• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III: METODOLOGI PENELITIAN

C. Jenis Data

Data primer adalah data yang didapat dari sumber pertama, dari individu seperti hasil wawancara maupun hasil observasi secara langsung.5 Data primer yang diperoleh penulis terkait penelitian ini yaitu berupa hasil wawancara dengan Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pewawancara sudah menyiapkan topik dan daftar pertanyaan pemandu wawancara sebelum aktivitas wawancara dilaksanakan.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data-data yang telah tersedia sehingga penulis dapat memperolehnya dengan cara melihat dan membaca data-data

4

Samiaji Saroso, Penelitian Kualitatif: Dasar-Dasar (Jakarta: Permata Puri Media, 2012), h.9.

5

M. Burhan Bungin, Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya (Jakarta: Kencana, 2007), h.16.

tersebut, yaitu berupa dokumen yang diberikan oleh pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Pengumpulan data diperoleh penulis dari Kementerian Agama RI-Direktorat Pemberdayaan Wakaf maupun internet yang ada relevansinya dengan penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

1. Penelitian Kepustakaan (Library Research)

Pengumpulan data yang diperoleh dari penelitian kepustakaan yaitu berupa bahan-bahan kepustakaan seperti buku-buku, internet, dan kepustakaan lainnya yang mendukung dan ada relevansinya dengan penelitian ini yaitu hal-hal yang terkait dengan dana pengembangan wakaf.

2. Wawancara

Wawancara yaitu teknik pengumpulan data dalam upaya menghimpun data yang akurat untuk pemecahan masalah tertentu dengan tanya jawab secara langsung yang bebas dan terbuka. Wawancara dilakukan peneliti dengan narasumber melalui teknik wawancara terstruktur, apakah kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman terhadap dana bantuan pengembangan wakaf, mekanisme dan efektivitas pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

3. Studi Dokumentasi

Studi dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan data berdasarkan pada laporan keterangan pihak Direktorat Pemberdayaan Wakaf terkait masalah penelitian.

E. Teknik Pengolahan Data

Penelitian ini menggunakan data kualitatif, dimana penulis akan mengedit data kemudian mengkategorisasikan atau mengklarifikasikan data sesuai dengan masalah atau tema yang sedang dibahas, maka langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Hasil identifikasi faktor-faktor SWOT akan menjadi bahan scoring, pembobotan dan rating masing-masing faktor.

2. Menghitung total yang diperoleh dari hasil perkalian skor dengan bobot dan rating akan menunjukkan nilai faktor SWOT sesungguhnya.

3. Hasil perhitungan akan memberikan strategi untuk masing-masing pendekatan dan menghasilkan strategi terbaik dari penggabungan kedua pendekatan tersebut.

F. Teknik Analisis Data

Data atau informasi yang diperoleh penulis dalam penelitian ini bersifat kualitatif dengan menggunakan pendekatan yang bersifat deskriptif. Pendekatan deskriptif yaitu metode untuk memberikan pemecahan masalah dengan mengumpulkan data, mengklarifikasi, menganalisis dan menginterpretasikannya.

Tujuan dari penelitian deskriptif kualitatif searah dengan rumusan masalah serta pertanyaan penelitian atau identifikasi masalah. Hal ini disebabkan tujuan dari penelitian ini akan menjawab pertanyaan sebelumnya dikemukakan oleh rumusan masalah.6 Hal ini dilakukan karena bermaksud untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, tantangan, dan ancaman dari dana bantuan pengembangan wakaf, mekanisme dan efektivitas pengawasan penyaluran dana pemberdayaan wakaf yang diperoleh dari hasil wawancara.

Analisis disajikan dalam beberapa tahap sebagai berikut:

1. Mekanisme dan pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf. 2. Analisis terhadap point-point kelebihan dan kekurangan dari dana bantuan

pengembangan wakaf. Hasilnya disajikan dalam bentuk table matrik IFAS (International Strategic Factor Analysis Summary).

3. Analisis terhadap point-point peluang dan tantangan dari dana bantuan pengembangan wakaf. Hasilnya disajikan dalam bentuk table matrik EFAS (External Strategic Factor Analysis Summary).

