• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III METODE PENELITIAN

IV.2.6 Efek Parameter Hematologi Rutin Terhadap Hasil Pemeriksaan TCD

Pada penelitian ini ditemukan hubungan terbalik antara MFV pada MCA dan ICA serta PSV pada MCA dengan usia, hemoglobin dan hematokrit. Juga dijumpai hubungan positif antara PI pada MCA dengan usia, hemoglobin,hematokrit dan LED, serta hubungan positif antara PI pada ICA dengan trombosit. Setelah faktor hipertensi diadjust, dijumpai korelasi negatif yang signifikan antara level hemoglobin dan hematokrit dengan MFV dan PSV pada MCA dan ICA, serta dijumpai korelasi positif yang signifikan antara usia dan level hematokrit terhadap PI pada MCA, dan level trombosit dengan PI dan S/D pada ICA. Hubungan korelasi ini mengindikasikan bahwa setelah faktor hipertensi di adjust ditemukan MFV dan PSV yang lebih rendah pada peningkatan level hematokrit dan hemoglobin, serta PI yang lebih tinggi pada peningkatan level hematokrit pada MCA dan trombosit pada ICA. Perbedaan antara efek parameter hematologi rutin pada ICA dan MCA ini dimungkinkan karena variasi dari hasil pemeriksaan TCD pada MCA dan ICA pada jumlah sampel yang diinklusikan sehingga dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar lagi untuk menyeragamkan variasi. Usia tidak dijumpai hubungan korelasi setelah dilakukan adjust pada penderita hipertensi. Hal ini dimungkinkan karena jumlah sampel yang uji menjadi berkurang jumlahnya. Sehingga dibutuhkan jumlah sampel yang lebih besar agar dapat melakukan adjust pada penderita hipertensi bahkan faktor resiko lainnya untuk mengetahui efek parameter hematologi rutin dan usia terhadap hasil pemeriksaan TCD.

Hubungan korelasi ini juga dijumpai pada penelitian Isikay dkk (2005), dimana dari hasil analisa statistik dijumpai MFV pada MCA memiliki hubungan terbalik yang lemah dengan level hematokrit (r=-0,18) dan yang modest dengan usia (r= -0,43), tetapi PI dan S/D tidak dipengaruhi secara signifikan oleh level hematokrit. Hubungan positif yang moderat dijumpai terhadap PI (r=0,55) pada penelitian mereka. Pada penelitian Sohn dkk (1997), dijumpai korelasi negatif antara level hematokrit dengan MVF pada MCA (r= -0,37, P<0,0001) dan ICA (r= -0,14, P<0,15).

Pada penelitian Ameriso dkk (1990), dijumpai diketahui adanya hubungan terbalik yang signifikan antara level hemoglobin terhadap MFV (r= -0,48, P< 0,01) dan PSV (r= -0,55, P< 0,005), serta hubungan terbalik yang signifikan antara level hematokrit dengan MFV (r= -0,37, P<0,02) dan PSV (r= -0,40, P<0,01). Tetapi pada

penelitian ini tidak dijumpai adanya hubungan yang signifikan anatara leukosit dan trombosit dengan MFV (nilai koefisien korelasi bervariasi dari -0,19 – 0,11, p>0,3).

Pada ischemic cerebrovascular disease, faktor hemorheologikal mungkin memiliki peranan dalam perkembangan iskemia. Rheology merupakan ilmu mengenai cairan dan hemorheologikal meliputi fenomena rheologikal yang berhubungan dengan keadaan fisiologis dan juga patologis yang dapat mempengaruhi fungsi darah dan komponennya. Hematokrit, viskositas plasma , agregasi eritrosit dan trombosit, deformitas eritrosit dan leukosit memiliki kontribusi yang besar pada viskositas darah. Perubahan pada hemorheologikal yang diamati pada pasien stroke adalah berhubungan dengan aterosklerotik disease. Perubahan pada hemorheologikal ini memiliki kontribusi terhadap perubahan viskositas darah dan nantinya akan mempengaruhi tahanan vaskular, dimana jika tahanan vaskular meningkat akan mengakibatkan penurunan daya dorong sel darah sehingga terjadi penurunan kecepatan aliran darah (MFV) (Ameriso dkk, 1990; Yamauchi dkk, 1998; Szikszai, 2003; Neumyer dkk, 2004)

