• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

5. Efesiensi Modal Kerja

Manajemen atau pengelolaan modal kerja merupakan hal yang sangat penting agar kelangsungan usaha sebuah perusahaan dapat dipertahankan. Kesalahan atau kekeliruan dalam pengelolaan modal kerja akan menyebabkan buruknya kondisi keuangan perusahaan sehingga perusahaan dapat terhambat atau terhenti sama sekali.

Adanya kesalahan atau kekeliruan dalam pengelolaan modal kerja dapat menimbulkan kelebihan atau kekurangan dalam penyediaan modal kerja (Tunggal, 1995:92). Adanya kelebihan modal kerja dalam sebuah perusahaan dapat disebabkan oleh :

a. Pengeluaran obligasi/saham dalam jumlah yang lebih dari yang diperlukan b. Penjualan aktiva tak lancar yang tak diganti

c. Terjadinya laba operasi yang tidak digunakan untuk pembayaran dividen, untuk pembelian aktiva tetap atau untuk tujuan lainnya yang serupa

d. Konversi atau perubahan aktiva tetap ke dalam modal kerja

e. Karena akumulasi atau penimbunan sementara dari berbagai dana yang disediakan untuk investasi – investasi dan sebagainya.

20

6. Rasio – rasio yang digunakan untuk mengukur efesiensi modal kerja a. Perputaran Modal Kerja (Working Capital Turnover)

Rasio ini menunjukkan banyaknya penjualan (dalam rupiah) yang dapat diperoleh perusahaan untuk tiap modal kerja. Formulasi dari Working Capital Turnover (WCT) adalah sebagai berikut :

(Arief Sugiono,2009;73) b. Perputaran Persediaan (Inventory Turnover)

Rasio ini mengukur efesiensi pengelolaan persediaan barang dagang, menunjukkan berapa kali persediaan dapat berputar dalam setahun.Formulasi dari Inventory Turnover adalah sebagai berikut :

21

c. Perputaran Piutang (Receivable Turnover)

Rasio ini menunjukkan efesiensi pengelolaan piutang perusahaan. Semakin tinggi rasio menunjukkan modal kerja yang ditanamkan dalam piutang rendah. Formulasi dari Receivable Turnover (RT) adalah :

Kebijakan modal kerja yang efisien menghadapkan pihak manajemen pada keputusan yang mengakibatkan adanya pertukaran (trade off) antara faktor likuiditas dan profitabilitas (van Horne,1997). Keputusan untuk menetapkan jumlah modal kerja yang besar memungkinkan tingkat likuiditas terjaga namun dapat menurunkan profitabilitas. Sebaliknya keputusan yang cenderung untuk memaksimalkan profitabilitas dapat mengganggu tingkat kelancaran likuiditas.

B. Leverage

Rasio Leverage merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur sejauh mana aktiva perusahaan dibiayai dari hutang. Artinya berapa besar beban utang yang ditanggung perusahaan dibandingkan dengan aktivanya. Dalam arti luas dikatakan bahwa rasio ini digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya, baik jangka pendek maupun jangka

22

panjang apabila perusahaan dibubarkan (dilikuidasi). Leverage suatu perusahaan menunjukkan kemampuan perusahaan untuk memenuhi segala kewajiban finansialnya apabila perusahaan sekiranya saat ini dilikuidasikan (Riyanto, 1995: 32). Pengertian Leverage dimaksudkan sebagai kemampuan perusahaan untuk membayar semua utang-utangnya (baik jangka pendek dan jangka panjang). Sedangkan menurut Munawir (2002: 32) Leverage adalah kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya apabila perusahaan tersebut dilikuidasikan, baik kewajiban jangka pendek maupun jangka panjang.

Semakin tinggi rasio leverage maka semakin tinggi pula resiko kerugian yang dihadapi, tetapi juga ada kesempatan mendapatkan laba yang besar. Sebaliknya apabila perusahaan memiliki rasio leverage (solvabilitas) yang rendah tentu mempunyai resiko kerugian yang lebih kecil. Dampak ini juga mengakibatkan rendahnya tingkat hasil pengembalian (return) pada saat perekonomian tinggi.

1. Pengukuran rasio Leverage, dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu:

a) mengukur rasio-rasio neraca dan sejauh mana pinjaman digunakan untuk permodalan

b) melalui pendekatan rasio rasio laba rugi. 2. Manfaat rasio Leverage :

a) untuk menganalisis kemampuan posisi perusahaan terhadap kewajiban kepada pihak lainnya.

