• Tidak ada hasil yang ditemukan

ATAS KASUS DUGAAN PENYIMPANGAN PENGADAAN PERALATAN LABORATORIUM PADA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO TAHUN

Mahkamah Agung Republik Indonesia-Bahwa seingat saksi ada harga penawaran dari PT. KLV kepada PT

ATAS KASUS DUGAAN PENYIMPANGAN PENGADAAN PERALATAN LABORATORIUM PADA UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO TAHUN

ANGGARAN 2010 NOMOR : LHPPKN-71/PW31/1/2013 TANGGAL 30 APRIL 2013;

- Bahwa Terdakwa membenarkan barang bukti yang diajukan dalam persidangan;

Menimbang, bahwa selanjutnya Majelis Hakim akan mempertimbangkan apakah berdasarkan fakta-fakta hukum tersebut diatas, Terdakwa dapat dinyatakan telah melakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya;

Menimbang, bahwa Terdakwa telah didakwa oleh Penuntut Umum dengan dakwaan subsideritas, maka Majelis Hakim terlebih dahulu mempertimbangkan dakwaan primer sebagaimana diatur dalam Pasal Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang unsur-unsurnya adalah sebagai berikut:

1. Setiap Orang;

2. Secara Melawan Hukum;

3. Memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi;

4. Yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara; 5. Orang yang melakukan atau turut melakukan perbuatan itu;

6. Perbuatan berlanjut;

Menimbang, bahwa terhadap unsur-unsur tersebut Majelis Hakim mempertimbangkan sebagai berikut:

Halaman 149 dari 157 Putusan Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2013./PN.Gtlo.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Ad. 1. Unsur setiap orang;

Menimbang, bahwa yang dimaksud dengan “Setiap Orang” adalah orang perseorangan atau manusia sebagai subyek hukum yang dapat diminta pertanggungjawaban pidana, dan dalam perkembangan hukum pidana saat ini bukan saja manusia yang dapat menjadi sebagai subyek hukum akan tetapi lebih diperluas termasuk badan hukum yakni korporasi dapat dimintai pertanggungjawaban secara pidana sebagaimana ketentuan pasal 1 ayat 3 UU No. 31 tahun 1999;

Menimbang, bahwa pengertian setiap orang juga mengandung makna kepastian orang yang didakwa dalam perkara pidana;

Menimbang, bahwa dalam perkara ini yang dimaksud “Setiap Orang” itu menunjuk kepada Terdakwa Ir. FAKIH HUSNAN, MM., MT., dimana setelah

Majelis menyebutkan dan membacakan identitas yang tertuang dalam Surat Dakwaan terhadap orang yang diperhadapkan dipersidangan terdapat kesesuaian, baik yang terdapat dalam berkas perkara maupun dari keterangan saksi-saksi serta keterangan Terdakwa bahwa benar Terdakwa Ir. FAKIH HUSNAN, MM., MT., yang diperhadapkan dipersidangan adalah

orang yang didakwa melakukan tindak pidana dan tidak terjadi kesalahan mengenai orang (error in persona), Terdakwa dalam keadaan sehat untuk mengikuti persidangan;

Menimbang, bahwa dengan pertimbangan tersebut maka menurut majelis unsur “Setiap Orang” telah terpenuhi secara sah dan meyakinkan;

Ad.2. Unsur secara melawan hukum;

Menimbang, bahwa menurut Penjelasan pasal 2 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah berdasarkan Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam artian materil, yaitu meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam kehidupan masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana;

Menimbang, bahwa terhadap pengertian sebagaimana tersebut dalam penjelasan pasal 2 tersebut Mahkamah Konstitusi R.I. dalam putusannya Nomor 003/P.UU-IV/2006 tertanggal 25 Juli 2006 memutuskan sebagai berikut :

“Menyatakan Penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-undang R.I. Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah dirubah berdasarkan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara R.I. Nomor 4150) sepanjang frasa berbunyi , “ Yang dimaksud dengan secara melawan hukum dalam pasal ini mencakup perbuatan melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur dalam Peraturan Perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela, karena tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka perbuatan tersebut dapat dipidana, bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara R.I. Tahun 1945”.Dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat;

Menimbang, bahwa dengan demikian pengertian melawan hukum sebagaimana dimaksudkan dalam penjelesan pasal 2 ayat (1) UU R.I. Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan Undang-undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Lembaran Negara R.I. Tahun 2001 Nmor 134 Tambahan lembaran Negara R.I Nomor 4150) tersebut; adalah pengertian melawan hukum dalam artian formil yang berarti bertentangan dengan atau melanggar peraturan Halaman 151 dari 157 Putusan Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2013./PN.Gtlo.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

perundang-undangan; atau secara gramatikal dapat disimpulkan bahwa perbuatan melawan hukum adalah apabila perbuatan tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;

