• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: LANDASAN TEORI

B. Efektivitas Pengawasan

a. Pengertian Efektivitas

Efektivitas berasal dari kata “efektif” berarti ada efeknya, (akibatnya, pengaruhnya), dapat membawa hasil, berhasil guna. Sedangkan “efisien” berarti tepat sesuai untuk menghasilkan sesuatu dengan tidak membuang-buang waktu, tenaga, biaya, dan mampu menjalanlan tugas dengan tepat dan cermat, berdaya guna dan bertepat guna.27

26Ibid., h. 29. 27

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008), h.352.

Peter F. Drucker berpendapat bahwa efektif yaitu mengerjakan pekerjaan dengan benar (doing the right things). Sedangkan efisien adalah mengerjakan pekerjaan yang benar (doing thing right).28 Efektivitas berarti menunjukkan suatu usaha dalam mencapai sasaran-sasaran atau hasil akhir yang telah ditetapkan secara tepat guna mencapai sasaran dan tujuan.29

Efektivitas dalam ekonomi yaitu suatu sasaran atau angka untuk menunjukkan sampai berapa jauh sasaran atau target tercapai. Menurut Amin Widjaja efektivitas berhubungan dengan penentuan apakah tujuan perusahaan yang telah ditetapkan tercapai. Sementara Tjukir P. Tawat efektivitas adalah kemampuan suatu unit kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan.30

Secara sederhana efektivitas merupakan ukuran untuk menggambarkan sejauh mana sasaran yang akan dicapai, sedangkan efisiensi menggambar kan bagaimana komponen tersebut dikelola atau di proses secara tepat dan benar sehingga tidak terjadi pemborosan, dan keduanya merupakan satu kesatuan proses guna mencapai visi dan misi. b. Karakteristik Efektif

Adapun keefektifan dapat dilihat dari 3 perspektif, yaitu:

28

Ernie Tisnawati sule dan kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I, (Jakarta: Kencana, 2005), h.7.

29

Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, cet.II, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2004), h.8.

30Sinta Sri Rezeki, “Efektivitas Peran Wakalah Al-Wakif Terhadap Perkembangan Tabung

1) Keefektifan individual yang ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kemampuan, dan motivasi.31

2) Keefektifan kelompok ditentukan oleh kekompakan, kepemimpinan, peran dan norma.32

3) Keefektifan organisasi ditentukan oleh lingkungan teknologi, struktur, pilihan strategis, dan budaya.33

Adapun karakteristik sistem pengawasan yang efektif, yaitu:

1) Akurat (accurate), yaitu informasi atau data yang diukur harus akurat keberadaannya.34

2) Ekonomis realistic (economically reslistic), yaitu pengeluaran biaya untuk implementasi pengawasan seminimal mungkin.35

3) Tepat waktu (timely), yaitu sistem pengawasan akan efektif jika dilakukan dengan cepat disaat penyimpangan diketahui.36

4) Realistik secara organisasi (organizationally realistic), yaitu individu harus dapat melihat hubungan antara tingkat prestasi yang dicapainya dan imbalan yang akan menyusul kemudian.37

31

Husaini Usman, Manajemen Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, edisi.III, cet.II, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), h.3.

32

Ibid., h. 3. 33Ibid

., h.3. 34

Amirullah dan Haris Budiyono, Pengantar Manajemen, h.307. 35Ibid. , h. 307. 36Ibid., h. 307. 37Ibid., h. 307.

5) Dipusatkan pada pengawasan strategic (focused on strategic control points), yaitu diarahkan pada titik-titik strategis sehingga penyimpangan cepat diketahui dan terhindar dari kegagalan.38

6) Terkordinasi dengan kerja organisasi, memperhatikan bahwa aktivitas akan selalu terkait dengan kegiatan yang diawasi.39

7) Objektif dan komprehensif (objective and comprehensible), yaitu informasi dalam suatu sistem pengawasan harus mudah dipahami dan objektif.40

8) Fleksibel (flexible), yaitu sistem pengawasan memiliki tingkat keluwesan yang tinggi sehingga standar-standar pengendalian tetap dapat dipergunakan dikarenakan situasi dan kondisi.41

9) Diterima para anggota organisasi (accepted by organization members), yaitu sistem pengawasan dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota, sehingga masing-masing akan ikut bertanggung jawab terhadap pencapaian tujuan.42

Adapun kriteria efektif dan efisien dalam Islam, yaitu:

Prinsip keseimbangan (tawazun) yaitu mencakup bertindak yang harmonis, pantas, dan tidak kikir.

