• Tidak ada hasil yang ditemukan

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

3.2 Efektivitas Lahan Basah Buatan Sistem Aliran Bawah Permukaan

Efektivitas lahan basah buatan dapat dilihat dari kemampuan teknologi tersebut dalam menurunkan konsentrasi bahan pencemar dalam air limbah domestik. Penurunan bahan pencemar dalam air limbah domestik berkaitan dengan penurunan konsentrasi parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi COD, BOD dan TSS serta kondisi pH selama penelitian.

3.2.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Nilai COD dalam air limbah menunjukkan besarnya oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah secara kimia, sehingga zat-zat organik yang teroksidasi tidak hanya yang bersifat

biodegradable atau mudah terurai secara biologis namun juga yang bersifat

non-biodegradable atau sulit terurai secara biologis (Supradata 2005). Berdasarkan

karakteristik awal air limbah domestik (Tabel 5) menunjukkan bahwa nilai COD pada air limbah domestik sebelum mengalami pengolahan adalah sebesar 920 mg L-1. Secara keseluruhan, nilai COD pada semua perlakuan menurun selama penelitian. Hal ini menunjukkan bahwa lahan basah buatan dengan sistem aliran bawah permukaan berhasil mengolah air limbah domestik yang ada. Penurunan COD pada hari 2 adalah sebesar 27-40%, hari 14 sebesar 82-92%, hari

ke-28 sebesar 82-93% dan hari ke-42 sebesar 64-69%. Berikut adalah tabel nilai COD selama penelitian (Tabel 6).

Tabel 6 Nilai COD selama penelitian Perlakuan Nilai COD (mg L-1) Inlet Hari ke-0 Outlet Hari ke-2 Outlet Hari ke-14 Outlet Hari ke-28 Outlet Hari ke-42 K1B1 920 640.8 120 160.56 280 A1B1 920 616.81 72 56.05 276.11 A2B1 920 640.23 78 67.45 328.67 K2B2 920 670 104 138 310.3 A1B2 920 544.91 74.66 62.96 292.76 A2B2 920 620.68 162.66 133.51 310.88 Keterangan :

K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1

K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d-1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1

Berdasarkan analisis ragam terhadap nilai COD pada hari ke-2 diketahui bahwa secara umum, perlakuan penggunaan jenis tanaman atau debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P > F-tabel 1% (Lampiran 1). Hasil uji lanjut Tukey (BNJ) 5% terhadap nilai COD pada masing-masing perlakuan pada hari ke-2 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-2

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 616.81b

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 544.91a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 640.23b

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 620.68b

Tukey 5% 52.96

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut Tukey 5%.

Dari hasil pengujian diatas, dapat diketahui bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) berbeda secara nyata dengan perlakuan C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1), H.

psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1), dan H. psittacorum dengan

debit air limbah 30 L d-1 (A2B2). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penurunan polutan terjadi pada semua perlakuan, namun hanya perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) yang berbeda nyata menurut uji lanjut Tukey (BNJ 5%).

Tabel 6 juga menunjukkan bahwa penurunan paling signifikan terjadi pada hari ke-14. Tingginya penurunan polutan pada hari ke-14 terutama pada perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) dengan nilai COD sebesar 72 mg L-1. Hal ini menunjukkan bahwa proses bioremediasi

dalam teknologi lahan basah buatan berjalan dengan baik. Selain itu, penurunan polutan pada reaktor kontrol menunjukkan terjadinya proses filtrasi yang dilakukan oleh media yaitu pasir.

Supradata (2005) menyatakan bahwa media berperan dalam membantu terjadinya proses sedimentasi serta membantu penyerapan (adsorbsi) bau dari gas hasil biodegradasi, serta tempat berkembangbiaknya mikroorganisme. Hal ini menjawab pertanyaan mengapa pada reaktor kontrol dimana didalamnya tidak terdapat tanaman masih mampu menurunkan polutan dalam air limbah domestik. Proses yang terjadi pada reaktor kontrol berupa reaksi fisik oleh adanya media pasir yang terdapat pada kedua reaktor baik pada kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 (K1B1) maupun pada kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2).

Analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-14 menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman dan debit air limbah berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan polutan (Lampiran 1). Berikut hasil uji lanjut Tukey yang dilakukan untuk menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan.

Tabel 8 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-14

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 72.00 a

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 74.66 ab

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 78.00 abc

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 162.66d

BNJ 5% 57.16

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Dari hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) dalam menurunkan polutan dalam limbah domestik. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) berbeda dengan ketiga perlakuan lainnya. Perbedaan ini karena adanya perolehan nilai COD pada reaktor A2B2 yang tertinggi (162.66 mg L-1) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-28 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman dan debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) (Lampiran 1). Dengan kata lain baik tanaman maupun debit air limbah, kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap nilai COD pada air limbah. Hasil uji lanjut Tukey terhadap nilai COD pada hari ke-28 disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) menunjukkan hasil yang tidak berbeda dengan perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1). Dengan kata lain, meskipun berdasarkan rata-rata nilai COD perlakuan A1B1 paling kecil, namun secara statistik nilai tersebut tidak berbeda nyata dengan perlakuan A1B2 dan A2B1. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh

perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) dengan rata-rata nilai COD sebesar 133.51 mg L-1.

Tabel 9 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-28

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 56.05 a

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 62.96ab

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 67.45 abc

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 133.51d

BNJ 5% 47.93

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Supradata (2005) menyatakan bahwa salah satu pencemar terbesar di badan air adalah air limbah domestik yaitu sebesar 60-70%. Effendi (2003) menyatakan bahwa komposisi padatan yang terdapat dalam limbah domestik, 70% merupakan bahan organik. Apabila tidak ada penanganan limbah domestik sebelum masuk ke badan perairan maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa pengelolaan limbah harus dilakukan agar kualitas air terjamin dan dalam kondisi alamiahnya. Status mutu air dikatakan dalam kondisi tercemar apabila mutu air tidak memenuhi standar baku mutu air yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut.

Secara keseluruhan nilai COD semua perlakuan pada hari ke-42 lebih besar dibandingkan dengan nilai COD pada hari ke-28. Hal ini terutama karena adanya masukan air limbah yang terjadi setiap harinya ke dalam reaktor. Penambahan polutan ke dalam reaktor tersebut tidak diimbangi dengan adanya penyerapan oleh tanaman yang ada sehingga penyerapan bahan polutan pada hari ke-42 tidak berjalan maksimal. Beberapa kendala yang menyebabkan berkurangnya penyerapan bahan organik oleh tanaman adalah karena :

1. Munculnya penyakit bercak kuning pada tanaman yang menyerang daun dan batang tanaman yang menyebabkan beberapa tanaman kering dan mati.

2. Munculnya ulat yang memakan daun dan batang dari tanaman pada reaktor baik C. indica maupun H. psittacorum yang menyebabkan beberapa tanaman mati.

Munculnya penyakit bercak kuning dan munculnya ulat pada beberapa tanaman yang menyebabkan tanaman kering dan mati pada akhirnya akan menurunkan jumlah mikoorganisme yang ada pada akar tanaman. Penurunan jumlah mikroorganisme pada akar tanaman akan berpengaruh terhadap kinerja reaktor karena mikroorganisme berperan dalam mendegradasi sebagian besar bahan organik pada air limbah domestik. Dengan adanya mikroorganisme, bahan organik yang terdapat dalam air limbah akan dirombak menjadi senyawa yang lebih sederhana dan akan dimanfaatkan oleh tumbuhan sebagai nutrien, sedangkan sistem perakaran tanaman akan menghasilkan oksigen yang dapat digunakan sebagai sumber energi/katalis untuk rangkaian proses metabolisme bagi kehidupan mikroorganisme (Supradata 2005). Selain itu, umur tanaman juga berpengaruh terhadap efektifitas tanaman dalam lahan basah buatan karena semakin tua umur tanaman menyebabkan perakaran tanaman juga akan mati. Akar

tanaman yang mati akan menjadi penyumbang polutan pada teknologi lahan basah buatan.

Dibawah ini adalah gambar tanaman yang terkena bercak kuning serta munculnya ulat pada tanaman yang menyebabkan beberapa tanaman kering dan mati (Gambar 4).