Menimbang, bahwa pada tahun anggaran 2010 Universitas Negeri Gorontalo melakukan kegiatan pengadaan alat-alat Laboratorium dengan pagu anggaran sebesar Rp. 25.000.000.000,-(dua puluh lima milyar) yang sumber dananya berasal dari APBN;

Menimbang, bahwa untuk pelaksanaan pengadaan alat-alat laboratorium tersebut diperoleh fakta-fakta sebagai berikut ;

Menimbang, bahwa Rektor Universitas Negeri Gorontalo selaku KPA TA 2010 telah mengangkat Terdakwa selaku Ketua Panitia Pengadaan sebagaimana tersebut berdasarkan SK Nomor :04/H47.A2/KU/2010 tanggal 04 Januari 2010, dimana sesuai dengan pasal 10 Kepres Nomor 80 Tahun 2003 tugas Panitia Pengadaan adalah :

a.menyusun jadual dan menetapkan cara pelaksanaan serta lokasi pengadaan;

b.menyusun dan menyiapkan harga perkiraan sendiri (HPS); c.menyiapkan dokumen pengadaan;

d.mengumumkan pengadaan barang/jasa melalui media cetak dan papan pengumuman resmi untuk penerangan umum,dan jika memungkinkan melalui media elektronik;

e.menilai kualifikasi penyedia melalui pascakualifikasi atau prakualifikasi;

f.melakukan evaluasi terhadap penawaran yang masuk; g.mengusulkan calon pemenang;

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

h.membuat laporan mengenai proses dan hasil pengadaan kepada pengguna barang/jasa;

i.menandatangani pakta integritas sebelum pelaksanaan pengadaan barang/jasa dimulai;

Menimbang, bahwa sebagaimana fakta yang terungkap dalam peridangan Terdakwa dalam melakukan tugasnya selaku Panitia Pengadaan khususnya dalam penyusunan HPS Terdakwa telah menyusun sendiri HPS tanpa melibatkan panitia atau pejabat pengadaan sehingga melanggar pasal 13 ayat (1), (2), Kepres Nomor 80 Tahun 2003 yang mengatur sebagai berikut;

(1).Pengguna barang/jasa wajib memiliki harga perkiraan sendiri (HPS) yang dikalkulasikan secara keahlian dan berdasarkan data yang dapat dipertanggungjawabkan;

(2) HPS disusun oleh panitia/pejabat pengadaan dan ditetapkan oleh pengguna barang/jasa;

Menimbang, bahwa sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan HPS yang dibuat oleh Terdakwa sebagian berdasarkan data dari salah satu perusahaan yang kemudian tergabung dalam konsorsium pelaksana pengadaan alat-alat alat laboratorium yang dibentuk AMRIN DJAFAR ; sehingga perbuatan Terdakwa dalam penyusunan HPS juga bertentangan Lampiran Bab I.E angka 1 huruf c,d,e,g dan h mengatur sebagai berikut :

1. Perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, dengan menggunakan data dasar dan mempertimbangkan ;

c.Harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS (Harga Perkiraan Sendiri);

Halaman 153 dari 157 Putusan Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2013./PN.Gtlo.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

d.Harga kontrak/Surat Perintah Kerja (SPK) untuk barang/pekerjaan sejenis setempat yang pernah dilaksanakan;

e.Informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi oleh Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan;

g.Daftar harga standar/tarif biaya yang dikeluarkan instansi yang berwenang;

h.Informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan.

Menimbang, bahwa tujuan dibuatnya HPS tersebut adalah untuk digunakan sebagai alat untuk menilai kewajaran harga penawaran termasuk rinciannya dan untuk menetapkan besaran tambahan nilai jaminan pelaksanaan bagi penawaran yang dinilai terlalu rendah, tetapi tidak dapat dijadikan dasar untuk menggugurkan penawaran; sebagaimana diatur dalam Pasal 13 ayat 3 Kepres No. 80 Tahun 2003 ;