4. Analisis efektivitas pengawasan penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf.

6

Artikel, Deskriptif Kualitatif, diakses pada 10 Juli 2014 dari http://aldoranuary26.blog.fisip.uns.ac.id/2012/02/29/deskriptif-kualitatif/

64 A. Gambaran Umum

Di Indonesia, kegiatan wakaf dikenal seiring dengan perkembangan dakwah Islam di Nusantara. Di samping melakukan dakwah Islam, para ulama juga sekaligus memperkenalkan ajaran wakaf. Hal ini terbukti dari banyaknya masjid-masjid yang bersejarah dibangun di atas tanah wakaf. Ajaran wakaf ini terus berkembang di bumi Nusantara, baik pada masa dakwah pra kolonial, masa kolonial, maupun pasca kolonial (Indonesia merdeka). Pada masa pemerintahan kolonial merupakan momentum kegiatan wakaf. Karena pada masa itu, perkembangan organisasi keagamaan, sekolah, madrasah, pondok pesantren, masjid, semuanya merupakan swadaya dan berdiri di atas tanah wakaf.

Namun, perkembangan wakaf dikemudian hari tak mengalami perubahan yang berarti. Kegiatan wakaf dilakukan terbatas pada kegiatan keagamaan, seperti pembangunan masjid, mushalla, madrasah, kuburan, sehingga kegiatan wakaf di Indonesia kurang bermanfaat secara ekonomi bagi rakyat banyak.

Walaupun beberapa aturan telah dibuat oleh pemerintah terkait dengan makanisme wakaf, seperti PP Nomor 28 Tahun 1977 tetang perwakafan tanah milik, akan tetapi PP ini hanya mengatur wakaf pertanahan saja. Ini berarti tak jauh berbeda dengan model wakaf pada periode awal, identik dengan wakaf

tanah, dan kegunaannya pun terbatas pada kegiatan sosial keagamaan, seperti masjid, kuburan, madrasah dan lain-lain.

Dalam perjalanannya, Peraturan Pemerintah ini bertahan cukup lama dan tidak ada aturan lain yang dibentuk hingga tahun 2004. Karena minimnya regulasi yang mengatur tentang perwakafan, maka wajar jika perkembangan wakaf di Indonesia mengalami stagnasi. Walaupun cukup banyak lembaga wakaf yang berdiri, akan tetapi hanya sebagian kecil lembaga wakaf (nazhir) saja yang mampu mengelola harta benda wakaf secara optimal. Sehinga dapat dikatakan bahwa perkembanan wakaf di Indonesia belum mampu memberikan kontribusi untuk meningkatkan kesejahteraan umat.

Stagnasi perkembangan wakaf di Indonesia mulai mengalami dinamisasi pada tahun 2001, beberapa praktisi ekonomi Islam mulai mengusung paradigma baru ke tengah masyarakat mengenai konsep baru pengelolaan wakaf tunai untuk peningkatan kesejahteraan umat. Ternyata konsep tesebut menarik dan mampu memberikan energy untuk menggerakkan perkembangan wakaf yang sempat terhenti.

Kemudian pada tahun 2002, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menyambut konsep tersebut dengan mengeluarkan fatwa yang membolehkan wakaf uang (waqf al-nuqud). Fatwa MUI tersebut kemudian diperkuat oleh hadirnya UU No. 41/2004 tentang wakaf yang menyebutkan bahwa wakaf tidak hanya untuk benda tidak bergerak, tetapi juga dapat berupa benda bergerak, seperti uang. Selain itu,

diatur pula kebijakan perwakafan di Indonesia, mulai dari pembentukan nazhir sampai dengan pengelolaan harta wakaf.