Gambar 4. Bercak kuning dan ulat yang menyebabkan beberapa tanaman mati Meskipun penurunan polutan pada hari 42 tidak se-efektif pada hari ke-28, namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-42 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman (faktor A) mempengaruhi nilai COD (p<0.05) sedangkan debit air limbah (faktor B) tidak mempengaruhi nilai COD pada hari ke-42 (P>0.05) (Lampiran 1). Dengan kata lain, analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan jenis tanaman (Faktor A) dengan debit air limbah (Faktor B) terhadap nilai COD. Selanjutnya berdasarkan hasil uji lanjut Tukey terhadap perlakuan penggunaan tanaman menunjukkan bahwa perbedaan nyata terjadi pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) dengan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1). Tabel uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42 disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 276.11a

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 292.76ab

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 328.67b

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 310.88ab

BNJ 5% 47.93

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

3.2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Tabel 11 Nilai BOD selama penelitian

Perlakuan Nilai BOD (mg L-1) Inlet Hari ke-0 Outlet Hari ke-2 Outlet Hari ke-14 Outlet Hari ke-28 Outlet Hari ke-42 K1B1 506 57.27 21.7 27.44 29.15 A1B1 506 42.88 18.3 20.37 23.85 A2B1 506 53.61 18.62 21.53 27.65 K2B2 506 40.05 11.3 35.1 37.2 A1B2 506 38.39 4.2 10.17 20.38 A2B2 506 48.57 18.42 25.32 32.85 Keterangan :

K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1

K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d-1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang

diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang ada pada air limbah secara aerob. Pengelolaan secara aerob berlangsung di dalam zona akar dan di bagian atas sedimen, sedangkan pengolahan secara anaerob berlangsung pada bagian bawah sedimen atau terkadang berlangsung di dalam air apabila suplai oksigen telah habis terpakai (Hidayah dan Aditya 2009). Konsentrasi BOD mengindikasikan banyaknya kandungan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, dengan kata lain apabila nilai BOD tinggi maka dapat dikatakan bahwa bahan organik dalam perairan tersebut melimpah.

Pada hari ke-2, penurunan nilai BOD sudah terlihat sangat signifikan di seluruh perlakuan, termasuk pada reaktor kontrol. Wood (1999) menyatakan bahwa penurunan konsentrasi bahan organik dalam sistem lahan basah buatan terjadi karena adanya mekanisme aktivitas mikroorganisme dan tanaman, melalui proses oksidasi oleh bakteri aerob yang tumbuh di sekitar rizosfer tanaman maupun kehadiran bateri heterotrof di dalam air limbah. Hal ini menjelaskan bahwa pada hari ke-2 baik pada air limbah maupun di sekitar tanaman keberadaan mikroorganisme melimpah.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menjelaskan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) namun faktor debit air limbah tidak mempengaruhi nilai BOD dilihat dari F-hit < F-tabel 5% (p>0.05) (Lampiran 2). Dengan kata lain, pada hari ke-2 penelitian, yang berpengaruh terhadap penurunan polutan adalah tanaman. Berdasarkan nilai BOD pada reaktor kontrol yang juga menurun dari nilai BOD pada awal perlakuan, menunjukkan bahwa media pasir juga berpengaruh secara fisik terhadap penurunan polutan pada air limbah domestik. Uji lanjut tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tanaman C. indica dan

H. psittacorum (Tabel 12).

Penurunan polutan tertinggi pada air limbah domestik selama penelitian terjadi pada hari ke-14. Penurunan polutan tertinggi terjadi pada reaktor menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dengan perolehan nilai BOD sebesar 4.2 mg L-1 sedangkan perolehan nilai BOD terbesar

adalah pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 (K1B1) sebesar 21.70 mg L-1. Hal ini berarti penurunan BOD terendah terjadi pada reaktor K1B1 tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 bahwa baku mutu air limbah domestik untuk BOD adalah sebesar 100 mg L-1. Berdasarkan nilai tersebut maka semua perlakuan maupun kontrol menunjukkan kondisi yang baik yaitu dibawah standar baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan.