1) Prinsip mencapai kemanfaatan baik bagi dirinya, keluarga dan lingkungan.

38Ibid., h. 307. 39Ibid., h. 307. 40Ibid., h. 307. 41Ibid., h. 307. 42Ibid., h. 307.

2) Prinsip tidak boros (mubazir).

3) Prinsip berlaku adil kepada diri pribadi, orang lain, dan dalam setiap perbuatan.

2. Teori Pengawasan

a. Pengertian Pengawasan

Pengawasan berasal dari kata “awas” yaitu dapat melihat baik-baik, mempertahankan dengan baik, waspada, dan hati-hati, sementara pengawasan sendiri merupakan penjagaan.43 Pengawasan adalah suatu proses untuk menetapkan suatu pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan mengoreksi bila perlu dengan maksud supaya pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana semula.44

Menurut Terry dalam bukunya John Salindeho pengawasan adalah mengevaluasi prestasi kerja atau menerapkan tindakan-tindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana, guna menemukan dan mengoreksi penyimpangan yang terjadi.45 Sedangkan dalam bukunya Kadar Nurzaman, pengawasan adalah satu kegiatan manajer yang mengusahakan agar pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan mencapai hasil yang dikehendaki.46

43

Pusat Bahasa Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, h.104. 44

M.Manullang, Dasar-Dasar Manajemen (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1995), h.18.

45

John Salindeho, Pengawasan Melekat Aspek-Aspek Terkait dan Implementasinya, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 1995), h.25.

46

Kadar Nurzaman, Manajemen Perusahaan, cet.I, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2014), h.135.

Pengertian pengawasan yang dikemukakan oleh Robert J. Mockler, pengawasan manajemen adalah suatu usaha sistematik untuk menetapkan standar pelaksanaan dengan tujuan-tujuan perencanaan, merancang sistem informasi umpan balik, membandingkan kegiatan nyata dengan standar yang telah ditetapkan sebelumnya, menentukan dan mengukur penyimpangan-penyimpangan, serta mengambil tindakan koreksi yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan dipergunakan dengan cara paling efektif dan efisien dalam pencapaian tujuan-tujuan perusahaan.47

Pengawasan merupakan pengukuran dan pembetulan terhadap kegiatan para bawahan untuk menjamin bahwa apa yang terlaksana itu cocok dengan rencana. Jadi pengawasan itu mengukur pelaksanaan dibandingkan dengan cita-cita dan rencana, memperlihatkan dimana ada penyimpangan yang negatif dan dengan menggerakkan tindakan-tindakan untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan, membantu menjamin tercapainya rencana-rencana.48

Menurut P. F. Ducker bahwa lembaga tidak dapat berfungsi tanpa manajemen. Manajemen adalah organ lembaga. Organ yang mengubah kerumunan menjadi organisasi dan mengubah usaha manusia menjadi prestasi, karena manajemen pengawasan merupakan fungsi fundamental. Hal tersebut sesuai dengan manajemen “POAC”, yaitu:

47

Hani Handoko, MANAJEMEN (Yogyakarta: BPFE-YOGYAKARTA, 1998), h.360-361. 48

1) Planning (perencanaan), yaitu merupakan proses awal dalam menentukan tujuan manajemen yang akan dicapai. 49

2) Organizing (pengorganisasian), yaitu keseluruhan proses pengelompokan orang-orang, alat-alat, tugas, tanggung jawab, wewenang dan fasilitas untuk mencapai tujuan.50

3) Actuating (kegiatan), yaitu aktifitas seluruh manajemen seperti anaggota yang bekerja menurut tugasnya.51

4) Controlling (pengawasan), yaitu untuk menjamin bahwa kegiatan dapat memberikan hasil yang diinginkan.52

Berikut proses pengawasan menurut Stoner, freeman dan Gilbert:

peppe

Tidak

Sumber: Diolah dari Ernie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, cet.I. (Jakarta: Kencana, 2005), h.321.

b. Tipe-Tipe Pengawasan

Ada tiga tipe dasar pengawasan, yaitu:

49

Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, cet.I, (Ciputat: Kalam Indonesia, 2006), h.42. 50Ibid., h. 42. 51Ibid., h. 42. 52Ibid., h. 42. Penentuan standard dan metode penilaian kinerja Penilaian kinerja Apakah kinerja yang dicapai sesuai

dengan standard?

