• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DI DAERAH PERBATASAN

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Assalaamu alaikum Wr. Wb. (Halaman 55-59)

Luas Panen Menurut Kabupaten/Kota (hektar)

J. DUKUNGAN INOVASI TEKNOLOGI DI DAERAH PERBATASAN

Tujuan kegiatan ini adalah (1) Mengkarakterisasi potensi dan permasalahan produksi beras kualitas ekspor di daerah perbatasan, (2) Meningkatkan produktivitas, kualitas produk, dan pendapatan petani melalui inovasi teknologi dan kelembagaan.

Karakterisasi dan Potensi Wilayah Pengkajian

Pulau mendol merupakan lumbung beras bagi wilayah kepulauan di sekitar daerah perbatasan. Pulau Mendol terletak paling ujung atau tepatnya di muara Sungai Kampar. Sebagai sentra utama produksi padi, Pulau Mendol yang dikenal juga dengan Pulau Penyalai ini memiliki lahan sawah sekitar 5.921 ha, atau hampir 80% dari total luas lahan sawah di Kabupaten Pelalawan. Lahan sawah Pulau Mendol beragroekosistem sawah pasang surut, relatif subur, dan bertopografi datar dengan ketinggian maksimum 9 meter dari permukaan laut. Pulau Mendol beriklim B1, lebih dari 9 bulan berupa bulan basah yaitu bulan yang mempunyai curah hujan melebihi 200 mm. Sementara itu bulan keringnya kurang dari 3 bulan, yakni curah hujannya kurang dari 100 mm/bulan.

Pada umumnya pola usahatani berupa padi satu kali setahun. Namun pada beberapa daerah usahatani setahun ada yang 2 kali setahun, dengan pola usahatani padi-jagung, padi-semangka, atau padi-kacang-kacangan. Teknologi budidaya padi di Pulau Mendol tanpa penambahan pupuk (tanpa input eksternal), baik berupa pupuk organik maupun pupuk anorganik. Namun produktivitasnya dapat berkisar 3,8 – 4,3 ton/ha. Dengan luas lahan sawah 5.921 ha, tingkat produktivitas 3,8 – 4,3 ton/ha, dan frekwensi tanam satu kali setahun, Pulau Mendol mampu memproduksi 25.000 ton padi (15.500 ton setara beras) tiap tahunnya.

Kelembagan yang berkaitan langsung dengan pertanian relatif sudah terbentuk. Petani dengan mudah mengidentifikasi beberapa kelembagaan yang dekat dan berhubungan langsung dengan keberhasilan usahatani mereka. Adapun kelembagaan yang sudah ada di lokasi pengkajian, dianataranya: kelompok tani, gabungan kelompok tani, unit pengelola jasa alsintan, balai benih induk, koperasi unit desa, kelompok penangkar, kilang padi, penyuluh pertanian lapangan, lembaga ketahanan masyarakat desa, pedagang pengupul, dll.

Berdasarkan hasil identifikasi masalah dalam budidaya dan pemasaran komoditas beras, terdapat beberapa permasalahan, diantaranya: (i) para petani belum sepenuhnya menerapkan teknik budidaya padi yang direkomendasi terutama pemupukan, pengendalian gulma dan tata air, (ii) penanganan pasca panen yang rendah sehingga menurunkan kualitas beras, (iii) aspek pemasaran, (iv) faktor kelembagaan, yakni belum berfungsinya kelembagaan yang ada baik kelompok tani maupun koperasi, (v) sarana dan prasarana, dan (vi) akses ke lokasi usahatani yang belum memadai.

Hasil identifikasi masalah kelembagaan yang terkait dengan pertanian, diperoleh juga beberapa permasalahan, diantaranya: (i) belum berfungsinya koperasi tani (KUD) secara optimal. Hal ini terkait dengan kepengurusan, kewajiban anggota, dan kelancaran administrasi lainnya; (ii) Kelembagaan pelayanan input (sarana produksi) belum memenuhi prinsip lima tepat (waktu, tempat, jumlah, jenis, dan sasaran); (iii) Kelembagaan permodalan. Keterbatasan petani untuk memiliki modal secara tunai menyebabkan rendahnya adopsi teknologi ditingkat petani. Selain itu terbatasnya akses petani dalam memanfaatkan kelembagaan finansial baik ditingkat desa maupun kecamatan; (iv) Kelembagaan pemasaran. Produksi yang dihasilkan oleh petani hanya ditampung oleh tengkulak dengan harga yang ditentukan oleh pembeli. Rendahnya posisi tawar menawar petani antara lain disebabkan adanya keterikatan moril antara petani dengan pedagang dimana pedagang memberikan pinjaman modal sebelum panen dilakukan; (v) Kelembagaan pengolahan hasil. Produk yang dihasilkan petani pada umumnya langsung dijual kepada pedagang. Pengolahan hasil dilakukan oleh pabrik/home industri yang tidak langsung melakukan budidaya komoditas.