23

b) untuk menganalisis kemampuan perusahaan memenuhi kewajibanyang bersifat tetap.

c) untuk menganalisis keseimbangan antara lain aktiva khususnya aktiva khususnya aktiva tetapdengan modal.

d) untuk menganalisis seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang. e) untuk menganalisis seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap

pengelolaan aktiva

f) untuk menganalisis atau mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang.

g) untuk menganalisis berapa dana pinjaman yang segera akan ditagih ada terdapat sekian kalinya modal sendiri.

Intinya dengan analisis rasio leverage, perusahaan akan mengetahui beberapa hal berkaitan dengan penggunaan modal sendiri dan modal pinjaman serta mengetahui rasio kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajibannya. 3. Jenis-jenis Rasio Leverage

Adapun jenis rasio leverage yang sering digunakan perusahaan :

a) Debt To Asset Ratio (debt ratio) b) Debt To Equity Ratio

c) Long Term Debt To Equity Ratio d) Times Interest Earned

24

a) Debt to Asset Ratio (Debt Ratio)

Rasio ini merupakan rasio utang yang digunakan untuk mengukur perbandingan antara total utang dengan total aktiva. Dengan kata lain, seberapa besar aktiva perusahaan dibiayai oleh utang atau seberapa besar utang perusahaan berpengaruh terhadap pengelolaan aktiva.

Semakin tinggi rasio ini maka pendanaan dengan utang semakin banyak, maka semakin sulit bagi perusahaan untuk memperoleh tambahan pinjaman karena dikhawatirkan perusahan tidak mampu menutupi utang- utangnya dengan aktiva yang dimilikinya. Sebaliknya semakin rendah rasio ini maka semakin kecil perusahaan dibiayai dari utang. Standar pengukuran untuk menilai baik tidaknya rasio perusahaan, digunakan rasio rata-rata industri yang sejenis.

Rumus :

b) Debt to Equity Ratio

Rasio ini merupakan rasio yang digunakan untuk menilai utang dengan ekuitas. Rasio ini dicari dengan cara membandingkan antara seluruh utang termasuk utang lancar dengan seluruh ekuitas. Rasio ini

25

berguna untuk mengetahui jumlah dana yang disediakan pinjaman (kreditor) dengan pemilik perusahaan. Dengan kata lain rasio ini berfungsi untuk mengetahui setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan untuk jaminan utang.

Debt To Equity Ratio merupakan perhitungan sederhana yang membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham.Hal tersebut sesuai dengan pendapat (Ross et al : 2003) yang menyatakan bahwa “debt to equity ratio is dividing total debt with total equity”.

Menurut Horne dan Wachoviz (1998:145) “Debt to equity is computed by

simply dividing the total debt of the firm (lincluding current liabilities) by

its shareholders equity”. Debt to equity ratio merupakan perhitungan

sederhana yang membandingkan total hutang perusahaan dari modal pemegang saham.

Pernyataan tersebut didukung oleh pendapat Brealey et al. (2001:490) “Debt to equity is long term debt of the firm dividing equity“. Dapat disimpulkan bahwa debt to equity ratio merupakan rasio yang membandingkan total hutang dengan total ekuitas dari pemegang saham. Dengan demikian, debt to equity ratio juga dapat memberikan gambaran mengenai struktur modal yang dimiliki oleh perusahaan sehingga dapat dilihat tingkat resiko tak terbayarkan suatu hutang.

26

Bagi bank (kreditor) semakin besar rasio ini maka akan semakin tidak menguntungkan karena akan semakin besar rasio yang ditanggung atas kegagalan yang mungkin terjadi di perusahaan. Sebaliknya semakin rendah rasio ini maka semakin tinggi tingkat pendanaan yang disediakan pemilik dan semakin besar batas pengamanan bagi peminjam jika terjadi kerugiaan atau penyusutan terhadap nilai aktiva. Rasio ini juga menunjukkan kelayakan dan resiko keuangan perusahaan.

Rumus :

c) Long Term Debt to Equito Ratio (LTDtER)

LTDeER merupakan rasio antara utang jangka panjang dengan modal sendiri. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa bagian dari setiap rupiah modal sendiri yang dijadikan jaminan utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan cara membandingkan antara utang jangka panjang dengan modal sendiri yang disediakan oleh perusahaan.