Pengambilan tindakan koreksi dan

melakukan evaluasi ulang atas standar yang telah ditetapkan Tujuan tercapai

1) Pengawasan pendahuluan (feedforward control). Pengawawasan pendahuluan, atau sering disebut steering controls, dirancang untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-penyimpangan dari standar atau tujuan dan memungkinkan koreksi dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu diselesaikan. Jadi, pendekatan pengawasan ini lebih aktif dan agresif, dengan mendeteksi masalah-masalah dan mengambil tindakan yang diperlukan sebelum suatu masalah terjadi. Pengawasan ini akan efektif hanya bila manajer mampu mendapatkan informasi akurat dan tepat pada waktunya tentang perubahan-perubahan dalam lingkungan atau tentang perkembangan terhadap tujuan yang diinginkan.

2) Pengawasan concurrent, pengawasan yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan (concurrent control). Pengawasan ini, sering disebut pengawasan “Ya-Tidak”, screening control atau “berhenti-terus”, dilakukan selama suatu kegiatan berlangsung. Tipe pengawasan ini merupakan proses dimana aspek tertentu dari suatu prosedur harus disetujui dulu, atau syarat tertentu harus dipenuhi dulu sebelum kegiatan-kegiatan bias dilanjutkan, atau menjadi semacam peralatan “double -check” yang lebih menjamin ketepatan pelaksanaan suatu kegiatan.

3) Pengawasan umpan balik (feedback control). Pengawasan umpan balik, juga dikenal sebagai past-action controls, mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah diselesaikan. Sebab-sebab penyimpangan dari rencana

atau standar ditentukan, dan penemuan-penemuan diterapkan untuk kegitan-kegiatan serupa dimasa yang akan dating. Pengawasan ini bersifat historis, pengukuran dilakukan setelah kegiatan terjadi

Feedforward control Concurrent Control Feedback Control

Ketiga bentuk pengawasan tersebut sangat berguna bagi manajemen.

Pengawasan pendahuluan dan “berhenti-terus”, cukup memadai untuk

memungkinkan manajemen membuat tindakan koreksi dan tetap dapat mencapai tujuan. Tetapi ada beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan disamping kegunaan dua bentuk pengawasan itu. Pertama, biaya keduanya mahal. Kedua, banyak nkegiatan tidak memungkinkan dirinya dimonitor secara terus menerus. Ketiga, pengawasan yang berlebihan akan menjadikan produktivitas berkurang. Oleh karena itu, manajemen harus menggunakan sistem pengawasan yang paling sesuai bagi situasi tertentu.

c. Tahap-Tahap Dalam Proses Pengawasan

Proses pengawasan biasanya terdiri paling sedikit lima tahap. Tahap-tahapnya adalah:

1) Tahap 1: Penetapan standar pelaksanaan (perencanaan). Standar mengandung arti sebagai suatu satuan pengukuran yang dpat digunakan

Kegiatan belum dilaksanakan Kegiatan sedang dilaksanakan Kegiatan telah dilaksanakan

sebagai “patokan” untuk penilaian hasil-hasil. Tujuan, sasaran, kuota dan target pelaksanaan dapat digunakan sebagai standar. Bentuk standar yang lebih khusus antara lain target penjualan, anggaran, bagai pasar (market-share), marjin keuntungan, keselamatan kerja, dan sasaran produksi.

Tiga bentuk standar yang umum adalah:

a) Standar-standar phisik, mungkin meliputi kuantitas barang atau jasa, jumlah langganan, atau kualitas produk.

b) Standar-standar moneter, yang ditunjukkan dalam rupiah dan mencakup biaya tenaga kerja, biaya penjualan, laba kotor, pendapatan penjualan, dan sejenisnya.

c) Standar-standar waktu, meliputi kecepatan produksi atau batas waktu suatu pekerjaan harus diselesaikan.

Setiap tipe standar tersebut dapat dinyatakan dalam bentuk-bentuk hasil yang dapat dihitung. Ini memungkinkan manajer untuk mengkomunikasikan pelaksanaan kerja yang diharapkan kepada para bawahan secara lebih jelas dan tahapan-tahapan lain dalam proses perencanaan dapat ditangani dengan lebih efektif. Standar harus ditetapkan secara akurat dan diterima mereka yang bersangkutan.

Standar-standar yang tidak dapat dihitung juga memainkan peranan penting dalam proses pengawasan. Memang, pengawasan dengan standar kualitatif lebih sulit dicapai, tetapi hal ini tetap penting untuk mencoba mengawasinya. Missal, standar kesehatan personalia, promosi

karyawan yang terbaik, sikap kerjasama, berpakaian yang pantas dalam bekerja, dan sebagainya.