Tabel 12 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-2

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 42.88ab

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 38.39a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 53.61c

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 48.57bc

BNJ 5% 52.96

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Penurunan konsentrasi BOD pada hari ke-14 berkisar antara 95-99%. Hal ini mengindikasikan bahwa kemampuan teknologi lahan basah buatan dalam penelitian ini paling optimum bekerja pada hari ke-14. Penurunan nilai BOD yang tajam pada hari ke-14 juga mengindikasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah domestik sebagian besar merupakan bahan organik yang bersifat mudah urai atau biodegradable.

Analisis sidik ragam nilai BOD pada hari ke-14 menunjukkan bahwa secara umum, perlakuan penggunaan jenis tanaman dan debit air limbah menunjukkan pengaruh sangat yang nyata (p<0.01) (Lampiran 2). Baik tanaman maupun debit air limbah, kedua faktor tersebut terbukti berpengaruh nyata terhadap nilai BOD selama penelitian. Dengan kata lain bahwa terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai BOD.

Berdasarkan hasil uji lanjut yang dilakukan diketahui bahwa dari semua perlakuan yang menunjukkan adanya penurunan polutan, perlakuan menggunakan

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dengan nilai BOD sebesar 4.2

mg L-1 terbukti berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya, yaitu C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) dengan nilai BOD sebesar 18.30 mg L-1, perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) dengan nilai BOD sebesar 18.62 mg L-1 dan perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) dengan nilai BOD sebesar 18.42 mg L-1. Hasil uji lanjut Tukey (BNJ) 5% nilai COD pada hari ke-14 disajikan pada Tabel 13.

Supradata (2005) menyatakan bahwa kemampuan teknologi lahan basah buatan (constructed wetland) dalam mengolah limbah domestik sama efektifnya dengan teknologi konvensional dengan sistem lumpur aktif. Halverson (2004) menyebutkan bahwa secara umum mekanisme penyerapan polutan pada lahan basah buatan melalui proses abiotik (fisik dan kimia) atau biotik (mikrob dan tanaman) dan gabungan dari kedua proses tersebut.

Tabel 13 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-14

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 18.30b

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 4.20a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 18.62b

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 18.42b

BNJ 5% 10.82

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Nilai BOD pada hari ke-28 pada semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan nilai BOD pada hari ke-14. Dengan kata lain, penurunan polutan pada hari ke-28 lebih rendah dibandingkan dengan hari ke-14. Meskipun penurunan polutan pada hari ke-28 tidak setinggi seperti halnya hari ke-14. Pada hari ke-28, perlakuan yang mampu menurunkan polutan tertinggi sama dengan perlakuan pada hari ke-14 yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dengan nilai BOD yang diperoleh sebesar 10.17 mg L-1. Berbeda dengan hari ke-14, nilai BOD yang terbesar ditunjukkan pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2) sebesar 35.1 mg L-1.

Penurunan nilai BOD pada air limbah terjadi secara aerob melalui proses biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman. Aktivitas mikroorganisme maupun tanaman dalam penyediaan oksigen yang terdapat dalam system pengolahan air limbah pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan (subsurface flow wetland) secara prinsip terjadi akibat adanya proses fotosintesis maupun proses respirasi tanaman.

Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrob dan tanaman dalam lahan basah, antara lain sebagai berikut :

Biodegradasi secara aerobik/anaerobik, merupakan proses metabolisme mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam lahan basah.

Phyto-akumulasi, merupakan proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh tanaman.

Phyto-stabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman.

Phyto-degradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses transpirasi.

Rhizo-degradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan dari hasil degradasi bahan organikyang dilakukan oleh mikrob.

Phyto-volatilisasi/evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.

