2. Pasal 7 huruf e
2.2 Kerangka Pemikiran
Pajak merupakan pungutan berdasarkan undang-undang oleh pemerintah. Sistem pemungutan pajak negara kita menganut self assessment system, yaitu sistem pajak yang didasarkan kepada kepercayaan yang diberikan fiskus kepada wajib pajak untuk melakukan sendiri perhitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak seperti diatur dalam perundang-undangan.
Secara administratif pungutan pajak dapat dikelompokkan menjadi pajak langsung (direct tax) dan pajak tidak langsung (indirect tax). Beban pajak langsung umumnya ditanggung oleh orang pribadi atau badan, sedangkan pajak tidak langsung ditanggung oleh masyarakat.
Menurut Arthur J. Keown, John D. Martin, J. William Petty, David F. Scott (2008:53) terdapat lima aktivitas yang membantu dicapainya laba perusahaan, yaitu:
“1. Pendapatan yang diperoleh dari menjual barang atas jasa perusahaan. 2. Harga produksi atau biaya untuk mendapatkan barang-barang atau
jasa yang akan dijual.
3. Beban ooperasi yang berhubungan dengan, (a) pemasaran dan distribusi produk atau jasa yang akan dijual.
4. Pembiayaan pada pelaksanaan usaha – yakni, membayar bunga pada kredit perusahaan.
5. Pembayaran pajak-pajak.”
Pajak yang diasumsikan sebagai biaya atau beban sangat mempengaruhi pihak manajemen perusahaan dalam meningkatkan laba (profit). Bagi manajer, tugas pengambilan keputusan dan pemecahan masalah merupakan bagian penting dari pekerjaannya. Berapa besar pajak yang harus dibayar, bagaimana caranya agar pembayaran tersebut efisien, bagaimana cara melakukan penghindaran pajak yang tidak melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan,
bagaimana hasil penghematan pajak digunakan dan untuk keperluan apa. Keputusan manajer tersebut akan memberikan kerangka bagi anggota lainnya dalam organisasi itu untuk bertindak.
Prinsip efisiensi yang diterapkan pengusaha untuk mengurangi segala macam biaya juga berlaku untuk biaya pajak. Misalnya, pembayaran sanksi pajak yang tidak seharusnya terjadi merupakan pemborosan sumber daya perusahaan. Penghindaran pemborosan tersebut merupakan optimalisasi alokasi sumber daya perusahaan yang lebih produktif dan efisien sehingga minimalisasi pemborosan sumber daya tersebut dapat memaksimalkan kinerja dengan benar (doing things right), mengerjakan yang seharusnya (doing the right things), bekerja dengan keras dan secara cermat. Karena pajak dianggap sama dengan biaya usaha lain, timbul upaya mencari jalan supaya pajak dapat dikurangi.
Dalam rangka meminimalisir beban pajak, tahap pertama yang harus dilakukan adalah membuat perencanaan pajak. Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam melakukan manajemen pajak, umumnya selalu dimulai dengan meyakinkan apakah suatu transaksi tersebut terkena pajak. Bila suatu transaksi tersebut terkena pajak, apakah dapat diupayakan untuk dikecualikan atau dikurangi jumlah pajaknya, selanjutnya apakah pembayaran pajak dimaksud dapat ditunda pembayarannya dan lain sebagainya.
Menurut Achmad Tjahjono dan M. fakir Husain (2000 :476) upaya wajib pajak untuk mengurangi biaya pajak dapat dilakukan dengan 3 (tiga) cara antara lain :
”a. Penghematan pajak (tax saving), yaitu upaya wajib pajak mengelakkan utang pajak dengan jalan menahan diri untuk membeli produk yang ada PPN-nya, mengurangi jam kerja sehingga penghasilannya kecil dan terhindar dari pajak penghasilan yang besar. b. Penghindaran pajak (tax avoidance), yaitu upaya wajib pajak tidak
melaksanakan perbuatan yang dikenakan pajak atau manipulasi penghasilan secara legal (memanfaatkan kelemahan Undang- undang).
