• Tidak ada hasil yang ditemukan

2. Pasal 7 huruf e

2.1.6 Pajak Penghasilan Badan .1 Pengertian PPh Badan

2.1.6.2 Efisiensi PPh Badan

Menurut Gustian Djuanda, Ardiansyah. Lubis, Irwannsyah apabila diinginkan suatu beban pajak penghasilan yang efisien, maka yang harus dilakukan yaitu:

“1. usahakan penghasilan tersebut tidak termasuk pengertian penghasilan yang dapat dikenakan pajak penghasilamn atau penghasilan yang kena pajak diganti dengan penghasilan yang tidak kena pajak atau pengenaan pajaknya ditangguhkan.

2. tingkatkan biaya-biaya yang dapat dikurangkan atau biaya tertentu yang tidak dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak dikurangi dan dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangi dan dialihkan ke biaya-biaya yang dapat dikurangkan.

3. perpanjang jangka waktu pengenaan pajak atas penghasilan atau perpendek jangka waktu biaya-biaya yang dapat dikurangkan.

4. pertimbangkan antara naiknya penghasilan dengan beban pajak yang meningkat, atau naiknya biaya tertentu dengan berkurangnya beban pajak, dan hasil akhir (neto) harus memperbesar laba setelah pajak penghasilan.

(Gustian Djuanda. Ardiansyah. Lubis, dan AIrwansyahnsyah, 2003:80-81) Sedangkan menurut Siti Resmi (2008 : 112-115) strategi yang dapat digunakan untuk mengefisiensikan Pajak Penghasilan Badan dapat dilakukan dengan menempuh berbagai upaya, yaitu:

“a. Mengambil keuntungan dari berbagai pilihan bentuk badan hukum (legal entity) yang tepat sesuai dengan kebutuhan dan jeni usaha. Bila dilihat dari perspektif perpajakan, terkadang pemilihan bentuk badan hukum. Bentuk perseorangan, firma, dan persekutuan adalah bentuk yang lebih menguntungkan dibandingkan dengan perseroan terbatas (PT). Pada PT yang pemegang sahamnya perseorangan atau badan tetapi kurang dari 25% (dua puluh lima persen) akan mengakibatkan pajak atas penghasilan perseroan dikenakan dua kali, yakni pada saat penghasilan diperoleh oleh pihak perseroan dan pada saat penghasilan dibagikan sebagai deviden kepada pemegang saham perseorangan atau badan yang memiliki saham kurang dari 25% (dua puluh lima persen).

b. Memilih lokasi perusahaan yang akan didirikan. Umumnya pemerintah memberikan semacam intensif pajak/fasilitas perpajakan khususnya untuk daerah tertentu (misalnya di Indonesia bagian Timur), banyak pengurangan Pajak Penghasilan yang diberikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 yang telah diubah beberapa kali terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Disamping itu, juga diberikan fasilitas seperti penyusutan dan amortisasi yang dipercepat, kompensasi kerugian yang lebih lama dari seharusnya, dan sebagainya.

c. Mengambil keuntungan sebesar-besarnya atau semaksimal mungkin dari berbagai pengecualian, potongan, atau pengurangan atas Penghasilan Kena Pajak yang diperbolehkan oleh undang-undang. Sebagai contoh, jika diketahui bahwa Penghasilan kena Pajak (laba) perusahaan besar dan akan dikenakan tarif pajak tinggi/ tertinggi, maka sebaiknya perusahaan membelanjakan sebagian laba perusahaan untuk hal-hal yang bermanfaat secara langsung untuk perusahaan, dengan catatan tentunya biaya yang dikeluarkan adalah biaya yang dapat dikurangkan (deductible) dalam menghitung penghasilan kena pajak. Sebagai contoh, biaya untuk penelitian dan pengembangan, biaya pendidikan dan latihan pegawai, biaya perbaikan kantor, biaya pemasaran, dan masih banyak biaya lainnya yang dapat dimanfaatkan.

