• Tidak ada hasil yang ditemukan

Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Sistem Aliran Bawah Permukaan Dengan Agen Biologis Canna Indica And Heliconia Psittacorum

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Sistem Aliran Bawah Permukaan Dengan Agen Biologis Canna Indica And Heliconia Psittacorum"

Copied!
72
0
0

Teks penuh

(1)

EFEKTIVITAS PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

SISTEM ALIRAN BAWAH PERMUKAAN

DENGAN AGEN BIOLOGIS

Canna indica

DAN

Heliconia psittacorum

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

(2)
(3)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Sistem Aliran Bawah Permukaan dengan Agen Biologis

Canna indica dan Heliconia psittacorum adalah benar karya saya dengan arahan

dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Referensi di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Maret 2016

Dhama Peni Lasari NRP P052120281

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

(4)

RINGKASAN

DHAMA PENI LASARI. Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Sistem Aliran Bawah Permukaan dengan Agen Biologis Canna indica and Heliconia

psittacorum. Dibimbing oleh DWI ANDREAS SANTOSA and AGUNG

DHAMAR SYAKTI.

Limbah cair domestik adalah salah satu faktor utama yang menyebabkan pencemaran perairan di Indonesia yaitu sebesar 40% dimana hanya 25% yang mendapatkan pengolahan sedangkan sebagian besar limbah tersebut dibuang secara langsung ke perairansehingga menyebabkan terjadinya penurunan kualitas lingkungan. Oleh karena itu perlu dilakukan adanya langkah-langkah yang signifikan untuk mengatasi masalah tersebut.

Lahan basah buatan merupakan teknologi yang sengaja dirancang melalui proses alami yang melibatkan tanaman, media tanah dan asosiasi mikroorganisme untuk mengolah limbah. Lahan basah buatan dapat meningkatkan kualitas air limbah agar sesuai dengan baku mutu dan merupakan teknologi yang efisien karena teknis yang memadai. Biaya pembuatan dan operasional pada lahan basah buatan juga relatif murah serta konsumsi energi listrik yang rendah. Lahan basah buatan juga memiliki keunggulan dalam bidang estetika sehingga dapat dijadikan sebagai taman baik dalam skala rumah tangga maupun secara terpusat. Penelitian ini menggunakan tanaman C. indica dan Heliconia psittacorum yang merupakan tanaman hias yang banyak ditemukan di negara tropis seperti di Indonesia. Lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan merupakan alternatif yang baik sebagai solusi untuk mengatasi pencemaran limbah cair domestik yang ramah lingkungan. Tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengkaji efektivitas lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan dalam menurunkan jumlah bahan pencemar pada limbah cair domestik; (2) menganalisis peran agen biologis C.

indica dan H. psittacorum pada teknologi lahan basah buatan sistem aliran bawah

permukaan; dan (3) menganalisis kecukupan luasan area lahan basah buatan skala rumah tangga pada pengolahan limbah cair domestik.

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dan pengujian di laboratorium untuk parameter yang diukur. Pengujian analisis luasan area lahan basah buatan meggunakan metode Reed.

Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa lahan basah buatan dengan sistem aliran bawah permukaan terbukti mampu menurunkan bahan pencemar pada limbah cair domestik dengan baik dimana pada akhir penelitian konsentrasi bahan pencemar sudah berada dibawah kadar maksimum yang ditetapkan dan agen biologis C. indica dan H. psittacorum memberikan kontribusi positif dalam lahan basah buatan dengan sistem aliran bawah permukaan. Selanjutnya analisis kecukupan luas area lahan basah buatan untuk pengolahan limbah cair domestik, semakin besar total BOD yang terkandung dalam air limbah, maka diperlukan luas area lahan basah buatan yang semakin besar pula.

(5)

SUMMARY

DHAMA PENI LASARI. The Effectiveness of Domestic Wastewater Treatment by Subsurface Flow Wetland System Use Biological Agents Canna indica and

Heliconia psittacorum. Supervised by DWI ANDREAS SANTOSA and AGUNG

DHAMAR SYAKTI.

Domestic wastewater is one of the major factor which cause water pollution in Indonesia which has waste content about 40% where its only 25% of them got a well treatment while the rest was discharged directly into the waters which cause the eutrophication and emergence of diseases such as cholera, dysentery, hepatitis and typhoid. Therefore, it needs to be done by using the significant measures to those issues.

Constructed wetlands is a technology which is deliberately designed through a natural process that involves plants, soil, and associations of microorganisms to treat the wastewater. This technology can improve the quality of wastewater to comply the standard quality and an efficient technology because of its technical adequate. The cost for creation and operation of this technology is also relatively inexpensive because it uses natural methods as well as low consumption of electrical energy. This technology also has advantages in aesthetics so that it can be used as park for housing as well as widely centralized city park. This study uses Canna indica and Heliconia psittacorum which is also the ornamental plants that are found in tropical countries as well as in Indonesia. Constructed wetlands with subsurface flow type can be a good alternative as a solution to overcome wastewater pollution because its an environmentally friendly.

The objectives of this study are: (1) to review the effectiveness of constructed wetlands by subsurface flow wetland system in decreasing the amount of pollutants in the domestic wastewater; (2) to analyze the influence of Biological agents Canna indica and Heliconia psittacorum at the system; and (3) to analyze the adequacy of constructed wetlands area for household scale at the domestic wastewater treatment.

The experimental method is using a laboratory test to measured the parameters. Furthermore, to estimate the adequacy of constructed wetlands area is using the Reed method.

The results indicate that constructed wetlands by subsurface flow wetland system is able to reduce the amounts of pollutants which exist in domestic wastewater where in the end of the treatment reached a value of pollutants below the quality standard of domestic wastewater and that Canna indica and Heliconia

psittacorum are influence in reducing the pollutants. Furthermore, the estimated

adequacy of constructed wetlands area based on the content of BOD and it indicates that the more wider of the BOD content then the more of the constructed wetlands needed.

(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan, atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

(7)

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2016

EFEKTIVITAS PENGOLAHAN LIMBAH CAIR DOMESTIK

SISTEM ALIRAN BAWAH PERMUKAAN

DENGAN AGEN BIOLOGIS

Canna indica

DAN

Heliconia psittacorum

DHAMA PENI LASARI

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada

(8)
(9)
(10)

Judul Tesis : Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Sistem Aliran Bawah Permukaan dengan Agen Biologis Canna indica dan Heliconia psittacorum

Nama : Dhama Peni Lasari NRP : P052120281

Disetujui oleh Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS Ketua

Dr Agung Dhamar Syakti, DEA Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Prof Dr Ir Cecep Kusmana, MS

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

(11)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2014 sampai Agustus 2014 ini ialah pengolahan limbah, dengan judul Efektivitas Pengolahan Limbah Cair Domestik Sistem Aliran Bawah Permukaan dengan Agen Biologis Canna indica dan

Heliconia psittacorum. Sebagian karya ilmiah ini sudah dipublikasikan dalam

bentuk jurnal prosiding dengan Paper ID: IRES-ICENSJAPAN-11125-1326 dan juga di presentasikan pada International Conference on Engineering and Natural Science di Tokyo, Jepang pada 12 Desember 2015.

Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Prof Dr Ir Dwi Andreas Santosa, MS dan Bapak Dr Agung Dhamar Syakti, DEA selaku pembimbing, serta Bapak Prof Dr Ir Suprihatin yang telah banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada suami tercinta Herman Kabetta yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada nenek, adik, ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas doa dan kasih sayangnya.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2016

(12)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xiv

DAFTAR GAMBAR xv

DAFTAR LAMPIRAN xvi

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Kerangka Pemikiran 3

Perumusan Masalah 4

Tujuan Penelitian 5

Manfaat penelitian 5

2 METODE PENELITIAN 6

Waktu dan Tempat 6

Rancangan Percobaan 6

Bahan 6

Alat 7

Prosedur Penelitian 7

Analisis Data 8

Ringkasan Metode Penelitian 10

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 11

Karakteristik Awal Air Limbah Domestik 11

Efektivitas Lahan Basah Buatan Sistem Aliran Bawah Permukaan 13 Peran Agen Biologis dalam Lahan Basah Buatan 28 Kecukupan Luasan Area Lahan Basah Buatan 33

4 SIMPULAN DAN SARAN 38

Simpulan 38

Saran 38

DAFTAR REFERENSI 39

(13)

DAFTAR TABEL

1 Kombinasi perlakuan pada penelitian 6

2 Nilai konstanta hukum kinetik pertama pada 20 °C untuk penurunan BODa 9 3 Matriks jenis, sumber, teknik pengumpulan, dan analisis data serta keluaran

berdasarkan tujuan peneliti 10

4 Baku mutu air limbah domestik 12

5 Karakteristik awal air limbah domestik 13

6 Nilai COD selama penelitian 14

7 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-2 14 8 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-14 15 9 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-28 16 10 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42 17

11 Nilai BOD selama penelitian 18

12 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-2 19 13 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-14 20 14 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-28 21 15 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42 22

16 Nilai TSS selama penelitian 23

17 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-2 23 18 Kinerja lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan dengan berbagai

media 24

19 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-14 25 20 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-28 25

21 Nilai pH selama penelitian 27

(14)

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 4

2 Reaktor lahan basah buatan 7

3 Reaktor lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan 11 4 Bercak kuning dan ulat yang menyebabkan beberapa tanaman mati 17

5 Munculnya bunga pada beberapa tanaman 21

6 Tanaman C. indica 28

7 Tanaman H. psittacorum 29

8 Efisiensi penyisihan COD oleh tanaman uji 30

9 Efisiensi penyisihan BOD oleh tanaman uji 31

10 Efisiensi penyisihan TSS oleh tanaman uji 32

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

(16)

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengelolaan sanitasi di beberapa wilayah negara berkembang, termasuk Indonesia masih dikatakan kurang memadai sehingga menyebabkan penurunan daya dukung lingkungan. Permasalahan tersebut dipicu oleh semakin besarnya jumlah penduduk di Indonesia. Berdasarkan hasil publikasi BPS tahun 2014, jumlah penduduk di Indonesia mencapai 252.20 juta jiwa dengan laju pertumbuhan penduduk sebesar 1.4% per tahun. Hasil proyeksi BPS tahun 2014-2035 menunjukkan bahwa jumlah penduduk di Indonesia akan meningkat secara signifikan pada tahun 2035 mencapai 305.65 juta jiwa. Peningkatan jumlah penduduk akan sejalan dengan peningkatan aktivitas di berbagai sektor baik industri, pertanian, perikanan, hingga kegiatan domestik yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan produksi limbah baik padat maupun cair.

Sumber utama pencemaran perairan di Indonesia berasal dari limbah domestik, yaitu sebesar 40%, sedangkan air limbah yang berasal dari industri sebesar 30% dan sisanya berasal dari air limbah pertanian, peternakan dan lainnya (Supradata 2005). Air limbah yang dihasilkan dari berbagai sumber tersebut hanya 25% yang mendapatkan pengolahan sedangkan sebagian besar limbah tersebut dibuang secara langsung ke perairan sehingga menyebabkan terjadinya eutrofikasi serta munculnya berbagai penyakit seperti kolera, disentri, hepatitis dan tipus (Kurniadie dan Kunze 2000). Eutrofikasi adalah kondisi dimana badan perairan kaya akan bahan organik yang akan menyebabkan perkembangbiakan alga secara cepat di perairan tersebut yang pada akhirnya akan berdampak buruk bagi lingkungan perairan karena adanya penurunan jumlah oksigen terlarut sehingga dapat membahayakan organisme air yang hidup di dalamnya.

Limbah domestik terbagi menjadi dua jenis yaitu black water dan grey disebut sebagai limbah grey water. Supradata (2005) menyatakan bahwa 60-70% air yang digunakan sehari-hari dibuang ke lingkungan sebagai air limbah.

Beberapa parameter fisik dari limbah grey water meliputi suhu, warna, dan kandungan bahan tersuspensi. Selain itu, partikel yang berasal dari sisa makanan, aktivitas mandi dan cuci seperti shampoo dan detergen akan menjadi sumber padatan material pada limbah grey water. Bahan organik seperti nitrogen dan fosfor juga terkonsentrasi pada limbah grey water (Eriksson et al. 2002). Bahan-bahan organik tersebut merupakan nutrien yang dibutuhkan oleh tanaman, yang pada akhirnya apabila bahan organik tersebut dibuang ke badan perairan maka akan menyebabkan adanya eutrofikasi.

(17)

Pengolahan Air Limbah (IPAL) berupa primary treatment (pengolahan pertama),

secondary treatment (pengolahan kedua) dan tertiary treatment (pengolahan

lanjutan).

Constructed Wetland atau lahan basah buatan merupakan teknologi yang

sengaja dirancang melalui proses alami yang melibatkan tanaman, media tanah dan asosiasi mikroorganisme untuk mengolah limbah (Vymazal 2010). Lahan basah buatan dapat meningkatkan kualitas air limbah agar sesuai dengan baku mutu dan merupakan teknologi yang efisien karena teknis yang memadai. Biaya pembuatan dan operasional pada lahan basah buatan juga relatif murah karena menggunakan metode alami serta konsumsi energi listrik yang rendah (Siracusa dan La Rosa 2006). Lahan basah buatan juga memiliki keunggulan dalam bidang estetika sehingga dapat dijadikan sebagai taman baik dalam skala rumah tangga maupun secara terpusat.

Lahan basah buatan dilakukan dengan menanam tanaman tertentu pada suatu lahan atau perairan yang tercemar dimana tanaman tersebut akan menyerap, mengumpulkan, dan mendegradasi senyawa-senyawa pencemar dengan cara memfilter, mengadsorpsi partikel dan mengadsorpsi ion-ion logam yang terdapat dalam air limbah melalui akar. Kemampuan lahan basah dalam menyimpan bahan organik dan nutrisi inilah yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan penggunaan teknologi lahan basah buatan untuk pengolahan limbah (Ebrahimi et al. 2013). Mikroorganisme juga berperan besar terhadap penurunan bahan pencemar pada limbah cair dimana penyerapan oksigen dari udara oleh tanaman akan mengalir ke perakaran tanaman yang kemudian di perakaran tersebut, oksigen kemudian dimanfaatkan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang terdapat dalam air limbah. Hasil penguraian bahan organik oleh mikroorganisme tersebut akan menjadi sumber nutrien bagi tanaman untuk pertumbuhannya. Semakin banyak ketersediaan oksigen di perakaran akan mempercepat proses penguraian limbah cair oleh mikroorganisme.

Lahan basah buatan berdasarkan pola aliran terdiri dari dua tipe yaitu aliran atas permukaan (free water surface) dan aliran bawah permukaan (subsurface

flow wetland). Keuntungan tipe aliran bawah permukaan adalah air limbah yang

diolah dalam matrik berada dibawah permukaan media sehingga aman dari timbulnya jentik nyamuk dan bau yang keluar dari air limbah apabila menggenang seperti halnya pada tipe aliran atas permukaan. Oleh karena itu, penelitian ini menggunakan lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan.

Beberapa tanaman sudah mulai digunakan dalam lahan basah buatan adalah

Typha angustifolia. Typha angustifolia merupakan tanaman yang mampu

(18)

Mangkoedihardjo 2013). Tanaman ini mampu mendegradasi bahan anorganik pada air limbah seperti logam berat (Bachheti et al. 2013).

Penelitian ini menggunakan tanaman C. indica dan Heliconia psittacorum yang juga merupakan tanaman hias yang banyak ditemukan di negara tropis seperti halnya di Indonesia Kedua tanaman ini juga tumbuh subur pada area di sekitar lokasi penelitian dan dapat ditemukan pada pekarangan-pekarangan di rumah warga. H. psittacorum adalah salah satu spesies dari Heliconiaceae yang dinyatakan oleh Konnerup et al (2009) bahwa Canna dan Heliconia tumbuh subur pada media kerikil pada lahan basah buatan dengan sistem subsurface flow untuk mengolah limbah domestik. penting bagi masyarakat karena estetika akan berpengaruh terhadap kenyamanan yang dirasakan oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari. Pengolahan limbah cair domestik menggunakan teknologi lahan basah buatan memiliki dua keuntungan sekaligus yaitu mengolah limbah dan meningkatkan estetika lingkungan sehingga dapat dikatakan bahwa teknologi ini berperan positif pada tingkat kenyamanan masyarakat.

