• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.4 Daya Dukung Ekowisata

Daya dukung disebut sebagai ultimate constraint yang diperhadapkan pada biota dengan adanya keterbatasan lingkungan seperti ketersediaan makanan, ruang atau tempat berpijak, penyakit, siklus predator, oksigen, temperature atau cahaya matahari (Dahuri 2002). Bengen dan Retraubun (2006) menyatakan daya dukung sebagai tingkat pemanfaatan sumberdaya alam dan linkungannya. Daya dukung dapat diartikan sebagai kondisi maksimum suatu ekosistem untuk menampung komponen biotik yang terkandung didalamnya, dengan memperhitungkan faktor lingkungan dan faktor lainnya yang berperan di alam. Sehingga daya dukung dapat didefinisikan sebagai penggunaan maksimum terhadap sumberdaya alam yang berlangsung secara terus menerus tanpa merusak alam yang ada.

Davis and Tisdell (1996), daya dukung lingkungan terbagi atas dua yakni daya dukung ekologis (ecological carrying capacity) dan daya dukung ekonomis

(economic carrying capacity). Jika dikaitkan dengan kegiatan wisata, Mathieson

and Wall (1989) in Zhiyong and Sheng (2009) mendefinisikan daya dukung sebagai tingkat atau jumlah maksimum orang yang dapat menggunakan suatu kawasan tanpa mengganggu lingkungan fisik dan menurunkan kualitas petualangan yang diperoleh pengunjung, serta tanpa sebuah kerugian dari sisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat lokal (Inskeep 1991 in Liu 1994). McNeely (1994), daya dukung ekowisata bersifat sangat spesifik dan lebih berhubungan dengan daya dukung lingkungan terhadap kegiatan pariwisata dan pengembangannya. Daya dukung juga diartikan sebagai tingkat atau jumlah

maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana dan prasana

(infrastruktur) objek wisata alam. Apabila daya tampung sarana dan pasarana tersebut terlampaui maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasan pengunjung tidak terpenuhi dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat. Oleh karena itu mengacu pada batasan-batasan konsep daya dukung sebelumnya maka perlu diuraikan beberapa daya dukung yang berkaitan dengan pengelolaan ekowisata di PPK.

2.4.1 Daya Dukung Ekologis

McLeod and Cooper (2005) menyatakan bahwa daya dukung ekologis

sebagai tingkat maksimum penggunaan suatu kawasan atau suatu ekosistem agar tetap lestari, baik dalam jumlah polulasi maupun dalam kegiatan yang diakomodasikan didalamnya, sebelum terjadi suatu penurunan dalam kualitas ekoligis ekosistem tersebut. Berdasarkan teori Odum definisi daya dukung merupakan batas maksimum biomas yang dapat mendukung seperangkat produksi primer dan satu variable struktur jaringan makanan yang diperolah ketika total sistem respirasi sama dengan jumlah produksi primer dan impor detritus

(Christensen and Pauly 1998). Sumadhiharga (1995) berpendapat bahwa

pencemaran perairan pesisir akibat meningkatnnya berbagai pemanfaatan merupakan indikator terlampauinya daya dukung perairan. Dampak yang timbul akibat pencemaran oleh berbagai jenis polutan dapat langsung meracuni kehidupan biologis dan menyerap banyak jumlah oksigen selama proses dekomposisi.

Pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau untuk kegiatan pariwisata, disamping dampak yang terjadi yang mengganggu kenyamanan atau kepuasan pemakai kawasan/ruang ini, dampak negative lanjutan lainnya dapat terjadi misalnya menurunnya spesies biota disuatu kawasan. Seidl and Tisdell (1999) mendefinisikan daya dukung sebagai batas maksimum suatu lingkungan dalam mentoleransi tekanan pemanfaatan. Prosser (1986) in Davis and Tisdell (1996) menyatakan daya dukung ekologi merupakan tingkat pemanfaatan sumber daya alam dapat berkelanjutan tanpa sebuah pengurangan dalam karakteristik dan kualitas sumber daya yang dimanfaatkan. Cooper et al. (1998), daya dukung ekologi pada kegiatan wisata merupakan batas maksimum kunjungan yang dapat