Hal ini tergantung kepada jenis usaha dalam peraturan pajak yang berlaku.

d. Mendirikan perusahaan dalam satu jalur usaha sehingga diatur mengenai penggunaan tarif pajak yang paling menguntungkan antara masing-masing badan usaha. Hal ini bisa dilakukan mengingat bahwa banyak negara termasuk Indonesia mengatur bahwa pembagian deviden antarkorporat tidak dikenakan pajak. Contohnya, PT X pabrik CPO; PT. Y pabrik minyak goring; dan PT. Z adalah distributornya, maka di antara mereka dapat diatur sejumlah keuntungan (margin) yang sekiranya dapat meringankan pajak mereka. Setelah itu baru dibagikan dalam bentuk deviden.

e. Mendirikan perusahaan ada yang sebagai pusat laba (profit center) dan ada yang hanya berfungsi sebagai pusat biaya (cost center). Dari hal tersebut dapat diperoleh manfaat dengan cara menyebarkan penghasilan menjadi pendapatan bagi beberapa Wajib Pajak di dalam satu grup, begitu juga terhadap biaya, sehingga dapat diperoleh keuntungan atas pergeseran pajak (tax shifting) yakni menghindari tarif paling tinggi (maksimum). Tentunya proses ini dapat dijalankan apabila sistem tarif pajak yang berlaku progresif dan penghasilan kena pajak sudah melewati lapisan tarif yang terendah.

f. Memberikan tunjangan kepada karyawan dalam bentu uang atau natura dan kenikmatan (fringe benefit) dapat sebagai salah satu pilihan untuk menghindari lapisan tarif pajak maksimum (shift to lower bracket). Karena pada dasanya pemberian dalam bentuk kenikmatan/natura dapat dikurangkan sebagai biaya oleh pemberi kerja sepanjang pemberian tersebut diperhitungkan sebagai penghasilan yang dikenakan pajak bagi pegawai yang menerimanya. g. Pemilihan metode penilaian persediaan. Ada dua metode penilaian

persediaan yang diizinkan oleh peraturan perpajakan, yaitu metode rata-rata (average method) dan metode masuk-pertama keluar-pertama (first- in first-out – FIFO method). Dalam kondisi perekonomian yang cenderung mengalami inflasi, metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibandingkan dengan metode FIFO. Harga Pokok Penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih kecil sehingga penghasilan kena pajak juga akan menjadi lebih kecil. h. Untuk pendanaan aset tetap dapat mempertimbangkan sewa guna

usaha dengan hak opsi (finance lease), disamping pembelian langsung, karena jangka waktu guna usaha umumnya lebih pendek dari umur aset dan pembayaran guna sewa guna usaha dapat dibiayakan seluruhnya. Dengan demikian aset tersebut dapat dibiayakan lebih cepat dibandingkan melalui penyusutan jika pembelian dilakukan secara langsung.

i. Melalui pemilihan metode penyusutan yang diperbolehkan peraturan perpajakan yang berlaku. Jika perusahaan mempunyai prediksi laba yang cukup besar maka penyusutan tersebut dapat mengurangi laba

kena pajak, dan sebaliknya. Jika diperkirakan pada awal-awal tahun investasi belum bisa memberikan keuntungan akan timbul kerugian, maka pilihannya adalah menggunakan metode penyusutan yang memberikan biaya yang lebih kecil (garis lurus) supaya beban penyusutan dapat ditunda untuk tahun berikutnya.

j. Menghindari dari pengenaan pajak dengan cara mengarahkan pada transaksi yang bukan objek pajak. Sebagai contoh, untuk jenis PPh yang badannya dikenakan pajak secara final, maka efisiensi PPh Pasal 21 karyawan dapat dilakukan dengan cara memberikan semaksimalkan mungkin tunjangan karyawan dalam bantuk natura, mengingat pemberian natura bukan objek PPh Pasal 21.