Untuk dapat menjalankan fungsinya, Undang-Undang ini masih memerlukan perangkat lain yaitu Peraturan Pemerintah dan Peraturan Menteri Agama tentang Wakaf Uang (PMA wakaf uang) yang akan menjadi petunjuk pelaksanaan dalam implementasinya, serta adanya Badan Wakaf Indonesia (BWI) yang akan berfungsi sebagai sentral nazhir wakaf. Dan setelah melalui proses panjang, pada penghujung tahun 2006 terbitlah PP No. 42/2006 tentang Pelaksanaan UU Wakaf.1

Sebelum mengeluarkan Peraturan Pemerintah, pada tahun 2005 Kementerian Agama meluncurkan program dana bantuan pengembangan wakaf melalui APBN. Hal ini dilakukan dalam rangka mengembangkan potensi ekonomi wakaf, yang mana di Indonesia banyak tanah wakaf yang dapat dimanfaatkan secara optimal. Dana bantuan pengembangan wakaf ini adalah bantuan sosial dalam bentuk uang dari pemerintah kepada para nadzir yang digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif dan hasilnya digunakan untuk pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.2

Dari tahun 2005-2013 Kementerian Agama sudah menyalurkan dana APBN sebesar 51,400,000,000 kepada 68 nadzir dari 25 provinsi yang tersebar di

1Tholhah Hasan, “Perkembangan Kebijakan Wakaf di Indonesia”, artikel diakses pada 9 September 2014 dari http://mataram.antaranews.com/print/2346/perkembangan-kebijakan-wakaf-di-indonesia.

2

Indonesia. Dana bantuan yang diberikan oleh Kemenag digunakan untuk usaha produktif oleh para nadzir. Dan hasilnya mereka salurkan untuk pemberdayaan masyarakat sekitar. Berikut Tabel penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf dari tahun 2005-2013:

Tabel 4.1

DANA BANTUAN WAKAF PRODUKTIF BERDASARKAN LOKASI DARI TAHUN 2005-2013

NO Tahun Jumlah Lokasi Wakaf Produktif Jumlah Dana Bantuan

1 2005 5 4.400.000.000 2 2006 13 20.000.000.000 3 2007 4 5.500.000.000 4 2008 - - 5 2009 6 3.000.000.000 6 2010 4 2.000.000.000 7 2011 10 5.000.000.000 8 2012 9 3.500.000.000 9 2013 17 8.000.000.000 68 51.400.000.000

Sumber : Direktorat Pemberdayaan Wakaf

Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah dana bantuan yang diberikan oleh kemenag kepada para nadzir dalam setiap tahunnya bervariatif. Selain dari kebijakan langsung dari pemerintah, salah satu alasannya adalah terkait dengan

jumlah lokasi wakaf produktif atau pengajuan yang disetujui setiap tahunnya pun berbeda. Dalam setahun jumlah lokasi yang diberikan dana bantuan mulai dari 4 sampai dengan 17 lokasi. Hal tersebut berdasarkan tahap penyeleksian yang ketat. Selama 8 (delapan) tahun ini yaitu mulai dari tahun 2005-2013, pihak Kemenag telah mengeluarkan dana bantuan sebesar Rp.51.400.000.000,- (lima puluh satu milyar empat ratus juta rupiah) dengan 68 lokasi diseluruh Indonesia. Tahun 2006 adalah tahun dimana pihak Kemenag mengeluarkan dana bantuan paling besar, yaitu sebesar Rp. 20.000.000.000,- (dua puluh milyar) dengan 13 jumlah lokasi. Hal ini terjadi karena sebagian besar dana bantuan tersebut dialokasikan untuk pembangunan dan usaha yang besar, seperti Bisnis Center Muslimin Kota Pekalongan Jawa Tengah, Gedung Perkuliahan Universitas Islam Makassar Sulsel, Gedung Serbaguna dan Pertokoan Yapertinus Surakarta Jawa Tengah, Gedung Ruang Rawat Inap VIP RSI UNISMA Malang Jawa Timur, Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Tangerang Banten dan sebagainya.3 Sedangkan pada tahun 2008 program dana bantuan ini sempat terhenti dikarenakan payung hukum yang belum sempurna.4 Akhirnya pada tahun 2008 dana bantuan untuk pengembangan wakaf ini dikembalikan lagi kepada Pemerintah.

3

Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013.