1.2 Kerangka Pemikiran

Limbah cair domestik terbagi menjadi dua jenis yaitu black water dan grey

water. Black water adalah limbah cair domestik yang berasal dari toilet yang

bercampur dengan tinja sedangkan grey water adalah limbah domestik yang berasal dari toilet selain air campuran tinja, sisa-sisa dapur, dan mencuci. Limbah

black water biasanya langsung dialirkan ke septic tank sedangkan grey water pada

(19)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian

1.3 Perumusan Masalah

Beberapa parameter yang berkaitan dengan limbah domestik berdasarkan Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 adalah BOD, TSS, pH, minyak dan lemak. Pada penelitian ini dipilih parameter berupa BOD, COD, TSS, dan pH, sedangkan total N dan total P juga dihitung sebagai informasi karakteristik awal air limbah. Pemilihan parameter COD dalam penelitian ini adalah adanya hubungan antara BOD dengan COD dimana nilai BOD merupakan bagian dari COD (Yazid et al. 2012). Aiyuk et al. (2010) menyatakan bahwa hingga 70% kandungan COD berupa partikel tersuspensi sehingga terdapat hubungan antara TSS dengan nilai COD. Parameter pencemar inilah yang apabila tidak diolah maka akan berdampak buruk terhadap lingkungan. Oleh karena itu, perlu adanya pengolahan limbah grey water sebelum dibuang ke lingkungan.

Lahan basah buatan merupakan alternatif yang efektif secara teknis dan efisien dari segi biaya untuk mengolah air limbah baik secara individu pada skala rumah tangga maupun secara terpusat dalam suatu kawasan perumahan sehingga layak dikembangkan sebagai pengolah limbah cair domestik di Indonesia, khususnya di wilayah pedesaan dimana masih terdapat lahan yang cukup untuk digunakan sebagai tempat pengolahan limbah. Teknologi lahan basah buatan memanfaatkan tanaman tingkat tinggi, mikroorganisme di perakaran serta media yang digunakan sebagai agen untuk menurunkan bahan pencemar yang ada pada air limbah tersebut. Parameter pencemar yang diukur dalam penelitian ini adalah COD, BOD, TSS dan pH.

(20)

Setelah teknologi lahan basah buatan terbukti mampu menurunkan bahan pencemar pada air limbah grey water, maka perlu diketahui juga luasan area lahan basah buatan yang optimal untuk mengolah limbah cair yang dikeluarkan sehingga peningkatan kualitas air limbah dapat lebih maksimal. Karena itu, pengukuran estimasi lahan basah buatan juga dilakukan dalam penelitian ini. Hal ini bertujuan agar teknologi lahan basah buatan dapat lebih mudah diaplikasikan oleh masyarakat hingga pada skala rumah tangga. Adanya peningkatan kualitas lingkungan karena adanya pengolahan limbah cair domestik melalui teknologi lahan basah buatan juga akan berpengaruh terhadap persepsi masyarakat berupa pandangan positif terhadap adanya pengelolaan lingkungan menggunakan teknologi yang ramah lingkungan dan memiliki nilai estetika yang tinggi yang pada akhirnya akan meningkatkan kenyamanan masyarakat.

Dari permasalahan di atas maka dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana efektivitas lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan dalam menurunkan jumlah bahan pencemar pada limbah cair domestik?

2. Bagaimana peran agen biologis C. indica dan H. psittacorum pada teknologi lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan?

3. Berapa kecukupan luas area lahan basah buatan yang dibutuhkan pada pengolahan limbah cair domestik skala rumah tangga ?

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk :

1. Mengkaji efektivitas lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan dalam menurunkan jumlah bahan pencemar pada limbah cair domestik.

2. Menganalisis peran agen biologis C. indica dan H. psittacorum pada teknologi lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan.

3. Menganalisis kecukupan luasan area lahan basah buatan skala rumah tangga pada pengolahan limbah cair domestik.

1.5 Manfaat penelitian

(21)

2

METODE PENELITIAN

2.1 Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan yaitu Juni – Agustus 2014 di Banyumas, Jawa Tengah.

2.2 Rancangan Percobaan

Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dan pengujian di laboratorium untuk parameter yang diukur. Rancangan percobaan pada penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial dengan dua faktor yaitu jenis tanaman dan debit air limbah. Faktor pertama (jenis tanaman) terdiri dari dua taraf yaitu C. indica dan H. psittacorum. Faktor kedua (debit air limbah) juga terdiri dari dua taraf yaitu 15 L d-1 dan 30 L d-1. Adapun kombinasi perlakuan pada rancangan ini disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1 Kombinasi perlakuan pada penelitian

No. Kombinasi Perlakuan Penamaan

1 C. indica, Debit air limbah 15 L d-1 A1B1

2 C. indica, Debit air limbah 30 L d-1 A1B2

3 H. psittacorum, Debit air limbah 15 L d-1 A2B1

4 H. psittacorum, Debit air limbah 30 L d-1 A2B2

Masing-masing perlakuan kemudian diulang sebanyak 3 kali sehingga didapatkan unit percobaan sebanyak 12 unit, kemudian ditambah dengan 2 kontrol dimana pada reaktor kontrol tidak terdapat tanaman dan hanya diisi dengan media berupa pasir.

2.3 Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah air sampel berupa limbah

grey water yang diambil dari rumah warga di Desa Banjarparakan Kecamatan

(22)

2.4 Alat

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu reaktor, bak penampung, selang plastik, keran plastik, gayung, ember, plastik terpal, bambu, tali, pisau, gunting serta alat-alat analisis seperti cawan penguap, neraca analitik, desikator, water bath, oven, hot plate, corong kaca, inkubator suhu 20 0C + 1 0C gelap, botol winkler, pipet volumetrik 1 mL, 5 mL; 10 mL; 15 mL; 20 mL; 25 mL, labu ukur 50 mL; 100 mL; 200 mL; 250 mL dan 1000 mL, buret 25 mL dan statif, botol semprot, magnetic stirrer, shaker, pH meter, pipet tetes, penjepit, termometer dan gelas ukur.

2.5 Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilakukan melalui dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap penelitian.

2.5.1 Tahap Pendahuluan

Pada tahap pendahuluan, dilakukan aklimatisasi tanaman C. indica dan H.

psittacorum untuk mengadaptasikan kedua tanaman tersebut pada air limbah

domestik sebelum digunakan pada tahap penelitian. Aklimatisasi tanaman dilakukan selama 14 hari dengan menanam tanaman C. indica dan H. psittacorum yang berumur + 1 bulan pada media pasir yang disirami dengan air limbah domestik selama masa aklimatisasi tersebut. Setelah 14 hari aklimatisasi, tanaman yang bertahan kemudian ditanam pada reaktor penelitian. Adapun reaktor yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 3 berikut :

Gambar 2. Reaktor lahan basah buatan Diketahui : Ukuran reaktor : 39 x 58 x 26.5 cm

V reaktor : 59,943 cm3 ~ 60 L HRT : 1 hari (d)

Porositas media : 25% Ditanyakan : Q = V/HRT

Maka : Q = 60 / 1 = 60 L d-1

Karena porositas media = 25%, maka Q = 60 x 25% = 15 L d-1

(23)

mengetahui kemampuan reaktor dalam menurunkan bahan pencemar dengan beban cemaran dua kali lipat dari kapasitas air limbah yang sesuai dengan perhitungan (Tabel 1).

2.5.2 Tahap penelitian

Tahap penelitian merupakan tahap dimana penelitian dilakukan hingga mendapatkan hasil analisis dari berbagai parameter yang sudah ditentukan. Adapun tahapan penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Menyiapkan reaktor dengan kombinasi perlakuan yang telah ditentukan (Tabel 1).

b) Reaktor diisi dengan pasir sebagai media tanam, kemudian C. indica dan H.

psittacorum ditumbuhkan pada reaktor tersebut.

c) Parameter yang diukur adalah COD, BOD, TSS dan pH serta analisis kecukupan luasan area lahan basah buatan.

d) Pengukuran parameter dilakukan pada outlet.

e) Pengambilan sampel dilakukan pada hari ke-2, hari ke-14, hari ke-28 dan hari ke-42.

f) Pengujian COD berdasarkan SNI 06 – 6989. 15-2004.

g) Pengujian BOD dengan metode titrasi berdasarkan SNI 06-2503-1991. h) Pengujian TSS secara gravimetri berdasarkan SNI 06-6989. 3-2004. i) Pengujian pH menggunakan pH meter berdasarkan SNI 06-6989. 11-2004. j) Pengujian analisis kecukupan luasan area lahan basah buatan meggunakan

metode Reed.