k. Mengoptimalkan kredit pajak yang diperkenankan. Dalam hal ini Wajib Pajak harus jeli untuk memperoleh informasi mengenai pembayaran pajak yang dapat dikreditkan. Sebagai conoth, PPh pasal 22 atas pembelian solar dari Pertamina bersifat final jika pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang penyaluran migas, tetapi bila pembeliannya dilakukan oleh perusahaan yang bergerak di bidang pabrikan, maka PPh Pasal 22 tersebut dapat dikreditkan dengan PPh badan. Pengkreditan ini lebih menguntungkan daripada dibebankan sebagai biaya. Keuntungan yang dapat diperoleh sebesar 70% (tujuh puluh persen) dari nilai pajak yang dikreditkan, dengan asumsi penghasilan kena pajak telah mencapai jumlah yang dikenakan tarif 30% (tiga puluh persen). l. Penundaan pembayaran kewajiban pajak dapat dilakukan dengan cara

melakukan pembayaran pada saat mendeteksi tanggal jatuh tempo. Khusus untuk menunda pembayaran PPN dapat dilakukan dengan menunda penerbitan faktur pajak sampai batas waktu yang diperkenankan khususnya atas penjualan kredit. Perusahaan dapat menerbitkan faktur pajak pada akhir bulan setelah bulan penyerahan barang (Keputusan Dirjen Pajak Nomor 53/PJ/1994).

m. Menghindari pemeriksaan pajak. Pemeriksaan Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak, dilakukan terhadap Wajib Pajak yang;

1) SPT lebih bayar. 2) SPT rugi.

3) Tidak memasukkan SPT atau terlambat memasukkan SPT. 4) Terdapat informasi pelanggaran.

5) Memenuhi criteria tertentu yang ditetapkan oleh Dirjen Pajak. Menghindari lebih bayar dapat dilakukan dengan cara:

1) Mengajukan pengurangan pembayaran angsuran masa (lump-sum) PPh Pasal 25 ke KPP yang bersangkutan, apabila diperkirakan dalam Tahun Pajak berjalan akan terjadi kelebihan pembayaran pajak.

2) Mengajukan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 Impor apabila perusahaan melakukan impor. Pengajuan permohonan pembebasan PPh Pasal 22 harus melampirkan:

 Proyeksi impor setiap bulan selama tahun yang bersangkutan.  Proyeksi perhitungan laba/rugi tahun yang bersangkutan.  Proyeksi perhitungan PPh Badan yang terutang dan angsuran

PPh Pasal 25, serta PPh asal 22 yang menunjukkan lebih bayar apabila dilakukan pembayaran PPh Pasal 22.

 Proyeksi neraca pada akhir tahun yang bersangkutan.

n. Menghindari pelanggaran terhadap peraturan perpajakan dapat dilakukan dengan cara menguasai peraturan perpajakan yang berlaku.”

Dalam Indonesia Tax Review diuraikan upaya untuk melakukan efisiensi dalam PPh Badan, antara lain :

Alternatif Pembukuan dan Pencatatan

Setiap pembayaran pajak yang berstatus badan, diwajibkan oleh ketentuan perpajakan untuk menyelenggarakan pembukuan, yaitu sebuah proses pencatatan yang teratur, yang mengadministrasikan dan memelihara dokumentasi yang berkaitan dengan harta, utang, modal, penjualan, pembelian dan sebagainya. kurang lebih, hal ini adalah sama dengan yang dituntut dalam sebuah sistem akuntansi pada umumya.

Selain pembayar pajak yang wajib pembukuan itu, ada pula pembayar pajak yang diperbolehkan hanya melakukan pencatatan, yaitu sekedar pemeliharaan informasi berkaitan dengan peredaran usaha, tanpa diharuskan menggunakan sistem atau mekanisme tertentu. Kumpulan faktur komersial dan buku kas atau rekening Koran, sudah memenuhi kriteria ini. Pembayar pajak yang boleh memilih model ini, hanyalah pembayar pajak tertentu saja, yaitu pembayar pajak perorangan yang peredaran usahanya kurang dari Rp 600.000.000,00 dalam setahun.

Jika pembayar pajak menggunakan pembukuan, maka dalam hal ini ia pun harus menentukan metode pembukuan yang dianutnya. Hal ini penting, menginat bahwa sedapat mungkin metode yang digunakan harus diterapkan secara konsisten dari periode ke periode lain.

Metode pembukuan yang umum digunakan adalah metode akrual, penghasilan atau biaya akan diakui saat diperoleh (munculnya hak) atau dibebankan (munculnya kewajiban) secara akuntansi. sebaliknya dalam metode kas, penghasilan dan biaya hanya akan diakui jika sudah benar-benar diterima tunai atau dibayarkan secara tunai.