4

Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014.

B. Mekanisme dan Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

1. Mekanisme Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Dana bantuan pengembangan wakaf adalah dana bantuan sosial yang diberikan pemerintah melalui Kementerian Agama RI kepada nadzhir dalam bentuk sejumlah uang dari dana APBN. Dana tersebut digunakan untuk mengelola dan memberdayakan tanah wakaf secara produktif agar hasilnya digunakan sebagai pembinaan dan pemberdayaan masyarakat.

Adapun mekanisme penyaluran dana bantuan pengembangan wakaf adalah sebagai berikut:

a. Nadzir mengajukan surat perrmohonan beserta proposal yang ditujukan kepada Direktur Jendral Bimbingan Masyarakat Islam, Kementerian Agama RI Jakarta.

b. Proposal berisi tentang dasar pemikiran, rencana usaha pemberdayaan wakaf yang akan dilaksanakan, daya dukung potensi ekonomi di sekitar lokasi dan kondisi sosial masyarakat, peluang pasar, perkembangan dan penetapan pangsa pasar, perkiraan biaya investasi, biaya operasi dan pemeliharaan, kebutuhan modal kerja, sumber pembiayaan, perkiraan pendapatan, dampak dari usaha terhadap perekonomian masyarakat secara keseluruhan, gambar teknis/desain, rencana anggaran biaya (RAB), perhitungan cash flow, break even point (BEP) dan penerima mafaat hasil

pengelolaan wakaf produktif. Proposal dilengkapi dengan dokumen, sebagai berikut:

1) Foto copy surat pengesahan nadzir (Formulir W5 untuk nadzir badan hukum/organisasi). Untuk nadzir badan hukum/organisasi juga menyertakan foto copy akta pendirian dari instansi yang berwenang. 2) Susunan panitia pelaksana bantuan yang ditetapkan oleh nadzir.

3) Surat pernyataan kepengurusan nadzir tidak dalam sengketa yang diketahui oleh Kepala KUA.

4) Foto copy sertifikat wakaf atau Akta Ikrar Wakaf (AIW).

5) Memiliki Nomor Pokok Waijb Pajak (NPWP) atas nama perseorangan, lembaga atau organisasi.

6) Surat rekomendasi dari Kepala KUA, Kepala kantor Kementerian Agama Kabupaten/Kota dan Kepala Kantor Wilayah Kemeneterian Agama Provinsi setempat.

7) Foto copy nomor rekening Bank atas nama Lembaga kenadziran pemohon yang masih berlaku.

8) Surat keterangan sesuai Rencana Umum Tata Ruang (RUTR) dari Pemda setempat.

9) Surat Izin Mendirikan Bangunan (IMB) untuk wakaf produktif berupa gedung.

c. Proposal/ surat permohonan merupakan dokumen asli yang ditandatangani olek Ketua dan Sekretaris Organisasi/ Lembaga kenadziran pemohon bantuan dan dibubuhi stempel organisasi/ lembaga. d. Surat permohonan dikirim ke Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Gedung Kementerian Agama RI, Jl. M. H. Thamrin No. 6 Jakarta 10340.

e. Pejabat Pembuat Komitmen membentuk tim untuk melakukan penyeleksian terhadap proposal yang masuk ke Kemenag. Penilaiannya meliputi:

1) Aspek umum: status tanah, kesesuaian peruntukan, pengesahan nadzir, dan pengesahan rekomendasi.

2) Aspek khusus: rencana anggaran belanja, rencana pembangunan termasuk gambar bangunan, cash flow dan perhitungan break even point.

f. Tim seleksi melakukan verifikasi dan survey ke lokasi tanah wakaf yang diajukan oleh para nadzir.

g. Nadzir yang lolos pada tahap administrasi dan verifikasi akan dipanggil ke Jakarta untuk mempresentasikan proposal yang mereka buat.

h. Tim melaporkan hasil penilaian kepada Pejabat Pembuat Komitmen. Kemudian mereka melakukan penelitian dan pengkajian hasil penilaian Tim, selanjutnya menetapkan Surat Keputusan penerima bantuan.