mempengaruhi kondisi ekologi yang terjadi karena aktivitas yang dilakukan turis. Daya dukung yang terkait dengat pariwisata bahari menunjukan jumlah maksimum wisatawan yang melakukan penyelaman atau berenang tanpa merusak terumbu karang atau kehidupan laut (Tantrigama 1998). Daya dukung ini ditujukan dalam pengembangan wisata di PPK dengan memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir dan pantai secara lestari. Yulianda (2007) memperkenalkan konsep daya dukung kawasan yakni jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung dalam suatu kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.

A. Ecological Footprint

Ecological footprint adalah jumlah total dari luas permukaan bumi yang diperlukan untuk mendukung tingkat konsumsi dari wilayah tersebut dan menyerap produk limbahnya. Dengan diketahuinya ecological footprint suatu wilayah maka dapat diperkirakan tingkat keberlanjutan pembangunan wilayah tersebut. EF akan mengukur seberapa area bioproduktif (baik lahan maupun air) dari suatu populasi dibutuhkan agar menghasilkan secara berkelanjutan seluruh sumberdaya yang di konsumsi dan menyerap limbah yang timbul. EF merupakan

tools untuk mengukur dan menganalisis konsumsi sumberdaya dan output limbah dalam konteks kapasitas memperbaharui dan regenerasi dari alam (biokapasitas). Hal ini menggambarkan pengkajian kuantitatif dari area produtif secara biologis jumlah alam) yang dibutuhkan untuk menghasilkan sumberdaya (pangan,energi

dan materi) dan untuk menyerap limbah individu, kota, wilayah atau negara (Venetoulis et al. 2004 ; Wackernagel et al. 2004) dan menurut Kitzes et al.

2007 bahwa beberapa kategori EF yang digunakan terdiri dari croopland, grazing land, fishing ground, forest, built up area dan carbon absorption.

Biokapasitas (BC) mengukur suplai bioproduktif yaitu produksi biologis dari area, yang merupakan agregasi dari beragam ekosistem. EF dan BC biasanya disajikan secara bersama, seperti dalam Footprint of Nations dan Living Planet Report. Area bioproduktif merupakan area dengan produksi biologis sekitar 16% dari permukaan bumi (Lewan 2000). Biological capacity atau biocapacity adalah kemampuan ekosistem untuk menghasilkan material biologi yang bermanfaat dan

untuk menyerap limbah material yang dihasilkan oleh manusia, menggunakan rencana pengelolaan dan teknologi ekstraksi. Penghitungan BC dari suatu wilayah diawali dengan mengetahui jumlah total lahan yang secara bioproduktif tersedia (GFN 2008). Secara singkat dapat dikatakan bahwa penghitungan BC dilakukan untuk mengukur kemampuan lahan terseterial dan perairan yang tesedia untuk menyediakan jasa lingkungan. Penghitungan BC dari suatu area dilakukan dengan

mengalikan area yang aktual tersedia dengan yield faktor (YF) dan

equivalencefaktor (EF) yang tepat. BC biasanya digambarkan dalam global hektar (gha).

Hasil penghitungan ecological footprint untuk dunia dan Indonesia pada tahun 2005 adalah seperti pada Tabel 2.

Tabel 2. Ecological footprint Dunia dan Indonesia tahun 2005 Negara Population Total Ecological

Footprint

Biocapacity Eclogical

deficit

milions (global ha/person) (global

ha/person) (global ha/person) Dunia 6.476 2,7 2,1 - 0,6 Indonesia 222,8 0,9 1,4 0,4 Sumber : WWF (2008)