Pada studi Krejza dkk (2005), ditemukan bahwa indeks rasio kecepatan aliran darahMCA/ICA meningkat pada usia tua. Hal ini diduga dipengaruhi dari sifat mekanik arteri yang tergantung pada jumlah relatif kolagen dan elastin pada dinding arteri dan ketebalan dinding atau rasio ketebalan dengan radius. Rasio kolagen-elastin dan ketebalan-radius meningkat seiring dengan usia, yang disertai dengan kekakuan pada arteri. Sifat elastis dan diameter arteri intrakranial dan ekstrakranial arteri dilaporkan memiliki perbedaan terkait dengan usia. Kekakuan arteri intrakranial meningkat dari mulai sejak lahir, sedangkan arteri ekstrakaranial yang kurang kaku menunjukkan hubungan dengan usia yang minimal hingga usia 40 tahun. Rasio kekakuan ketebalan-radius arteri intrakranial adalah kecil hingga usia 40 tahun, dimana ketebalan dan diameter arteri ekstrakranial meningkat lebih cepat dengan usia.

Pada level CBF yang konstan, perubahan kekakuan dan diameter arteri intra dan ekstrakranial semakin berbeda yang dapat menimbulkan peningkatan indeks rasio kecepatan aliran darah MCA/ICA. Sebuah laporan menyatakan bahwa diameter arteri

karotis secara signifikan lebih besar pada pria dibandingkan pada wanita dari usia 25 tahun, yang diikuti dengan

peningkatan hingga usia 40-45 tahun dan peningkatan yang tajam pada wanita setelah usia tersebut. Perbedaan ini memiliki peranan pada peningkatan indeks rasio keepatan aliran darah MCA / ICA pada pria <60 tahun dibandingkan dengan wanita pada usia yang sama. Pada usia yang lebih tua, indeks rasio dijumpai lebih meningkat pada wanita. Hal ini diduga akibat dilatasi arteri ICA relatif lebih besar dibandingkan MCA pada wanita yang dikaitkan dengan kemungkinan perbedaan kekakuan arteri intrakranial yang lebih besar dari ekstrakranial pada wanita postmenopause, dimana diduga hormon esterogen menyebabkan penurunan rasio kolagen-elastin. Tetapi dugaan ini masih spekulatif (Krejza dkk, 2005).

IV.2.7 Hubungan Hasil Pemeriksaan TCD terhadap Outcome

Pada penelitian ini, dijumpai hubungan terbalik antara MFV dan PSV pada MCA dan ICA serta EDV pada ICA dengan skor NIHSS. Juga dijumpai hubungan terbalik antara MFV pada MCA dan ICA, serta PSV dan EDV pada ICA terhadap skor mRS. Hubungan positif dijumpai antara MFV dan PSV pada MCA dan ICA, serta EDV pada ICA terhadap skor BI. Hubungan positif juga dijumpai antara PI terhadap skor NIHSS dan mRS. Setelah faktor hipertensi diadjust, dijumpai korelasi negatif yang signifikan antara MFV pada MCA dan ICA dengan NIHSS dan mRS, serta korelasi negatif yang signifikan antara PI pada MCA dan ICA dengan BI. Korelasi positif yang signifikan dijumpai antara PI pada ICA dengan mRS, serta korelasi positif yang signifikan antar MFV pada MCA dan ICA, serta PSV dan EDV pada ICA dengan BI.

Hal serupa juga ditemukan pada penelitian Barachinni dkk (2000), dimana ditemukan hubungan yang kuat antara oklusi pada MCA, TACI dan MFV yang asimetris terhadap rata-rata mortalitas (p=0,001) dan outcome yang buruk (BI ≤ 60).