i. Para nadzir yang lolos dipanggil kembali untuk diberikan arahan oleh pihak Kemenag sekaligus penandatangan Berita Acara, MOU dan Fakta Integritas.

j. Dana bantuan pengembangan wakaf dikirim secara langsung kepada nadzir penerima bantuan melalui bank yang ditunjuk.

k. Nadzir melaporkan penerimaan dana bantuan kepada Direktur Pengembangan Wakaf dengan melampirkan bukti penerimaan.

l. Nadzir bertanggung jawab melakukan pengelolaan dengan membuat pembukuan keuangan. 5

2. Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Pengawasan pelaksanaan bantuan dilakukan oleh Kementerian Agama tingkat Kecamatan, Kabupaten/ Kota, Provinsi dan Pusat yang membidangi wakaf atau oleh pengawas internal Kementerian Agama.

Dalam waktu 7(tujuh hari) hari kerja sejak bantuan diterima, penerima bantuan wajib menyampaikan laporan penerimaan bantuan, dengan melampirkan fotocopy buku rekening bank bukti penerimaan yang dikirim ke Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam – Direktorat Pemberdayaan Wakaf Kementerian Agama RI.

5

Hasil wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014 dan Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.

Kemudian setelah 3 (tiga) bulan bantuan tersebut diterima, penerima bantuan harus mengirimkan Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan Wakaf Produktif kepada pihak Kemenag dengan ketentuan:

a. Laporan tersebut berupa laporan tertulis yang yang sekurangnya memuat: 1) Identitas Penerima Bantuan Pengembangan Wakaf.

2) Jenis Bantuan Yang Diterima Pengembangan Wakaf. 3) Jumlah Bantuan Yang Diterima Pengembangan Wakaf. 4) Pemanfaatan Dana Bantuan Pengembangan Wakaf.

b. Laporan dapat dibuat dengan Format Laporan Pertanggungjawaban Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf.

Setelah itu, penerima bantuan menyampaikan laporan hasil keuntungan pengembangan wakaf kepada pihak kemenag setiap 6 (enam) bulan, baik dalam pengelolaan barang maupun jasa yang dialokasikan untuk kepentingan pemberdayaan masyarakat.6

6

Peraturan Direktur Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam Nomor Dj.II/ 503 Tahun 2007 Tentang Pengelolaan Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif dan Petunjuk Teknis Pemberian Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif Tahun 2013.

Gambar 4.1

Pengawasan Penyaluran Dana Bantuan Pengembangan Wakaf Pengawasan Kemenag tingkat

Kecamatan, Kabupaten/Kota, Provinsi dan Pusat

7 hari sejak bantuan diterima, nadzir menyampaikan laporan disertai dengan bukti fotocopy

buku rekening 3 bulan pelaksanaan 6 bulan pelaksanaan Bukti Penerimaan Laporan Tertulis Laporan Berkala Pengelolaan Dana Bantuan

C. Analisis SWOT Dana Bantuan Pengembangan Wakaf 1. Strengts (Kekuatan)

a. Dana APBN

Program dana bantuan pengembangan wakaf ini bersumber dari APBN. Untuk setiap tahunnya pemerintah melalui kemenag mengeluarkan dana ratusan juta untuk program ini. Dari tahun 2005-2013, total yang dike luarkan melalui APBN untuk program dana bantuan ini adalah sebesar Rp. 51,400,000,000,- (lima puluh satu milyar empat ratus juta rupiah).7

b. Pemanfaatan Hasil Bantuan

Dana bantuan ini berbeda dengan dana bantuan yang lain. Jika dana bantuan lain ketika diberikan kepada penerimanya bisa langsung dihabiskan, berbeda dengan dana bantuan pengembangan wakaf ini yang hasil dari dana bantuan tersebut digunakan untuk pemberdayaan masyarakat. Maka manfaat dari dana bantuan ini dapat dirasakan dalam jangka waktu yang lama dan dapat dirasakan oleh banyak orang.

c. Dukungan dari pemerintah

Dukungan dari pemrintah ini dapat dilihat dari adanya Undang No. 41 Tahun 2004 tentang wakaf. Dengan adanya

7

Data Nadzir Penerima Bantuan Pemberdayaan Wakaf Produktif, Direktorat Jenderal Bimbingan Masyarakat Islam, Direktorat Pemberdayaan Wakaf, Dari Tahun 2005-2013.

