• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.6. Teori Efisiensi

2.6.2 Asas-asas Efisiensi

Penataan terhadap tatausaha dan pelaksanaan bidang kerja harus selalu berkiblat pada efisiensi. Efisiensi ini sendiri perlu sekali dijadikan satu-satunya dasar pemikiran, ukuran baku, dan tujuan pokok bagi semua pelaksanaan kerja ketatausahaan. Efisiensi adalah suatu asas dasar tentang perbandingan terbaik

Y1 Y2 P4 Y3 P3 X3 X4 P2 Y4 P1 X1 A X2

antara suatu usaha dengan hasilnya. Perbandingan ini dapat dilihat dari 2 segi yaitu :24

1. Segi Usaha: suatu kegiatan dapat dikatakan efisien jika sesuatu hasil tertentu tercapai dengan usaha yang sekecil-kecilnya. Pengertian usaha dapat dikembalikan pada 5 unsur yang dapat juga disebut sumber- sumber kerja, yakni:

a. Pikiran (untuk mencapai cara yang termudah) b. Tenaga (untuk mencapai cara yang teringan) c. Waktu (untuk mencapai cara yang tercepat) d. Ruang (untuk mencapai cara yang terdekat)

e. Benda, termasuk uang (untuk mencapai cara yang termurah).

Gambar 2.3. Efisiensi dari Segi Usaha

24

The Liang Gie, PhD. 1995. Administrasi Perkantoran Modern Edisi Keempat (dengan tambahan). Liberty Yogyakarta. Bab 10 Efisiensi Perkantoran, hlm. 171-172.

A

B

c

Hasil tertentu

Usaha terkecil Usaha lebih kecil Usaha biasa

27

Dari Gambar 2.3. diatas, dapat dilihat bahwa usaha huruf C adalah efisien karena memberikan perbandingan yang terbaik dilihat dari sudut usaha, yaitu paling sedikit mengeluarkan lima sumber kerja untuk mencapai hasil tertentu yang diharapkan.

2. Segi Hasil: suatu kegiatan dapat disebut efisien jika dengan sesuatu usaha tertentu memberikan hasil yang sebanyak-banyaknya, baik yang mengenai mutunya ataupun jumlah satuan hasil itu.

Gambar 2.4. Efisiensi dari Segi Hasil

Dari Gambar 2.4. diatas, dapat dilihat bahwa hasil huruf C adalah yang efisien karena menunjukkan perbandingan yang terbaik ditinjau dari sudut hasil, yaitu memberikan hasil yang paling besar mengenai jumlah atau mutunya.

Efisiensi pada usaha mikro dalam hal ini pedagang bakso kaki lima, erat kaitannya dengan penggunaan input produksi seperti bahan bakar untuk menghasilkan suatu output tertentu yaitu bakso. Efisiensi disini lebih kepada efisiensi teknis, dimana dampak adanya konversi minyak tanah ke LPG, yaitu

C B A

Usaha tertentu

Hasil biasa

Hasil lebih besar

input bahan bakar minyak tanah dialokasikan kepada input bahan bakar LPG. Selain itu, efisiensi disini juga meliputi efisiensi dari segi usaha yang berupa pengematan terhadap benda termasuk uang (untuk mencapai cara yang termurah), tenaga (untuk mencapai cara yang teringan), waktu (untuk mencapai cara yang tercepat) dan pikiran (untuk mencapai cara yang termudah). Hal ini tentunya akan berdampak pada produksi pedagang bakso kaki lima, juga akan berdampak tehadap pengeluarannya untuk membeli bahan bakar tersebut serta penerimaan pedagang bakso kaki lima.

2.7. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa penelitian yang dapat dikategorikan berdasarkan metode yang digunakan, serta berdasarkan penelitian yang sejenis. Penelitian terdahulu tersebut adalah penelitian mengenai perubahan penggunaan energi dari minyak tanah ke gas, kenaikkan dan subsidi BBM serta pola efisiensi industri kecil. Sedangkan perbedaan dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya, bahwa pada penelitian yang berjudul dampak konversi minyak tanah ke LPG terhadap struktur subsidi APBN (2007-2010) dan efisiensi usaha mikro (studi kasus Kota Bogor) dengan menggunakan analisis deskriptif, belum pernah dilakukan. Penelitian ini akan menjelaskan adanya konversi minyak tanah ke LPG dampaknya terhadap struktur subsidi dalam APBN dan dampaknya terhadap efisiensi usaha mikro dimana studi kasus yang diambil adalah pedagang bakso kaki lima di Kota Bogor.

