• Tidak ada hasil yang ditemukan

DUNIA DAN UNTAIAN KENIKMATAN INDRIA

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 98-109)

Bagian III LIMA PULUH KE TIGA

II. DUNIA DAN UNTAIAN KENIKMATAN INDRIA

114 (1) Jerat Māra (1)

“Para bhikkhu, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disu- kai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka ia disebut seorang bhikkhu yang telah masuk ke dalam sarang Māra, yang telah dikendalikan oleh Māra; jerat Māra telah mengikatnya94 sehingga ia terbelenggu oleh belenggu Māra dan

Yang Jahat dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya. Ada, para bhikkhu, suara-suara yang dikenali oleh telinga … fenom- ena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhik- khu menikmatinya … [92] … Yang Jahat dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.

“Ada, para bhikkhu, bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu tidak menikmatinya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus menggenggamnya, maka ia disebut seorang bhik- khu yang telah tidak masuk ke dalam sarang Māra, yang tidak dikend- alikan oleh Māra; jerat Māra telah dilepaskan darinya sehingga ia tidak terbelenggu oleh belenggu Māra dan Yang Jahat tidak dapat melaku- kan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.

Ada, para bhikkhu, suara-suara yang dikenali oleh telinga … fenom- ena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. [93] Jika seorang bhikkhu tidak menikmatinya … Yang Jahat tidak dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.”

115 (2) Jerat Māra (2)

“Para bhikkhu, ada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disu- kai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka ia disebut seorang bhikkhu yang terikat pada bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang telah masuk ke dalam

sarang Māra, yang telah dikendalikan oleh Māra; [jerat Māra telah mengikatnya sehingga ia terbelenggu oleh belenggu Māra]95 dan Yang

Jahat dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya. Ada, para bhikkhu, suara-suara yang dikenali oleh telinga … fenom- ena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu menikmatinya … Yang Jahat dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.

“Ada, para bhikkhu, bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu tidak menikmatinya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus menggenggamnya, maka ia disebut seorang bhik- khu yang terbebas dari bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang tidak masuk ke dalam sarang Māra, yang tidak dikendalikan oleh Māra; [jerat Māra telah dilepaskan darinya sehingga ia tidak terbelenggu oleh belenggu Māra] dan Yang Jahat tidak dapat melakukan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.

“Ada, para bhikkhu, suara-suara yang dikenali oleh telinga … fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika se- orang bhikkhu tidak menikmatinya … Yang Jahat tidak dapat melaku- kan apa pun yang ia kehendaki terhadapnya.”

116 (3) Pergi ke Akhir Dunia

“Para bhikkhu, Aku katakan akhir dunia tidak dapat diketahui, dili- hat, atau dicapai melalui perjalanan. Namun demikian, para bhikkhu, Aku juga mengatakan bahwa tanpa mencapai akhir dunia maka tidak mungkin mengakhiri penderitaan.”96

Setelah mengatakan ini, Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya.97 Kemudian, segera setelah

Sang Bhagavā pergi, para bhikkhu berdiskusi. “Sekarang, Sahabat-sa- habat, Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya setelah membabarkan ringkasan tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci. Sekarang siapakah yang akan menjelas- kan secara terperinci makna atas ringkasan yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā?” Kemudian mereka mempertimbangkan: “Yang Mulia

Ānanda dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh saudara-saudaranya dalam kehidupan suci; Yang Mulia Ānanda mampu menjelaskan secara terperinci makna atas ringkasan yang dibabarkan oleh Sang Bhagavā tanpa menjelaskannya secara terperinci. Mari kita mendekatinya dan bertanya kepadanya.”

Kemudian para bhikkhu itu mendekati Yang Mulia Ānanda dan sal- ing bertukar sapa dengannya, setelah itu mereka duduk di satu sisi dan memberitahukan kepadanya mengenai apa yang telah terjadi, [94] dan menambahkan: “Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya kepada kami.”