Menurut Wackernagel and Rees (1996) menyatakan bahwa metode

perhitungan EF suatu negara melalui tiga tahapan. Tahapan Pertama adalah menduga rata-rata konsumsit tahunan per orang dari item tertentu berdasarkan data agregat regional atau atau nasional dengan membagi konsumsi total dengan ukuran populasi, yaitu : konsumsi= produksi + impor-ekspor. Tahap kedua adalah dengan menduga area lahan layak per kapita (aa) untuk produsi setiap konsumsi utama ‘i’, dengan cara membagi rata-rata untuk konsumsi tahunan item (c) tersebut (c dalam kg/kapita) dengan produktifitas tahunan rata-rata (p), (p dalam kg/ha), yaitu : aai = ci/pi. Tahap ketiga adalah menghitung total ecological footprint dari rata-rata orang (footprint percapita) atau ‘ef’ dengan menjumlahkan seluruh ekosistem yang memadai (aai) dari seluruh item yang telah dibeli selama setahun yaitu : ef = ∑ aa i. Akhirnya diperoleh EF dari populasi (N), yaitu: Efp=N(ef).

Ecological footprint dunia adalah 2,7 global ha per orang. Satu global hektar artinya satu hektar produktifitas biologis sama dengan rata-rata secara global. Secara global terdapat deficit sumberdaya alam sebesar-0.6 global hektar per orang. Hal ini merupakan selisih dari total ecological footprint sejumlah 2,7 global ha/orang dengan biocapacity yang hanya 2,1 global ha/orang. Nilai EF Indonesia masih jauh di bawah dunia yaitu 0,9 global ha/orang tetapi biocapacity

Indonesia masih berada di bawah nilai dunia yaitu 1,4 global ha/orang. Hal ini menggambarkan bahwa walaupun Indonesia telah mengeksploitasi sumberdaya alam jauh lebih rendah dari pada negara-negara lain, akan tetapi suplay bioproduktif atau cadangan sumberdaya masih banyak ini disebabkan oleh penggunaan sumberdaya alam relative lebih rendah dibandingkan negara lain sehingga jumlah cadangan sumberdaya alam masih relative lebih banyak. Tetapi hal ini dapat berubah apabila penggunaan sumberdaya alam dilakukan secara tidak bijaksana.

B. Daya Dukung Kawasan (DDK)

Daya dukung kawasan merupakan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda 2007). Daya dukung kawasan disesuaikan dengan karakteristik sumberdaya dan peruntukkannya, misalnya daya dukung selam ditentukan sebaran dan kondisi terumbu karang, daya dukung wisata pantai ditentukan oleh panjang/luas pantai dan kondisi pantai. Kebutuhan manusia akan ruang diasumsikan dengan keperluan ruang horizontal untuk dapat bergerak bebas dan tidak merasa terganggu oleh keberadaan manusia (pengunjung) lainnya. Untuk kegiatan wisata pantai diasumsikan setiap orang membutuhkan panjang garis pantai 50m, karena pengunjung akan melakukan berbagai aktivitas yang membutuhkan ruang yang luas, seperti berjemur, bersepeda, berjalan-jalan. Sedangkan untuk wisata bahari seperti penyelaman setiap 2 orang membutuhkan 1.000 atau 100 x 10m2, untuk snorkling setiap oang membutuhkan 250m2

Waktu kegiatan pengunjung dihitung berdasarkan lamanya waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Kegiatan wisata dapat dirinci lagi brdasarkan kegiatan yang dilakukan, misalnya menyelam

membutuhkan waktu 2 jam, snorkling 3jam, berenang 2 jam, rekreasi pantai 3 jam, berjemur 2 jam, olahraga air 2 jam. Waktu pengunjung diperhitungkan

dengan waktu yang disediakan untuk kawasan. Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata waktu kerja sekitar 8 jam. Misalnya selam membutuhkan waktu kawasan 8 jam, snorkling 6 jam, berenang 4 jam, berjemur 4 jam, rekreasi pantai 6 jam, berjemur 2 jam, olah raga air 4 jam. 2.4.2 Daya Dukung Fisik

Daya dukung fisik dapat dikaji melalui berapa besar kapasitas dan ruang pesisir yang tersedia untuk membangun infrastruktur pariwisata guna kenyamanan wisatawan (Tanrigamas 1998; MCLeod and Cooper 2005). Daya dukung fisik suatu kawasan atau areal merupakan jumlah maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodasikan dalam kawasan atau areal tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas kawasan tersebut secara fisik (Wong 1991;

McLeod and Cooper 2005). Daya dukung fisik, yang merupakan jumlah

maksimum penggunaan atau kegiatan yang dapat diakomodir tanpa menyebabkan kerusakan atau penurunan kualitas. Daya dukung fisik diperlukan untuk meningkatkan kenyamanan pengunjung. Cooper et al. (1998) berpendapat bahwa daya dukung fisik terkait dengan pengalaman pengunjung atau merupakan maksimum level yang tidak dapat diterima dengan penurunan kepuasan dari adanya kelebihan pemanfaatan.