2) Tahap 2: Penentuan pengukuran pelaksanaan kegiatan. Penetapan standar adalah sia-sia bila tidak disertai berbagai cara untuk mengukur pelaksanaan kegiatan nyata. Oleh karena itu, tahap kedua dalam pengawasan adalah menentukan pengukuran pelaksanaan kegiatan secara tepat. Beberapa pertanyaan yang penting berikut ini dapat digunakan: berapa kali (how often) pelaksanaan seharusnya diukur – setiap jam, harian, mingguan, bulanan? Dalam bentuk apa (what form) pengukuran akan dilakukan – laporan tertulis, inspeksi visual, melalui telephone? Siapa (who) yang akan terlibat – manajer, staf departemen? Pengukuran ini sebaiknya mudah dilaksanakan dan tidak mahal, serta dapat diterangkan kepada para karyawan.

3) Tahap 3: Pengukuran pelaksanaan kegiatan nyata. Setelah frekuensi pengukuran dan sistem monitoring ditentukan, pengukuran pelaksanaan dilakukan sebagai proses yang berulang-ulang dan terusmenerus. Ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran pelaksanaan, yaitu 1) pengamatan (observasi), 2) laporan-laporan, laik lisan dan tertulis, 3) metoda-metoda otomatis dan 4) inspeksi, pengujian (test), atau dengan pengambilan sampel. Banyak perusahaan sekarang mempergunakan pemeriksa intern (internal auditor) sebagai pelaksana pengukuran.

4) Tahap 4: Pembandingan pelaksanaan kegiatan dengan standar dan analisa penyimpangan. Tahap kritis dari proses pengawasan adalah pembandingan pelaksanaan nyata dengan pelaksanaan yang direncanakan atau standar yang telah ditetapkan. Walaupun tahap ini paling mudah dilakukan, tetapi kompleksitas dapat terjadi pada saat menginterpretasikan adanya penyimpangan.

Penyimpangan-penyimpangan harus dianalisa untuk menentukan mengapa standar tidak dapat dicapai. Bab7 menunjukkan bagaimana pentingnya hal ini bagi pembuat keputusan untuk mengidentifikasi penyebab-penyebab terjadinya penyimpangan.

5) Tahap 5: Pengambilan tindakan koreksi bila diperlukan. Bila hasil analisa menunjukkan perlunya tindakan koreksi, tindakan ini harus diambil. Tindakan koreksi dapat diambil dalam berbagai bentuk. Standar mungkin diubah, pelaksanaan diperbaiki, atau keduanya dilakukan bersamaan. d. Unsur-Unsur Pengawasan

Adapun unsur-unsur pengawasan, yaitu:

1) Subyek (pengawas atau orang yang mengawasi) dan obyek (orang yang diawasi)

2) Kebijakan dan ketentuan peraturan (dasar dilakukannya pengawasan berikut aturan mainnya)

3) Ruang lingkup pengawasan (hal-hal yang diawasi seperti kinerja pegawai, penggunaan anggaran, dan sebagainya)

4) Mekanisme (urutan, tata cara atau prosedur dalam melakukan pengawasan)

5) Tujuan (untuk memastikan bahwa pelaksanaan suatu tugas maupun hasilnya sesuai dengan perencanaan)

e. Syarat-Syarat Pengawasan

Adapun syarat-syarat pengawasan, yaitu:

1) Pengawasan harus sesuai dengan kedudukan dan mencerminkan sifat kegiatan. 53

2) Pengawasan harus bersifat korektif yaitu berani mengungkapkan penyimpangan-penyimpangan atau pelanggaran.54

3) Pengawasan harus objektif dan fleksibel yaitu dapat dilaksanakan meskipun telah dilakukan perubahan.55

4) Pengawasan harus ekonomis yaitu dengan biaya yang serendah mungkin.56

5) Pengawasan memerlukan perencanaan dengan cara membandingkan keadaan yang sebenarnya dengan keadaan yang seharusnya dan membutuhkan struktur organisasi serta harus independen.57

f. Tujuan Pengawasan

Adapun tujuan dilakukannya pengawasan, yaitu:

53

Mufham Al-Amin, Manajemen Pengawasan, h.58.

54Ibid., h. 58. 55Ibid., h. 58. 56Ibid., h. 58. 57Ibid., h. 58.

1) Mengetahui jalannya pekerjaan apakah lancar atau tidak, memperbaiki kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mencegah agar tidak terulang kembali kesalahan yang sama.

2) Mengetahui penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana awal sesuai dengan sasarannya.

3) Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (tingkat pelaksanaan), mengetahui hasil pekerjaan serta dibandingkan dengan yang telah ditetapkan di perencanaan.

4) Mengetahui kelemahan-kelemahan pelaksanaannya, memecahkan masalah, mengurangi resiko kegagalan suatu rencana dan membuat perubahan maupun perbaikan.

g. Permasalahan Dalam Pengawasan

1) Solidaritas dari objek pengawasan, yang mengakibatkan proses pencarian data dan informasi pendukung menjadi terhambat.

2) Pada beberapa lembaga penegak hukum belum ada ketentuan yang memadai untuk mengatur bagaimana seorang aparat penegak hukum seharusnya berperilaku (code of conduct), baik perilaku di dalam kedinasan maupun diluar kedinasan.

3) Mekanisme pengawasan yang sangat panjang, sehingga tidak berjalan dengan efektif.

4) Mekanisme pengawasan tidak transparan dan akuntabel sehingga masyarakat yang mengajukan laporan atau pengaduan tidak mengetahui tindak lanjut dari laporan atau pengaduan mereka.

5) Terjadinya tumpang tindih dan rumitnya pemeriksaan, biaya yang mahal, dan peranan yang formalitas.

6) Pengawasan dari komisi-komisi independen belum menunjukkan hasil,dan kurang komunikasi dengan masyarakat.

7) Perbedaan persepsi antara aparat pengawasan dengan aparat penegak hukum sendiri.

3. Efektivitas Pengawasan

Efektivitas pengawasan adalah kemampuan memilih rencana yang tepat untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan, berkaitan dengan melakukan pekerjaan yang seharusnya dilakukan dan merupakan ukuran tentang pencapaian suatu tugas dan tujuan, sejauh mana tugas atau tujuan telah dicapai. Artinya apakah pelaksanaan suatu tugas dinilai baik atau tidak sangat tergantung, apakah tugas itu diselesaikan atau tidak, mengusahakan apa yang direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan yang dihadapi, terutama menjawab pertanyaan bagaimana cara melaksanakannya.58

58Megawati, “Efektivitas Dps Dalam Pengawasan Pengelolaan Dana Asuransi Syariah Pada AJB Bumi Putera 1912 Divisi Syariah,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013), h.39.

Sarlito menyatakan bahwa efektivitas organisasi atau kelompok adalah hasil kerja kelompok dalam mencapai tujuan. Makin dekat hasil organisasi atau kelompok dalam mencapai tujuan, maka semakin efektif. Pencapaian hasil akhir yang sesuai dengan target waktu yang telah ditetapkan dan ukuran maupun standar yang berlaku mencerminkan suatu perusahaan telah memperhatikan efektivitas.

Tujuan utama dari pengawasan adalah mengusahakan agar apa yang direncanakan menjadi kenyataan, mencari dan memberitahukan kelemahan-kelemahan yang dihadapi serta menjadikan umpan balik untuk perbaikan, penyempurnaan pada waktu yang akan datang.59 Jadi dapat disimpulkan pengawasan yang efektif dan tidak efektif adalah:

a. Pengawasan dikatakan efektif jika dalam pengawasan mencapai tujuan objek yang diawasi.

b. Pengawasan harus merefleksikan perbaikan, penyempurnaan, jika dalam objek yang diawasi terdapat kekurangan atau pelanggaran dari rencana atau tujuan yang ditentukan.

c. Pengawasan dikatakan tidak efektif jika dalam pengawasan tidak mencapai tujuan objek yang diawasinya dan tidak merefleksikan pembenaran, dan penyempurnaan jika ada kekurangan pada objek yang diawasinya.

59

Untuk mencapai tujuan pengawasan dalam mencapai efektifitas, proses pengawasan dapat menjadi efektif harus dipenuhi beberapa syarat, yaitu:60

a. Pengawasanberorientasi kepada tujuan organisasi.

b. Pengawasan harus objektif, jujur, dan mendahulukan kepentingan umum dari kepentingan pribadi.

c. Pengawasan harus berorientasi terhadap kebenaran menurut peraturan-peraturan yang berlaku dalam pelaksanaan pekerjaan.

d. Pengawasan harus menjamin daya dan hasil guna penelitian. e. Pengawasan harus bersifat terus menerus.

f. Hasil pengawasan harus dapat memberikan umpan balik (feed back) terhadap perbaikan dan penyempurnaan dalam pelaksanaan, perencanaan, dan kebijaksanaan waktu yang akan datang.

Dokumen terkait