Berkaitan dengan metode kas di atas, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu bahwa metode kas yang diakui dalam sistem perpajakan bukanlah metode kas yang murni, melainkan metode kas yang dimodifikasi (modified cas basis), yang memiliki karakteristik antara lain :

1. Penghitungan jumlah penjualan harus meliputi seluruh penjualan, baik tunai maupun kredit. Begitu pula dalam menghitung harga pokok penjualan, harus memperhitungkan seluruh pembelian dan persediaan;

2. Harta yang masa manfaatnya lebih dari satu tahun, hars dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi;

3. Biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang memang telah dibayar.

Transaksi Kesejahteraan Karyawan

Selain gaji atau uah, pembayar pajak yang mempekerjakan orang lain sebagai karyawan, biasanya juga memberikan berbagai bentuk balas jasa yang lain.

1. PPh Pasal 21 Pegawai

Pembayaran dan pembebanan PPh Pasal 21 yang terutang pada gaji, upah dan imbalan lain yang diterima karyawan berbagai pembayaran pajak orang pribadi dalam negeri, dapat berbentuk :

 Beban pegawai atau karyawan yang bersangkutan. Pemberi kerja hanya berlaku sebagai Pemotong PPh pasal 21;

 Tunjangan kepada pegawai (gross up), yang tercantum dalam slip gaji atau upah pegawai. Tunjangan ini boleh dibebankan sebagai biaya untuk mengurangi penghasilan bruto dalam penghitungan PPh Badan;

 Tanggungan pemberi kerja. PPh Pasal 21 tidak tercantum sebagai tunjangan. Ini adalah kenikmatan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya untuk mengurangi penghasilan bruto dalam penghitungan PPh Badan.

2. Pengobatan/Kesehatan Pegawai

Bentuk-bentuk dari fasilitas ini bisa berupa :

 Rumah sakit atau klinik yang didirikan oleh perusahaan. ini adalah kenikmatan yang tidak boleh dibebankan secara fiskal;

 Penunjukkan dokter atau apotek tertentu sebagai pihak dan tempat yang harus didatangi oleh pegawai jika ingin bertemu dengan dokter dan

mengambil obat. Ini juga diperhitungkan sebagai kenikmatan yang tidak boleh dibiayakan secara fiskal.;

3. Premi Asuransi Pegawai

Premi asuransi dapat dibebankan sebagai biaya fiskal sepanjang premi tersebt dimasukkan sebagai unsur penghasilan karyawan. Asuransi yang diakui secara fiskal adalah asuransi kesehatan, asuransi dwiguna, asuransi jiwa, asuransi kematian, asuransi kecelakaan kerja dan asuransi bea siswa.

4. Iuran Pensiun dan Iuran JHT

Iuran pensiun dan JHT yang dibayarkan perusahaan adalah biaya bagi perusahaan dan bukan penghasilan bagi karyawan yang bersangkutan.

5. Perumahan Karyawan

Bentuk-bentuk dari fasilitas ini bisa berupa:

 Penyediaan rumah dinas yang dibeli atau dibangun perusahaan. ini adalah natura dan kenikmatan yang tidak boleh dibebankan sebagai biaya fiskal;  Penggantian uang sewa rumah yang dibayar oleh karyawan dan tidak

dapat dibiayakan oleh perusahaan;

 Pemberian uang tunjangan perumahan kepada karyawan. Ini adalah biaya perusahaan dan menambah penghasilan karyawan.

6. Transport Karyawan

Bentuk-bentuk dari fasilitas ini bisa berupa :  Antar jemput dengan kendaraan perusahaan;

 Pemberian tunjangan transport kepada pegawai. Ini adalah biaya perusahaan dan penghasilan karyawan;

 Pemberian kendaraan perusahaan untuk dibawa pulang pegawai (penyusutan hanya diakui 50%).

7. Seragam Karyawan

Jika seragam menjadi keharusan dalam rangka pelaksanaan pekerjaan, keamanan, keselamatan atau berkaitan dengan lingkungan kerja, maka seragam itu adalah termasuk biaya yang boleh dikurangkan dari penghasilan bruto perusahaan. keharusan ini biasanya merupakan pengharusan dari departemen yang terkait, seperti Depnakertrans misalnya.

