton/ha(25 g/polybag) B3 = Pupuk kandang ayam 10 ton/ha (50 g/polybag) B4 = Pupuk kandang ayam 15 ton/ha (75 g/polybag)

Dengan demikian terdapat 8 kombinasi perlakuan. Setiap perlakuan diulang 3 kali sehingga diperoleh 24 unit percobaan. Setiap unit percobaan terdiri dari 10 tanaman.

Model statistika untuk rancangan petak terpisah adalah sebagai berikut : Yijk = ì + ái + êk + äik + âj + (áâ)ij + åijk

keterangan :

Yijk = nilai pengamatan pada perlakuan petak utama ke-i, anak petak ke-j,

ulangan ke -k

ì = nilai rata -rata umum

ái = pengaruh perlakuan asal bibit (A) taraf ke-i

êk = pengaruh ulangan ke -k

äik = galat petak utama (asal bibit)

âj = pengaruh perlakuan dosis pupuk kandang ayam (B) taraf ke-j (áâ)ij = interaksi antara perlakuan petak utama ke-i dengan anak petak ke -j åijk = galat anak petak (dosis pupuk kandang ayam)

i = asal bibit (1, 2)

j = dosis pupuk kandang ayam (1, 2, 3, 4)

k = ulangan (1, 2, 3)

Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam, apabila berpengaruh nyata akan dilanjutkan dengan uji DMRT pada taraf nyata 5 %.

Pelaksanaan Penelitian

Pembibitan. Biji disemaikan terlebih dulu dengan cara ditumbuhkan

dalam bak yang berisikan campuran ta nah dan pupuk kandang ayam. Tempat penyemaian harus teduh dan sejuk. Selama penyemaian dilakukan penyiraman

secara teratur untuk menjaga kelembaban dengan menggunakan sprayer.

Penyemaian setek batang dilakukan dalam bak plastik berisikan campuran tanah dan pupuk kandang ayam pada saat bibit dari biji yang telah disemaikan terlebih dulu memiliki dua ruas. Setek batang diambil dari bagian tengah batang tua yang telah diambil daun-daunnya dan memiliki tiga ruas (dua ruas setinggi bibit asal biji dan satu ruas ditanam dalam tanah). Pangkal batang dipotong miring.

Keseragaman setek yang diambil dilihat dari bagian batang yang diambil, tinggi setek, dan diameter batang.

Penanaman. Bibit yang berasal dari benih maupun setek batang ditanam di kantong plastik ukuran 40 cm x 50 cm. Penanaman dilakukan apabila bibit yang berasal dari setek batang telah berdaun 2 helai dan membuka sempurna. Bibit yang ditanam tersebut adalah bibit yang memiliki pertumbuhan yang sehat dan seragam pada persemaian. Pupuk kandang diberikan sesuai dosis perlakuan pada 1 minggu sebelum tanam. Pupuk kandang tersebut dicampur dengan tanah pada kantong plastik. Peletakan kantong plastik berjarak 50 cm x 50 cm satu dengan lainnya.

Pemeliharaan. Pemeliharaan tanaman yang penting dilakukan adalah penyiraman sekali sehari pada sore hari. Tidak dilakukan pemetikan atau pemanenan daun-daunnya, karena daun-daun adalah organ fotosintesis penting dan akan dipanen pada akhir penelitian. Bunga selalu dibuang untuk membatasi

organ sink karena dalam penelitian ini diharapkan terbentuknya umbi yang

berukuran lebih besar, sebagai satu-satunya organ sink.

Panen dan Pascapanen. Panen dilakukan pada umur 6 minggu setelah tanam. Untuk mendapatkan umbi kolesom yang utuh, panen dilakukan dengan membongkar tanaman dari kantong plastik. Umbi dibersihkan dari tanah yang melekat.

Pengamatan

Pengamatan meliputi pengamatan komponen pertumbuhan, produksi, dan korelasi antara komponen pertumbuhan dan produksi tanaman. Sebagai data penunjang dilakukan analisis tanah, pupuk kandang, dan tanah yang telah dicampur pupuk kandang sesuai perlakuan.

Komponen Pertumbuhan

Tinggi tanaman (cm). Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap

minggu dengan cara mengukur dari pangkal sampai titik tumbuh yang terletak di ujung batang utama.

Jumlah cabang. Perhitungan jumlah cabang dilakukan setiap minggu dengan cara menghitung jumlah cabang yang keluar dari batang utama.

