BAB II: LANDASAN TEORI
B. Frekuensi Berdoa
4. Efek Psikologis Berdoa
Penelitian yang dilakukan oleh Sharp (2010) menunjukkan
bahwa berdoa sebagai interaksi dukungan sosial imajiner memberikan
individu beberapa sumber daya yang dapat mereka manfaatkan sebagai
strategi untuk mengelola emosi negatif mereka:
a. Menyediakan orang lain sebagai tempat untuk mengekspresikan emosi
negatif.
Individu yang menggunakan doa sebagai cara untuk
mengekspresikan emosi-emosi negatif memandang Tuhan sebagai
figur yang memiliki karakteristik penuh kasih, peduli, dan tidak
menghakimi. Dengan kata lain, interaksi dengan Tuhan memberikan
individu sumber daya interpersonal berupa seseorang yang mau
mendengar. Individu dapat menceritakan kepada Tuhan tentang apa
yang mereka rasakan tanpa perlu merasa takut dihakimi atau mendapat
tanggapan negatif. Individu merasakan kenyamanan dan kesejahteraan
subjektif ketika mereka mampu mengekspresikan perasaan dan
frustrasi.
b. Memberikan penilaian yang positif.
Para ahli berpendapat bahwa individu mendasarkan harga diri
berdoa meyakini bahwa Tuhan peduli kepada mereka, mencintai
mereka, dan memandang mereka sebagai orang-orang yang berharga.
Oleh karena itu, individu mulai menganggap diri mereka sebagai orang
yang berharga ketika berinteraksi dengan Tuhan. Dengan kata lain,
interaksi dengan Tuhan memberikan individu penilaian positif yang
akan mereka gunakan untuk meningkatkan harga diri dan pada
akhirnya mengurangi perasaan sedih dan depresi.
c. Memberikan perasaan dilindungi melalui reinterpretasi kongnitif.
Selama interaksi berlangsung, individu meyakini bahwa
Tuhan peduli kepada mereka dan memiliki kekuatan untuk melindungi
mereka dalam kesulitan. Individu pada akhirnya menggunakan
keyakinan ini untuk menafsirkan situasi sulit yang mereka alami
sebagai sesuatu yang tidak begitu mengancam. Proses reinterpretasi ini
memberikan individu rasa perlindungan, dan persepsi ini akan
membantu individu mengurangi ketakutan dan kecemasan. Menurut
beberapa individu, rasa perlindungan yang didapat melalui doa ini
memberi mereka kekuatan dan keberanian untuk menghadapi bahaya.
d. “Zoning Out”
Doa dapat membantu individu mengelola emosi negatif
dengan memberikan mereka cara untuk mengalihkan diri dari stimulus
yang dapat menyebabkan emosi negatif. Dengan mengalihkan diri dari
stimulus yang menyebabkan emosi negatif, zoning out membantu individu mengelola beberapa emosi negatif dengan mencegahnya
masuk ke kesadaran kognitif. Selain itu, zoning out melalui doa juga membantu individu untuk tidak bereaksi dengan emosi negatif yang
dapat memperburuk situasi.
e. Menumbuhkan sikap memaafkan dengan meniru Tuhan
Caughey (dalam Sharp, 2010) berpendapat bahwa individu
sering menggunakan figur lain sebagai role model untuk ditiru, bahkan
beberapa ahli sosiologi emosi berpendapat bahwa individu sering
meniru strategi manajemen emosi yang digunakan oleh figur tersebut.
Dalam cara yang sama, selama berinteraksi dengan Tuhan individu
memandang Tuhan sebagai figur yang layak mereka tiru untuk
mengelola kemarahan mereka. Tuhan dipandang sebagai seseorang
yang mengampuni pelanggaran dan kesalahan oranng lain. Mereka
kemudian mengadopsi sikap ini sebagai cara untuk mengurangi atau
melepaskan kemarahan dan kebencian mereka terhadap orang lain.
Levine (2008) mengatakan bahwa berdoa sebagai salah satu
bentuk strategi coping dan dukungan sosial dapat membawa dampak positif pada kondisi psikologis individu. Berikut beberapa proses
psikologis yang terjadi pada individu yang berdoa beserta manfaat yang
mengikutinya:
a. Konsekuesi percakapan.
Ketika klien psikoterapi berbicara kepada seorang terapis
yang penuh dengan penerimaan, pikiran dan perasaan klien akan
halnya dengan berdoa yang dapat membantu mengklarifikasi pikiran
dan perasaan seseorang yang berbicara pada diri sendiri ketika
berbicara dalam hati (Ho, Chan, Peng & Ng, dalam Levine 2008).
b. Tuhan sebagai attachment figur
Kirkpatrick (dalam Levine, 2008) menggambarkan Tuhan
sebagai ‘figur kelekatan’, sama halnya dengan ibu yang menghadirkan
kenyamanan pada anak. Ketika seseorang yakin bahwa figur kelekatan
akan hadir baginya setiap kali ia perlukan, individu tersebut menjadi
lebih kebal terhadap rasa takut bila dibandingkan dengan individu yang
tidak memiliki keyakinan seperti itu (Bowlby, dalam Levine 2008).
Berdoa dapat dilihat sebagai usaha untuk mencari kedekatan dengan
figur kelekatan yang kehadirannya dianggap dapat memberikan
kenyamanan (Mazmur 23: “Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku.”)
c. Tuhan yang selalu hadir.