29

a. Penelitian terdahulu tentang Perubahan Penggunaan Energi dari Minyak Tanah ke LPG.

Penelitian tentang perubahan penggunaan energi dari minyak tanah ke LPG, mengenai “Pola Pengeluaran, Persepsi, dan Kepuasan Keluarga terhadap Perubahan Penggunaan Energi dari Minyak Tanah ke LPG”. Penelitian ini dilakukan di dua Desa yaitu Desa Cikarang Kabupaten Bogor dan Desa Setu Gede Kotamadya Bogor pada Oktober 2008. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah metode survei, dengan mengambil total contoh penelitian yaitu sebanyak 30 rumah tangga, dengan masing-masing contoh penelitian setiap desa adalah 15 rumah tangga.

Hasil penelitiannya menunjukkan, rata-rata pengeluaran rumah tangga per bulan untuk pembelian bahan bakar setelah program konversi BBM dilaksanakan mengalami penurunan. Sebelum program konversi dilaksanakan rata-rata pengeluaran untuk membeli bahan bakar dari Rp 96.500,00 per bulan, dan setelah program konversi menjadi Rp 58.800,00 per bulan atau terjadi penghematan pengeluaran rumah tangga sebesar Rp 37.700,00 per bulan. Sebagian besar responden menyetujui program konversi yang dapat membantu mengurangi pengeluaran rumah tangga, penggunaan LPG lebih menguntungkan dibandingkan minyak tanah, menerima LPG sebagai pengganti minyak tanah, dan tidak ada unsur keterpaksaan dalam menjalankan program konversi ini. Dilihat dari tingkat kepuasan, responden lebih merasa puas dengan keamanan menggunakan minyak tanah dan kebutuhan biaya untuk membeli bahan bakar. Meskipun, masih terdapat responden yang merasa kurang puas dengan harga LPG, namun di sisi lain,

penggunaan LPG juga dirasakan lebih efisien dari segi waktu, lebih bersih, dan lebih praktis dibandingkan dengan menggunakan minyak tanah.25

b. Penelitian terdahulu tentang Dampak Kenaikan BBM.

Studi mengenai“Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Rumah Tangga di Kota Bogor (Studi Kasus Rumah Tangga Pengojek Pengguna Kredit Motor)”. Penelitian ini menganalisis pengaruh kenaikan harga BBM terhadap pendapatan dan pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojek, serta pengaruhnya terhadap daya bayar cicilan kredit motor. Penelitian tersebut menggunakan data primer, selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan uraian. Analisis data dilakukan secara kualitatif dan dijabarkan dalam pendeskripsian. Hasil penelitian menyimpulkan bahwa adanya kenaikan harga BBM berpengaruh negatif dan signifikan terhadap pendapatan rumah tangga pengojek motor. Sementara itu, kenaikan harga BBM berpengaruh positif dan signifikan terhadap pengeluaran konsumsi rumah tangga pengojek.26

c. Penelitian Terdahulu tentang Subsidi BBM

Studi mengenai “Apakah persoalannya pada subsidi BBM? Tinjauan terhadap masalah subsidi BBM, ketergantungan pada minyak bumi, manajemen energi nasional, dan pembangunan infrastruktur energi”, menguraikan tentang

25

Simanjuntaki, M., R.A.B. Kusumo, dan M. Nasarullah. 2009. “Pola Pengeluaran,Persepsi, dan

kepuasan Keluarga Terhadap Perubahan Penggunaan Energi dari Minyak tanah ke LPG”.Jurnal Ilmu keluarga dan Konsumen, Volume 2 Nomor 2 ISSN : 1907 – 6037. Fakultas Ekologi Manusia IPB. Bogor. [28 Oktober 2010]

26

Rahmadini, Anadia. 2007. Dampak Kenaikan Harga BBM terhadap Pendapatan dan Pengeluaran Rumah tangga di Kota Bogor (Studi kasus Rumah tangga Pengojek Pengguna Kredit Motor)[skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.