2.6 Analisis Data

2.6.1 Karakteristik awal air limbah

Karakteristik awal air limbah disajikan dalam bentuk tabel dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif.

2.6.2 Penurunan bahan pencemar pada air limbah

Untuk mengetahui penurunan bahan pencemar atau polutan pada air limbah, analisis data menggunakan ANOVA dengan taraf kepercayaan 5%. Jika menunjukkan hasil beda nyata, maka dilanjutkan dengan uji Tukey.

2.6.3 Kecukupan luasan area lahan basah buatan

(24)

dnv d : Kedalaman air pada lahan basah buatan (m)

KT : Konstanta pada temperatur pada lahan basah buatan per hari (d-1) nv : Porositas media (%)

Untuk mencari KT menggunakan persamaan sebagai berikut : 20

Tw : Temperatur lahan basah buatan : Konstanta koefisien temperatur

(25)

2.7 Ringkasan Metode Penelitian

(26)

3

HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Karakteristik Awal Air Limbah Domestik

Penelitian ini menggunakan limbah domestik tipe grey water yang berada di Desa Banjarparakan, Kecamatan Rawalo Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Air limbah yang digunakan selama penelitian diambil dari sumber yang sama setiap harinya yaitu dari rumah beberapa warga di sekitar lokasi penelitian. Menurut Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik disebutkan dalam pasal 1 bahwa air limbah domestik adalah air limbah yang berasal dari usaha dan atau kegiatan permukiman

(real estate), rumah makan (restaurant), perkantoran, perniagaan, apartemen dan

asrama. Baku mutu air limbah domestik merupakan ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan atau jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah domestik yang akan dibuang atau dilepas ke air permukaan. Apabila jumlah bahan pencemar dalam air limbah domestik melebihi batas maksimum yang ditetapkan, maka perlu pengolahan air limbah domestik tersebut sebelum dilepas ke lingkungan.

Penelitian ini menggunakan reaktor yang berukuran 39 x 58 x 26.5 cm dengan volume reaktor yaitu 59,943 cm3 atau 60 L. Penelitian ini menggunakan tanaman C. indica dan H. psittacorum. Sebelum digunakan dalam penelitian, kedua tanaman ini diaklimatisasi selama 14 hari untuk memastikan bahwa kedua tanaman tersebut mampu beradaptasi terhadap air limbah domestik yang akan digunakan selama penelitian. Berikut ini adalah gambar dari reaktor yang digunakan selama penelitian (Gambar 3).

(27)

Tabel 4 Baku mutu air limbah domestik

Parameter Satuan Kadar maksimum

pH - 6 – 9

Biochemical Oxygen Demand (BOD) mg L-1 100

Total Suspended Solid (TSS) mg L-1 100

Minyak dan lemak mg L-1 10

Sumber : Lampiran KepMenLH No. 112/2003

Beberapa referensi menyatakan bahwa pH disebut juga pangkat hidrogen atau power of hydrogen atau potential of hydrogen. Dalam istilah Germany disebut juga potenz yang berarti pangkat. pH adalah skala untuk mengukur asam basa dari suatu larutan dimana asam basa tersebut diukur dengan skala 0-14,

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah pengukuran standar untuk

menunjukkan jumlah kebutuhan oksigen mikroorganisme untuk mendekomposisi bahan organik dalam kondisi aerobik dalam periode waktu tertentu, berkisar antara 5-30 hari (Samudro dan Mangkoedihardjo 2010). Tingginya nilai BOD di suatu perairan mengindikasikan bahwa bahan organik yang ada dalam perairan tersebut melimpah.

Total Suspended Solid (TSS) atau total padatan tersuspensi adalah

bahan-bahan tersuspensi (diameter > 1 µm) yang tertahan pada saringan milipore dengan diameter pori 0.45 µm (Lewis et al. 2002). TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke badan air dimana padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang terlarut dalam air, mineral dan garam-garamnya (Supradata 2005). Air limbah domestik yang mengandung molekul sabun,

detergen dan surfaktan merupakan penyumbang tingginya konsentrasi TSS dalam

perairan.

(28)

Tabel 5 Karakteristik awal air limbah domestik limbah domestik masih dibawah ambang batas maksimum yang ditentukan. Kondisi pH yang cenderung basa dapat diakibatkan karena adanya sumber air limbah itu sendiri. Karena kandungan dalam air limbah tersebut sebagian besar berasal dari buangan dapur dan kamar mandi, termasuk didalamnya detergen dan sabun maupun shampoo, maka hal ini berpengaruh pada tingginya nilai pH dalam limbah cair yang masuk ke dalam reaktor. Berdasarkan lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik diketahui bahwa kandungan BOD sebelum penelitian sudah jauh melebihi batas maksimum yang ditoleransi dalam air limbah domestik, karena itu perlu adanya pengolahan air limbah untuk mengurangi kadar BOD dalam air limbah sebelum dibuang ke perairan.

3.2 Efektivitas Lahan Basah Buatan Sistem Aliran Bawah Permukaan

Efektivitas lahan basah buatan dapat dilihat dari kemampuan teknologi tersebut dalam menurunkan konsentrasi bahan pencemar dalam air limbah domestik. Penurunan bahan pencemar dalam air limbah domestik berkaitan dengan penurunan konsentrasi parameter yang diukur dalam penelitian ini meliputi COD, BOD dan TSS serta kondisi pH selama penelitian.

3.2.1 Chemical Oxygen Demand (COD)

Nilai COD dalam air limbah menunjukkan besarnya oksigen total yang dibutuhkan untuk mengoksidasi zat-zat organik yang terdapat dalam air limbah secara kimia, sehingga zat-zat organik yang teroksidasi tidak hanya yang bersifat

biodegradable atau mudah terurai secara biologis namun juga yang bersifat

non-biodegradable atau sulit terurai secara biologis (Supradata 2005). Berdasarkan

(29)

ke-28 sebesar 82-93% dan hari ke-42 sebesar 64-69%. Berikut adalah tabel nilai COD selama penelitian (Tabel 6).

Tabel 6 Nilai COD selama penelitian Perlakuan

K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1

K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d-1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1

Berdasarkan analisis ragam terhadap nilai COD pada hari ke-2 diketahui bahwa secara umum, perlakuan penggunaan jenis tanaman atau debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P > F-tabel 1% (Lampiran 1). Hasil uji lanjut Tukey (BNJ) 5% terhadap nilai COD pada masing-masing perlakuan pada hari ke-2 disajikan pada Tabel 7.

Tabel 7 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-2

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

Dari hasil pengujian diatas, dapat diketahui bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) berbeda secara nyata dengan perlakuan C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1), H.

psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1), dan H. psittacorum dengan

debit air limbah 30 L d-1 (A2B2). Hal ini menunjukkan bahwa meskipun penurunan polutan terjadi pada semua perlakuan, namun hanya perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) yang berbeda nyata menurut uji lanjut Tukey (BNJ 5%).

(30)

dalam teknologi lahan basah buatan berjalan dengan baik. Selain itu, penurunan polutan pada reaktor kontrol menunjukkan terjadinya proses filtrasi yang dilakukan oleh media yaitu pasir.

Supradata (2005) menyatakan bahwa media berperan dalam membantu terjadinya proses sedimentasi serta membantu penyerapan (adsorbsi) bau dari gas hasil biodegradasi, serta tempat berkembangbiaknya mikroorganisme. Hal ini menjawab pertanyaan mengapa pada reaktor kontrol dimana didalamnya tidak terdapat tanaman masih mampu menurunkan polutan dalam air limbah domestik. Proses yang terjadi pada reaktor kontrol berupa reaksi fisik oleh adanya media pasir yang terdapat pada kedua reaktor baik pada kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 (K1B1) maupun pada kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2).

Analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-14 menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman dan debit air limbah berpengaruh sangat nyata terhadap penurunan polutan (Lampiran 1). Berikut hasil uji lanjut Tukey yang dilakukan untuk menentukan perbedaan pengaruh antar perlakuan.