c. Penyelundupan pajak (tax evasion), yaitu upaya wajib pajak dengan penghindaran pajak secara ilegal (melawan ketentuan Undang- undang) dengan cara menyembunyikan keadaan yang sebenarnya.” Tujuan dari perencanaan pajak adalah membuat agar beban pajak serendah mungkin dengan tidak melanggar undang-undang atau peraturan perpajakan yang ada. Manfaat perencanaan pajak pada umumnya adalah:
Penghematan kas keluar, dalam hal ini perencanaan pajak dapat mengurangi beban pajak yang merupakan biaya bagi perusahaan. Mengatur aliran kas (cash flow), dalam hal ini perncanaan pajak dapat
mengestimasi kebutuhan kas untuk pajak dan menentukan saat pembayaran sehingga dapat perusahaan menyusun anggaran kas yang lebih akurat.
Meningkatkan penghasilan fiskal sama artinya dengan menurunkan beban fiskal. Jadi langkah selanjutnya adalah mengubah unsur taxable (berdasarkan UU PPh pasal 4 ayat (1) menjadi non-taxable (berdasarkan UU PPh Pasal 4 ayat (3)) atau mengubah unsur deductible (berdasarkan UU PPh Pasal 6 ayat (1)) menjadi non-deductible (berdasarkan UU PPh pasal 9 ayat (1)) sesuai dengan prinsip Taxable dan Deductible. Prinsip ini pada dasarnya mengubah unsur-unsur yang sebelunya merupakan objek PPh menjadi bukan objek PPh, atau yang sebelumnya
dianggap sebagai beban menjadi bukan beban yang dapat mengurangi Penghasilan Kena Pajak.
Salah satu kebijakan yang dapat diterapkan di perusahaan berdasarkan prinsip taxable dan deductible ini adalah kebijakan yang berkaitan dengan PPh pasal 21 Pegawai tetap. PPh Pasal 21 pegawai tetap dapat diberikan dalam bentuk tunjangan pajak, yang akan menambah penghasilan bruto karyawan, atau ditanggung perusahaan. meskipun gaji yang dibawa pulang (take home pay) oleh pegawai tetap tidak akan menimbulkan perbedaan bila dilihat dari sisi pegawai, akan tetapi perlakuan pajaknya dari sisi perusahaan menimbulkan perbedaan yang cukup signifikan.
Lain halnya dengan tanggungan pajak, tunjangan pajak akan menambah penghasilan pegawai yang menjadi objek PPh dan merupakan biaya yang dapat dibebankan sebagai pengurnag (deductible exspense) dalam menghitung PPh Badan Perusahaan.
PPh pasal 21 yang diberikan dalam bentuk tunjangan pajak akan menambah penghasilan pegawai yang menjadi objek PPh dan akan menjadi beban fiskal perusahaan yang dapat dibebankan sebagai pengurang (deductible exspense) dalam menghitung PPh Badan Perusahaan.
PPh Badan atau Pajak Penghasilan Badan itu sendiri adalah pajak yang harus dibayar oleh suatu entitas badan, dari laba fiskalnya dalam satu tahun pajak. Laba fiskal adalah adjustment atau penyesuaian laba komersil kepada ketentuan perpajakan. Jadi selaras dengan tujuan perusahaan untuk memperkecil jumlah beban fiskalnya maka perusahaan selain harus mempertimbangkan unsur gaji dan
tunjangan, juga harus mempertimbangkan pengaruh ada tidaknya unsur tunjangan pajak dalam komponen tujangan yang bergantung kepada kebijakan PPh pasal 21 mana yang diterapkan perusahaan.
Berdasarkan kerangka pemikiran di atas, dinyatakan rumusan hipotesis sebagai berikut, yaitu :
“Jika tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan menggunakan gross up diterapkan, maka pengaruhnya Pajak Penghasilan Badan akan efisien.” Dari hal tersebut di atas, penulis membuat bagan kerangka pemikiran sebagai berikut :
Self Assesment Perusahaan PPh Pasal 21 Penghasilan Pegawai Tunjangan Pajak (Gross Up) Laba Fiskal Max. Laba (Laba Komersil) Koreksi Fiskal PPh Badan
Beban yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto PKP Perusahaan menjadi kecil Min. Beban Pajak Hipotesis : “Jika tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 dengan
menggunakan gross up diterapkan, maka pengaruhnya Pajak Penghasilan Badan akan
efisien.”