27

d) Time Interest Earned

Rasio ini merupakan rasio untuk mencari jumlah kali perolehan bunga. Rasio ini untuk mencari jumlah kali perolehan bunga. Rasio ini juga diartikan sebagai alat ukur untuk mengukur kemampuan perusahaan untuk membayar biaya bunga, sama seperti coverage ratio.

Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar kemungkinan perusahaan dapat bunga pinjaman dan dapat menjadi ukuran untuk memperoleh tambahan pinjaman baru dari kreditor. Demikian pula sebaliknya apabila rasionya rendah semakin rendah pula kemampuan perusahaan untuk membayar bunga dan biaya lainnya.

Rumus :

Atau

e) Fixed Charge Coverage (FCC)

Rasio ini sering juga disebut dengan Lingkup Biaya Tetap, merupakan rasioyang menyerupai Times Interest Ratio. Hanya saja perbedaannya adalah rasio ini dilakukan apabila perusahaan memperoleh

28

utang jangka panjang atau menyewa aktiva berdasarkan kontrak sewa (lease contract). Biaya tetap merupakan biaya bunga ditambah kewajiban sewa tahunan atau jangka panjang.

Rumus :

C. Likuiditas

Likuiditas adalah berhubungan dengan masalah kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban financial yang segera harus dipenuhi. Jumlah alat – alat pembayaran (alat likuid) yang dimiliki oleh suatu perusahaan pada suatu saat merupakan kekuatan membayar dari perusahaan yang bersangkutan. Suatu perusahaan yang mempunyai kekuatan membayar belum tentu dapat memenuhi segala kewajiban finansialnya yang segera harus dipenuhi atau dengan kata lain perusahaan tersebut belum tentu memiliki kemampuan membayar.

Menurut (Munawir, 2001 :31) , likuiditas adalah menunjukkan kemampuan suatu perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangannya yang harus segera dipenuhi, atau kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan pada saat ditagih. Sehingga dapat disimpulkan bahwa likuiditas adalah

29

kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban keuangan jangka pendeknya yang segera harus dipenuhi.

Untuk menilai likuiditas terdapat beberapa rasio yang dapat digunakan sebagai alat untuk menganalisa dan menilai posisi likuiditas, yaitu :

1. Current Ratio

Current Ratio biasanya digunakan sebagai alat untuk mengukur keadaan likuiditas suatu perusahaan, dan juga merupakan petunjuk untuk dapat mengetahui dan menduga sampai dimanakah kiranya kita, apabila memberikan kredit berjangka pendek kepada seorang nasabah, dapat merasa aman atau tidak.

Current Ratio yang tinggi maka makin baiklah posisi kreditor. Oleh karena itu terdapat kemungkinan yang lebih besar bahwa utang perusahaan itu akan dapat dibayar pada waktunya. Hal ini terutama berlaku bila pimpinan perusahaan menguasai pos-pos modal kerja dengan ketat/dengan semestinya. Di lain pihak ditinjau dari sudut pemegang saham suatu current ratio yang tinggi tak selalu paling menguntungkan, terutama bila terdapat saldo kas yang kelebihan dan jumlah piutang dan persediaan adalah terlalu besar.

Pada umumnya suatu current ratio yang rendah lebih banyak mengandung risiko dari pada current ratio yang tinggi , tetapi kadang – kadang suatu current ratio yang rendah memungkinkan juga menunjukkan pimpinan perusahaan menggunakan aktiva lancar sangat efektif yaitu bila

30

saldo disesuaikan dengan kebutuhan minimum saja dan perputaran piutang dari persediaan ditingkatkan sampai pada tingkat maksimum. Jumlah kas yang diperlukan tergantung dari besarnya perusahaan dan terutama dari jumlah uang yang diperlukan untuk membayar utang lancar, berbagai biaya rutin dan pengeluaran darurat.

Formulasi dari Current Ratio sebagai berikut :

(Sugiono,2009) Rasio ini digunakan untuk mengetahui sebarapa jauh aktiva lancar perusahaan digunakan untuk melunasi utang (kewajiban) lancar yang akan jatuh tempo / segera dibayar.

2. Quick Ratio

Rasio ini di sebut juga sebagai acid test ratio, yaitu perbandingan antara aktiva lancar dikurangi persediaan dengan kewajiban lancar. Rasio ini merupakan ukuran kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajibannya dengan tidak memperhitungkan persediaan, karena menganggap persediaan memerlukan waktu lama untuk direalisir menjadi kas, persediaan merupakan pos yang paling tidak likuid dalam aktiva lancar. Jika current rasio tinggi

31

tetapi quick rasio rendah, hal ini menunjukkan adanya investasi yang sangat besar dalam persediaan.