Jumlah daun. Perhitungan jumlah daun dilakukan setiap minggu dengan

cara menghitung jumlah daun yang keluar dari batang utama.

Diameter batang (mm). Pengukuran diameter batang dilakukan setiap minggu dengan menggunakan jangka sorong.

Waktu berbunga (hari). Perhitungan waktu berbunga dilakukan sekali pada saat tanaman berbunga > 75% dari jumlah tanaman setiap perlakuan. Lamanya pembungaan adalah selisih hari antara hari penyemaian dan hari pada saat berbunga.

Rata-rata laju tumbuh relatif (LTR). Menunjukkan peningkatan bobot kering dalam suatu interval waktu, dalam hubungannya dengan bobot asal. Perhitungan rata-rata laju tumbuh relatif dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

ln W2 – ln W1

LTR = t2 - t1 (g/hari)

dengan W1 dan W2 = masing-masing bobot kering tanaman pada waktu t1 dan t2

yang diamati secara periodik.

Rata-rata laju asimilasi bersih (LAB). Menunjukkan hasil bersih dari hasil asimilasi per satuan luas daun dan waktu. Perhitungan Rata-rata laju asimilasi bersih dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

W2 – W1 ln A2 - ln A1

LAB = X (g/cm2/hari)

A2 – A1 t2 – t1

dengan W1 dan W2 = masing-masing bobot kering tanaman pada waktu t1 dan t2 , dan A1 dan A2 = masing-masing luas daun total pada waktu t1 dan t2 yang diamati secara periodik.

Komponen Produksi

Panjang umbi (cm). Pengukuran panjang umbi dilakukan setelah panen dengan cara menghitung panjang rata -rata dari umbi yang dihasilkan setiap individu tanaman.

Bobot basah umbi (g) . Pengukuran bobot basah umbi dilakukan setelah panen dengan cara menimbang bobot basah umbi (g) per satuan tanaman yang di hasilkan.

Bobot kering umbi (g) . Pengukuran bobot kering umbi dilakukan setelah panen dengan cara menimbang bobot kering umbi (g) yang telah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari.

Jumla h umbi. Penghitungan jumlah umbi dilakukan setelah panen dengan cara menghitung banyaknya umbi yang dihasilkan setiap individu tanaman.

Bobot basah tajuk (g). Pengukuran bobot basah tajuk dilakukan satu kali pada saat panen dengan cara menimbang hasil pangkasan berupa daun, batang, dan cabang.

Bobot basah daun (g). Pengukuran bobot basah daun dilakukan satu kali pada saat panen dengan cara menimbang hasil pangkasan berupa daun yang dihasilkan setiap individu tanaman.

Bobot basah batang dan cabang (g). Pengukuran bobot basah batang dan cabang dilakukan satu kali pada saat panen dengan cara menimbang hasil pangkasan berupa batang dan cabang yang dihasilkan setiap individu tanaman.

Bobot kering tajuk (g). Pengukuran bobot kering tajuk dilakukan setela h panen dengan cara menimbang berat kering hasil pangkasan berupa daun, batang, dan cabang yang telah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari.

Bobot kering daun (g). Pengukuran bobot kering daun dilakukan setelah panen dengan cara menimbang berat kering hasil pangkasan berupa daun yang dihasilkan setiap individu tanaman setelah dioven pada suhu 1050 C selama 2 hari. Bobot kering batang dan cabang (g). Pengukuran bobot kering batang dan cabang dilakukan setelah panen dengan cara menimbang berat kering hasil

pangkasan berupa batang dan cabang yang telah dioven pada suhu 1050 C selama

2 hari.

Uji bahan bioaktif (analisis kualitatif). Pengujian kandungan alkaloid, saponin, tanin, dan steroid daun dan umbi kolesom dilakukan setelah panen dengan cara mengekstrak simplisia daun dan umbi yang dihasilkan tanaman setiap perlakuan sesuai prosedur pengujian pada laboratorium kimia analitik sebagai berikut (Tunggal 2004) :

1. Pembuatan ekstrak : 10 g sampel kering yang sudah dihaluskan direndam dalam 100 ml metanol selama 24 jam pada suhu kamar. Setelah didapatkan ekstrak, kemudian disaring dan diuapkan dengan alat rotavapor (suhu 300C – 400C) hingga didapatkan residunya.