Tabel 8 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-14

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

Dari hasil pengujian diatas dapat diketahui bahwa perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) dalam menurunkan polutan dalam limbah domestik. Tabel diatas juga menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) berbeda dengan ketiga perlakuan lainnya. Perbedaan ini karena adanya perolehan nilai COD pada reaktor A2B2 yang tertinggi (162.66 mg L-1) dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

Analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-28 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman dan debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) (Lampiran 1). Dengan kata lain baik tanaman maupun debit air limbah, kedua faktor tersebut berpengaruh terhadap nilai COD pada air limbah. Hasil uji lanjut Tukey terhadap nilai COD pada hari ke-28 disajikan pada Tabel 9.

(31)

perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) dengan rata-rata nilai COD sebesar 133.51 mg L-1.

Tabel 9 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-28

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

Supradata (2005) menyatakan bahwa salah satu pencemar terbesar di badan air adalah air limbah domestik yaitu sebesar 60-70%. Effendi (2003) menyatakan bahwa komposisi padatan yang terdapat dalam limbah domestik, 70% merupakan bahan organik. Apabila tidak ada penanganan limbah domestik sebelum masuk ke badan perairan maka akan menyebabkan pencemaran lingkungan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air bahwa pengelolaan limbah harus dilakukan agar kualitas air terjamin dan dalam kondisi alamiahnya. Status mutu air dikatakan dalam kondisi tercemar apabila mutu air tidak memenuhi standar baku mutu air yang ditetapkan dalam peraturan pemerintah tersebut.

Secara keseluruhan nilai COD semua perlakuan pada hari ke-42 lebih besar dibandingkan dengan nilai COD pada hari ke-28. Hal ini terutama karena adanya masukan air limbah yang terjadi setiap harinya ke dalam reaktor. Penambahan polutan ke dalam reaktor tersebut tidak diimbangi dengan adanya penyerapan oleh tanaman yang ada sehingga penyerapan bahan polutan pada hari ke-42 tidak berjalan maksimal. Beberapa kendala yang menyebabkan berkurangnya penyerapan bahan organik oleh tanaman adalah karena :

1. Munculnya penyakit bercak kuning pada tanaman yang menyerang daun dan batang tanaman yang menyebabkan beberapa tanaman kering dan mati.

2. Munculnya ulat yang memakan daun dan batang dari tanaman pada reaktor baik C. indica maupun H. psittacorum yang menyebabkan beberapa tanaman mati.

(32)

tanaman yang mati akan menjadi penyumbang polutan pada teknologi lahan basah buatan.

Dibawah ini adalah gambar tanaman yang terkena bercak kuning serta munculnya ulat pada tanaman yang menyebabkan beberapa tanaman kering dan mati (Gambar 4).

Gambar 4. Bercak kuning dan ulat yang menyebabkan beberapa tanaman mati Meskipun penurunan polutan pada hari 42 tidak se-efektif pada hari ke-28, namun berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai COD pada hari ke-42 menunjukkan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman (faktor A) mempengaruhi nilai COD (p<0.05) sedangkan debit air limbah (faktor B) tidak mempengaruhi nilai COD pada hari ke-42 (P>0.05) (Lampiran 1). Dengan kata lain, analisis ragam tersebut menunjukkan bahwa tidak ada interaksi antara penggunaan jenis tanaman (Faktor A) dengan debit air limbah (Faktor B) terhadap nilai COD. Selanjutnya berdasarkan hasil uji lanjut Tukey terhadap perlakuan penggunaan tanaman menunjukkan bahwa perbedaan nyata terjadi pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) dengan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1). Tabel uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42 disajikan pada Tabel 10.

Tabel 10 Hasil uji lanjut Tukey nilai COD pada hari ke-42

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 276.11a

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 292.76ab

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 328.67b

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 310.88ab

BNJ 5% 47.93

(33)

3.2.2 Biochemical Oxygen Demand (BOD) Tabel 11 Nilai BOD selama penelitian

Perlakuan

K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1

K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d-1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1

Biochemical Oxygen Demand (BOD) adalah jumlah oksigen yang

diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengurai bahan organik yang ada pada air limbah secara aerob. Pengelolaan secara aerob berlangsung di dalam zona akar dan di bagian atas sedimen, sedangkan pengolahan secara anaerob berlangsung pada bagian bawah sedimen atau terkadang berlangsung di dalam air apabila suplai oksigen telah habis terpakai (Hidayah dan Aditya 2009). Konsentrasi BOD mengindikasikan banyaknya kandungan bahan organik yang ada dalam suatu perairan, dengan kata lain apabila nilai BOD tinggi maka dapat dikatakan bahwa bahan organik dalam perairan tersebut melimpah.

Pada hari ke-2, penurunan nilai BOD sudah terlihat sangat signifikan di seluruh perlakuan, termasuk pada reaktor kontrol. Wood (1999) menyatakan bahwa penurunan konsentrasi bahan organik dalam sistem lahan basah buatan terjadi karena adanya mekanisme aktivitas mikroorganisme dan tanaman, melalui proses oksidasi oleh bakteri aerob yang tumbuh di sekitar rizosfer tanaman maupun kehadiran bateri heterotrof di dalam air limbah. Hal ini menjelaskan bahwa pada hari ke-2 baik pada air limbah maupun di sekitar tanaman keberadaan mikroorganisme melimpah.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menjelaskan bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata (p<0.01) namun faktor debit air limbah tidak mempengaruhi nilai BOD dilihat dari F-hit < F-tabel 5% (p>0.05) (Lampiran 2). Dengan kata lain, pada hari ke-2 penelitian, yang berpengaruh terhadap penurunan polutan adalah tanaman. Berdasarkan nilai BOD pada reaktor kontrol yang juga menurun dari nilai BOD pada awal perlakuan, menunjukkan bahwa media pasir juga berpengaruh secara fisik terhadap penurunan polutan pada air limbah domestik. Uji lanjut tukey menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang nyata antara tanaman C. indica dan

H. psittacorum (Tabel 12).

(34)

adalah pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 (K1B1) sebesar 21.70 mg L-1. Hal ini berarti penurunan BOD terendah terjadi pada reaktor K1B1 tersebut. Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 Tahun 2003 bahwa baku mutu air limbah domestik untuk BOD adalah sebesar 100 mg L-1. Berdasarkan nilai tersebut maka semua perlakuan maupun kontrol menunjukkan kondisi yang baik yaitu dibawah standar baku mutu air limbah domestik yang ditetapkan.

Tabel 12 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-2

Perlakuan Rata-rata (mg L-1) ini mengindikasikan bahwa kemampuan teknologi lahan basah buatan dalam penelitian ini paling optimum bekerja pada hari ke-14. Penurunan nilai BOD yang tajam pada hari ke-14 juga mengindikasikan bahwa bahan organik yang terkandung dalam air limbah domestik sebagian besar merupakan bahan organik yang bersifat mudah urai atau biodegradable.

Analisis sidik ragam nilai BOD pada hari ke-14 menunjukkan bahwa secara umum, perlakuan penggunaan jenis tanaman dan debit air limbah menunjukkan pengaruh sangat yang nyata (p<0.01) (Lampiran 2). Baik tanaman maupun debit air limbah, kedua faktor tersebut terbukti berpengaruh nyata terhadap nilai BOD selama penelitian. Dengan kata lain bahwa terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai BOD.

Berdasarkan hasil uji lanjut yang dilakukan diketahui bahwa dari semua perlakuan yang menunjukkan adanya penurunan polutan, perlakuan menggunakan

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dengan nilai BOD sebesar 4.2

mg L-1 terbukti berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya, yaitu C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) dengan nilai BOD sebesar 18.30 mg L-1, perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) dengan nilai BOD sebesar 18.62 mg L-1 dan perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) dengan nilai BOD sebesar 18.42 mg L-1. Hasil uji lanjut Tukey (BNJ) 5% nilai COD pada hari ke-14 disajikan pada Tabel 13.