[Yang Mulia Ānanda menjawab:] “Sahabat-sahabat, ini seperti se- orang yang membutuhkan inti kayu, mencari inti kayu, mengembara untuk mendapatkan inti kayu, namun melewatkan akar dan batang pohon besar yang memiliki inti kayu, dengan pikiran bahwa inti kayu itu harus diambil dari dahan-dahan dan dedaunan. Dan demikian pula dengan kalian, Yang Mulia: ketika kalian berhadapan langsung dengan Sang Guru, kalian melewatkan Sang Bhagavā, dengan pikiran bahwa aku akan menjelaskan maknanya. Karena, Sahabat-sahabat, Sang Bhagavā mengetahui apa yang harus diketahui; melihat apa yang harus dilihat; Beliau telah menjadi penglihatan, Beliau telah menjadi pengetahuan, Beliau telah menjadi Dhamma, Beliau telah menjadi Yang Suci, Beliau adalah pembabar, Yang Menyatakan, Yang Menjelaskan Makna, Pem- beri Keabadian, Raja Dhamma, Sang Tathāgata. Tadi adalah waktunya bagi kalian untuk menanyakan maknanya kepada Sang Bhagavā. [95] Ketika Beliau menjelaskannya kepada kalian, maka kalian seharusnya telah mengingatnya.”

“Tentu saja, Sahabat Ānanda, Sang Bhagavā mengetahui apa yang harus diketahui; melihat apa yang harus dilihat; Beliau telah menjadi penglihatan … Sang Tathāgata. Tadi adalah waktunya bagi kami untuk menanyakan maknanya kepada Sang Bhagavā. Ketika Beliau menjelas- kannya kepada kami, maka kami seharusnya telah mengingatnya. Na- mun demikian, Yang Mulia Ānanda dipuji oleh Sang Guru dan dihargai oleh saudara-saudaranya dalam kehidupan suci; Yang Mulia Ānanda mampu menjelaskan secara terperinci makna atas ringkasan yang dib- abarkan oleh Sang Bhagavā tanpa menjelaskannya secara terperinci. Sudilah Yang Mulia Ānanda menjelaskannya tanpa menganggapnya menyusahkan.”

“Kalau begitu dengarkanlah, Sahabat-sahabat, dan perhatikanlah apa yang akan kukatakan.”

“Baik, Sahabat,” para bhikkhu itu menjawab. Yang Mulia Ānanda berkata sebagai berikut:

“Sahabat-sahabat, ketika Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya setelah membabarkan ringkasan tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci, yaitu: ‘Para bhikkhu, Aku katakan akhir dunia tidak dapat diketahui, dilihat, atau dicapai melalui perjalanan. Namun demikian, para bhikkhu, Aku juga menga- takan bahwa tanpa mencapai akhir dunia maka tidak mungkin men- gakhiri penderitaan,’ aku memahami secara terperinci makna dari ringkasan ini sebagai berikut: bahwa dalam dunia di mana seseorang adalah pelihat dunia, seorang pemikir dunia – ini disebut dunia da- lam Disiplin Para Mulia.98 Dan apakah, Sahabat-sahabat, bahwa dalam

dunia di mana seseorang adalah pelihat dunia, seorang pemikir dunia? Mata adalah di dalam dunia di mana seseorang adalah pelihat dunia, seorang pemikir dunia.99 Telinga … Hidung … Lidah … Badan … Pikiran adalah di dalam dunia di mana seseorang adalah pelihat dunia, seorang pemikir dunia. Bahwa dalam dunia di mana seseorang adalah pelihat dunia, seorang pemikir dunia – ini disebut dunia dalam Disiplin Para Mulia. [96]

“Sahabat-sahabat, ketika Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya setelah membabarkan ringkasan tersebut tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci, yaitu: ‘Para bhikkhu, Aku katakan akhir dunia tidak dapat diketahui, dilihat, atau dicapai melalui perjalanan. Namun demikian, para bhikkhu, Aku juga mengatakan bahwa tanpa mencapai akhir dunia maka tidak mungkin mengakhiri penderitaan.’ Aku memahami makna dari ringkasan itu secara terperinci seperti demikian. Sekarang, Sahabat-sahabat, jika kalian menginginkan, pergilah menghadap Sang Bhagavā dan tanya- kan kepada Beliau makna dari ini. Ketika Sang Bhagavā menjelaskan- nya kepada kalian, maka kalian harus mengingatnya.”