Terlampauinya daya dukung fisik wisata pantai akibat meningkatnya jumlah infrastruktur (dermaga melalui reklamasi hotel, dan lainnya) dan pemukiman penduduk akan mengakibatkan hilangnya beberapa vegetasi daratan dan ekosistem perairan laut (terumbu karang, sumber daya ikan dan non ikan). Peningkatan infrastruktur dan jumlah penduduk secara tidak langsung akan mempengaruhi kualitas air, melalui peningkatan jumlah limbah (padat dan air (Wong 1991).

Kate et. al 1995 dan Wong 1991, menyatakan bahwa standar umum

Tabel 3 Standar Umum Kebutuhan Wisatawan No Uraian Keterangan 1 Jenis Akomodasi a. Hotel -Ekonomi -Menengah -Mewah b. Apartemen - Studio - 1 unit kamar - 2 unit kamar - 3 unit kamar 10 m2 19 m /bed 2 30 m /bed 2 /bed 36 m 53 m 2 80 m 2 110 m 2 2 2 Infrastruktur

a. Kebutuhan konsumsi air b. Pembuangan Limbah 500-1 000 l/hari 0,3 ha/1 000 orang 3 Fasilitas Turis a. Kolam renang b. Ruang terbuka c. Pertokoan 3 m2 20-40 m

dari air yang digunakan 2 0,67 m /bed 2 4 /bed

Fasilitas Pantai Fasilitas kebersihann yang setara dengan 5

buah WC, 2 buah bak mandi dan 4 pancuran air untuk setiap 500 orang

5 Kapasitas Pantai Jumlah orang optimum per 20 - 50 m pantai

6 Kepadatan Resort 60-100 tempat tidur/ha

7 Fasilitas Marina a. Ukuran b. Kapasitas Pelabuhan c. Lahan 150-200 perahu/kapal wisata 75-150 perahu/ha

100 perahu/ha, digunakanuntuk parker dan perbaikan

Sumber : Kate et. al 1995, Wong 1991.

2.4.3 Daya Dukung Air

Penentuan daya dukung lingkungan untuk pemukiman menggunakan pendekatan daya dukung air tawar yang didasarkan pada perbandingan ketersediaan air tawar disuatu pulau kecil dengan kebutuhan air tawar untuk kegiatan yang dimaksud.

Ketersediaan sumber air tawar pulau kecil dipengaruhi oleh curah hujan lokal tahunan yang jatuh dipulau tersebut, lapisan geologi pembentuk pulaudan tutupan vegetasi setempat. Dengan demikian ketersediaan air di pulau kecil sangat tergantung dari besarnya curah hujan sebagai pasokan utama pasokan air tawar serta kemampuan pulau tersebut menyimpan sumber air secara alami. Pada umumnya ketebalan lapisan air dipulau kecil berkisar antara 1-2 m dimana akar

tanaman kelapa mampu melakukan penetrasi sampai lapisan tersebut. Pada pulau attol, lapisan tanah umumnya sangat dangkal dan bervariasi antara 0,3-0,5 m, sementara itu pada pulau yang sudah mengalami pengangkatan secara tektonik dengan karst, air tanah ditemukan pada kedalaman 30-100 m dari permukaan (Adi 2002). Lebih lanjut dijelaskan bahwa berdasarkan hasil ringkasan pada penelitian diberbagai pulau kecil dikawasan tropis penelitian menunjukan adanya korelasi positif antara resapan tahunan dengan curah hujan tahunan yaitu berkisar antara 25%-50%.Dalam resolusi PBB tahun 1998 disebutkan bahwa penyediaan air tawar (bersih) sejumlah 50 It/orang/hari. (=1,5m3/orang/bln) merupakan hak asasi manusia, sedangkan UNESCO tahun 2002 menetapkan hak dasar manusia atas air yaitu sebesar 60 It/orang/hari. Konsekuensinya, Negara wajib memenuhi kebutuhan tersebut sebagai bagian dari layanan publik mendasar (FAO 1996). 2.5 Konservasi