Orang-orang yang berdoa meyakini bahwa Tuhan ada
dimana-mana (Mazmur 139:7) dan dapat mendengar seruan doa
mereka (James, dalam Levine 2008). Keyakinan ini yang
menyebabkan beberapa orang dapat merasakan kehadiran Tuhan ketika
mereka berdoa. Individu yang merasakan kehadiran Tuhan berada
dalam tingkat kesadaran yang mirip dengan yang dialami oleh orang
yang sedang mengunjungi sebuah makam dan berbicara kepada orang
menganggap Tuhan sebagai teman yang setia menemani. Oleh karena
itu, interaksi dengan Tuhan dapat mengurangi perasaan kesepian.
d. Menyerahkan masalah ke tangan Tuhan.
Individu yang berdoa menyerahkan sebuah permasalahan
kepada Tuhan untuk mendapatkan solusi. Hal tersebut memberikan
kesempatan bagi individu untuk melepaskan diri secara emosional dari
kesulitan untuk mencari pemecahan masalah dalam level kesadaran
yang berbeda. Ada dua konsekuensi psikologis yang diterima setelah
menyerahkan masalah ke tangan Tuhan:
1) Fenomena inkubasi
Proses inkubasi akan terjadi setelah individu mengambil
waktu untuk sejenak melepaskan diri dari segala kesulitan.
Melepaskan diri dari segala kesulitan untuk sementara waktu
memungkinkan individu untuk menghilangkan pemikiran negatif
dan mengembangkan pemikiran positif (Davidson, dalam Levine
2008). Solusi untuk permasalahan yang muncul setelah proses
inkubasi dapat dimaknai sebagai jawaban atas doa yang telah
disampaikan. Menurut hasil penelitian Stolz (dalam Levine, 2008),
orang-orang yang terlibat dalam doa mungkin mendapatkan insight
setelah berdoa.
2) Priming
Karena doa didasarkan pada nilai-nilai agama, maka
tersebut. Berdoa membuat nilai-nilai agama menjadi aktif dalam
proses pencarian solusi. Solusi yang muncul akan mendorong
seseorang untuk mengambil tindakan yang benar untuk mengatasi
suatu dilema.
e. Doa sebagai cara pemenuhan tugas.
Bagi kebanyakan orang, berdoa adalah kewajiban agama
(Ariel, dalam Levine 2008). Memenuhi kewajiban atau bertindak
sesuai dengan apa yang dianggap baik akan menghasilkan peningkatan
harga diri, Jika demikian, berdoa membantu seseorang untuk
meningkatkan harga diri karena orang tersebut telah memenuhi
kewajibannya. Orang yang disosialisasikan dalam keyakinan dan
praktek agama akan merasa tidak nyaman ketika mereka tidak berdoa.
f. Mendoakan orang lain.
Niatan untuk mendoakan orang lain dengan menyampaikan
bahwa “Aku akan mendoakanmu.” atau “Kau akan kubawa dalam doaku.” akan membawa dampak psikologis bagi yang didoakan
maupun yang mendoakan. Mendoakan orang lain dapat dipandang
sebagai salah satu cara untuk memberikan dukungan emosional bagi
orang yang sedang dalam kesulitan. Hal ini dapat berguna untuk
mengurangi perasaan tidak berdaya dalam diri orang yang mendoakan.
g. Harapan, optimisme, dan orientasi ke masa depan.
Doa memunculkan pemikiran bahwa betapapun sulitnya
Dengan demikian, tindakan berdoa dapat menghasilkan harapan,
optimisme dan orientasi ke masa depan. Dengan demikian tindakan
berdoa membantu individu untuk menjauhkan diri dari rasa stres dan
putus asa.
h. Berdoa sebagai stimulus terkondisi.
Banyaknya manfaat yang diperoleh melalui doa membuat doa
dianggap dapat memberikan kontribusi pada penurunan tingkat stres.
Tindakan berdoa yang diikuti dengan penguatan berupa penurunan
tingkat stres dapat menjadi stimulus terkondisi untuk penurunan stres.
i. Keadaan mental saat doa dan meditasi.
Jika berdoa menimbulkan pikiran dan perasaan relaks seperti
yang dicapai dalam meditasi, maka orang yang berdoa secara teratur
dapat merasakan manfaat seperti yang didapatkan saat bermeditasi.
Dengan demikian orang yang berdoa dapat merasakan relaksasi
ketegangan. Selain itu, berdoa secara teratur juga memberikan dampak
positif pada sistem kekebalan tubuh (Seeman, Dubin & Seeman, dalam
Levine 2008).
j. Doa dalam kelompok
Doa yang dilakukan dalam kelompok memiliki dampak pada
kesejahteraan psikologis. Individu yang berdoa dalam kelompok akan
memperkuat identifikasinya pada kelompok agama tersebut beserta
dengan nilai-nilainya. Berkumpul bersama dengan orang lain yang
seseorang. Berdoa dalam kelompok juga dapat meningkatkan rasa
kebersamaan melalui berpartisipasi dalam sebuah ritual bersama.
Keterlibatan bersama orang lain menjauhkan individu dari perasaan
terisolasi dan kesendirian (Sarason, dalam Levine 2008). Selain itu,
dalam sebuah kelompok doa, biasanya para anggota dapat
menyediakan pemenuhan kebutuhan emosional dan bantuan yang lebih
kongkrit untuk satu sama lain. Oleh karena itu, berdoa dalam
kelompok juga dianggap sebagai bagian dari upaya pencarian
dukungan sosial.