2. Pengujian alkaloid : 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak

ditambahkan 10 ml klorof orm-amoniak kemudian disaring. Larutan hasil

saringan (filtrat) ditambah beberapa tetes H2SO4 2 M kemudian dikocok

sampai terbentuk 2 lapisan yaitu lapisan keruh dan lapisan tidak berwarna. Lapisan tidak berwarna dipipet ke tabung reaksi lalu dibagi menjadi 2 bagian. Masing-masing larutan ditambahkan beberapa tetes reagen Dragendorf dan Mayer. Uji positif alkaloid bila menghasilkan endapan berwarna jingga setelah ditambah reagen Dragendorf dan putih kekuningan untuk reagen Mayer.

3. Pengujian triperpenoid : 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak dilarutkan dalam dietil eter sampai larut. Fraksi yang larut dalam dietil eter ditambahkan pereaksi Liebermann-Buchard (3 tetes asam asetat anhidrat + 1 tetes H2SO4 pekat). Bila dihasilkan warna hijau menandakan positif adanya steroid, sedangkan warna merah atau ungu, positif adanya triterpenoid.

4. Pengujian saponin, flavonoid, dan tanin : 2 mg residu dari sampel kering yang telah diekstrak ditambahkan aquades secukupnya, kemudian dipisahkan kira-kira 3 ml filtrat ke dalam 3 tabung reaksi. Pada tabung pertama ditambahkan logam Mg, beberapa tetes HCl pekat dan larutan amil alkohol, kemudian dikocok. Timbulnya warna kuning kemerahan pada fraksi amil alkohol menandakan uji positif flavonoid. Pada tabung kedua dilakukan uji saponin, larutan dalam tabung dikocok secara vertikal, bila timbulnya busa yang stabil setinggi ± 1 cm selama 10 menit menandakan positif adanya saponin. Pada tabung reaksi ketiga, filtrat ditambahkan FeCl3 1% bila menghasilkan warna biru-hitam menandakan positif adanya tanin.

Hasil dan Pembahasan

Keadaan Umum Penelitian

Berdasarkan hasil analisis tanah yang dilakukan di laboratorium Departemen Tanah IPB (Lampiran 2), lahan penelitian tergolong masam dengan

pH H2O sebesar 4.95 sehingga mengakibatkan kandungan hara mikro seperti Fe,

Zn, Cu, dan Mn sangat tinggi. Kandungan P sangat rendah diduga karena diikat oleh hara mikro tersebut atau diikat oleh liat tanah. Lahan penelitian tergolong bertekstur liat karena kandungan liatnya lebih dari 30%. KTK yang terdapat di dalamnya tergolong rendah yaitu 11.26 me/100 g, sehingga kekuatan mengikat unsur H, N, K Ca, dan Mg juga sangat rendah. Pada Gambar 2 terlihat pertanaman kolesom pada percobaan I umur 5 MST

Gambar 2. Pertanaman kolesom pada percobaan I umur 5 MST

Penambahan pupuk kandang ayam pada berbagai dosis dapat mengubah sifat fisik dan kimia tanah. Hal ini terlihat dengan perubahan pH tanah yang telah dicampur dengan dosis pupuk kandang ayam 5, 10, dan 15 ton/ha adalah 6.08, 5.93, dan 6.47 pada level agak masam. Tekstur tanah berubah menjadi golongan liat berdebu dengan KTK yang berada pada level sedang yaitu 18.39 pada tanah

yang telah dicampur dengan dosis pupuk kandang ayam 15 ton/ha, sehingga diharapkan hara sudah dapat tersedia bagi tanaman.

Penelitian dilakukan pada musim hujan yaitu bulan Oktober sampai November tahun 2005. Pada awal penanaman yaitu bulan Oktober memiliki total curah hujan yang tergolong tinggi yaitu 351 mm/bulan. Curah hujan mingguan pada bulan Oktober saat tanaman berumur 1, 2, 3, 4 MST masing-masing adalah sebesar 126.6, 49, 133.4, dan 66.5 mm. Saat menjelang panen yaitu pada umur 5 MST di bulan November, total curah hujan mingguan semakin meningkat yaitu 126.7 mm. Curah hujan mingguan mengalami penurunan pada saat panen umur 6 MST yaitu sebesar 47.2 mm. Rata-rata temperatur udara selama penelitian adalah 25.780C (Lampiran 3).