2.5.1 Definisi Konservasi

Jacub et al.(2004) mengatakan bahwa konservasi berasal dari kata to conserve yang menurut Kamus Theasaurus berarti menyelamatkan, melindungi, melestarikan dan menyimpan, dalam konteks pengelolaan berarti menghemat sumberdaya alam tersebut sehingga ketersediaannya selalu terjaga. Sebagai suatu sistem yang utuh, wilayah pesisir memiliki dinamika yang khas yang semestinya menjadi pertimbangan dalam pemanfaatannya. Dalam konteks sistem ekologi, tidak berfungsinya sistem ekologi wilayah pesisir akan berakibat pada tidak mulusnya roda dinamika komponen sistem yang lain yang ada dalam wilayah pesisir dan laut termasuk dinamika pemanfaatannya (Holling et al……in Jacub et

al. 2004). Menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, konservasi

didefinisikan sebagai manajemen biosphere secara berkelanjutan untuk

memperoleh manfaat bagi generasi sekarang dan generasi yang akan datang.

Sedangkan National Research Council (1999) mendefinisikan bahwa marine

protected area (MPA) sebagai suatu daerah di laut yang ditetapkan untuk melestarikan sumberdaya laut. Di daerah tersebut ditetapkan zona-zona untuk mengatur kegiatan yang dapat dan tidak dapat dilakukan, misalnya pelarangan kegiatan penambangan minyak dan gas bumi, perlindungan ikan, biota laut lain, dan ekologinya untuk menjamin perlindungan yang baik. Bengen (2000)

menyatakan bahwa kawasan lindung didefinisikan sebagai suatu kawasan di pesisir,laut dan pulau-pulau kecil yang mencakup daerah intertidal, subtidal dan kolom air diatasnya, dengan beragam flora dan fauna yang berasosiasi di dalamnya yang memiliki nilai ekologis, ekonomis, sosial dan budaya. Ojeda- Martinez et al. (2009) menyatakan bahwa MPA telah diusulkan di seluruh dunia sebagai cara optimal untuk melindungi ekosistem laut. Luas wilayah laut yang dilindungi mengalami peningkatan tahunan sebesar 5.2 % selama dua dekade terakhir ini (Wood et al. in Ojeda-Martinez et al. 2009). CBD (2007) menyatakan bahwa 20-30% dari luas wilayah masing-masing habitat harus ditetapkan sebagai kawasan larang ambil.

2.5.2 Fungsi Kawasan Konservasi

Agardy in Bengen (2002) berpendapat bahwa kawasan konservasi di

wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil memiliki fungsi utama sebagai berikut :

1. Melindungi keanekaragaman hayati serta struktur, fungsi dan intergritas ekosistem ; kawasan lindung dapat berkonribusi untuk mempertahankan keanekaragaman hayati pada semua tingkatan tropik dari ekosisem, melindungi hubungan jaringan makanan, dan proses-proses ekologis dalam suatu ekosistem.

2. Meningkatkan hasil perikanan ; Kawasan lindung dapat melindungi daerah pemijahan, pembesaran dan mencari makanan ; meningkatkan kapasitas reproduksi dan stok sumberdaya ikan.

3. Menyediakan tempat rekreasi dan pariwisata ; Kawasan lindung dapat menyediakan tempat untuk kegiatan rekreasi pariwisata alam yang bernilai ekologis dan estetika. Perlindungan terhadap pada tempat-tempat khusus bagi kepentingan rekreasi dan pariwisata (seperti pengaturan dermaga perahu/kapal, tempat jangkar dan jalur pelayaran) akan memnbantu mengamankan kekayaan dan keragaman daerah rekreasi dan pariwisata yang tersedia di sepanjang pesisir.