8. Natura Lain untuk Pegawai

Pemberian natura lainnya kepada karyawan, dapat dibebankan sebagai biaya fiskal dengan cara mengubahnya menjadi tunjangan kepada pegawai yang merupakan Objek PPh Pasal 21.

9. Perjalanan Dinas

Biaya perjalanan dinas juga bisa berupa beberapa bentuk yang aspek pajaknya berbeda-beda.

10. Bonus dan Jasa Produksi

Bonus dan jasa produksi merupakan biaya yang dikurangkan bila dibebankan dalam tahun berjalan. Bila dibebankan ke retained earnings (laba ditahan) tidak boleh dibiayakan. Tantiem tidak bisa dibebankan sebagai biaya dan merupakan penghasilan bagi penerimanya.

11. Natura di Daerah Terpencil

Khusus untuk daerah yang memenuhi syarat sebagai daerah terpencil, natura boleh dibiayakan. Hal ini diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor KEP-231/PJ/2001 yang didalamnya mengatur pengertian daerah terpencil dan kelompok natura serta kenikmatan yang dapat dibiayakan.

Metode Penyusutan dan Amortisasi

Sejak tahun 1995, metode penyusutan dan amortisasi yang diakui perpajakan adalah:

 Metode garis lurus;  Metode saldo menurun.

Pemilihan metode ini berpengaruh pada kondisi cash flow yang berasal dari penyusutan. Yang jelas, penyusutan adalah beban non kas yang akan membedakan antara laba dalam fiskal dan laba komersial.

Transaksi dengan Aspek Witholding Tax

Perusahaan biasanya dilekati dengan kewajiban untuk memotong pajak yang diekspos terhadap penghasilan pihak lain. Kegagalan dalam memenuhi aspek pajak ini, juga akan membawa konsekuensi bagi perusahaan sebagai pihak yang sebenarnya melakukan pemotongan pajak, sekalipun beban pajak itu tidak berada di pundaknya.

Penyertaan pada Perseroan Terbatas Dalam Negeri

Dividen yang diterima perusahaan jika melakukan penyertaan ke dalam saham perseroan terbatas dalam negeri, tidak dikenai pajak sepanjang syarat berikut terpenuhi:

 Dividen berasal dari cadangan laba yang ditahan;

 Memiliki saham paling rendah 25% dari jumlah modal disetor; dan  Mempunyai usaha aktif di luar penyertaan itu.

Optimalisasi Kredit Pajak

Pajak yang dapat dikreditkan dari jumlah PPh Badan yang terutang adalah pajak yang dibayar sendiri seperti PPh pasal 25. Selain itu, pajak yang dipotong oleh pihak lain yang sifatnya tidak final seperti PPh Pasal 22, PPh Pasal 23 dan PPh Pasal 24. Berkaitan dengan ini, maka bukti setor dan bukti pemotongan harus diadministrasikan dengan baik.

PPh Pasal 25

Sebagaimana diketahui, PPh Pasal 25 adalah cicilan atau uang muka pembayaran pajak yang harus dibayar setiap bulan. Jumlah ini cenderung tetap atau menjadi lebih besar akibat diterbitkannya ketetapan pajak, dan jika dirasakan terlalu besar maka hal ini bisa mengganggu cash flow perusahaan. berkaitan dengan hal tersebut perusahaan dimungkinkan untuk mengajukan permohonan pembayaran PPh Pasal 25.

Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 23

Untuk dapat memperoleh SKB, ada beberapa syarat yang dipenuhi, yaitu: 1. Dalam tahun berjalan dapat menunjukkan tidak akan terutang Pajak

2. Memang berhak melakukan kompesasi kerugian fiskal dalam (SKP atau dalam SPT) sepanjang kerugian tersebut jumlahnya lebih besar daripada perkiraan penghasilan neto tahun pajak yang bersangkutan.

3. Pajak penghasilan yang telah dibayar lebih besar dari Pajak Penghasilan yang Terutang.

2.1.7 Kebijakan PPh Pasal 21 dalam Hubungannya dengan PPh Badan.

Dokumen terkait