Hama yang menyerang kolesom adalah belalang, siput, dan kutu daun. Namun akibat yang ditimbulkan oleh hama ini tida k begitu mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Belalang hanya menimbulkan kerusakan pada daun dengan meninggalkan bekas gigitan, kutu daun mengisap cairan daun, dan siput mengisap cairan batang. Kerusakan pada daun akibat serangan belalang dan kutu daun terlihat pada Gambar 3. Penyakit yang menyerang adalah penyakit yang menimbulkan busuk batang dan akar (Gambar 4). Akibat penyakit ini, tanaman menjadi rebah dan mati dalam beberapa hari setelah timbul gejala. Gejala awal adalah timbulnya kela yuan pada daun-daun kolesom, beberapa hari kemudian batang berwarna coklat sampai hitam dan rebah. Bila dicabut, maka umbi telah busuk dan daging umbi berwarna merah darah serta menimbulkan bau busuk. Serangan terbesar terjadi pada kolesom dengan perlakuan dosis pupuk kandang ayam 10 dan 15 ton/ha yang menyerang 15-30 % tanaman yaitu sebanyak 3-6 tanaman per ulangan pada setiap perlakuan. Serangan terendah pada perlakuan dosis pupuk kandang ayam 0 ton/ha yaitu menyerang 5 % tanaman yaitu sebanyak 1 tanaman per ulangan. Diduga penyakit timbul karena tanaman mengalami kerusakan akar akibat berada dalam

lingkungan perakaran yang memiliki kandungan oksigen dibawah COP (critical

oxygen pressure), sehingga dapat mengaktifkan patogen soil borne dari pupuk kanda ng ayam yang hidup secara anaerobik. Lingkungan tersebut tercipta karena kolesom ditanam pada musim hujan dengan kelembaban yang tinggi, drainase dan

aerasi pada media tanam kurang baik. Hal ini dapat disebabkan oleh komposisi media tanam yang tidak seimbang. Berdasarkan latar belakang ini, maka perlu diadakan percobaan kedua yaitu penanaman kolesom dengan berbagai komposisi media tanam yang diharapkan dapat memperbaiki drainase dan aerasi pada wadah tanam.

Filotaksis kolesom pada penelitian ini sesuai dengan pernyataan Santa & Prajogo (1999) yaitu spiral dan pada bagian ujung batangnya berhadapan akibat ruas yang semakin memendek. Kolesom mulai berbunga pada umur 4 MST. Kolesom yang lebih awal berbunga adalah kolesom yang mendapatkan perlakuan setek dengan dosis pupuk kandang ayam 15 ton/ha. Pada umur 5 MST, seluruh tanaman kolesom serempak berbunga pada semua perlakuan.

Gambar 3. Daun kolesom yang terserang oleh hama kutu daun (a) dan belalang (b)

Gambar 4. Kolesom yang terserang penyakit busuk batang

a

Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam

Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Rekapitulasi hasil sidik ragam komponen pertumbuhan dan produksi

kolesom

Perlakuan Koefisien keragaman (%)

Variabel pengamatan Asal bibit (A) Dosis pupuk kandang ayam (B) Interaksi (AxB) Asal bibit (A) Dosis pupuk kandang ayam (B) Interaksi (AxB) Tinggi tanaman 1 MST tn ** tn 9.62 15.96 - Tinggi tanaman 2 MST * ** tn 9.051) 10.671) - Tinggi tanaman 3 MST ** ** ** 12.981) 13.341) 12.23 Tinggi tanaman 4 MST ** ** ** 7.981) 14.461) 11.62 Tinggi tanaman 5 MST ** ** * 9.631) 13.45 9.8 Tinggi tanaman 6 MST * ** tn 10.821) 13.481) - Jumlah cabang 2 MST ** ** ** 23.581) 15.011) 25.70 Jumlah cabang 3 MST ** ** ** 22.171) 14.611) 18.57 Jumlah cabang 4 MST ** ** ** 19.631) 13.531) 16.57 Jumlah cabang 5 MST ** ** ** 15.561) 10.991) 13.19 Jumlah cabang 6 MST ** ** ** 12.711) 9.141) 11.06 Jumlah daun 2 MST * ** tn 8.751) 17.111) - Jumlah daun 3 MST ** ** ** 12.571) 22.921) 20.09 Jumlah daun 4 MST ** ** ** 18.441) 22.091) 15.051) Jumlah daun 5 MST ** ** ** 14.821) 19.121) 28.61 Jumlah daun 6 MST ** ** ** 12.581) 18.281) 30.09 Diameter batang 2-3 MST ** ** tn 9.731) 13.091) - Diameter batang 3-4 MST ** ** tn 5.631) 10.311) - Diameter batang 4-5 MST * * ** 6.291) 14.12 12.49 Diameter batang 5-6 MST tn tn * 4.6 6.34 5.6