4. Memperluas pengetahuan dan pemahaman tentang ekosistem ; Kawasan lindung dapat meningkatkan pemahaman dan kepedulian masyarakat terhadap ekosistem pesisir, laut dan pulau-pulau kecil ; menyediakan tempat yang relatif tidak terganggu untuk observasi dan monitoring jangka panjang,

dan berperan penting bagi pendidikan masyarakat berkaitan dengan pentingnya konservasi laut dan dampak aktifitas manusia terhadap keanekaragaman hayati.

5. Memberikan manfaat sosial-ekonomi bagi masyarakat pesisir ; Kawasan kindung dapat membantu masyarakat pesisir dalam mempertahankan basis ekonominya melaui pemanfaatan sumberdaya dan jasa-jasa lingkungan secara optimal dan berkelanjutan.

Sasaran utama penetapan kawasan konservasi di wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil adalah untuk mengkonservasi ekosistem dan sumberdaya hayati, agar proses-proses ekologis di suatu ekosistem dapat terus berlangsusng dan tetap dipertahankan produksi bahan makanan dan jasa-jasa lingkungan bagi kepentingan manusia. Dan untuk mencapai sasaran tersebut, menurut Kelleher dan Kenchington; Jones; Barr et al. in Bengen (2002)maka penetapan kawasan konservasi di pesisir, laut dan pulau-pulau kecil harus ditujukan untuk :

1) Melindungi habitat-habitat kritis

2) Mempertahankan keanekaragaman hayati

3) Mengkonservasi sumberdaya ikan 4) Melindung garis pantai

5) Melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya 6) Menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata.

7) Merelokasi daerah-daerah yang tereksploitasi

8) Mempromosikan pembangunan kelautan yang berkelanjutan.

Untuk merencanakan pengalokasian kawasan konservasi diperlukan empat tahapan dalam pemilihan proses lokasi (Agardy in Bengen 2002) yaitu :

1) Identifikasi habitat atau lingkungan kritis ; distribusi sumberdaya ikan dan bila memungkinkan lokasi proses-proses ekologis kritis, dan dilanjutkandengan memetakan informasi-informasi tersebut dengan menggunakan Sistem Informasi Geografis

2) Teliti tingkat pemanfaatan sumberdaya dan identifikasi sumber-sumber

degradasi di kawasan ; petakan konflik pemanfaatan sumberdaya, berbagai ancaman langsung (misalnya over eksploitasi) dan tidak langsung (misalnya pencemaran) terhadap ekosisem dan sumberdaya.

3) Tentukan lokasi dimana perlu dilakukan konservasi (misalnya lokasi yang didentifikasi oleh pengambil kebijakan menjadi prioritas untuk dilindungi) 4) Mengkaji kelayakan suatu kawasan prioritas yang dapat dijadikan kawasan

konservasi berdasarkan proses perencanaan lokasi. 2.5.3 Zonasi Kawasan Konservasi

Pengelolaan zona dalam kawasan konservasi didasarkan pada luasnya berbagai pemanfaatan sumberdaya kawasan. Aktivitas di dalam setiap zona ditentukan oleh tujuan kawasan konservasi, sebagaimana ditetapkan dalam rencana pengelolaan. Undang-Undang 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil pada pasal 29, yang kemudian diatur dalam

Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor: 17/Men/ 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau

Kecil pada pasal 31 ayat 2melakukan pembagian zona disuatu kawasan konservasi yang dikelompokkan atas beberapa zona :

(1) Zona Inti

Zona inti merupakan bagian dari Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilindungi yang ditujukan untuk perlindungan habitat dan populasi sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil serta pemanfaatannya hanya terbatas untuk penelitian.

(2) Zona Pemanfaatan Terbatas

Zona pemanfaatan terbatas merupakan bagian dari zona konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang pemanfaatannya hanya boleh dilakukan untuk budidaya pesisir, ekowisata dan perikanan tradisional.