(35)

Tabel 13 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-14

Nilai BOD pada hari ke-28 pada semua perlakuan lebih tinggi dibandingkan nilai BOD pada hari ke-14. Dengan kata lain, penurunan polutan pada hari ke-28 lebih rendah dibandingkan dengan hari ke-14. Meskipun penurunan polutan pada hari ke-28 tidak setinggi seperti halnya hari ke-14. Pada hari ke-28, perlakuan yang mampu menurunkan polutan tertinggi sama dengan perlakuan pada hari ke-14 yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) dengan nilai BOD yang diperoleh sebesar 10.17 mg L-1. Berbeda dengan hari ke-14, nilai BOD yang terbesar ditunjukkan pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2) sebesar 35.1 mg L-1.

Penurunan nilai BOD pada air limbah terjadi secara aerob melalui proses biotik, seperti biodegradasi dan penyerapan oleh tanaman. Aktivitas mikroorganisme maupun tanaman dalam penyediaan oksigen yang terdapat dalam system pengolahan air limbah pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan (subsurface flow wetland) secara prinsip terjadi akibat adanya proses fotosintesis maupun proses respirasi tanaman.

Beberapa proses pengurangan polutan yang dilakukan oleh mikrob dan tanaman dalam lahan basah, antara lain sebagai berikut :

Biodegradasi secara aerobik/anaerobik, merupakan proses metabolisme mikroorganisme yang efektif menghilangkan bahan organik dalam lahan basah.

Phyto-akumulasi, merupakan proses pengambilan dan akumulasi bahan anorganik oleh tanaman.

Phyto-stabilisasi, merupakan bentuk kemampuan sebagian tanaman untuk memisahkan bahan anorganik pada akar tanaman.

Phyto-degradasi, tanaman dapat menghasilkan enzim yang dapat memecah bahan organik maupun anorganik dari polutan sebelum diserap, selama proses transpirasi.

Rhizo-degradasi, akar tanaman dapat melakukan penyerapan bahan polutan dari hasil degradasi bahan organikyang dilakukan oleh mikrob.

Phyto-volatilisasi/evapotranspirasi, penyerapan dan transpirasi pada daun tanaman terhadap bahan-bahan yang bersifat volatil.

(36)

pada air limbah (p>0.05). Hasil uji lanjut BNJ 5% pada hari ke-28 disajikan pada Tabel 14.

Tabel 14 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-28

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 20.37b

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 10.17a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 21.53b

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 25.32b

BNJ 5% 10.82

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Hasil uji lanjut Tukey (BNJ 5%) nilai BOD pada hari ke-28 yang ditunjukkan pada Tabel 14 diatas menunjukkan bahwa dari keempat perlakuan dalam penelitian, satu-satunya perlakuan yang berbeda secara nyata adalah perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2). Perlakuan ini berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1), perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1), dan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2).

Nilai BOD pada hari ke-42 nilai BOD masing-masing perlakuan juga lebih tinggi dibandingkan dengan hari ke-28. Pada hari ke-42, nilai BOD terendah terlihat pada perlakuan menggunakan C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) sedangkan nilai BOD tertinggi terlihat pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2). Adanya kenaikan nilai BOD pada hari ke-42 pada semua perlakuan menunjukkan bahwa beberapa kendala selama penelitian mempengaruhi sistem teknologi lahan basah dalam mengolah air limbah domestik.

(37)

Selama penelitian, beberapa tanaman mulai mengawali fase generatif yang juga berpengaruh terhadap menurunnya kemampuan beberapa tanaman dalam mengolah limbah domestik. Fase generatif tanaman C. indica ditandai dengan munculnya bunga (Setiarini dan Mangkoedihardjo 2013). Selain itu beberapa tanaman yang mati juga mempengaruhi ketersediaan akar tanaman yang berperan dalam penyerapan bahan organik dalam reaktor. Hal ini menyebabkan penurunan kemampuan sistem pengolahan limbah domestik selama penelitian. Gambar 5 menunjukkan dimulainya fase generatif dari tanaman C. indica.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam, meskipun nilai BOD pada hari ke-42 mengalami kenaikan atau dengan kata lain terjadi penurunan kemamuan sistem lahan basah buatan, namun penurunan polutan tetap terjadi meskipun tidak se-optimum pada hari ke-14. Berdasarkan hasil analisis sidik ragam diketahui bahwa perlakuan penggunaan tanaman menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P lebih besar dari nilai F-tabel 1 % (Lampiran 2). Hal ini menunjukkan bahwa hanya jenis tanaman yang mempengaruhi nilai BOD sedangkan faktor debit air limbah dalam penelitian tidak mempengaruhi nilai BOD pada air limbah domestik pada hari ke-42 penelitian. Untuk mengetahui perlakuan mana yang sebenarnya berbeda, maka analisis dilanjutkan dengan pengujian Tukey (BNJ). Adapun hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42 disajikan pada Tabel 15.

Tabel 15 Hasil uji lanjut Tukey nilai BOD pada hari ke-42

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) 23.85ab

C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) 20.38a

H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) 27.65abc

H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) 32.85c

BNJ 5% 8.52

Keterangan : Perlakuan yang diikuti oleh huruf yang sama berarti tidak berbeda nyata pengaruhnya menurut BNJ 5%.

Pengujian diatas menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman C.

indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) yang berbeda nyata dengan

perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2).

3.2.3 Total Suspended Solid (TSS)

(38)

Tabel 16 Nilai TSS selama penelitian

K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1

K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d-1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1

Berdasarkan analisis sidik ragam terhadap nilai TSS pada hari ke-2 menunjukkan bahwa secara umum, perlakuan (dalam hal ini) penggunaan jenis tanaman atau debit air limbah menunjukkan pengaruh yang sangat nyata dilihat dari nilai F-hit P > dari nilai F-tabel 1% ( p<0.01). Hal ini mengindikasikan bahwa Faktor A (penggunaan tanaman) berpengaruh sangat nyata terhadap nilai TSS (p<0.01) dan Faktor B (debit air limbah) juga berpengaruh sangat nyata terhadap nilai TSS (p<0.01). Hal ini juga menjelaskan bahwa terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai TSS pada air limbah domestik (Lampiran 3). Dibawah ini adalah hasil uji lanjut terhadap nilai TSS pada hari ke-2 untuk mengetahui perlakuan mana yang berbeda dalam penurunan nilai TSS pada air limbah domestik (Tabel 17).

Tabel 17 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-2

Perlakuan Rata-rata (mg L-1)

(39)

diatas ditunjukkan dengan rendahnya nilai TSS pada perlakuan menggunakan C.

indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2) yaitu sebesar 29.05 mg L-1.

Pada hari ke-14 penelitian, terjadi penurunan konsentrasi TSS yang sangat signifikan pada semua perlakuan, terutama pada reaktor kontrol dimana didalamnya tidak terdapat tanaman. Nilai TSS terendah adalah pada reaktor kontrol dengan debit air limbah 30 L d-1 (K2B2) sebesar 2.4 mg L-1 sedangkan nilai TSS tertinggi didapat pada perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1). Hal yang menarik disini adalah bahwa penurunan TSS pada reaktor tanpa tanaman lebih tinggi dibandingkan dengan reaktor yang berisi tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa pasir yang digunakan sebagai media dalam sistem lahan basah buatan mampu bekerja secara efektif dalam menurunkan polutan dalam air limbah domestik melalui proses fisik.

Kusumastuti et al. (2015) menyatakan bahwa pasir memiliki kemampuan aerasi yang tinggi karena porositas pasir yang besar dan Khiatuddin (2003) menyatakan bahwa pasir memiliki kemampuan yang baik dalam mengurangi polutan pada teknologi lahan basah buatan yang disajikan pada Tabel 18.

Tabel 18 Kinerja lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan dengan berbagai media

No. Jenis media Prosentase pengurangan polutan (%)

BOD SS Coliform

Mekanisme penyerapan polutan pada lahan basah buatan melalui proses abiotik (fisik dan kimia) menurut Halverson (2004) antara lain melalui:

Settling dan sedimentasi, efektif untuk menghilangkan partikulat dan padatan tersuspensi.

Adsorpsi dan absorpsi, merupakan proses kimiawi yang terjadi pada tanaman, substrat, sedimen, maupun air limbah yang berkaitan erat dengan waktu retensi air limbah.

Oksidasi dan reduksi, efektif untuk mengikat logam-logam B3 dalam lahan basah buatan.

Photodegradasi/oksidasi, degradasi (penurunan) berbagai unsure polutan yang berkaitan dengan adanya sinar matahari.