Undang tersebut Direktorat Wakaf yang memiliki fugsi sebagai mediator, dinamisator dan regulator mewujudkan amanah ini dengan meluncurkannya dana bantuan pengembangan wakaf.8

d. Laporan rutin dana bantuan

Dengan adanya laporan rutin dari nadzir ke pihak kemenag, hal ini dapat meminimalisir jumlah nadzir yang gagal dalam mengelola dana bantuan. laporan rutin ini dilakukan setiap 3 (tiga) bulan sekali untuk laporan pemanfaatan dana dan 6 (enam) bulan sekali utuk laporan hasil keuntungan.

e. Sanksi atas penyalahgunaan dana bantuan

Harus diadakannya sanksi bagi nadzir yang tidak menjalankan tugas semestinnya. Yaitu maksudnya bagi nadzir yang tidak melakukan pengelolaan dana bantuan sesuai dengan apa yang tercantum di proposal. Bagi nadzir yang menyalahgunakan penggunaan dana bantuan ini, dikenakan sanksi berdasarkan peraturan yang ada.

2. Weaknesses (Kelemahan)

a. Kurang sosialisasi ke masyarakat

Pihak Kemenag belum begitu gencar dalam mempublikasikan adanya dana bantuan pengembangan wakaf. Sehingga masih banyak

8

Wawancara dengan H. Abdul Fattah (Fungsional Umum pada Direktorat Pemberdayaan Wakaf. Jakarta, 16 September 2014.

masyarakat yang belum mengetahuinya. Publikasi baru dilakukan kepada para nadzir, itupun pada saat pihak Direktorat Wakaf melakukan pembinaan.

b. Tidak ada sanksi untuk nadzir yang tidak mencapai BEP

Pihak Direktorat Wakaf belum memberikan sanksi apapun kepada para nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP). Pencapaian BEP masih bersifat anjuran. Padahal dengan tidak diberikannya sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP, itu dapat menjadi pemicu nadzir lain melakukan hal yang sama.

c. Peraturan yang belum sempurna

Belum sempurnanya peraturan yang ada membuat Direktorat Wakaf tidak optimal dalam menjalankan program bantuan ini. Dapat dilihat dari tidak adanya sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP. Hal ini dikarenakan belum adanya payung hukum tentang itu. Pencapaian BEP masih bersifat anjuran saja.

Tabel 4.2 Matriks IFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Kekuatan (S) Kelemahan (W)

Dana APBN Kurangnya sosialisasi ke masyarakat Pemanfaatan Hasil Bantuan Tidak adanya sanksi bagi yang tidak

mencapai BEP

Dukungan dari pemerintah Peraturan yang belum sempurna Laporan rutin dana bantuan

Sanksi atas penyalahgunaan dana

3. Opportunity (Peluang)

a. Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal

Menurut data Kementerian Agama kekayaan tanah wakaf di Indonesia sebanyak 403.845 lokasi dengan luas 1.566.672.406 m².9 Dari total tersebut 75% diantaranya sudah bersertifikat wakaf dan sekitar 10% memiliki potensi ekonomi tinggi, dan masih banyak lagi yang belum terdata.

b. Banyak nadzir yang mengajukan dana bantuan ke kemenag

Banyak nadzir yang mengajukan permohonan dana bantuan ini. Setiap tahunnya jumlah pemohon semakin meningkat. Dari tahun

9

Kementerian Agama RI, Pedoman Pemberdayaan Tanah Wakaf Produktif Strategis di Indonesia, h.37.