31

pengertian dasar, praktek, dan kritik mengenai subsidi BBM yang diterapkan di Tanah Air. Dikemukakan perkembangan perdagangan minyak bumi yang dilakukan Indonesia. Lebih jauh, melihat bahwa masalah subsidi BBM sangat erat kaitannya dengan ketergantungan Indonesia yang sangat besar terhadap BBM dalam konsumsi energi nasionalnya, suatu hal yang tidak sehat karena negeri ini memiliki berbagai macam sumber energi yang lain. Dikemukakan langkah keluar dari perangkap subsidi BBM, bahwa sebagian masalah subsidi BBM dapat diatasi melalui pengembangan manajemen energi nasional, yang menekankan efisiensi konsumsi BBM dan pengembangan diversifikasi sumber energi. Upaya diversifikasi energi dipertegas melalui rencana pembangunan infrastruktur energi.27

Kemudian studi mengenai “Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Iklim Usaha (Studi Kasus Pemotongan Subsidi BBM)”, menguraikan tentang kenaikan harga BBM sebesar 28,7 persen diprediksikan akan berdampak pada peningkatan nilai produksi usaha mikro 8,4 persen, usaha kecil 7,1 persen dan usaha menengah 15 persen. Tetapi kenaikan harga BBM tersebut berakibat pada kenaikan biaya produksi UMKM, biaya produksi usaha mikro 34 persen, usaha kecil 24,6 persen dan usaha menengah 129,6 persen. Akibatnya usaha mikro menderita kerugian 20,56 persen, usaha kecil 21,8 persen dan usaha menengah 12,2 persen. Kenaikan harga BBM juga telah menyebabkan menurunnya penyerapan tenaga kerja oleh

27

Nugroho, Hanan. 2005. “Apakah Persoalannya pada Subsidi BBM? Tinjauan terhadap Masalah Subsidi BBM, Ketergantungan pada Minyak Bumi, Manajemen Energi Nasional, dan

Pengembangan Infrastruktur Energi”.Jurnal Perencanaan Pembangunan, Edisi 02, Tahun X. Perencanaan Bidang Energi BAPPENAS. [01 Maret 2011]

usaha mikro sebesar 1,5 persen, usaha kecil 3,2 persen dan usaha menengah 2,5 persen. Untuk mengantisipasi menurunnya kualitas dan kuantitas keberhasilan program pemberdayaan UKM, idealnya memang perlu dipikirkan solusi penggunaan dana hasil pemotongan subsidi BBM, untuk mendukung program- program perkuatan UMKM dan Koperasi. Beberapa langkah kebijakan pemerintah seperti BLT, Raskin dan Askeskin tidak akan berperan dalam mengatasi masalah yang dihadapi UMKM sedangkan efektifitas Program KUR, dan PNPM-Mandiri masih perlu dikaji lebih lanjut. Oleh karena sekarang ini belum ada program-program yang dapat menjamin peningkatan upaya pemberdayaan khususnya untuk dapat mengatasi dampak kenaikan harga BBM maka diperlukan adanya solusi dalam bentuk konsep kebijakan pemerintah. Salah satu solusi tersebut dengan mengembangkan program perkuatan UMKM dalam banyak hal dapat mengindikasikan kemampuannya untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan pendapatan UMKM.28

d. Penelitian Terdahulu tentang Efisiensi

Studi mengenai efisiensi industri kecil, data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder baik dari media cetak maupun media elektronik. Hasil penelitian diperoleh bahwa untuk tetap bertahan, industri kecil pengolahan pangan melakukan efisiensi meliputi penyesuaian terhadap input, proses produksi, output dan manajemen. Efisiensi dari sisi input, industri kecil

28

Siahaan, Rapma. 2008. “Dampak Kebijakan Fiskal Terhadap Iklim Usaha UMKM (Studi Kasus Pemotongan Subsidi BBM)”.Jurnal INFOKOP, Volume 16.