Volatilisasi, penurunan polutan akibat menguap dalam bentuk gas.

(40)

Tabel 19 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-14 limbah 15 L d-1 (A1B1) dengan perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1).

Pada hari ke-28 penelitian, nilai konsentrasi TSS juga mengalami penurunan pada semua perlakuan. Namun, penurunan tersebut sangat kecil jika dibandingkan dengan nilai TSS pada hari ke-14. Hal ini mengindikasikan bahwa penurunan TSS pada hari ke-28 tidak lagi maksimal seperti halnya penurunan TSS pada hari ke-14. Sebagai contoh, pada perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) pada hari ke-14 adalah sebesar 9.77 mg L-1 dan nilai TSS pada perlakuan yang sama (A1B1) pada hari ke-28 adalah 8.81 mg L-1, dengan kata lain penurunan nilai TSS selama 14 hari (dari hari ke-14 hingga hari ke-28) hanya sebesar 0.96 mg L-1. Hal ini juga terjadi pada perlakuan yang lainnya. Hal ini mengindikasikan bahwa terjadi penurunan kemampuan mekanisme filtrasi dan sedimentasi yang dilakukan oleh media dan akar tanaman. Proses filtrasi dilakukan oleh media dan akar tanaman yang terdapat dalam reaktor dimana proses tersebut terjadi karena kemampuan partikel-partikel media maupun sistem perakaran membentuk filter yang dapat menahan partikel-partikel solid yang terdapat dalam air limbah (Supradata 2005). Berkurangnya akar tanaman yang disebabkan karena kering dan matinya beberapa tanaman seperti yang telah disebutkan sebelumnya (Gambar 8) menjadi faktor utama berkurangnya kemampuan tanaman dalam menyerap polutan pada sistem lahan basah buatan pada hari ke-28. Hal ini berkaitan dengan kemampuan akar tanaman dalam menyediakan oksigen yang memungkinkan mikroorganisme pengurai seperti bakteri aerob dapat hidup dalam lingkungan lahan basah yang berkondisi anaerob (Khiatuddin 2003).

Tabel 20 Hasil uji lanjut Tukey nilai TSS pada hari ke-28

(41)

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai TSS pada hari ke-28 menunjukkan bahwa hanya perlakuan penggunaan tanaman yang berpengaruh nyata terhadap nilai TSS (p<0.05) sedangkan debit air limbah tidak berpengaruh terhadap nilai TSS pada air limbah (p>0.05) (Lampiran 3). Hasil uji Lanjut Tukey untuk nilai TSS hari ke-28 disajikan pada tabel 20.

Dari hasil pengujian diatas, dapat diketahui bahwa dari keempat perlakuan dalam penelitian, hanya satu perlakuan yang berbeda nyata dengan perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 (A1B1) yang berbeda nyata dengan ketiga perlakuan lainnya yaitu perlakuan menggunakan tanaman C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 (A1B2), perlakuan menggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1), dan perlakuan meggunakan tanaman H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2).

Hingga akhir masa penelitian pada hari ke-42 menunjukkan bahwa semua perlakuan menunjukkan nilai konsentrasi TSS < 100 mg L-1. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa batas maksimum konsentrasi TSS pada air limbah domestik berdasarkan lampiran KepMenLH 112 tahun 2003 adalah sebesar 100 mg L-1 (Tabel 4). Hal ini menjelaskan bahwa kondisi pH pada air limbah dari awal penelitian hingga akhir penelitian berada pada konsentrasi dibawah standar baku mutu yang ditetapkan pemerintah. Dengan kata lain, nilai TSS pada air limbah domestik di area pemukiman sekitar penelitian masih dalam batas aman.

Berdasarkan hasil analisis sidik ragam nilai TSS hari ke-42 diketahui bahwa perlakuan penggunaan jenis tanaman maupun debit air limbah tidak menunjukkan pengaruh yang nyata dilihat dari nilai F-hit P > dari nilai F-tabel 5% ( p>0.05) serta tidak terdapat interaksi antara penggunaan jenis tanaman dengan debit air limbah terhadap nilai TSS (p>0.05) sehingga tidak diperlukan adanya uji lanjut untuk mengetahui perbedaan dalam perlakuan (Lampiran 3).

3.2.4 pH

Yazid et al. (2012) menyatakan bahwa kondisi pH mempengaruhi proses denitrifikasi pada proses pengolahan limbah. Woon (2007) menyatakan bahwa nilai pH yang optimum dalam proses nitrifikasi berkisar antara 6.5-7.5. Nilai pH menunjukkan tingkat keasaman dari limbah tersebut. Air murni memiliki pH 7 atau disebut juga pH netral, sedangkan berdasarkan analisis kondisi pH selama penelitian dapat dikatakan bahwa limbah yang ada tergolong netral. Faktor-faktor yang mempengaruhi nilai pH diantaranya adalah konsentrasi gas-gas dalam air seperti CO2, konsentrasi garam-garam karbonat dan bikarbonat serta proses dekomposisi bahan organik di dasar perairan. Kondisi pH selama penelitian disajikan pada Tabel 21.

(42)

Tabel 21 Nilai pH selama penelitian

K1B1 : Kontrol dengan debit air limbah 15 L d-1 A1B1 : C. indica dengan debit air limbah 15 L d-1 A2B1 : H. psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1

K2B2 : Kontrol dengan debit air limbah 30L d-1 A1B2 : C. indica dengan debit air limbah 30 L d-1 A2B2 : H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1

Kondisi pH yang berbeda ditunjukkan pada hari ke-28 dimana berdasarkan analisis sidik ragam, diketahui bahwa Faktor A (penggunaan tanaman) berpengaruh sangat nyata terhadap nilai pH dalam air limbah (p<0.01). Hasil uji lanjut Tukey untuk nilai pH hari ke-28 disajikan pada tabel 22.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa perlakuan menggunakan tanaman H.

psittacorum dengan debit air limbah 15 L d-1 (A2B1) berbeda nyata dengan kedua

perlakuan menggunakan tanaman C. indica (A1B1 dan A1B2) namun tidak berbeda nyata dengan perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2), sementara antar perlakuan A1B1, A1B2 dan A2B2 tidak terdapat perbedaan nyata terhadap nilai pH. Berdasarkan lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air Limbah Domestik diketahui bahwa batas maksimum nilai pH dalam air limbah domestik adalah 6-9 (Tabel 4) sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai pH selama penelitian masih dibawah batas maksimum yang ditetapkan pemerintah, dengan kata lain kondisi pH pada air limbah domestik masih dapat dikatakan aman.

Tabel 22 Hasil uji lanjut Tukey nilai pH pada hari ke-28

(43)

3.3 Peran Agen Biologis dalam Lahan Basah Buatan

Dalam penelitian ini, agen tanaman yang digunakan adalah C. indica dan H.

psittacorum. C. indica adalah tanaman tropis dari famili Cannaceae. C. indica

adalah tanaman dengan tinggi 90-300 cm. Tanaman ini dapat tumbuh besar dengan daun yang lebar dan bunga yang cerah berwarna merah, jingga dan kuning. Panjang daun berkisar antara 10-30 cm dengan lebar daun berkisar antara 10-20 cm (Mishra et al. 2013). Di beberapa daerah, tanaman ini dikenal dengan nama bunga tasbih. Adapun klasifikasi dari tanaman C. indica adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Subkelas : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Famili : Cannaceae Genus : Canna Species : Canna indica

Menurut Francis (1984) disebutkan bahwa tanaman ini dimanfaatkan untuk pembuatan kalung dan rosario di India. Dalam dunia kedokteran saat ini, tanaman

C. indica digunakan sebagai obat tradisional karena mengandung alkaloids,

karbohidrat, protein, flavonoid, terpenoid, cardiac glikosida, lemak, steroid, tannin, saponin, pigmen anthocyanin, phlobatinin dan kandungan kimia lainnya. Studi farmakologi menunjukkan bahwa tanaman ini berfungsi sebagai anti-bakteri, antiviral anthelmintic, anti-toksik, anti-oksidan dan berbagai macam kegunaan lainnya (Al-Snafi 2015). Adapun morfologi dari tanaman C. indica disajikan pada Gambar 6.