“Baik, Sahabat,” para bhikkhu itu menjawab, dan setelah bangkit dari duduk mereka, mereka mendatangi Sang Bhagavā. Setelah mem- beri hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan memberita- hukan kepada Sang Bhagavā segalanya yang terjadi setelah Beliau men-

inggalkan tempat itu, dan menambahkan: [97] “Kemudian, Yang Mulia, kami mendatangi Yang Mulia Ānanda dan menanyakan maknanya ke- padanya. Yang Mulia Ānanda menjelaskan maknanya dengan cara sep- erti ini, dengan istilah-istilah ini, dengan kalimat-kalimat ini.”

“Ānanda bijaksana, para bhikkhu, Ānanda memiliki kebijaksanaan luas. Jika kalian menanyakan kepada-Ku makna dari ini, maka Aku akan menjelaskan dengan cara yang sama seperti yang telah dijelas- kan oleh Ānanda. Demikianlah makna dari ini, dan kalian harus meng- ingatnya.”

117 (4) Untaian Kenikmatan Indria

“Para bhikkhu, sebelum Pencerahan-Ku, ketika Aku masih seorang Bodhisatta, belum tercerahkan sempurna, Aku berpikir: ‘Pikiran-Ku sering bergerak ke arah lima utas kenikmatan indria yang telah men- inggalkan bekas-bekasnya dalam batin,100 tetapi telah berlalu, lenyap,

dan berubah, atau ke arah yang di masa sekarang, atau sedikit ke arah yang di masa depan.’ Kemudian Aku berpikir: ‘Demi kesejahteraan- Ku,101 Aku harus berlatih dengan tekun, penuh perhatian, dan men-

jaga batin sehubungan dengan lima utas kenikmatan indria yang telah meninggalkan bekas-bekas dalam batin, yang telah berlalu, lenyap, dan berubah.’

“Oleh karena itu, para bhikkhu, dalam kasus kalian juga pikiran kalian sering bergerak ke arah lima utas kenikmatan indria yang te- lah meninggalkan bekas-bekasnya dalam batin, tetapi telah berlalu, lenyap, dan berubah, atau ke arah yang di masa sekarang, atau sedikit ke arah yang di masa depan. Oleh karena itu, para bhikkhu, [98] demi kesejahteraan kalian, kalian harus berlatih dengan tekun, penuh per- hatian, dan menjaga batin sehubungan dengan lima utas kenikmatan indria yang telah meninggalkan bekas-bekas dalam batin, yang telah berlalu, lenyap, dan berubah.

“Oleh karena itu, para bhikkhu, landasan itu harus dipahami,102 di

mana mata lenyap dan persepsi bentuk-bentuk meluruh.103 Landasan

itu harus dipahami, di mana telinga lenyap dan persepsi suara-suara meluruh.... Landasan itu harus dipahami, di mana pikiran lenyap dan persepsi fenomena-fenomena pikiran meluruh. Landasan itu harus di- pahami.”

Setelah mengatakan ini, Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya. Kemudian, segera setelah Sang Bhagavā pergi, para bhikkhu berdiskusi … (semua sama seperti sutta

sebelumnya hingga:) [99-100] … Yang Mulia Ānanda berkata sebagai berikut:

“Sahabat-sahabat, ketika Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya, setelah membabarkan ringkasan tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci – yaitu: ‘Oleh karena itu, para bhikkhu, landasan itu harus dipahami, di mana mata lenyap dan persepsi bentuk-bentuk meluruh.... Landasan itu harus dipahami, di mana pikiran lenyap dan persepsi fenomena-fenomena pikiran me- luruh. Landasan itu harus dipahami.’ – Aku memahami makna ring- kasan itu secara terperinci sebagai berikut: Ini dinyatakan oleh Sang Bhagavā, Sahabat-sahabat, sehubungan dengan lenyapnya enam lan- dasan indria.104