33

melakukan perluasan lokasi sumber bahan baku dan pembelian bahan baku secara kelompok, dari sisi proses produksi industri kecil pangan melakukan perubahan pada proses sehingga meningkatkan keawetan pangan maupun rasa yang lebih menarik konsumen, dari sisi output industri kecil melakukan difersifikasi produk secara kelompok, memilih bahan kemasan yang lebih menarik, dan dari sisi manajemen industri melakukan sistem pengupahan berdasarkan prestasi kerja, penataan tata letak atau lay-out side plan, dan pengelolaan mutu secara keseluruhan.29

2.8. Kerangka Pemikiran

Alur pemikiran konseptual dalam penelitian ini berawal dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada 1 Oktober 2005 yang disebabkan oleh tingginya harga minyak dunia (West Texas Intermediate Spot Average) yaitu rata- rata sebesar USD 53,4 per barel yang kemudian meningkat menjadi USD 64,3 per barel dan USD 72,3 per barel pada tahun 2006 dan 2007.

Kenaikan harga minyak dunia yang dihadapi oleh Bangsa Indonesia ini, memaksa Pemerintah untuk mengambil keputusan yang amat berat dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) selama dua kali pada tahun 2005. Hal ini menyebabkan semakin mahalnya biaya yang ditanggung masyarakat untuk membeli BBM. Selain itu, kenaikkan harga minyak mentah Internasional ini

29

Siahaan, UB. H. dan Sunaridjan. 1999. “Pola Efisiensi Industri Kecil”. Pusat Analisa

Perkembangan IPTEK-LIPI. Voleme 10 Nomor 22. http://elib.pdii.lipi.go.id/katalog/ index.php/searchkatalog/byId/80 [ 29 Oktober 2010]

memberikan dampak semakin besarnya beban subsidi yang harus ditanggung oleh pemerintah. Sehingga terjadinya defisit anggaran pemerintah untuk mensubsidi BBM. Meningkatnya beban subsidi BBM akan membawa akibat terhadap pengurangan anggaran belanja pemerintah terhadap struktur subsidi dalam APBN.

Untuk mengurangi beban anggaran subsidi BBM dalam APBN, pemerintah melakukan salah satu upaya melalui program konversi minyak tanah ke LPG, yang dimulai dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2012. Melalui program konversi minyak tanah ke LPG khususnya LPG 3 kg, akan dilihat bagaimana pengaruhnya terhadap kondisi penggunaan minyak tanah dan LPG 3 kg (2005-2010) serta pengaruhnya terhadap struktur subsidi APBN (2007-2010) dan pengaruhnya terhadap efisiensi usaha bagi usaha mikro khususnya pedagang bakso kaki lima di Kota Bogor. Hal ini akan dijelaskan dengan menggunakan analisis deskriptif. Dampaknya pada efisiensi usaha mikro dilihat dari sisi efisiensi produksi atau efisiensi teknis dan efisiensi atau hemat dari sisi biaya, waktu serta tenaga pada pedagang bakso kaki lima, yang kemudian berpengaruh terhadap pengeluaran serta penerimaannya, dan persepsi dari pedagang bakso atas program konversi tersebut. Sehingga nantinya diharapkan dapat memberikan saran serta rekomendasi agar program konversi ini dapat memberikan dampak positif bagi para pelaku usaha khususnya usaha mikro dan bagi pemerintah untuk mengambil kebijakan. Kerangka pemikiran aliran dampak konversi minyak tanah ke LPG terhadap struktur subsidi APBN (2007-2010) dan efisiensi usaha mikro (studi kasus Kota Bogor), dapat dilihat pada Gambar 2.5.

35

Gamabar 2.5. Kerangka Pemikiran Harga minyak dunia semakin

tinggi.

Harga minyak Indonesia tinggi.

Program konversi minyak tanah ke LPG

(2007-2012)

Efisiensi usaha mikro (pedagang bakso kaki lima di Kota Bogor) Struktur subsidi APBN (2007-2010) Defisit Anggaran Pengurangan subsidi BBM Analisis deskriptif

Saran dan rekomendasi

Analisis efisiensi teknis, efisiensi (hemat) biaya, waktu dan tenaga pedagang

bakso kaki lima

Perubahan pengeluaran dan penerimaan pedagang bakso

Persepsi pedagang bakso Kondisi penggunaan

minyak tanah dan LPG (2005-2010)

Dokumen terkait