Berdasarkan analisis sidik ragam diketahui bahwa secara umum perlakuan (dalam hal ini) penggunaan jenis tanaman dan debit air berpengaruh nyata (P<0.01) (Lampiran 2). Namun setelah dikaji lebih jauh, berdasarkan nilai F-hitung pada masing-masing faktor (jenis tanaman dan debit air limbah) diketahui bahwa faktor A (penggunaan tanaman) mempengaruhi nilai BOD pada air limbah (p<0.01) sedangkan faktor B (debit air limbah) tidak mempengaruhi nilai BOD

pada air limbah (p>0.05). Hasil uji lanjut BNJ 5% pada hari ke-28 disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-28

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 20.37b

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 10.17a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 21.53b

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 25.32b

BNJ 5% 10.82

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Hasil uji lanjut Tukey (BNJ 5%) nilai BOD pada hari ke-28 yang ditunjukkan pada Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa dari keempat perlakuan dalam penelitian, satu-satunya perlakuan yang berbeda secara nyata adalah perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2). Perlakuan ini berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1), perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1), dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2).

Nilai BOD pada hari ke-42 nilai BOD masing-masing perlakuan juga lebih tinggi dibandingkan dengan hari ke-28. Pada hari ke-42, nilai BOD terendah terlihat pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) sedangkan nilai BOD tertinggi terlihat pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2). Adanya kenaikan nilai BOD pada hari ke-42 pada semua perlakuan menunjukkan bahwa beberapa kendala selama penelitian mempengaruhi sistem teknologi lahan basah dalam mengolah air limbah domestik.

Selama penelitian, beberapa tanaman mulai mengawali fase generatif yang juga berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan beberapa tanaman dalam mengolah limbah domestik. Fase generatif tanaman C. indica ditandai dengan munculnya bunga (Setiarini dan Mangkoedihardjo 2013). Selain itu beberapa tanaman yang mati juga mempengaruhi ketersediaan akar tanaman yang berperan dalam penyerapan bahan organik dalam reaktor. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan sistem pengolahan limbah domestik selama penelitian. Gambar 5 menunjukkan dimulainya fase generatif dari tanaman C. indica.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, meskipun nilai BOD pada hari ke-42 mengalami kenaikan atau dengan kata lain terjadi penurunan kemamuan sistem lahan basah buatan, namun penurunan polutan tetap terjadi meskipun tidak se-optimum pada hari ke-14. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan penggunaan tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P lebih besar dari nilai F-tabel 1 % (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa hanya jenis tanaman yang mempengaruhi nilai BOD sedangkan faktor debit air limbah dalam penelitian tidak mempengaruhi nilai BOD pada air limbah domestik pada hari ke-42 penelitian. Untuk mengetahui perlakuan mana yang sebenarnya berbeda, maka analisis dilanjutkan dengan pengujian Tukey (BNJ). Adapun hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42 disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 23.85ab

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 20.38a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 27.65abc

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 32.85c

BNJ 5% 8.52

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Pengujian diatas menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman C.

indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) yang berbeda nyata dengan

perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2).

3.2.3 Total Suspended Solid (TSS)

Penurunan nilai TSS terjadi dari awal hingga akhir penelitian dimana pada awal perlakuan yaitu 78 mg L-1. Penurunan pencemar bahkan terjadi pada reaktor kontrol dimana tidak terdapat tanaman di dalamnya. Metcalf dan Eddy (1991) menyatakan bahwa proses pengolahan limbah pada lahan basah buatan aliran bawah permukaan dapat terjadi secara fisik, kimia maupun biologi. Proses secara fisik yang terjadi adalah proses sedimentasi, filtrasi, dan adsorpsi oleh media tanah yang ada. Hal ini yang menyebabkan terjadinya penurunan TSS pada air limbah, terutama pada reaktor kontrol yang tidak terdapat tanaman didalamnya. Nilai TSS selama penelitian disajikan pada Tabel 16.

Tabel 16 Nilai TSS selama penelitian Perlakuan Nilai TSS (mg L-1) Inlet Hari ke-0 Outlet Hari ke-2 Outlet Hari ke-14 Outlet Hari ke-28 Outlet Hari ke-42 K1B1 78 42.58 3.5 3.2 13 A1B1 78 36.35 9.77 8.81 12.19 A2B1 78 37.34 3.44 3.35 13.52 K2B2 78 38 2.33 2.4 12.2 A1B2 78 29.05 4.5 3.73 10.34 A2B2 78 36.03 4.5 3.74 13.28 Keterangan :

Dokumen terkait