Menimbang, bahwa dengan HPS yang dibuat secara tidak sesui dengan Pasal 13 ayat 1 dan 2 Jo. Lampiran BAB I E angka 1 huruf c, d, e,g dan h tersebut lalu kemudian Terdakwa telah mengusulkan PT. ANUGRAH MITRA SENA sebagai satu-satunya calon pemenang kepada PPK dan atas usul Terdakwa tersebut PPK tanpa HPS yang dibuat oleh Panitia, PPK langsung menyetujui usul Terdakwa dan selanjutnya menetapkan PT. ANUGRAH MITRA SENA sebagai penyedia alat-lat laboratorium TA 2010 dengan penawaran sebesar Rp. 24.370.366.000,- (Dua Puluh Empat Milyar Tiga RatusTujuh Puluh Juta Tiga Ratus Enam Puluh Enam Ribu Rupiah);

Menimbang, bahwa sebagaimana fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa setelah PPK bersama Direktur PT. ANUGRAH MITRA SENA menandatangani kontrak pengadaannya pada tanggal 14 Oktober 2010 Nomor:1062/H47.A2/PPT/UNG/2010, dengan nilai kontrak sebesar Rp.24.370.366.000,00,-(Dua Puluh Empat Milyar Tiga RatusTujuh Puluh

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Juta Tiga Ratus Enam Puluh Enam Ribu Rupiah); ternyata untuk pelaksanaan pengadaannya bukan ENA DIAN HASDIANTI atau PT. ANUGRAH MITRA SENA melainkan dikuasakan kepada AMRIN DJAFAR, dimana kemudian AMRIN DJAFAR membagi-bagikan pekerjaan tersebut kepada 1. PT. KLV. INSTRUMEN INTERNASIONAL, 2. PT. TRANSINDO SINAR PERKASA; 3. PT. PANAIRSAN PRATAMA, 4. PT. KURNIA JAYA MUKTI SENTOSA, 5. PT. GRAHA ELEKTRO TAMA; 6. PT. INDOMEDICA SOLUTIAN ; bahwa sebagaimana terungkap dipersidangan hal tersebut diketahui Terdakwa dan sebagaimana diakui Terdakwa mengetahui hal tersebut dalam jabatannya selaku Ketua P2T yang bertugas juga memantau pelaksanaan pekerjaan mulai dari awal sampai selesainya pekerjaan, namun demikian Terdakwa beranggapan bahwa yang mengerjakan pekerjaan pengadaan alat-alat laboratorium TA 2010 tersebut adalah PT. ANUGRAH MITRA SENA;

Menimbang, bahwa sesuai dengan fakta yang terungkap dalam persidangan bahwa Terdakwa mengetahui jaminan pelaksanaan pengadaan tersebut bukan dari PT. ANUGRAH MITRA SENA melainkan dari 1. PT. KLV. INSTRUMEN INTERNASIONAL, 2. PT. TRANSINDO SINAR PERKASA; 3. PT. PANAIRSAN PRATAMA, 4. PT. KURNIA JAYA MUKTI SENTOSA, 5. PT. GRAHA ELEKTRO TAMA; 6. PT. INDOMEDICA SOLUTIAN ; bahwa dengan demikian Terdakwa mengetahui bahwa PT. ANUGRAH MITRA SENA tidak memenuhi syarat atau tidak layak untuk mengerjakan pengadaan alat-alat laboratorium dengan nilai kontrak yang sangat besar yaitu sebesar Rp. 24.370.366.000,00,-(Dua puluh empat milyar tiga ratus tujuh puluh juta tiga ratus enam puluh enam ribu rupiah);

Menimbang, bahwa perbuatan Terdakwa yang mengusulkan PT. ANUGRAH MITRA SENA sebagai satu-satunya calon pemenang padahal tidak memenuhi syarat dan selanjutnya membiarkan PT. ANUGRAH MITRA SENA menyerahkan pekerjaan tersebut kepada pihak lain adalah juga bertentangan dengan Kepres Nomor 80 Tahun 2003 khususnya :

Halaman 155 dari 157 Putusan Nomor 10/Pid.Sus-TPK/2013./PN.Gtlo.

Disclaimer

Kepaniteraan Mahkamah Agung Republik Indonesia berusaha untuk selalu mencantumkan informasi paling kini dan akurat sebagai bentuk komitmen Mahkamah Agung untuk pelayanan publik, transparansi dan akuntabilitas pelaksanaan fungsi peradilan. Namun dalam hal-hal tertentu masih dimungkinkan terjadi permasalahan teknis terkait dengan akurasi dan keterkinian informasi yang kami sajikan, hal mana akan terus kami perbaiki dari waktu kewaktu. Dalam hal Anda menemukan inakurasi informasi yang termuat pada situs ini atau informasi yang seharusnya ada, namun belum tersedia, maka harap segera hubungi Kepaniteraan Mahkamah Agung RI melalui :

Email : kepaniteraan@mahkamahagung.go.id

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia

Mahkamah Agung Republik Indonesia