“Sahabat-sahabat, ketika Sang Bhagavā bangkit dari duduk-Nya dan memasuki tempat kediaman-Nya setelah membabarkan ringkasan tanpa menjelaskan maknanya secara terperinci … Aku memahami makna dari ringkasan itu secara terperinci seperti demikian. Seka- rang, Sahabat-sahabat, jika kalian menginginkan, pergilah menghadap Sang Bhagavā dan tanyakan kepada Beliau makna dari ini. Ketika Sang Bhagavā menjelaskannya kepada kalian, maka kalian harus mengin- gatnya.”

“Baik, Sahabat,” para bhikkhu itu menjawab, dan setelah bangkit dari duduk mereka, mereka mendatangi Sang Bhagavā. Setelah mem- beri hormat kepada Beliau, mereka duduk di satu sisi dan memberi- tahukan kepada Sang Bhagavā segalanya yang terjadi setelah Beliau meninggalkan tempat itu, dan menambahkan: [101] “Kemudian, Yang Mulia, kami mendatangi Yang Mulia Ānanda dan menanyakan maknan- ya kepadanya. Yang Mulia Ānanda menjelaskan maknanya dengan cara seperti ini, dengan istilah-istilah ini, dengan kalimat-kalimat ini.”

“Ānanda bijaksana, para bhikkhu, Ānanda memiliki kebijaksanaan luas. jika kalian menanyakan kepada-Ku makna dari ini, maka Aku akan menjelaskan dengan cara yang sama seperti yang telah dijelas- kan oleh Ānanda. Demikianlah makna dari ini, dan kalian harus meng- ingatnya.”

118 (5) Pertanyaan Sakka

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Rājagaha di Gu- nung Puncak Nasar. Kemudian Sakka, Raja Para Deva, mendekati Sang Bhagavā memberi hormat kepada Beliau, berdiri di satu sisi, dan ber- kata kepada Beliau:

“Yang Mulia, apakah sebab dan alasan [102] mengapa beberapa makhluk di sini tidak mencapai Nibbāna dalam kehidupan ini? Dan apakah sebab dan alasan mengapa beberapa makhluk di sini mencapai Nibbāna dalam kehidupan ini?”

“Ada, Raja Para Deva, bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, meng- goda. Jika seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus- menerus menggenggamnya, maka kesadarannya menjadi bergantung pada bentuk-bentuk itu dan melekat padanya. Seorang bhikkhu den- gan kemelekatan tidak mencapai Nibbāna.105

“Ada, Raja para deva, suara-suara yang dikenali oleh telinga … fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disu- kai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika seorang bhikkhu menikmatinya, menyambutnya, dan terus-menerus menggenggamnya, maka kesadarannya menjadi bergantung pada fenomena-fenomena pikiran itu dan melekat padanya. Seorang bhik- khu dengan kemelekatan tidak mencapai Nibbāna.

“Ini adalah sebab dan alasan, Raja para deva, mengapa beberapa makhluk di sini tidak mencapai Nibbāna dalam kehidupan ini.

“Ada, Raja para deva, bentuk-bentuk yang dikenali oleh mata … fenomena-fenomena pikiran yang dikenali oleh pikiran, yang disukai, indah, menyenangkan, nikmat, memikat indria, menggoda. Jika se- orang bhikkhu tidak menikmatinya, tidak menyambutnya, dan tidak terus-menerus menggenggamnya, maka kesadarannya menjadi tidak bergantung pada fenomena-fenomena pikiran itu atau melekat padan- ya. Seorang bhikkhu tanpa kemelekatan mencapai Nibbāna.