Diagnosis oklusi arteri cerebralis intrakranial dengan menggunakan TCD diperoleh dengan hilangnya sinyal doppler pada arteri cerebral pada pasien dengan bukti acoustic window yang terdeteksi pada satu arteri cerebralis ipsilateral. Oklusi arteri intrakranial yang terdeteksi oleh TCD berhubungan dengan perburukan neurologis, disabilitas atau kematian setelah 90-hari, dimana gambaran normal pada TCD memprediksikan perbaikan yang cepat. Pasien dengan stroke pada daerah ICA,

Temuan TCD, Stroke severity pada 24 jam dan ukuran lesi pada CT merupakan prediktor yang independen dengan outcome setelah 30-hari (Sloan dkk, 2004; Neumyer dkk, 2004). Neumyer dkk (2004) menyatakan bahwa pengukuran MFV pada TCD bukan menggambarkan volume CBF, tetapi memiliki hubungan dengan perubahan CBF.

Pada penelitian Bos dkk (2007), ditemukan hubungan antara mean cerebral

blood flow velocity dengan resiko stroke iskemik dengan hazard ratio 2,21 (1,26-3,88)

pada kelompok tertile flow velocity yang tinggi dibandingkan dengan yang rendah. End

diastolic velocity dan memiliki hubungan positif yang lemah dengan resiko stroke,

dimana hazard ratio untuk stroke iskemik adalah 1,58(0,92-2,72) untuk kelompok tertile yang tinggi dibandingkan yang rendah. Cut off point pada penelitian ini yang digunakan untuk MFV pada pria ( 48 dan 60 cm/s) dan wanita (52 and 65 cm/s), EDV pada pria (28 and 35 cm/s) dan wanita (29 dan 37 cm/s) , serta PSV pada pria (76 and 92 cm/s) dan wanita (79 and 96 cm/s).

Sloan dkk (2004), mereview penggunaan TCD dan transcranial color coded

sonography (TCSS) untuk diagnosis, mereka menemukan bahwa defisit neurologis

yang berat dan infark iskemik pada teritori MCA telah dihubungkan dengan temuan sonografi dari pada oklusi MCA atau penurunan kecepatan aliran darah pada MCA dalam 12 jam dari onset stroke. Pada penelitian Alvarez dkk (2004), menemukan bahwa penurunan MFV yang signifikan pada pasien dengan perburukan neurologis awal, dimana median MFV dari hasil pengukuran TCD adalah 29±22,45 pada sisi ipsilateral dan 47±35,63 pada sisi kontralateral.

IV.2.8 Hubungan Parameter Hematologi Rutin dan Usia terhadap Outcome

Pada penelitian ini, dijumpai korelasi positif yang signifikan antara usia, hemoglobin, hematokrit, leukosit, dan LED dengan NIHSS dan mRS. Serta korelasi negatif yang signfikan antara usia, hemoglobin, hematokrit, leukosit dan LED dengan BI. Setelah faktor usia di adjust, dijumpai korelasi positif yang signifikan antara level hemoglobin, hematokrit dan LED dengan NIHSS. Korelasi positif yang signifikan juga

dijumpai antara level hemoglobin dan hematokrit dengan mRS. Serta dijumpai korelasi negatif yang signifikan antara level hemoglobin, hematokrit dan LED terhadap BI.

 Pada penelitian bathia dkk (2004), dari uji regresi logistic diketahui leukosit (11614,44±3789,52/mm3), LED (32,20±13,78 mm/jam), kreatinin (2,07±2,25 mg/dl) dan SGPT (39,58±36,54 lU/L) yang meningkat dari kadar normal memiliki hubungan yang bermakna dengan outcome yang buruk.

Pada fase stroke akut diduga terdapat perubahan pada parameter hematologi rutin yang memainkan peranan penting dalam perubahan CBF. Level leukosit memiliki peranan pada prognosis stroke akut melalui beberapa postulat yaitu (1) membatasi CBF melalui penyumbatan pembuluh darah atau pelepasan mediator vasokontriksi, (2) eksaserbasi sawar darah otak atau injury parenkim otak melalui pelepasan enzim hidrolitik, mediator produksi lipid dan produksi radikal bebas, (3) menginisiasi thrombosis (bathia dkk, 2004; Kochanek dkk, 1992).

Pada penelitaian Chamorro dkk (1995), ditemukan bahwa usia >65 tahun, jenis kelamin wanita, Admission Mathew Score <75, perburukan klinis, volume infark > 6 cm3, komplikasi infeksi, kadar gula darah (KGD) puasa >110mg/dl, KGD adrandom >130mg/dl dan peningkatan ESR (rerata=34.7 ±27.5) memiliki hubungan yang bermakna dengan outcome yang buruk.