Gambar 6. Tanaman C. indica

Sumber : http://foto.mein-schoener-garten.de/Canna-indica-Variante-Kreta-neu-foto-5280-orig-27.html

(44)

mencapai ketinggian 2 meter. Tanaman ini tumbuh dari rizoma dan dapat ditemukan di beberapa lokasi yang memiliki kondisi kering. Tanaman ini biasa berbunga pada musim panas. Tanaman ini dikenal dengan nama Heliconia Golden Torch. Selain itu, tanaman ini juga dikenal dengan nama pisang-pisangan. Berikut adalah gambar dari tanaman H.psittacorum (Gambar 7).

Adapun klasifikasi tanaman H. psittacorum sebagai berikut: Kingdom : Plantae

Subkingdom : Tracheobionta Superdivisi : Spermatophyta Divisi : Magnoliophyta Kelas : Liliopsida Subkelas : Zingiberidae Ordo : Zingiberales Famili : Heliconiaceae Genus : Heliconia

Species : Heliconia psittacorium

Gambar 7. Tanaman H. psittacorum

Sumber : http://www.montosogardens.com/heliconia_psittacorum_x_spathocircinata_tortuga.htm Konnerup (2009) menyatakan bahwa nilai estetika menjadi hal yang penting pada teknologi lahan basah buatan. Tanaman Canna dan Heliconia merupakan tanaman yang mampu meningkatkan nilai estetika lingkungan apabila digunakan dalam teknologi lahan basah buatan. Pembuatan lahan basah buatan yang mempertimbangkan nilai estetika ini banyak dikembangkan di Thailand dengan desain taman untuk teknologi lahan basah buatan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masyarakat lebih peduli terhadap pengelolaan lingkungan dimana masyarakat akan lebih tertarik pada pengelolaan limbah dengan tampilan yang lebih menarik, dalam hal ini adalah pembuatan teknologi pengolahan limbah dengan sistem taman (Brix et al. 2007). Suswati (2012) menyatakan bahwa hal penting dari teknologi lahan basah buatan sistem kecil yang melayani rumah tunggal, hotel dan lainnya selain mampu mengolah limbah adalah nilai estetika tanamannya, salah satunya adalah tanaman C. indica.

(45)

tanaman ini mampu secara efisien menurunkan COD dan TSS pada limbah domestik, meskipun kurang efektif dalam menurunkan TN dan TP. Tanaman Canna lebih cepat tumbuh dibandingkan dengan tanaman Heliconia, sehingga disimpulkan bahwa tanaman Canna lebih mampu menurunkan nutrien dalam limbah domestik dibandingkan Heliconia. Namun secara umum kedua tanaman ini mampu tumbuh subur pada media kerikil pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan (SSF-wetlands).

Dalam penelitian ini, sistem yang ada terbukti mampu menurunkan bahan pencemar dalam air limbah domestik yang ditunjukkan dengan adanya penurunan konsentrasi parameter COD, BOD dan TSS. Namun, perlu diketahui adanya peran agen biologis, dalam hal ini adalah tanaman uji yaitu C. indica dan H. psittacorum dalam menurunkan bahan pencemar pada air limbah domestik. Kemampuan kedua tanaman tersebut dapat diketahui dari grafik efisiensi penyisihan masing-masing parameter.

Chemical Oxygen Demand (COD)

Secara keseluruhan, lahan basah buatan bekerja dengan baik dalam menurunkan polutan pada air limbah domestik. Peran agen biologis C. indica dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan secara maksimal mencapai 13.59% sedangkan H. psittacorum mencapai 10.12%. Grafik biodegradasi COD yang dilakukan oleh tanaman uji selama penelitian disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8. Efisiensi penyisihan COD oleh tanaman uji

(46)

Nilai minus yang ditunjukkan oleh perlakuan menggunakan H. psittacorum dengan debit air limbah 30 L d-1 (A2B2) dalam Gambar 8 menunjukkan bahwa tanaman uji tidak memberikan peran dalam sistem, dengan kata lain penurunan limbah yang terjadi disebabkan oleh faktor-faktor lain dalam lahan buatan tipe aliran bawah permukaan tersebut.

Secara keseluruhan, terjadi penurunan peran tanaman uji baik C. indica dan

H. psittacorum dalam sistem pada hari ke-42. Hal ini sejalan dengan adanya

kendala yang terjadi pada saat penelitian hari ke-42 yaitu munculnya penyakit bercak kuning dan ulat pada beberapa tanaman yang menyebabkan tanaman kering dan mati.

Biochemical Oxygen Demand (BOD)

Gambar 9. Efisiensi penyisihan BOD oleh tanaman uji

Grafik penyisihan BOD yang disajikan pada Gambar 9 menunjukkan bahwa

C. indica berperan dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan

maksimal sebesar 4.92%. Peran C. indica sebesar 4.92% ditunjukkan pada hari hari ke-28 pada debit air limbah 30 L d-1 (A1B2). Peran agen tanaman H.

psittacorum dalam lahan basah buatan maksimal sebesar 1.93% yang ditunjukkan

pada hari ke-28 pada debit air limbah 30 L d-1 (A2B2). Berdasarkan Gambar 9, pada hari ke-2 dan hari ke-14, tanaman H. psittacorum dapat dikatakan tidak berperan dalam menurunkan bahan pencemar pada air limbah dilihat dari presentase tingkat biodegradasi BOD dibawah 0 atau minus. Dengan kata lain, pada hari ke-2 hingga hari ke-14, proses penurunan polutan lebih dominan dilakukan oleh media melalui proses fisik dalam lahan basah buatan sistem aliran bawah permukaan.

(47)

Total Suspended Solid (TSS)

Gambar 10. Efisiensi penyisihan TSS oleh tanaman uji

Grafik efisiensi penyisihan TSS yang disajikan pada Gambar 10 diatas menunjukkan bahwa proses fisik dalam lahan basah buatan terlihat sangat signifikan. Proses fisik tersebut diperankan oleh pasir sebagai media dalam sistem lahan basah buatan tersebut.

Supradata (2005) menyatakan bahwa peranan utama dari media pada teknologi lahan basah buatan tipe aliran bawah permukaan (SSF-wetlands) adalah sebagai berikut :

1. Tempat tumbuh bagi tanaman

2. Sebagai tempat berkembangbiaknya mikroorganisme 3. Membantu terjadinya proses sedimentasi

4. Membantu penyerapan bau dari gas hasil biodegradasi

5. Tempat terjadinya proses transformasi kimiawi dan tempat penyimpanan bahan-bahan nutrien yang dibutuhkan oleh tanaman.

Gambar

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian
Gambar 2. Reaktor lahan basah buatan
Tabel 2.
Tabel 3 Matriks jenis, sumber, teknik pengumpulan, dan analisis data serta
+7

Referensi

Dokumen terkait

Disiplin sangat penting baik bagi individu (tenaga kerja) yang bersangkutan maupun organisasi, karena disiplin pribadi untuk mengetahui kinerja pribadi seseorang

Majalah seperti sebuah club, yang mana fungsi utamanya adalah memberikan wadah bagi pembaca untuk mendapatkan informasi dengan memberikan rasa nyaman dan

Manfaat penelitian adalah memberi informasi tentang nilai tingkat kerja osmotik (TKO), pola osmoregulasi ikan Bandeng, serta sifat pertumbuhan dan nilai faktor kondisi ikan

Kelebihan AnggunAsia.com adalah kebaikan-kebaikan sistem Perniagaan Internet yang telah diterapkan pada sistem ini. Pelanggan tidak lagi perlu pergi ke premis perniagaan herba yang

Berdasarkan hasil validasi dari validator, kemudian dilakukan revisi kembali sampai validator menyatakan media yang dibuat memiliki kriteria (baik). Selanjutnya media

Pengujian data relay proteksi ini dilakukan untuk menguji fungsi relay proteksi yang ada pada website sehingga sudah dapat berfungsi, prosesnya dimana Smart Plug

Metode kisah merupakan salah satu upaya untuk mendidik murid agar dapat mengambil pelajaran dari kejadian di masa lampau. Apabila kejadian tersebut merupakan

12.1 Tempoh tanggungan kecacatan bagi kerja sebutharga ini adalah selama enam (6) bulan dari tarikh kerja diperakukan siap. 12.2 Kontraktor dipertanggungjawabkan untuk