Formulasi dari Quick ratio sebagai berikut :

Tujuan dari Rasio Likuiditas menurut Fred J. Weston yaitu bertujuan mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya.

D. Firm Size (Ukuran Perusahaan)

Ukuran Perusahaan dinyatakan sebagai determinan dari struktur keuangan dalam hampir setiap studi dan untuk sejumlah alasan berbeda. Pertama, ukuran perusahaan dapat menentukan tingkat kemudahan perusahaan memperoleh dana dari pasar modal. Perusahaan kecil pada umumnya kekurangan akses ke pasar modal. Perusahaan kecil umumnya kekurangan akses ke pasar modal yang terorganisir, baik untuk obligasi maupun saham. Kalaupun mereka punya akses, biaya peluncuran dari penjualan sejumlah kecil sekuritas dapat menjadi penghambat. Jika penerbitan sekuritas dapat dilakukan, sekuritas perusahaan kecil mungkin kurang dapat dipasarkan sehingga membutuhkan

32

penentuan harga sedemikian rupa agar investor mendapatkan hasil yang memberikan return lebih tinggi secara signifikan.

Kedua, ukuran perusahaan menentukan kekuatan tawar-menawar dalam kontrak keuangan. Perusahaan besar biasanya dapat memilih pendanaan dari berbagai bentuk hutang, termasuk penawaran special yang lebih menguntungkan dibandingkan yang ditawarkan perusahaan kecil. Semakin besar jumlah uang yang terlibat, semakin besar kemungkinan pembuatan kontrak yang dirancang sesuai dengan preferensi kedua pihak sebagai ganti dari penggunaan kontrak standar hutang.

Ketiga, ada kemungkinan pengaruh skala dalam biaya dan return membuat perusahaan yang lebih besar dapat memperoleh lebih banyak laba. Akhirnya, ukuran diikuti oleh karakteristik lain yang mempengaruhi struktur keuangan, yaitu perusahaan kecil sering tidak mempunyai staf khusus, tidak menggunakan rencana keuangan, dan tidak mengembangkan sistem akuntansi mereka menjadi suatu system informasi manajemen. Ukuran perusahaan dapat ditentukan berdasarkan laba, aktiva, tenaga kerja, dan lain-lain, yang semuanya berkorelasi tinggi (Agnes Sawir, 2004).

Menurut Dwi mulyani (2007), ukuran perusahaan secara tidak langsung menentukan kemampuan suatu perusahaan dalam mengendalikan dan menghasilkan laba. Ukuran suatu perusahaan salah satunya dapat dilihat dari aktiva yang dimiliki oleh perusahaan, karena aktiva menggambarkan tersedianya

33

sumber daya untuk kegiatan perusahaan dimana kegiatan tersebut cenderung dilakukan untuk memperoleh laba. Hal tersebut membuktikan bahwa ukuran suatu perusahaan secara tidak langsung juga mementukan laba yang diperoleh perusahaan.

Pengukuran terhadap ukuran perusahaan perusahaan mengacu pada penelitian Krishnan dan Moyer (1996), di mana ukuran perusahaan diproxy dengan nilai logaritma dari total aktiva. ukuran perusahaan dalam penelitian ini merupakan cerminan besar kecilnya perusahaan yang nampak dalam nilai total aktiva perusahaan pada neraca akhir tahun, yang diukur dengan len (Ln) dari total aktiva

E. Profitabilitas

Profitabilitas merupakan bentuk kemampuan dari suatu perusahaan dalam hal menghasilkan laba selama periode tertentu. Profitabilitas dari suatu perusahaan diukur dengan kesuksesan perusahaan dan kemampuan menggunakan aktivanya secara produktif, dengan demikian profitabilitas dari suatu perusahaan dapat diketahui dengan memperbandingkan antara laba yang diperoleh dalam suatu periode tertentu dengan jumlah aktiva atau jumlah modal perusahaan tersebut.

Menurut John B. Guerard Jr. “profitability ratios tell the investor how efficiently a corporation uses its assets to produce net income or profits”.