“Ini adalah sebab dan alasan, Raja Para Deva, mengapa beberapa makhluk di sini mencapai Nibbāna dalam kehidupan ini.” [103]

119 (6) Pañcasikha

(Sama seperti sebelumnya kecuali bahwa lawan bicara adalah Pañcasikha,

putra gandhabba.)106

120 (7) Sāriputta

Pada suatu ketika Yang Mulia Sāriputta sedang berdiam di Sāvatthī di Hutan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika. Kemudian seorang bhikkhu mendekati Yang Mulia Sāriputta dan saling bertukar sapa dengannya. Ketika mereka mengakhiri ucapan ramah-tamah, ia duduk di satu sisi dan berkata kepada Yang Mulia Sāriputta:

“Sahabat Sāriputta, seorang bhikkhu yang menjadi pendampingku telah meninggalkan latihan dan kembali ke kehidupan yang lebih ren- dah.”

“Begitulah, Sahabat, ketika seseorang tidak menjaga pintu-pintu indria, makan melebihi takaran, dan tidak tekun pada kesadaran. Bahwa seorang bhikkhu yang tidak menjaga pintu-pintu indria, ma- kan melebihi takaran, [104] dan tidak tekun pada kesadaran akan me- melihara segenap hidupnya dalam kehidupan suci yang lengkap dan murni – ini adalah tidak mungkin. Tetapi, Sahabat, bahwa seseorang menjaga pintu-pintu indria, makan secukupnya, dan tekun pada kesa- daran akan memelihara segenap hidupnya dalam kehidupan suci yang lengkap dan murni – ini adalah mungkin.

“Dan bagaimanakah, Sahabat, seseorang menjaga pintu-pintu in- drianya? Di sini, setelah melihat suatu bentuk dengan mata, seorang bhikkhu tidak mencengkeram gambaran dan ciri-cirinya.107 Karena, jika ia meninggalkan indria mata tidak terkendali, maka kondisi tidak bermanfaat ketamakan dan ketidaksenangan akan menyerangnya, ia berlatih cara mengendalikannya, ia menjaga indria mata, ia men- jalankan pengendalian indria mata. Setelah mendengar suara dengan telinga … setelah mencium aroma dengan hidung … setelah melahap rasa kecapan dengan lidah … setelah merasakan objek sentuhan dengan badan … setelah mengenali fenomena pikiran dengan pikiran, seorang bhikkhu tidak mencengkeram gambaran dan ciri-cirinya. Karena, jika ia meninggalkan indria pikiran tidak terkendali, maka kondisi tidak bermanfaat ketamakan dan ketidaksenangan akan menyerangnya, ia

berlatih cara mengendalikannya, ia menjaga indria pikiran, ia men- jalankan pengendalian indria pikiran. Demikianlah, Sahabat, bahwa seseorang menjaga pintu-pintu indrianya.

“Dan bagaimanakah, Sahabat, seseorang makan secukupnya? Di sini, dengan perenungan saksama, seorang bhikkhu mengambil ma- kanan bukan untuk kesenangan, ketagihan juga bukan demi keinda- han jasmani dan kecantikan, tetapi hanya untuk menyokong dan me- melihara tubuh ini, untuk mengakhiri ketidaknyamanan, dan untuk membantu kehidupan suci, merenungkan: “Dengan ini aku akan men- gakhiri perasaan sebelumnya dan tidak memunculkan perasaan baru, dan aku akan sehat dan tanpa cela dan hidup dalam kenyamanan.’108

Seperti inilah, Sahabat, bahwa seseorang makan secukupnya.

“Dan bagaimanakah, Sahabat, seseorang tekun pada kesadaran? Di sini, pada siang hari, selagi berjalan mondar-mandir dan duduk, seorang bhikkhu memurnikan batinnya dari kondisi-kondisi yang menghalangi. Pada jaga pertama malam hari, selagi berjalan mondar- mandir dan duduk, ia memurnikan batinnya dari kondisi-kondisi yang menghalangi. [105] Pada jaga pertengahan malam hari, selagi berbar- ing pada posisi kanan dalam posisi singa dengan satu kaki di atas kaki lainnya penuh perhatian dan pemahaman jernih, setelah mencatat dalam batinnya gagasan untuk bangun. Setelah bangun, pada jaga terakhir malam hari, selagi berjalan mondar-mandir dan duduk, ia memurnikan batinnya dari kondisi-kondisi yang menghalangi. Seperti inilah, Sahabat, bahwa seseorang tekun dalam kesadaran.