Peningkatan LED pada fase akut stroke, menunjukkan peningkatan yang lebih besar dalam konsentrasi fibrinogen dan penurunan yang nyata dari aliran darah otak, yang akhirnya dapat menimbulkan lesi yang lebih besar. Hubungan terbalik antara level LED dan stroke outcome dapat juga menunjukkan terganggunya konsentrasi normal antikoagulan alami. Terdapat hubungan yang kuat antara LED dan protein C4b-BP, yang merupakan protein dengan berat molekul tinggi yang memiliki satu situs pengikatan untuk vitamin K-dependent protein S (inhibitor protein koagulasi). Meskipun C4b-BP dapat bertindak sebagai reaktan fase akut, telah diketahui bahwa ketika protein S berikatan dengan C4b-BP akan menjadi bentuk yang tidak memiliki aktivitas antikoagulan. Sehingga perubahan akut apda protein C4b-BP dapat menjadi predisposisi untuk terjadinya thrombosis (Chamorro dkk, 1995).

Pada penelitian Tanne dkk (2010) diketahui bahwa pasien dengan kadar hemoglobin yang rendah (pria <13,3 dan wanita <12,3) menunjukkan peningkatan

rerata outcome yang buruk, dan kelompok pasien yang memiliki kadar hemoglobin yang tinggi (wanita >14,2 dan pria > 15,3 gr/dl) memiliki peningkatan rerata penyebab morbiditas. Hubungan hemoglobin dengan mortalitas tidak berupa garis lurus. Resiko mortalitas meningkat pada level yang rendah dan tinggi. Anemia pada usia tua memiliki hubungan dengan peningkatan mortalitas , kesehatan yang buruk yang berhubungan dengan kualitas hidup dan performa aktivitas yang buruk. Level hemoglobin yang tinggi berhubungan dengan aterosklerosis karotis dan berhubungan dengan outcome yang buruk, tetapi data masih belum konklusive. Anemia dapat menimbulkan hipoksia pada daerah yang rentan ketika level hemoglobin turun dibawah ambang kritis, sedangkan level hemoglobin yang tinggi dapat menyebabkan peningkatan viskositas darah dan penurunan CBF. Pada studi dengan sampel pasien stroke iskemik akut yang diteliti dengan menggunakan imaging multimodal magnetik resonansi, level hematokrit yang lebih tinggi memiliki hubungan independen yang signifikan dengan penurunan reperfusi dan ukuran infark yang lebih besar, dimana hal ini menunjukkan bahwa peningkatan level hematokrit memiliki potensi fisiologis yang dapat menurunkan penumbra salvage. (Tanne dkk, 2010)

Bagg dkk (2002), menemukan dalam penelitiannya bahwa usia memiliki dampak klinis yang signifikan, meskipun begitu, variasi outcome yang dipengaruhinya adalah kecil (≈ 1%). Dimana hasil ini mengindikasikan bahwa efek yang sebenarnya dari usia pada sampel adalah sangat kecil.

Hubungan peningkatan usia dengan outcome yang buruk dapat dijelaskan oleh adanya karakterik pasien yang berhubungan dengan usia seperti tambahan disabilitas dan komorbiditas. Peningkatan usia juga berhubungan dengan keterbatasan toleransi fisik terhadao rehabilitasi yang intens atau berhubungan dengan pemulihan fungsional yang lambat (Bagg dkk, 2002). Usia tua juga dapat menimbulkan beberapa perubahan pada otak yang memiliki hubungan dengan peningkatan rerata morbiditas dan mortalitas pada pasien stroke, yaitu; (1) penuaan pada pembuluh darah otak yang dapat mengakibatkan penurunan cadangan serebrovaskular dan meningkatkan kerentanan otak pada insufisiensi vascular iskemik (2)peningkatan sawar darah otak (3)

perubahan pada white matter yang mengakibatkan peningkatan pelepasan glutamate pada daerah striatum dan hipokampus dan menimbulkan eksitotoksik (Chen dkk, 2010)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Dokumen terkait