Laju asimilasi bersih ** ** tn 26.96 16.141) -

Laju tumbuh relatif * ** tn 8.14 36.68 -

Panjang umbi * ** tn 26.19 19.50 -

Jumlah umbi * ** * 24.01 11.711) 10.08

Bobot basah umbi tn ** tn 32.64 21.351) -

Bobot kering umbi tn ** tn 24.84 15.751) -

Bobot basah daun * ** ** 9.521) 31.121) 27.91

Bobot kering daun ** ** ** 10.931) 28.141) 29.89

Bobot basah batang dan cabang

* ** * 13.321) 26.071) 25.63

Bobot kering batang dan cabang

* ** * 13.891) 26.231) 25.14

Keterangan : * = berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95% ** = berbeda nyata pada taraf

kepercayaan 99% 1) = hasil transformasi Vx

Interaksi antara perlakuan asal bibit dengan dosis pupuk kandang ayam berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan yaitu tinggi tanaman pada 3,

4, 5 MST, jumlah cabang seluruh minggu pengamatan, jumlah daun pada 3, 4, 5, 6 MST, diameter batang pada 4-5 dan 5-6 MST. Komponen pertumbuhan lainnya yaitu tinggi tanaman pada 1, 2, 6 MST, jumlah daun 2 MST, diameter batang 2-3 dan 3-4 MST, LAB, dan LTR hanya dipengaruhi oleh asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam secara tunggal.

Komponen produksi yang dipengaruhi oleh interaksi perlakuan asal bibit dengan dosis pupuk kandang ayam adalah jumlah umbi, bobot basah daun, bobot basah batang cabang, bobot kering daun, dan bobot kering batang cabang. Komponen produksi lainnya yaitu panjang umbi dan bobot kering umbi hanya dipengaruhi oleh asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam secara tunggal, sedangkan bobot basah umbi hanya dipengaruhi oleh dosis pupuk kandang ayam saja.

Pertumbuhan

Tinggi Tanaman

Berdasarkan Tabel 3 terlihat bahwa setek merupakan asal bibit yang menghasilkan rata-rata tinggi tanaman terbaik yaitu 1.33 kali dari tinggi tanaman asal benih.

Tabel 3. Tinggi kolesom pada berbagai perlakuan asal bibit dan dosis pupuk kandang ayam

Minggu setelah tanam ke - Perlakuan 1 2 3 4 5 6 ...cm... Asal Bibit Benih 6.38 10.61 a 13.27 b 22.68 b 25.99 b 31.68 b Setek 6.13 13.71 b 19.18 a 28.43 a 34.15 a 43.04 a Dosis pupuk kandang ayam (ton/ha) ...cm... 0 5.87 c 8.93 c 11.43 d 18.02 d 21.49 d 26.26 c 5 5.97 c 11.44 b 14.07 c 21.16 c 27.11 c 31.96 b 10 6.44 b 13.75 a 18.62 b 28.89 b 32.77 b 44.71 a 15 6.74 a 14.52 a 20.77 a 34.14 a 38.91 a 46.49 a Interaksi perlakuan tn tn ** ** * tn

Keterangan : Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang berbeda pada kolom pengaruh dosis pupuk kandang yang sama berbeda nyata pada uji DMRT 0.05

Tanaman yang berasal dari benih pertumbuhan awalnya mengikuti pertumbuhan lateral. Meristem lateral tumbuh setelah pucuk baru secara normal

muncul dari kuncup-kuncup di ketiak daun sehingga tanaman cenderung mengisi ruang yang tersedia. Meristem lateral akan menghasilkan sel-sel baru yang memperluas lebar atau diameter suatu organ. Pada saat yang sama, tanaman yang berasal dari setek yang pada awalnya telah mengalami pertumbuhan akan mengalami dominansi apikal, yaitu tumbuh secara cepat ke atas. Pemotongan setek dari batang akan memicu bekerjanya meristem ujung yang menghasilkan

Dokumen terkait