Gambar 55. Distribusi atau pemasaran beras penyalai (beras yang diproduksi dari pulau Mendol)

Tabel 33. Daftar sarana dan prasarana pertanian pendukung agribisnis padi di Pulau Mendol

No. Uraian Jumlah

1 Luas baku lahan sawah (ha) 7.340

2 Sumberdaya air dominan Air pasang surut

3 Jalan Usaha Tani (meter) 181.559

4 Pola tanam setahun Padi

5 Produktivitas (t/ha) 3,8 – 4,2

6 Varietas padi existing Karya, Cekau, Btg Piaman

7 Kebutuhan benih padi (ton) 191

8 Produksi benih padi eksisting (ton) 34

9 Kebutuhan penangkaran benih padi (ha) 76

10 Kelompok tani (kelompok) 93

11 Traktor singkal/Rotary (unit) 61

12 Rice transplanter (unit) 38

13 Reaper (unit) 24

14 Dryer (unit) 4

15 Mesin panen/combine harvester dan Reeper (unit) 51

16 Pompa air (unit) 24

17 Kilang padi, Gudang, atau RMU (unit) 65

Gambar 56. Pertemuan dengan kelompok tani (kiri), areal persawahan (tengah), dan unit pengolahan padi (kiri) di lokasi pengkajian

– Karakterisasi Pascapanen Padi

Varietas padi yang ditanam umumnya varietas lokal, diantaranya varietas Lembu Sawah, Karya, dan Cekau, serta varietas unggul seperti Batang Piaman. Semua varietas padi tersebut memiliki bentuk beras berukuran kecil-kecil, dengan tekstur atau rasa nasi pera.

Selama usahatani pertama musim tanam sebelumnya, ada beberapa OPT yang menyerang, diantaranya: Hama Kepinding Tanah, Burung, dan Wereng, tetapi dengan tingkat kerusakan masih rendah sehingga bisa dikendalikan sendiri, dengan menggunakan racun insektisida kimia.

B

A

T

A

M

M

A

L

A

Y

S

I

A

P

.

S

a

m

b

u

Mereka menentukan waktu panen berdasarkan umur tanaman padi yang sudah mereka ketahui disamping juga melihat tampilan warna gabah yang sudah 75% menguning. Proses panen, mulai menyabit sampai didapatkan gabah, biasanya dilakukan oleh tenaga luar keluarga atau upahan, dengan proporsi untuk upahan ¼ bagian. Belakangan, proses panen ada yang dilakukan

menggunakan mesin panen Combine Harvester, dengan proporsi upahan 0,1 bagian namun biaya

operasional ditanggung oleh petani. Berkaitan dengan proses panen yang terbaru ini, petani justru lebih tertarik dengan sistem upahan sebelumnya, yakni sistem upahan dengan tenaga luar. Dengan upahan tenaga luar, walaupun proporsi upahannya ¼ bagian namun petani sudah menerima gabah yang sudah jadi tanpa ada lagi biaya atau tenaga tambahan seperti menggunakan Combine Harvester. Berkaitan dengan proses panen menggunakan Combine

Harvester yang jumlahnya sebanyak 3 unit di desa mereka, petani merasa agak merasa procedural

dan belum merasakan adanya penghematan, ditambah lagi dengan adanya kesulitan alat saat memasuki lahan yang berlumpur agak dalam. Untuk itu petani berharap dibantu alat panen combine harvester berukuran kecil, berupa hand combine harvester dengan pengelolaan langsung oleh kelompok tani.

Untuk hasil panenan, berupa gabah biasanya dibawa oleh petani ke gudang/tempat penggilingan mitra yang sebelumnya sudah meminjamkan karung tempat gabah. Ditempat penggilingan, gabah dikeringkan menggunakan panas matahari. Gabah yang sudah kering disimpan di tempat penggilingan. Petani biasanya tinggal pesan kepada pemilik penggilingan kapan gabah mereka harus digiling, yang biasanya disesuaikan dengan kebutuhan keuangan mereka. Proporsi yang diperoleh pemilik penggilingan yaitu 0,1 bagian. Petani dapat menjual berasnya kepada pedagang pedagang lokal dan pedagang dari luar Pulau Mendol, dengan harga beras 6.000-7.000 rupiah/kg.