34

Jumlah keuntungan (laba) yang diperoleh secara teratur serta kecenderungan atau trend keuntungan yang meningkat merupakan suatu faktor yang sangat penting dan perlu mendapat perhatian khusus sehingga perlu dianalisis demi memperoleh penilaian atas profitabilitas suatu perusahaan. Pada umumnya profitabilitas sering digunakan untuk mengukur efisiensi penggunaan modal dalam suatu perusahaan dengan mempertimbangkan antara laba dengan modal yang digunakan dalam operasi.

Rasio ini bertujuan untuk mengukur efektivitas manajemen yang tercermin pada imbalan atas hasil investasi melalui kegiatan perusahaan atau dengan kata lain mengukur kinerja perusahaan secara keseluruhan dan efesiensi dalam pengelolaan kewajiban dan modal.(Sugiono, 2009)

1. Gross Profit Margin

Rasio ini menunjukkan beberapa besar keuntungan kotor yang diperoleh dari penjualan produk. Dengan Formulasi sebagai berikut :

Selain margin laba kotor, ada baiknya jika dihitung juga persentase dari laba usaha , yaitu sebagai berikut :

35

Untuk kondisi normal, laba kotor seharusnya positif karena perusahaan menjual barang di atas harga pokoknya. Namun, dalam beberapa situasi biasanya gross profit margin adalah negative yang mungkin di sebabkan oleh salah satu faktor, yaitu sebagai berikut :

a) Perusahan baru beropersasi sehingga belum mencapai skala ekonomis yang berdampak terhadap tingginya biaya tetap pada overhead pabrik. b) Perusahaan memberikan harga jual yang murah untuk melakukan

penetrasi pasar. Hal ini merupakan suatu kebijakan harga. Dalam masa pengenalan produk, sering perusahaan memberikan harga untuk merebut pangsa pasar.

c) Terjadinya perang harga di pasaran. Hal ini dapat membahayakan perusahaan jika terjadi terus – menerus karena pada akhirnya perusahaan yang betul-betul kuat yang dapat terus bertahan.

2. Return On Asset (ROA)

Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh asset yang ada. Atau rasio ini menggambarkan efesiensi pada dana yang

36

digunakan dalam perusahaan. Oleh karena itu, sering pula rasio ini disebut Return On Investment.

Dengan Formulasi sebagai berikut :

3. Return On Equity

Rasio ini mengukur tingkat pengembalian dari bisnis atas seluruh modal yang ada. ROE merupakan salah satu indikator yang digunakan oleh pemegang saham untuk mengukur keberhasilan bisnis yang dijalani. Rasio ini dapat di sebut juga dengan istilah Rentabilitas Modal Sendiri . Dengan Formulasi sebagai berikut :

F. Penelitian Sebelumnya

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Ririn (2009). Ririn melakukan penelitian tentang Analisis Pengaruh Modal Kerja Terhadap Profitabilitas pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2004 - 2007. Dalam Penelitian Ririn menggunakan metode regresi berganda dan menggunakan variabel sales growth ratio, financial debt ratio, fixed financial

37

assets ratio, inventories turnover ratio, receivable turnover ratio. Hasil dari penelitian Ririn bahwa secara stimultan dan parsial terdapat pengaruh yang signifikan antara variabel – variabel tersebut terhadap profitabilitas pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI). Dan dari hasil uji regresi dari lima variabel independen yang paling dominan mempengaruhi profitabilitas yaitu financial debt ratio karena mempunyai nilai t statistik yang paling besar dan profitabilitas paling kecil. Yang membedakan penelitian Ririn (2009) dengan penelitian ini adalah terletak pada variabel– variabel. Pada penelitian ini menggunakan Variabel Efesiensi modal kerja, Leverage, Likuiditas dan Firm Size. Sedangkan Ririn menggunakan variable Sales Growth Ratio, Financial Debt Ratio, Fixed Financial Asstes Ratio, Inventories Turnover Ratio, dan Receivable Turnover Ratio.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Ima Hernawati (2007), penelitian tentang Analisis Pengaruh Efesiensi Modal Kerja, Likuiditas dan Solvabilitas terhadap Profitabilitas (pada perusahaan industri barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia). Penelitian ini menggunakan regresi berganda. Hasil dari penelitian Ima menunjukkan efesiensi modal kerja, likuiditas dan solvabilitas berpengaruh terhadap profitabilitas. Sedangkan secara parsial efesiensi modal kerja berpengaruh positif dan signifikan terhadap profitabilitas, namun likuiditas dan solvabilitas tidak berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas. Yang membedakan antara penelitian Ima (2007) dengan penelitian ini, bahwa