(3) Zona Lain Sesuai Peruntukan Kawasan

Zona lainnya merupakan zona di luar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas yang karena fungsi dan kondisinya ditetapkan sebagai zona penentu antara lain zona rehabilitasi dan sebagainya.

Secara umum zona-zona di suatu kawasan konservasi dapat dikelompokkan atas tiga zona yaitu :

(1) Zona inti

Habitat di dalam zona ini memiliki nilai konservasi yang tinggi, sangat rentan terhadap gangguan atau perubahan, dan hanya dapat ditolerir sangat sedikit

aktivitas manusia. Zona inti harus dikelola dengan tingkat perlindungan yang tinggi, serta tidak dapat diijinkan adanya aktivitas eksploitasi.

(2) Zona Penyangga

Zona penyangga merupakan zona transisi antara zona inti dengan zona pemanfaatan. Penyangga di sekeliling zona inti ditujukan untuk menjaga zona inti dari berbagai aktifitas pemanfaatan yang dapat mengganggu dan melindungi zona inti dari pengaruh eksternal, bersifat lebh terbuka tapi tetap dikontrol dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat diijinan.

(3) Zona Pemanfaatan

Lokasi di zona pemanfaatan masih memiliki nilai konservasi tertentu, tapi dapat mentolelir berbagai tipe pemanfaatan oleh manusia dan layak bagi beragam kegiatan eksploitasi yang diijinkan dalam suatu kawasan konservasi.

Penetapan zonasi berdasarkan atas pertimbangan Luasan Pulau maka Pulau yang tergolong sebagai pulau- pulau kecil di peruntukan untuk pemanfatan umum 60-70%, untuk konservasi sebesar 20-30%, dan alur 5-10%, sedangkan yang tergolong pulau-pulau kecil dengan status sebagai KSNT maka penzonasiannya untuk pemanfaatan umum 50-60%, untuk konservasi 20-30%, alur 5-10% dan KSNT 5-10%. Pulau-pulau sangat kecil untuk pemanfatan umum 40-50%, untuk konservasi 40-50% dan alur 5-10%, sedangkan pulau-pulau sangat kecil dengan status KSNT maka untuk pemanfaatan umum diperuntukan 40-50%, konservasi 30-40%, alur 5-10% dan untuk KSNT 5-10% (DKP 2010).

Identifikasi dan pemilihan lokasi potensial untuk kawasan konservasi di pesisir dan laut menuntut penerapan kriteria. Kriteria berfungsi untuk mengkaji kelayakan suatu lokasi bagi kawasan konservasi. Penerapan kriteria sangat membantu dalam mengidentifikasi dan memilih lokasi perlindungan secara obyektif, dimana secara mendasar terdiri atas kelompok kriteria ekologi, sosial dan ekonomi (Salm et al.2000).

A. Kriteria ekologi

Nilai suatu ekosistem dan jenis biota di pesisir dan laut dapat ditilik dari kriteria sebagai berikut:

a. Keanekaragaman hayati : didasarkan pada keragaman atau kekayaan ekosistem, habitat, komunitas dan jenis biota. Lokasi yang sangat beragam, harus memperoleh nilai paling tinggi

b. Kealamian:didasarkan pada tingkat degradasi. Lokasi yang

terdegradasimempunyai nilai yang rendah, misalnya bagi perikanan atau wisata, dan sedikit berkontribusi dalam proses-proses biologis.

c. Ketergantungan:didasarkan pada tingkat ketergantungan spesies pada lokasi, atau tingkat dimana ekosistem tergantung pada proses-proses ekologis yang berlangsung di lokasi.

d. Keterwakilan: didasarkan pada tingkat dimana lokasi mewakili suatu tipe habitat, proses ekologis, komunitas biologi, ciri geologi atau karakteristik alam lainnya.

e. Keunikan: didasarkan keberadaan suatu spesies endemik atau yang hampir punah.

f. Integritas: didasarkan pada tingkat dimana lokasi merupakan suatu unit fungsional dari entitas ekologi.

g. Produktivitas: didasarkan pada tingkat dimana proses-proses produktif di

Dokumen terkait