Salah satu penyebab rendahnya kualitas beras penyalai adalah penangan pasca panen yang kurang baik. Gabah hasil panen kurang mendapat tempat pengeringan. Dengan kata lain lantai jemur yang tersedia relatif terbatas dibandingkan dengan luasnya lahan sawah yang dipanen. Untuk itu menanggulangi kekurangan lantai jemur sekaligus meningkatkan kualitas beras yang dihasilkan, diinisiasi pembangunan lantai jemur di sekitar areal demplot.

Gambar 57. Kondisi terkini calon tempat pembangunan lantai jemur

Diskusi pascapanen padi Penjemuran padi Gudang/Penggilingan padi

Gudang beras penyalai di

Lantai jemur dibangun dalam bentuk permanen. Biaya pembangunan lantai jemur sharing antara BPTP Riau dan petani setempat. Lantai jemur yang dibangun berukuran 6 m x 18 m, dengan bahan terdiri dari: besi, pasir, kerikil, semen.

Introduksi Dukungan Inovasi Teknologi Pertanian

Pada Kegiatan Dukungan Inovasi Teknologi di Daerah Perbatasan telah dilakukan penyemaian benih padi varietas Inpari 21 dan Batang Piaman di Desa Sei Upih. Sebelum disemai, benih padi dicampur terlebih dahulu dengan pupuk hayati (Agrimeth). Pencampuran benih padi dengan Agrimeth dilakukan dengan perbandingan: setiap 25 kg benih dicampur dengan 500 gr bahan Agrimet. Pada kesempatan yang sama diserahkan sarana produksi lainnya, yakni bahan dekomposer (Mdec). Bahan dekomposer ini membantu mempercepat proses dekomposisi bahan-bahan organik seperti jerami padi dan rerumputan.

Mdec sebaiknya diaplikasi pada tumpukan jerami atau bahan organik dengan dosis 1 kg Mdec untuk 1 ton bahan organik. Tempat aplikasi sebaiknya pada tempat yang relatif teduh atau pada sore hari. Aplikasi dapat juga dimodifikasi dengan melarut bahan Mdec dengan air kemudian disemprotkan ke permukaan tumpukan bahan-bahan organik di lahan sawah.

Tabel 34. Petani kooperator yang menerapkan inovasi teknologi Jarwo Super

No Petani Kooperator Luas Lahan (Ha) Lokasi (Desa)

1. Joko Susilo 1 Sei Upih

2. Safruddin 1 Sei Upih

3. M Radik 1 Sei Solok

4. Zulfadli 1 Sei Solok

5. Arfah 1 Sei Solok

J U M L A H 5

Gambar 58. Perlakuan pupuk hayati AgriMett pada benih padi – Introduksi dukungan inovasi kelembagaan pertanian

Keberhasilan introduksi suatu inovasi kelembagaan, salah satunya ditentukan oleh dukungan oleh instansi eksternal dan stakeholder lainnya. Untuk itu inovasi kelembagaan berupa Cooperative Farming (CF) sudah dikoordinasikan ke pemerintah daerah, khususnya ke Dinas Pertanian Kabupaten Pelalawan. Terkait dengan rencana implementasi CF di lokasi pengkajian (Pulau Mendol), Dinas Pertanian cukup mendukung karena dinilai sangat sesuai dengan konsep memajukan pertanian di Pulau Mendol. Wujud dukungan Dinas Pertanian terhadap adanya inovasi CF ditunjukkan dengan menyusun secara bersama-sama konsep CF spesifik Pulau Mendol yang penganggarannya dibebankan pada Dinas Pertanian Pelalawan. Adapun struktur organisasi manajemen inovasi CF, seperti disajikan sebagai berikut:

Gambar 59. Struktur manajemen Cooperative Farming

Gambar 60. Diskusi dan penyamaan persepsi serta sosialisasi konsep Cooperative Farming

K. DUKUNGAN INOVASI PERTANIAN UNTUK PENINGKATAN INDEKS PERTANAMAN

Dalam dokumen KATA PENGANTAR. Assalaamu alaikum Wr. Wb. (Halaman 55-59)