2005-2013 ada sekitar 600 jumlah nadzir yang tidak lolos seleksi dalam pengajuan dana bantuan pengembangan wakaf ini.

c. Kerjasama dengan instansi lain

Dengan menggandeng pihak ketiga dalam program dana bantuan ini, hal tersebut akan menjadikan program ini lebih optimal. Kerjasama ini bertujuan agar ada transfer knowledge dari pihak ketiga ke para nadzir. Karena masih terdapat banyak nadzir yang belum professional dalam mengelola dana bantuan ini.

4. Threaths (Ancaman) a. Tidak tercapainya BEP

Dikarenakan belum sempurnanya peraturan yang ada tentang dana pengembangan wakaf, maka kemenag juga belum dapat memberikan sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP. b. Pengelolaan wakaf masih konsumtif

Di Indonesia sangat kaya akan harta tanah wakaf. Namun masih banyak juga yang hanya dikelola secara konsumtif dan tradisional oleh para nadzir. Hal ini dikarenakan kurangnya kemampuan manajemen bisnis para nadzir.

c. Kegagalan pelaksanaan wakaf produktif oleh nadzir

Dalam mengelola dana bantuan pengembangan wakaf, masih banyak diantara nadzir yang gagal menggunakan dan memanfaatkan dana bantuan tersebut untuk mengembangkan wakaf produktif mereka.

Tabel 4.3 Matrik EFAS Dana Bantuan Pengembangan Wakaf

Peluang (O) Ancaman (T)

Banyak tanah wakaf yang belum dikelola secara optimal

Tidak tercapainya BEP

Banyak nadzir yang mengajukan dana bantuan ke kemenag

Pengelolaan wakaf masih konsumtif

Kerjasama dengan instansi lain Kegagalan pelaksanaan wakaf oleh nadzir

5. Strategi SO (Kekuatan dan peluang)

Strategi ini merupakan situasi yang paling menguntungkan. Perusahaan memiliki peluang dan kekuatan, sehingga dapat memanfaatkan peluang sebanyak-banyaknya.

a. Melakukan sosialisasi lebih gencar

Pihak Kemenag belum begitu gencar dalam mempublikasikan adanya dana bantuan pengembangan wakaf. Sehingga masih banyak masyarakat yang belum mengetahuinya. Publikasi baru dilakukan kepada para nadzir, itupun pada saat pihak Direktorat Wakaf melakukan pembinaan.

b. Mengoptimalisasikan program dana bantuan pengembangan wakaf Pihak Direktorat Wakaf harus benar-benar focus pada program bantuan ini. Harus selalu mengevaluasi setiap masalah yang ada dan

mencarikan solusi untuk masalah tersebut sehingga program dana bantuan pengembangan wakaf ini berjalan dengan optimal.

c. Lebih selektif dalam melakukan penyeleksian

Banyaknya proposal permohonan dana bantuan pengembangan wakaf yang diajukan ke kemenag oleh para nadzir, maka pihak kemenag pun harus lebih selektif dalam menyeleksi proposal-proposal yang telah diajukan agar nadzir yang terpilih menerima dana tersebut adalah nadzir yang sungguh-sungguh dan profesional dalam memanfaatkan dana tersebut dan mengembangkan wakaf produktif yang akan dijalankan.

6. Strategi ST (Kekuatan dan Ancaman)

a. Pemberlakuan sanksi bagi nadzir yang tidak mencapai BEP

Pihak Direktorat Wakaf belum memberikan sanksi apapun kepada para nadzir yang tidak mencapai break even point (BEP). pencapaian BEP masih bersifat anjuran. Padahal dengan tidak diberikannya sanksi kepada para nadzir yang tidak mencapai BEP, itu dapat menjadi pemicu nadzir lain melakukan hal yang sama.

b. Meningkatkan pembinaan bagi para nadzir

Pembinaan kepada para nadzir harus lebih ditingkatkan dengan cara pemberian materi dan bimbingan. Hal ini dilakukan agar para nadzir memiliki ilmu managemen bisnis yang bagus dan pada saat

telah menerima dana bantuan pengembangan wakaf ini ilmunya diaplikasikan. Sehingga nadzir berhasil mengelola dana bantuan ini. c. Meningkatkan pengawasan kepada para nadzir

Dokumen terkait