38

penelitian ini menggunakan perusahaan Manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia sedangkan Ima menggunakan sampel perusahaan Industri Barang konsumsi di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian Sebelumnya diteliti oleh Sri Patoyah (2005), yaitu Penelitian tentang Efesiensi Penggunaan Modal Kerja pada Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) “Harapan” kecamatan Gemuh Kabupaten Kendal. Tahun 2001-2003. Penelitian Sri menggunakan metode penelitian yaitu metode analisis deskriptif, Rasio Likuiditas, Rasio aktivitas, dan Rasio Rentabilitas. Hasil dari analisis tersebut, bahwa rasio likuiditas menunjukkan rasio lancar tahun 2001-2003 dibandingkan dengan tahun 2001 dan 2002 adalah kurang baik sedangkan tahun 2003 adalah baik. Pada rasio Aktivitas, menunjukkan bahwa perputaran piutang tahun 2001-2003 dibandingkan dengan standar pengukuran maka perputaran piutang tahun 2001-2003 kurang efisien. Dan perputaran persediaan tahun 2001 – 2003 cukup efisien. Dan pada rasio Rentabilitas menunjukkan bahwa rasio laba bersih sebelum pajak dengan total aktiva tahun 2001-2003 adalah cukup baik. Yang membedakan penelitian Sri (2005) dengan penelitian ini, adalah penelitian ini menggunakan metode penelitian dengan menggunakan regresi berganda dan variable – variable yang digunakan efesiensi modal kerja, leverage, likuiditas dan firm size, variabel Y profitabilitas. Sedangkan Sri (2005) menggunakan metode analisis deskriptif dan menggunakan rasio likuiditas, rasio aktivitas dan rasio rentabilitas.

39

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Nisa Fitria (2007), Nisa melakukan penelitian tentang Analisis Efesiensi Modal Kerja dan Pengaruhnya terhadap Rentabilitas Ekonomi pada KPRI di Semarang. Yang hasilnya adalah ada pengaruh antara perputaran kas, perputaran piutang dan perputaran persediaan terhadap rentabilitas ekonomi. Secara Parsial tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara perputaran kas dan perputaran piutang terhadap rentabilitas pada KPRI di kota Semarang, artinya Ha ditolak. Sedangkan hasil uji parsial untuk perputaran persediaan terhadap rentabilitas pada KPRI di Kota Semarang berpengaruh secara signifikan, artinya Ha diterima. Yang membedakan penelitian Nisa (2007) dengan penelitian ini, adalah variable penelitian ini menggunakan efesiensi modal kerja, leverage, likuiditas dan firm size, penelitian dilakukan di perusahaan manufaktur yang terdapat di Bursa Efek Indonesia.

Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Mutia Desanti (2008),

melakukan penelitian tentang Analisis Pengelolaan Modal Kerja, Profit Margin, Operating Assets Turnover, dan ukuran Perusahaan serta pengaruhnya terhadap tingkat Rentabilitas pada perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Bahwa dari hasil penelitian Mutia, pada variabel-variabel tersebut (Profit Margin, Operating Assets dan firm size) memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur. Sedangkan Working Capital Turnover berpengaruh negatif terhadap tingkat rentabilitas perusahaan

40

manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Dalam penelitian Mutia bahwa profit margin merupakan variable yang paling dominan dan signifikan mempengaruhi tingkat rentabilitas perusahaan manufaktur di bursa efek Indonesia.

Penelitian sebelumnya juga dilakukan oleh Vedvinayagam (2007), penelitian tentang An analysis of working capital management efficiency in telecommunication equipment in industry. Penelitian ini menggunakan sampel pada perusahaan industry telekomunikasi periode 2001-2007. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa modal kerja berhubungan negatif dengan profitabilitas dan tidak mempengaruhi dalam perusahaan industri telekomunikasi. Yang membedakan penelitian vedavinayagam (2007) dengan penelitian ini, bahwa penelitian ini menggunakan variabel efesiensi modal kerja, leverage, likuiditas dan firm size sebagai variabel bebas, sedangkan profitabilitas sebagai variabel terikat. Dan menggunakan sampel pada perusahaan manufaktur. Sedangkan penelitian Vedavinayagam (2007), menggunakan variable profitabilitas sebagai bebas dan modal kerja sebagai variabel terikat. Dan

Dokumen terkait