“Oleh karena itu, Sahabat, engkau harus melatih dirimu sebagai berikut: ‘Kami akan menjaga pintu-pintu indria; kami akan makan secukupnya; kami akan tekun dalam kesadaran.’ Demikianlah, Sahabat kalian harus berlatih.”

121 (8) Nasihat kepada Rāhula

Pada suatu ketika Sang Bhagavā sedang berdiam di Sāvatthī di Hu- tan Jeta, Taman Anāthapiṇḍika.109 Kemudian selagi Sang Bhagavā se- dang sendirian dalam keterasingan, suatu perenungan muncul dalam pikiran-Nya sebagai berikut: “Kondisi-kondisi yang masak dalam ke- bebasan telah matang dalam diri Rāhula. Aku akan membimbingnya lebih jauh pada penghancuran noda-noda.”110

Kemudian, pagi harinya, Sang Bhagavā merapikan jubah dan mem- bawa mangkuk dan jubah-Nya, berjalan menuju Sāvatthī untuk men- erima dana makanan. Ketika Beliau telah kembali dari perjalanan itu, setelah makan ia berkata kepada Yang Mulia Rāhula sebagai berikut: “Ambillah alas duduk, Rāhula, kita pergi ke Hutan Orang Buta untuk melewatkan hari.”

“Baik, Yang Mulia,” Yang Mulia Rāhula menjawab, dan setelah mengambil alas duduk, ia mengikuti persis di belakang Sang Bhagavā.

Pada saat itu ribuan devatā mengikuti Sang Bhagavā dengan pikiran: “Hari ini Sang Bhagavā akan membimbing Yang Mulia Rāhula lebih jauh pada penghancuran noda-noda.”111 Kemudian Sang Bhagavā me- masuki Hutan Orang Buta dan duduk di bawah sebatang pohon di atas alas duduk yang dipersiapkan untuk-Nya. Yang Mulia Rāhula memberi hormat kepada Sang Bhagavā dan duduk di satu sisi. [106] Kemudian Sang Bhagavā berkata kepadanya:

“Bagaimana menurutmu, Rāhula, apakah mata adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”

“Apakah bentuk-bentuk adalah kekal atau tidak kekal?… Apakah kesadaran-mata … apakah kontak-mata … Apakah segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi ada- lah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” (Selanjutnya sama dengan paragraf sebelumnya.)

“Apakah telinga … pikiran adalah kekal atau tidak kekal? … [107] … apakah fenoemena-fenomena pikiran … Apakah kesadaran-pikiran … Apakah kontak-pikiran … Apakah segala sesuatu yang termasuk da- lam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi adalah kekal atau tidak kekal?” – “Tidak kekal, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal adalah penderitaan atau kebahagiaan?” – “Penderitaan, Yang Mulia.” – “Apakah yang tidak kekal, penderitaan, dan mengalami perubahan layak dianggap sebagai: ‘ini milikku, ini aku, ini diriku’?” – “Tidak, Yang Mulia.”

“Melihat demikian, Rāhula, siswa mulia yang terlatih mengalami kejijikan terhadap mata, kejijikan terhadap bentuk-bentuk, kejijikan terhadap kesadaran-mata, kejijikan terhadap kontak-mata; kejijikan terhadap segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-mata sebagai kondisi. Ia mengalami kejijikan terhadap telinga … terhadap pikiran … terhadap segala sesuatu yang termasuk dalam perasaan, persepsi, bentukan-bentukan kehendak, dan kesadaran yang muncul dengan kontak-pikiran sebagai kondisi.

“Dengan mengalami kejijikan, ia menjadi bosan. Melalui kebosanan, maka [batinnya] terbebaskan. Ketika terbebaskan muncullah pengeta- huan: ‘Terbebaskan.’ Ia memahami: ‘Kelahiran telah dihancurkan, ke-

Dalam dokumen Sang Buddha Terjemahan baru (Halaman 98-109)

Dokumen terkait